Anda di halaman 1dari 21

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

TUGAS
MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KRISTIAN FERNANDES PURBA (43201)
M. FIKRI AMANULLOH (43725)

DOSEN PENGAMPU :

SALAHUDDIN HUSEIN

YOGYAKARTA
FEBRUARI
2018
Geologi Cekungan Sumatera Utara dan Cekungan Salawati

BAB I
Pendahuluan
Posisi Cekungan Sumatera Utara secara geologi terletak pada bagian utara pulau
Sumatera, dimana pada sebelah timur dibatasi oleh Selat Malaka, pada sebelah barat
dibatasi oleh keberadaan Bukit barisan yang memanjang hingga ke utara sampai Kepulau
Andaman, sedangkan pada bagian selatan dibatasi oleh busur Asahan.
Sedangkan Cekungan Salawati merupakan salah satu cekungan yang terdapat di
wilayah timur Indonesia. Cekungan ini terleta di bagian paling barat dari Kepala Burung,
Papua, yaitu di tepi barat fragmen Benua New Guinea. Cekungan ini dibatasi oleh Zona
Sesar Sorong di bagian utara, yang memisahkan lempeng Australia dibagian selatan
dengan Lempeng Pasific dibagian utaranya. Di sebelah timur, Tinggian Ayamaru
memisahkan Cekungan Salawati dengan Cekungan Bintuni, Di sebelah selatan dibatasi
oleh Geantiklin Misool – Onin.
Cekungan sumatera utara merupakan back arc basin seluas 60,0000 km² pada
area offshore dan onshore di bagian barat laut pulau sumatra. Cekungan Sumatera Utara
merupakan cekungan di Indonesia yang terkenal sebagai salah satu dari daerah yang
menghasilkan hidrokarbon cukup besar. Hal itu terlihat dari banyak aktivitas eksplorasi
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan baik di daerah daratan maupun lepas pantai
yang dibagi atas block block yang menandakan area kerja perusahaan eksplorasi di daerah
tersebut, untuk daerah kerja PERTAMINA di daerah Cekungan Sumatra Utara berada
pada Block Gebang, Perlak, Poleng, East Aceh dan sekitarnya.
Sedangkan Cekungan Salawati merupakan sebuah Foreland Asimetris Basin yang
berarah timur – barat dan berlokasi pada batas utara Lempeng Indo – Australia. Cekungan
Salawati merupakan salah satu cekungan potensial hidrokarbon yang ada di Indonesia
Timur. Batuan sumber dari cekungan berasal dari marine shales Formasi Klasafet dengan
reservoir utamanya berada di Formasi Kais. Eksplorasi di Cekungan Salawati memiliki
target play baru berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JOB Pertamina – Petrochina
Salawati. Target ini berupa Naturally Fractured Reservoir (NFR) yang berada pada
batuan kristalin yang mendasari Cekungan ini.
Eksplorasi yang dilakukan pada cekungan Sumatera Utara bagian tengah telah
dilakukan semenjak 1885 yaitu di daerah Telaga Said oilfiled dilanjutkan pada Darat
oilfiled pada tahun 1889, kemudian Perlak tahun 1900, Serang Jaya (1926), Rantau
(1929), Gebang (1936) dan PaluTabuhan (1937). Selain itu telah banyak lapangan minyak
dan gas lainnya yang di bor pada cekungan sumatera utara beserta produksinya. Misalnya
saja lapangan gas Arun yang cukup besar di Aceh. Eksplorasi pada Cekungan Sumatra
Utara dilakukan pada daerah yang dapat dikatakan tersusun atas batuan sedimen matang
(mature). Meskipun sudah banyak daerah yang sudah di eksplorasi sepanjang cekungan
Sumatrera Utara, masih banyak lokasi yang belum dimaksimalkan. Untuk itu, dalam
penerapannya di dalam eksplorasi hidrokarbon dilakukan metode-metode pengambilan
data berupa data lubang pemboran, biostratigrafi, geokimia dan sedimentologi. Salah satu
yang menarik dari cekungan ini adalah kerumitan pada struktur geologi yang masih belum
tepecahkan secara menyeluruh.

