Anda di halaman 1dari 12

SALAWATI BLOCK

Disusun Oleh :

Nama : Deajeng Balqis


Nim : F1D315033
Prodi : Teknik Geofisika
Tugas : Geomigas

Dosen Pengampu : RIZKA, S.T., M.T.

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
Gambar 1.Peta lokasi Salawati Block

JOB PERTAMINA-PetroChina Salawati didirikan pada 23 April 1990 dengan blok


Kepala Burung Salawati di Irian Jaya Barat. Komersialitas lapangan pada 1993. JOB
PERTAMINA-PetroChina memiliki Lapangan Matoa, SWO, NEO, Anak, Argo, NE Aja
dan Bagong di daratan dan TBA di lepas pantai Papua. Lapangan Matoa ditemukan pada
Agustus 1991 dengan sumur pertama SEO-1X (sekarang disebut sebagai Matoa-01) di pulau
Salawati Kabupaten Sorong Papua Barat sekitar 3,7 kilometer tenggara Salawati O-1X.
Lapangan Matoa berproduksi pada bulan Oktober 1991 dengan pengembangan penuh
dimulai pada Oktober 1992. Lapangan Matoa merupakan langan dengan jumlah sumur yang
terbanyak diantara lapangan yang lain yang dimiliki oleh JOB P-PS.

Blok Salawati berlokasi di Irian Jaya terdiri dari cadangan minyak dan gas bumi dengan
kapasitas produksi 11.500 barel minyak per hari. Properti ini terletak di Irian Jaya,
Indonesia.

Struktur Regional Papua

Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan
serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke
barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia
bergerak ke utara dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini
membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian
besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.

Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo-Australia dijelaskan
dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu (1) periode rifting awal Jura di sepanjang batas
utara Lempeng Benua Indo-Australia, (2) periode rifting awal Jura di Paparan Baratlaut
Indo-Australia (sekitar Palung Aru), (3) periode tumbukan Tersier antara Lempeng
Samudera Pasifik-Caroline dan Indo-Australia, zona subduksi berada di Palung New
Guinea, dan (4) periode tumbukan Tersier antara Busur Banda dan Lempeng Benua Indo-
Australia. Periode tektonik Tersier ini menghasilkan kompleks-kompleks struktur seperti
Jalur Lipatan Anjakan Papua dan Lengguru, serta Antiklin Misool-Onin-Kumawa.

Gambar2. Elemen tektonik Indonesia dan pergerakan lempeng-lempeng tektonik


(Hamilton, 1979).

Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian barat. Kedua
bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan oleh Tinggian Kemum
di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur
Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdayatenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh
Teluk Cenderawasih (Gambar 2).
Gambar 3. Struktur Regional Papua

Tatanan Tektonik Kepala Burung

Tatanan Tektonik Cekungan Salawati Papua Secara regional, tektonik Indonesia Timur
dikontrol oleh adanya interaksi antara Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik yang
mengakibatkan telah terjadinya deformasi tektonik di daerah Kepala Burung, Papua.
Lempeng Benua Indo-Australia yang bergerak ke utara sebagai passive margin bertemu
dengan Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak relatif ke arah barat sejak kala Miosen
Tengah yang diasumsikan telah mengakibatkan berkembangnya sesar mendatar sinistral
Sorong

Adanya interaksi antara pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Samudera Pasifik
ini yang menyebabkan terjadinya pergerakan mendatar Sesar Sorong, yang diduga juga
sebagai penyebab terbentuknya Cekungaan Salawati. Beberapa sumur pemboran eksplorasi
di Cekungan Salawati telah menembus batuan dasar yang jenisnya bervariasi yaitu terdiri
dari batuan beku granit yang berumur Kapur, batuan meta-sedimen atau metamorf yang
berumur Perm juga berumur Silur yang mengidentifikasikan bahwa Cekungan Salawati
masih merupakan bagian dari Lempeng Indo-Australia.

Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen


sampai Resen.Kompresi ini merupakan hasil interaksi konvergen miring (oblique)
antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera Pasifik-Caroline (Dow dan
Sukamto, 1984). Elemen-elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum Plateu
Ayamaru di utara, Sesar Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni
dan Salawati di timur dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-Onin-Kumawa dan
Cekungan Berau di selatan dan baratdaya. Cekungan - cekungan Bintuni, Berau dan
Salawati diketahui sebagai cekungan-cekungan Tersier.

Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di
utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat
diintrusi oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik
tidak termetamorfosakan berumur Paleozoikum-Mesozoikum dan batugamping-
batugamping Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk., 1983).Blok Kemum
terangkat pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama
pengisian sedimen klastik di utara Cekungan Bintuni.

Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di


bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru.Cekungan ini
dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau
oleh Perbukitan Sekak (Gambar 3).

Gambar 3. Elemen Tektonik Kepala Burung (dimodifikasi dari Pigram dkk., 1982).

Plateu Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di tengah Kepala Burung,
dicirikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum dan Tersier. Kedua tinggian ini
memisahkan Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser and Hermes,1962; Pigram and
Sukanta, 1981).
Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium bawah laut
yang memanjang dari Peninsula Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk.,
1982). Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu
seri bentukan ramps dan thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar
Tarera-Aiduna (Hobson, 1997). Tanjung Wandaman pada arah selatan-tenggara, merupakan
jalur sesar yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat dibagi menjadi
zona metamorfisme derajat tinggi di utara dan derajat rendah di selatan (Pigram dkk.,1982).

Zona Sesar Tarera-Aiduna merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerah selatan
Leher Burung.Jalur Lipatan Anjakan Lengguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah
barat-timur ini (Dow dkk., 1985). Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dan Doutch, 1981
dalam Pigram dkk., 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan
zona subduksi di Palung Seram.

Sejarah Cekungan Salawati

Sejarah sedimentasi yang teramati dimulai dari umur 35-32,5 juta tahun (Oligosen
Bawah) dengan terbentuknya endapan karbonat New Guinea Limestone (NGL) di
lingkungan Neritik Dalam-Tengah (20-60 meter) dan proses pengendapannya berlangsung
dalam fasa trangresi seperti yang terlihat dari hubungan antara eustatik dengan
paleobatometri. Kemudian mulai dari umur 32,5 30 juta tahun (Oligosin Bawah-Atas)
pengendapan endapan karbonat NGL masih terus berlangsung dalam fasa regresi (yang
diperlihatkan dengan adanya sea level drop dan pendangkalan paleobatimetri) dan
kemudian kelompok batu gamping ini terangkat ke permukaan pada umur 30 juta tahun yang
mana pengangkatan (uplift) ini diperlihatkan dengan bertambah kecilnya laju penurunan
tektonik (tectonic subsidence).

Terjadinya pengangkatan (uplift) , ini ada hubungannya dengan terjadinya oblique


collision antara lempeng Australia dengan sepic arc. Dengan demikian akibat adari
tumbukan ini selain mengakibatkan pengangkatan (Visser dan Hermes, 1982 ; Froidavaux,
1977; Brash 1991) juga mengakibatkan terjadinya sea level drop (Lunt dan Djaafar ,
1991).

Proses tumbukan ini terus berlangsung hingga umur 15 juta tahun dan mulai dari 30 juta
tahun hingga 15 juta tahun (Oligosen Bawah/Atas-Miosen Tengah bagian bawah) seluruh
kelompok Batugamping New Guinea tersingkap dipermukaan dan tererosi. Selama masa ini
muka air laut purba naik kembali.
Mulai dari umur 15-10 juta tahun (Miosen tengah bagianrumbu bawah-Miosen atas
bagian bawah) terbentuk Formasi Kais tipe terumbu (Robinson & Soedirja , 1986)
dilingkungan Neritik Dalam-Tengah (10-35 meter) dan formasi Klasafet serta formasi
Klasaman bagian dilingkungan Neritik tengah (35-60 meter), selama ini muka air laut
menurun, kedalaman paleobatimetri bartambah dan laju penurunan tektonik meningkat dan
peningkatan ini berhubungan dengan terjadinya oblique subduction antara lempeng
Australia dengan Lempeng Pasific. Dari umur 10-2,5 juta tahun (miosen atas bagian bawah-
liosen) pertumbuhan formasi Kais tipe terumbu (Robinson dan Soedirdja, 1986) disumur
PY001 dan pembentukan formasi Klassafet berakhir yaitu masing-masing pada umur 8,9
juta tahun (miosen atas) dan 7,6 juta tahun (miosen atas) dan digantikan dengan
terbentuknya Formasi Klasaman yang tebal. Selama masa ini muka air laut purba naik umur
5 juta tahun dan menurun kembali hingga umur 2,5, juta tahun dengan kedalaman
paleobatimetri yang relatif bertambah besar dan terjadinya peningkatan laju penurunan
tektonik.