Posisi, Tatanan tektonik dan geografi backarc basin Cekungan Sumatra Utara. Busur
vulkanik hampir mengikuti jalur Sesar Sumatera Andreason, et. al., 1997
Setting Geologi Cekungan Salawati yang terletak diatas lempeng Indo – Australia dan
dibatasi oleh Zona Sesar Sorong

1. Perbedaan Kondisi Geologi Cekungan Sumatera Utara dengan Cekungan


Salawati
- Cekungan Sumatera Utara
A. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
Kerangka tektonik cekungan – cekungan di sumatra merupakan hasil interaksi
lempeng benua eurasia dan tepi utara – tenggara lempeng samudara hindia australia .
Posisi Cekungan Sumatra Utara terletak pada bagian timur laut dari busur vulkanik sunda
bagian utara, dimana busur vulkanik ini merupakan hasil dari zona subduksi lempeng
Samudra Hindia di bawah Sunda shield. Posisi lempeng konvergen pada masa kini
diperkirakan sama dengan masa sebelumnya dimana posisinya miring mengarah ke NW-
SE dengan struktur utama mengarah dominan ke utara-selatan, menghasilkan sesar geser
dekstral sepanjang sisitem sesar Sumatera dan berhubungan dengan gaya kompresif yang
kemungkinan mengakibatkan terbentuknya perbukitan Bukit Barisan yang pada masa
kini merupakan batas barat daya cekungan (Kirby et al.,1993).

Kirby et al., (1993) membagi perkembangan struktur geologi menjadi 3 tahap:


1. Rifting pada Oligosen-Miosen Awal yang menghasilkan tinggian dan rendahan
struktural yang terisolasi pada relief vertikal yang luas. Faktor pengontrol utama berupa
sedimentasi. Graben yang berarah utara-selatan muncul dan membentuk bagian dari
sistem sesar ekstensional yang berkembang pada bagian barat Sunda shield yang
diperkirakan berumur Paleogen.

2. Sebagian besar fase post-Miosen Awal berupa trancurrent fault dan berasosiasi
dengan lipatan. Lipatan dan patahan penyebarannya terbatas pada cekungan, tapi
diperkirakan berhubungan dengan fase utama dari gerakan transcurrent kompresif
sepanjang sistem Sesar Sumatera. Fase pangangkatan yang terlibat menghasilkan batas
Bukit Barisan pada bagian barat cekungan. Pengangkatan dan perbatasan ini mengubah
konfigurasi umum dari cekungan. Bukit Barisan merupakan sumber utama sedimen yang
masuk pada cekungan. Terutama pada daerah pengangkatan dimulai dari timur.

3. Sesar naik berarah timur-timur laut berumur Pliosen-Pleistosen dan berasosiasi


dengan lipatan memberikan gambaran untuk observasi struktur permukaan serta
perangkap hidrokarbon. Struktur sub-holosen di masa kini di dominasi oleh seri antiklin
dan sinklin menunjam dan elongate berarah utara barat laut, yang pada arah barat laut
lebih tebal dibandingkan dengan bagian timur.
Perubahan gaya tensional pada awal Tersier menjadi gaya kompresional pada
waktu berikutnya menunjukkan perubahan sudut dan kecepatan penunjaman antara
lempeng Samudera Hindia dengan lempeng Asia Tenggara.

B. Stratigrafi

Stratigrafi daerah cekungan Sumatra utara dihasilkan oleh kegiatan tektonik pada
zaman mesozoikum atau sebelum mulainya pengendapan tersier dalam cekungan
Sumatra Utara. Kegiatan tektonik yang terjadi pada akhir tersier menghasilkan bentuk
cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut- tenggara. Proses sedimentasi yang
terjadi selama tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian mengalami
regresi dan diikuti aktifitas tektonik pada akhir tersier. Proses proses tektonik pada
cekungan Sumatra utara tersebut membentuk stratigrafi yang terbentuk sekarang ini.
Batuan yang tertua pada daerah cekungan Sumatra Utara sulit dijumpai pada
singakapan yang ada sehingga data mengenai batuan tertua didapatkan dari hasil
pengambilan log batuan yang menunjukan resistivitas dan kecepatan yang kontras
dengan batuan diatasnya, hal ini yang mendasari umur dan jenis batuan basement. Beicip
(1977) menyebutkan “economic basemen” sebagai batuan yang tertua sebagai batuan
dasar. Dari hasil data inti batuan, diketahui bahwa batuan tersebut berupa batupasir,
batugamping atau dolomit, yang azoik, padat, dan retak-retak. Selain Basement batuan,
stratigrafi cekungan Sumatra Utara terdiri atas formasi formasi lainnya dari tua ke muda
yaitu :
Formasi Tampur
Formasi ini trebentuk sebagai formasi transgresif yang diendapakan pada kondisi
sub litoral-laut terbuka saat Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Pada bagian atas formasi
ini ditumpangi oleh Formasi Bruksah dan Formasi Bampo. Formasi Tampur tersusun oleh
batugamping masif, sebagian bioklastik, kalkarenit, dan kalsilutit, dijumpai pula nodul
rijang. Selain itu, dijumpai pula basal konglomerat dan batugamping dolomit.
Batugamping Eosen Formasi Tampur umumnya terendapakan di Malaka shelf (Ryacudu
and Sjahbudin, 1994 dalam Patra Nusa Data, 2006).
Diatas formasi Tampur terdapat formasi formasi lainnya yang sejarah
pembentukannya dapat dibagi menjadi 3 fase berdasarkan sejarah pembentukan
Cekungan Sumatra Utara yaitu: 1) Syn Rift, 2) Transitional (sag phase), dan 3)
kompresional.
Fase Syn Rift Awal (Formasi Bruksah dan Formasi Bampo)
Fase ini berlangsng awal dari Paleogen (Eosen?) dan berlangsung hingga Miosen
Awal, pada saat horst berarah N-S dan NE-SW, dan perkembangan graben dan half
graben. Pengisian graben oleh batupasir daratan dan konglomerat dan berlangsung
transgresi besar, yang diperkirakan karena back arc subsidence, yang juga menyebabkan
area pengendapan batupasir dan serpih yang semakin luas dan mendominasi.
Batupasir diendapkan di lingkungan dataran pantai dan lingkungan laut,
sedangkan serpih yang umumnya berwarna abu-abu gelap sampai hitam diendapkan di
lingkungan laut dalam (batial). Cameron et al (1983) mengelompokkan konglomerat dan
batupasir, termasuk batugamping konglomerat dan dan breksi, batupasir kuarsa mikaan,
dan batulumpur lanauan yang terendapkan pada fase ini sebagai Formasi Bruksah. Di
atasnya, diendapkan serpih hitam, batulanau, dan batulumpur Formasi Bampo, setebal
500-2400 m.
Fase Syn-Rift sampai Transisi ( Formasi Belumai dan Formasi Peutu)
Cekungan Sumatera utara mengalami fase transisi pada Miosen Awal sampai
Miosen Tengah dan menunjukkan aktivitas tektonik yang lemah. Pada masa ini terjadi
forced regression dan basin filling. Graben yang ada terisi oleh batupasir gampingan dan
batulanau. Batuan pengisi graben ini membentuk Formasi Belumai.
Pada akhir dari Miosen Awal, terjadi transgresi besar yang diduga karena subsidensi yang
bersamaan dengan naiknya muka air laut. Bagian horst yang tergenang menjadi laut
dangkal dan membentuk deposisi batugamping dan koral, menjadi bagian dari Formasi
Peutu (Kamili et al., 1976).
Deposisi Formasi Belumai pada basin yang terus berlanjut selama akumulasi