Dari adanya peningkatan laju penurunan tektonik disimpulkan bahwa awal


pembentukan Cekungan Salawati dan juga aktivitas Sesar Sorong dimulai dari umur 10 juta
tahun hingga 2,5 juta tahun, selama berlangsungnya proses :oblique subduction antara
Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik.

Selama masa ini muka air laut purba meningkat kembali, kedalaman paleobatimetri
berkurang dan laju penurunan tektonik juga berkurang. Hal ini menandakan bahwa aktivitas
Sesar Sorong masih terus berlangsung yang mana akibat dari aktivitas tersebut menimbulkan
pengangkatan dan penrunan separti yang terlihat di TBH09. Aktivitas Sesar Sorong ini
diduga ada hubungannya dengan terjadinya oblique collision nantara Lempeng Australia
dengan bagian dari Sunda trench dan Banda Forearc yang berlangsung hingga sekarang.

Keeadaan Produksi Salawati Block

Produksi Blok Salawati pada tahun 2002 turun dari puncaknya pada tahun 1970-an dari
100.000 BOPD (barel minyak per hari) menjadi hanya 6.200 BOPD. Setelah PetroChina
mengambil alih, perusahaan tersebut memutuskan untuk memperoleh data seismik 290 sq
km untuk menilai potensi baru di blok tersebut. PetroChina melakukan langkah berani untuk
mengebor tujuh sumur eksplorasi pada tahun 2004, sebuah risiko yang datang dengan
tingkat keberhasilan 100 persen - dan membawa penemuan lapangan Wakamuk yang
sekarang memproduksi 400 BOPD dari 1.200 BOPD pada puncak produksi.
Penemuan ini membantu PetroChina untuk secara efektif mempertahankan tren dan
bahkan meningkatkan produksi Salawati Basin menjadi 9.000 BOEPD. Saat ini PetroChina
sedang mengebor sumur pengembangan yang lebih hemat biaya untuk memperluas
cadangan gas menjanjikan di Klara Utara. Di Blok Walio dan Arar terdekat, PetroChina juga
sedang mengebor sumur eksplorasi untuk mencari struktur penyangga hidrokarbon,
terutama cadangan gas untuk mengakomodasi permintaan lokal.

Fasilitas produksi yang ada di Blok Salawati juga mencakup Terminal Laut Kasim yang
mampu menyimpan 980.000 barel minyak dan menampung kapal tanker minyak sepanjang
890 kaki. Hal ini memberi PetroChina keuntungan biaya yang besar dalam membawa bidang
baru secara on line.

PetroChina juga bekerja sama dengan Pertamina di Joint Operating Body (JOB) yang
mencakup Blok Pulau Salawati.

Prestasi JOB Pertamina-PetroChina Salawati mencakup kegiatan eksplorasi dan


pengembangan darat dengan produksi mantap baru-baru ini yang mencapai 2.200 BOEPD
dari lapangan Matoa, SWO, NEO, Anak, Argo dan NE Aja.

Sejak produksi dimulai pada tahun 1973, Cekungan Salawati dan Pulau Salawati
menghasilkan 350 juta barel minyak dan minyak masing-masing 37 juta barel. Rata-rata
produksi Cekungan