batugamping Peutu dan koral pada punggungan yang perdekatan. Hal ini yang
menyebabkan adanya ekuivalen antara Peutu dan bagian atas Fomasi Belumai.
Kontak antara Peutu dan Belumai dengan Formasi Baong yang terletak di atasnya sangat
sulit dibedakan, sehingga untuk kemudahan secara praktiknya dengan ditandai
pengurangan yang tingi dari kalsium karbonat.
Fase Major Transgression: Formasi Baong
Pada 15,5 juta tahun yang lalu (N8-N9) terjadi peningaktan muka air laut relatif
yang berkaitan dengan peningkatan muka air laut eustatik. Perubahan rezim tektonik
merupakan bukti dari reaktifasi dan inversi sistem sesar horst graben tua, pengembangan
awal dari major trancurren faulting, dan local compressional folding.
Formasi Baong tersusun oleh batulumpur abu-abu atau coklat dengan ketebalan
750-2500 meter. Formasi Baoing berumur dari Miosen Awal sampai Miosen Tengah (N8-
N16). Pada N8/N9 terjadi maximum flooding surface yang ditunjukkan oleh lingkungan
batial yang tersebar luas dan keberadaan foraminiera Globigerinid yang melimpah.
Batuan yang mendominasi adalah batulumpur, selain itu dijumpai pula pasir turbidit pada
tepi cekungan. Pada N13-N14 terjadi pendangkalan dan perubahan lingkungan
pengendapan dari batial menjadi neritil tengah atau neritik luar, sehingga terjadi
penambahan pasir dan serpih pada kedua sisi cekungan. Pada umur N14 dikenali adanya
ketidakselarasan seismik yang disebabkan oleh adanya periode tectonic quiescence dan
berhentinya sedimentasi. Di atas dari bagian atas Formasi Baong dijumpai batulumpur
kaya lempung yang menunjukkan bahwa terjadi pendalaman lagi dan lingkungan
pengendapan menjadi batial. Formasi Baong bagian atas dicirikan oleh pengisian
cekungan oleh delta progradasi dan deposit lereng yang berasosiasi dengan progradasi
delta Keutapang.
Syn Inversion Regime: Formasi Keutapang dan yang lebih muda
Fase terakhir dari pengisian cekungan ini adalah berlanjutnya tranpresional
tectonic, tetapi suplai sedimen yang masuk dapat menyeimbangi subsidensi cekungan.
Sedimentasi delta yang cukup besar ditunjukkan oleh Formasi Keutapang dengan
ketebalan 700-1500 meter di Aceh Timur dengan umur Miosen Akhir sampai Pliosen
Awal (N15-N19). Satuan batuan yang menyusun formasi terdiri atas batupasir coklat
kebiru-biruan berselingan dengan serpih, dan sedikit batugamping. Batupasir yang
dijumpai berukuran dari halus sampai konglomeratan dan mengandung glaukonitan atau
berfosil. Di atas Formasi Keutapang umumnya kontak dengan singkapan permukaan atau
subsurface, di bagian lain terdapat Formasi Seureula dengan variasi ketebalan 700-900
meter yang berumur Pliosen Awal (N18-N19).
Serpih abu-abu kebiru-biruan dan batupasir konglomeratan yang mengandung
fosil dan fragmen tumbuhan merupakan penyusun Formasi Seureula. Serpih yang
dijumpai sedikit mangandung tuf dan klastika volkanik banyak dijumpai pada batupasir
(Bennet et al., 1981).
Formasi Julu Rayeu diendapkan pada Pliosen Akhir yang tersusun oleh klastika
kasar. Pada serpih yang berselingan dengan batupasir dijumpai adanya sisipan lignit yang
tipis. Lingkungan pengendapan bervariasi dari aluvial sampai paralik. Secara tidak selaras
di atasnya, terdapat endapan Pleistosen berupa gravel endapan teras, pasir, dan lumpur
yang lepas-lepas dengan ketebalan 50 meter yang dikenal dengan Formasi Idi (Bennet et
al, 1981).
Stratigrafi regional cekungan Sumatera Utara, dimodifikasi dari Sosromihardjo
(1988)
- Cekungan Salawati
A. Tatanan dan Struktur Geologi
Mekanisme Pembentukan
Cekungan Salawati adalah cekungan yang terbentuk di depan kerak Indo-Australia yang
mengalami trust fault. Berdasarkan tipe cekungan, cekungan salawati adalah foreland
basin yang diakibatkan oleh tectonic loading (Dickinson 1933, Ingersoll dan Busby 1995)

Gambar 5 : Model Pembentukan Foreland


Evolusi Cekungan Salawati
Proses sedimentasi dan sejarah tektonik cekungan Salawati mengalami proses yang
cukup panjang dalam kala waktu geologi berawal pada masa Paleozoikum (silur) sampai
Recent, sedangkan fase atau aktivitas tektonisme berawal pada akhir kala Pliosen.
Secara umum Sesar Sorong mengontrol evolusi dari cekungan Salawati yang berawal
pada saat kala Mio-Pliosen dan mengakibatkan Cekungan Salawati mengalami
tektonisme polaritas diversal dan dapat dibagi menjadi 3 tahap evolusi cekungan :
1. Pre-polarity reversal (Palezoikum – Miosen Akhir) yaitu pada saat deposenter
cekungan berada pada bagian selatan.
2. Syn-polarity reversal (Miosen Akhir – Pliosen Tengah), yaitu pada saat cekungan
Salawati mengalami Polarity reversal yang didominasi pada deposenter di bagian
baratlaut.
3. Post-polarity reversal (Miosen Akhir – Recent), yang tampak seperti sekarang di
mana deposenter dari Cekungan Salawati yaitu pada bagian utara – baratlaut.

Gambar 6 : Evolusi Cekungan Salawati

B. Statigrafi
1. Pre- Carboniferous Basement
Formasi Kemum
Formasi Kemum terbentuk basement block di bagian tengah kepala burung
yang dibatas oleh zona Sesar Sorong pada bagian utara dan zona sesar Ransiki
dibagian timur. Batuan yang berumur Paleozoik akhir, Mesozoik dan
Kenozoik pada bagian selatan dan barat – daya memiliiki hubungan
ketidakselarasan menyudut (angular unconformity) terhadap basement block.
Kontak Formasi Kemum bagian bawah tidak diketahi. Terdapat granodiorite
dan meta-konglomerat yang mengindikasikan bersumber dari prekambrian.
Formasi ini didominasi oleh batuan metamorf derajat rendah seperti slate,
argillite, metawacke, meta-arenite dan meta-conglomerate.
2. Permo-Carboniferous Sediments
Aifam Group
Terbagi menjadi 3 Formasi yatu Formasi Aimau pada bagian bawah yang
terdiri dari konglomerat basaltic berwarna merah, batupasir, batuserpih
dengan fosil kayu yang tersilisifikasi yang dilapisi oleh sekuen perlapisan dari
greywacke, batuserpih, batulanau dan batugamping abu – abu. Pada bagian
tengah terdapat Formasi Aifat yang terdiri dari batulempung pasiran,
batugamping, dan lapisan tipis dari batupasir kuarsa. Pada bagian atas
terdapat Formasi Ainim yang terdiri dari perlapisan batulempung yang kaya
akan karbon, batupasir kuarssa, greywacke, batulanau, dan mengandung
lapisan batubara dengan ketebalan mencapai 1 meter.
3. Jurrasic – Cretaceous Sedimen
Kembelaangan Group
Terdiri dari Formasi Jass yang berisi mudstone, litik batupasir, muddy
sandstone dan batugamping dengan sedikit batupasir kuarsa dan konglomerat
kuarsa. Dengan ketebalan maksimum formasi mencapai 400 meter. Di
sepanjang pesisir timur leher burung dan pada zona transisi, Grup
Kembelangan didominasi oleh mudstone yang telah termetamorfosakan
menjadi slate (batusabak).
4. Tertiary Statigraphy
Formasi Waripi
Berada di pegunungan yang memanjang kearah barat – selatan pada
bagian leher burung. Formasi ini terdiri dari kalkarenit, biokalkarenit,
batupasir kuarsa, batugamping dolomite, dan batugamping foraminifera.
Tebal sekitar 700 meter. Kemungkinan umur dari formasi ini adalah Paleosen
dan lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal.
Formasi Faumai
Dapat ditemukan di bagian timur dari kepala burung. Batugamping ini
merupakan batugamping yang terdiri dari kalkarenit yang biasanya
berlumpur. Memiliki tebal sekitar 250 meter. Memiliki kelimpahan
foraminifera besar yang berumur eosin tengah – oligosen.
Formasi Sirga
Penyusunnya adalah batulanau dan batulempung pada bagian barat dan
selatan. Lalu terdiri dari batupasir kuarsa dan konglomerat pada bagian utara
dan timur. Fosil foraminifera mengindikasikan umur Miosen Awal.
Terbentuk secara transgresif dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Formasi Kais
Terdiri dari kalkarenit, kalkarenit berlumpur (muddy calcarenite) dan
batugamping jenis boundstone. Memiliki ketebalan maksimum mencapai 577
meter. Batugamping Kais menggambarkan kompleks terumbu yang berisikan
platform dan fasies terumbu. Berumur Miosen awal – tengah.
Formasi Klasafet
Terdiri dari napal massif, batulanau pasiran dan batugamping. Ketebalan
dari formasi ini mencapai 1900 meter. Berumur Miosen tengah. Formasi ini
terendapkan pada laut dalam dan berangsur menjadi laut dangkal sehingga
reef dapat. Formasi ini menjadi seal pada cekungan Salawati.
Formasi Klasaman
Pada akhir Miosen – Pliosen, formasi ini terdiri dari perlapisan pasiran,
batulempung pasiran dan batupasir kalkarenit. Dibagian atas sering ditemui
kongklomerat dan lapisan lignit. Ketebalan formasi ini mencapai 4500 meter.
Formasi Klasaman merupakan batuan sumber yang belum dewasa. Beberapa
lapisan klastik kasar pada bagian utara Salawati Basin memiliki potensi
menjadi reservoir. Cekungan ini terbentuk oleh pembalikan polaritas
cekungan dan sangat dikontrol oleh sesar sorong. Pada Klasaman bagian atas,
sedimen diendapkan secara cepat mengisi cekungan dan dipicu oleh
diaperism diantara cekungan bagian dalam.
5. Sele Conglomerate
Terdiri dari konglomerat polimik dan persilangan antara batupasir
dengan batulempung. Sisa tumbuhan umum ditemukan disini. Memiliki
ketebalan maksimum 120 meter. Memiliki umur sekitar Pliosen.
2. Perbandingan Prospek Hidrokarbon Cekungan Sumatera Utara dengan
Cekungan Salawati
- Prospektivitas Hidrokarbon Cekungan Sumatera Utara

A. Batuan Induk (Source Rock)


Pada daerah Cekungan Sumatra Utara aliran suhu rata rata relative tinggi (>2 HFU )
dimana merupakan kondisi yang sesuai untuk pembentukan source rock. Formasi formasi
yang memiliki potensi untuk menjadi source rock pada daerah Cekungan Sumatera Utara
diantaranya yaitu formasi Baong yang memiliki Total Organic Carbon (TOC) dengan rata
rata ) 0,5%. Source interval yang paling baik pada formasi baong yaitu pada bagian paling
bawah dimana endapan mudstoes terbentuk pada lingkungan outer neritic sampai bathyal.
Formasi baong sebenarnya tidak kaya akan kandungan organic berdasarkan standar dunia
dimana nilai total organic carbon jarang lebih dari 1,5%, tetapi akibat penunjaman yang
sangat cepat dari sunda mikroplate selama middle Miocene mengakibatkan meningkatnya
ketebalan volume hydrocarbon di daerah tersebut.
Sedimen anggota formasi Belumai memiliki nilai TOC 0,2 – 4,8 %, khususnya 1%.
Nilai hidrogen indeks nya rendah. Mengandung kerogen amorf, membentuk inertinit dan
vitrinit. Mareial organic berasal dari darat dan berbutir halus. Formasi Bampo memiliki
TOC 0,27% - 3,84% pada sampel core, sedangkan pada sampel singkapan permukaan
1,41% dengan variasi secara lateral. Hidrogennya rendh sampai sangat rendah dan
mudstone mengandung material organik inert. Potensinya terbatas pada gas.
Minyak dari anggota Belumai dan formasi Keutapang adalah sama secara umum dan
diprkirakan menjadi sumber dari kelompok genetic yang sama. Kerogen darat merupakan
sumber utama perangkap hidrokarbon. Soorce rock dapat berasal dai lingkungan
lakustrin. Contoh pada formasi Bruksah yang terebapakan pada rift bounded depocenter,
Pre-Belumai. Beberapa minyak yang tingkat maturitasnya berbeda bercampur,
menunjukkan variasi kedalaman pada formasi Bruksah tertimbun atau sedimen yang
sama dalam satu deposenter (Kirby et al., 1993).
 Batuan Reservoar
Objek explorasi yang utama pada daerah Cekungan Sumatra Utara yaitu pada formasi
Belumai, dimana foramsi ini terdiri dari batupasir yang baik sebagai reservoir dan juga
terdiri dari limestones yang menyebar secara local. Selain formasi Belumai reservoir juga
dapat dijumpai pada anggota formasi peutu dimana pada formasi ini batuannya terdiri
dari limestone, atau batuan carbonat. Kirby et al., (1993) menyebutkan adanya beberapa
sekuen batuan yang dapat menjadi batuan reservoar. Batupasir Miosen Atas pada anggota
Keutapang atas adalah batupasir mature yang mengadung sejumlah matriks lempung dan
lanau. Porositasnya masih cukup besar berkisar 13% - 29 %. Sedangkan permeabilitasdai
10 mD – 2000 mD. Jenis lempungnya sendiri beragam yaitu illit, klorit dan smektit.
Batupasir juga mengandung grain coating yang bercampur dengan klorit dan smekti
hingga 20% lapisan smektit dan blocky.
Batupasir Sungai Besitang Miosen Tengah hingga Miosen Atas dengan karakteristik
grain coating semen klorit dan sedikit semen kuarsa dan kalsit. Batupasir anggota
Formasi Belumai Miosen Bawah bertipe semen Fe-Dolomit/ Ankerit dan kuarsa, serta
klorit. Porositas batuan 4-28 %. Porositas yang besar yang mencapai hingga 28% dikarena
adanya proses leaching karbonat serta akibat diagensa lainnya. Permeabilitas batuan
berkisar 5 mD – 7 mD pada ladang Wampu dan 13 mD pada pantai Pakam timur serta 16
mD pada Polonia.

 Pembentukan dan Jebakan Hidrokarbon


Kecepatan subsiden pada cekungan ini 150m/jtl selama miosen awal dan rata-rata
500m/jtl pada N11-N18 berdasarkan datapemborab dan data fosil plankton. Kecepatan
berkurang menjadi 250m/jtl pada awal pliosen. Rata-rata suhu setiap kedalaman sekitar
440C/km.
Pemodelan sejarah sedimen tertimbun menunjukkan bahwa migrasi minyakke bagian
terdalam cekungan dari source rock tertimbun Paleosen mulai sekitar 11 jtl. Awal
perkembangan minyak bermigrasi secara lateral ke atas ramp dari setengah Graben ke
dalam unit batuan poros dan juga secara verikal sepanjang kedua sesar Graben dan sesar
yang kemudian pada Miosen. Sedimen poros yang terdapat struktur pada anggota formasi
Belumai dan formasi Bruksah menggambarkan adanya perangkap yang bisa dilalui untuk
migrasi minyak ini dimana ditumpangi oleh impermeable sheal yang tebal dari Formasi
Baong dan Bampo. Perangkap struktur utama terjadi sebelum sesar Plio-pleistosen dan
asosiasinya dengan lipatan. Pada wakru itu akumulasi hidrokarbon yang ada mungkin
telah termigrasi kembali disepanjang bidang sesar yang baru terbentuk melalui shale pada
formasi Baong yang impermeabel ke dalam perangkap struktur dan stratigrafi Formasi
Keutapang. Namun sepertinya sejumlah hidrokarbon telah muncul di sepanjang bidang
sesar tersebut (Kirby et al., 1993).
 Pontensi Hidrokarbon Selanjutnya

Minyak dan gas pada area studi berada pada perangkap struktur, yaitu :
a. Antiklin yang terbentuk akibat proses tektonik pada Plio-Pleistosen yang ada pada
formasi Keutapang dan anggota Belumai.

b. Antiklin yang dihasilkan dari proses tektonik pada Miosen berupa reservoar anggota
Formasi Belumai dan batuan penudung dari serpih Formasi Baong.

Pendekatan struktur pada post-Formasi Keutapang, sedimen tidak membentuk


perangkap yang dapat dilalui karena keterdapatan seal. Semua truktur pada formasi
Keutapang batuan sedimen telah di bor. 6 struktur yang telah diuji pada batuan sedimen
anggota formasi Belumai harus diidentifikasi, cekungan bagian utara nya diperkirakan
daerah prospektif.
Jenis play baru telah diidentifikasikan terhadap deposenter Paleogen yang
mengkombinasikan elemen struktur dan stratigrafi. Fluvial dan konglomerat discrete dari
Formasi Bruksah diperkirakan berasal dari source rock lakustrin. Pada hidrokarbon yang
datar pada kasus ini merupakan sesar syn-deposisi seal yang menyingkap endapan dengan
basement impermeabel dan bagan atas seal ditumpangioleh sedimen argilit dari Formasi
Bampo dan akumulasi hidrokarbon pada jenis play ini menghasilkan gas karena maturitas
yang tinggi dari sourcerock
.
- Prospek Hidrokarbon Pada Cekungan Salawati
A. Source Rock (Batuan Induk)
Batuan sumber yang potensial berdasarkan analisis Geokimia mengindikasikan bahwa
kandungan dari batuan sumber tersebut kaya akan Alga dengan habitat air payau hingga
air tawar. HC yang dihasilkan pada batuan sumber ini berada pada kondisi kematangan
yang sedang. Beberapa formasi pada Cekungan Salawati dengan pengedapkan laut
dangkal atau paralic dianggap sebagai batuan sumber yang potenssial akan hidrokarbon
pada daerah ini.
1. Serpih Klasamen
2. Serpih Klasafet
3. Serpih Sigra
B. Reservoir Rock
Formasi Kais dengan umur Miosen, dimana berkembang fasies karbonat
terumbu yang bersifat porous merupakan target utama batuan reservoir pada cekungan
Salawati. Pada bagian selatan dari cekungan ini, dulunya platform karbonat tumbuh
secara meluas pada transgesi dan dapat dikenali tiga tahap dari terumbu (Robinsodan
Soedirdja, 1986). Karbonat terumbu terdiri dari Packstone Bioklastik dan Wackestone
dengan banyak Biohermal dan Biostromal.
C. Seal Rock
Serpih intraformasi dari Formasi Kais membentuk perangkap untuk
akumulasi hidrokarbon pada cekungan Salawati.
D. Migrasi dan Mekanisme Penangkapan
Pada cekungan salawati, sayatan neogen akan berperan sebagai batugan
sumber yang potensial. Pada kasus dimana HC terbentuk di Aifam Group, migrasi upward
terjadi secara vertikal yang difasilitasi oleh patahan hingga sampai ke seal. Struktur
geologi yang umum dijumpai berupa sesar normal.
E. Hidrokarbon Play
Batuan Kapur Klastik Halus Miosen Klasafat dianggap sebagai source rock
potensial untuk menghasilkan hidrokarbon pada cekungan salawati. Sebagian besar
Hidrokarbon yang telah diproduksi hanya sedikit berasal fasies kapur laut dan banyak yang
berasal dari komponen Kerogen asal darat yang dihasilkan pada kondisi kematangan termal
yang sedang. Hidrokarbon ini dipercaya telah bermigrasi dan terperangkap pada karbonat
miosen dari terumbu Formasi Kais baru-baru ini. Dengan waktu pembentukan dari awal
migrasi terjadi sekitar jutaan tahun yang lalu. Secara konsep adanya sesar normal dengan
kondisi Down Stepping terhadap cekungan menjadikan sesar celah yang diakibatkan sesar ini
menjadi pipa saluran untuk migrasi vertikal Hidrokasrbon. Platform karbonat berumur
Pliosen adalah batuan reservoir yang potensial untuk menjebak Hidrokarbon yang bermigrasi
secara vertical.
Play Concept dari Petroleum System pada Cekungan Salawati

3. Potensi Bencana Pada Daerah Cekungan Sumatera Utara dan Salawati


- Pada Cekungan Sumatera Utara
Cekungan Sumatera Utara memiliki berbagai potensi negative terkait kebencanaan
terutama karena lokasinya yang berada dekat dengan gunung api (Back Arc System),
sehingga ada tingkat kerawanan terkena dampak aktivitas letusan gunung berapi. Selain
itu, daerah Cekungan Sumatera Utara dekat dengan posisi Sesar Semangko di Sumatera
yang menandakan bahwa daerah ini cukup rawan akan terjadinya gempa yang dipicu oleh
aktivitas sesar geser semangko. Anktivitas tektonik dan vulkanik ini tentunya juga dapat
memicu bencana lainnya seperti bencana longsor dan gerakan massa.

- Pada Cekungan Salawati


Dengan melihat kondisi tektonik yang bekerja di Cekungan Salawati, maka dapat
dikatakan bahwa cekungan ini didominasi oleh potensi kebencanaan berupa gempa bumi
yang secara mayor disebabkan oleh kehadiran sistem sesar sorong. Tercata beberapa
gempa terakhir yang diakibatkan oleh Sesar Sorong memiliki kisaran 6,1 SR hingga 6.8
SR. Simandjuntak dan Barber (1996) menyebutkan bahwa pergerakan sesar di bagian
utara Papua merupakan efek dari pergerakan lempeng Samudera Pasifik dengan laju 12.5
cm/tahun secara relative terhadap lempeng Australia.
Sesar sorong sendiri sampai saat ini telah mengalami pergeseran sejauh 350 km,
membentang dari Sulawesi tengah, melewati kepulauan banggai, salawati, Sorong, Teluk
Cendrawasih, Kepulauan Yapen hingga mencapai Wewak yang berada di bagian utara
Papua Nugini.
Sebagai daerah yang dilintasi oleh Sesar Sorong, kawasan Cekungan Salawati memiliki
potensi geohazard dan risk yang cukup tinggi. Kota Sorong yang berada di bagian timur
Cekungan Salawati merupakan salah satu kota besar di Papua Barat dan memiliki populasi
penduduk yang cukup padat. Seiring dengan laju populasi dan pembangunan infrastruktur,
resiko akan terus meningkat sehingga kewaspadaan akan geohazard harus selalu ditingkatkan
dan langkah-langkah mitigasi perlu dipersiapkan untuk meminimalisir resiko korban dan
kerusakan di masa depan.

Lokasi Cekungan Salawati dan Tektonik Yang Bekerja di Sekitar Papua (Satyana,
2002)
Kesimpulan

a) Pada cekungan Sumatera utara setting tektonik yang bekerja merupakan setting
konvergen berupa subduksi antara lempeng Eurasia dan tepi utara tenggara
lempeng samudera hindia-australia.
b) Pembentukan cekungan Salawati dikontrol oleh setting tektonik konvergen
berupa koalisi antara lempeng pasifik-australia.
c) Cekungan Sumatera utara merupakan cekungan yang berupa back arc basin yang
dipengaruhi oleh aktivitas vulkanisme dari volcanic arc yang terbentuk akibat
subduksi Samudera Hindia dibawah Sundaland.
d) Cekungan Salawati tidak berasosiasi dengan proses vulkanisme seperti pada
cekungan Sumatera Utara.
e) Aktivitas tektonik yang aktif pada cekungan Sumatera Utara berupa sesar geser
dekstral “Sesar Sumatera”, sedangkan pada cekungan Salawati sesar yang
dominan aktif adalah “Sesar Sorong”.
f) Pada cekungan Sumatera Utara intensitas pelapukan lebih tinggi, sehingga
menghasilkan sedimen yang cukup banyak dan membentuk lapisan yang lebih
tebal, justru pada cekungan Salawati cenderung lebih tipis akibat pelapukan
yang tidak seintens cekungan Sumatera Utara, pelapukan ini salah satunya
dikontrol oleh faktor perbedaan iklim.
Daftar Pustaka

Barber, A. J., M. J. Crow, J. S. Milsom, 2005, Sumatra: Geology, Resources and Tectonic

Evolution, The Geological Society London: London.

Froidevaux, C.M. 1977. Tertiary tectonic history of the Salawati area, Irian Jaya.

Proceedings IPA 6th annu. conv., p. 199-220

Kirby, G.A, R.J. Morley, dan B. Humphreys, 1993, A Re-evaluation of the Regional

Geology and Hydrocarbon and Prospectivity of Onshore Central North Sumatra

Basin, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Twenty Second Annual

Convention, October 1993, IPA: Jakarta. PT. Patra Nusa Data, 2006, Indonesia

Pieters P.E., Piagam C.J., Trail D.S., Dow D.B., Ratman N., dan Sukamto R., 1983, The

Stratigraphy of Western Irian Jaya, Proceed. Indon. Petrol. Assoc.12th Ann. Conv.

pp 229-261.

Satyana, A.H.; Purwaningsih, M.E.M.; Ngantung, E.C.P. 2002. Evolution of The Salawati
Structures, Eastern Indonesia: A Frontal Sorong Fault Deformation. Indonesian
Association of Geologist - 31st Annual Conference, Surabaya

Satyana, A.H., Setiawan Imam., 2001, Origin of Pliocen Deep-Water Sedimentation in

Salawati Basin ,Eastern Indonesian: Deposition in Inverted Basin and

Exploration Implications : Indonesian Sedimentologist Forum 2nd Regional

Seminar, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai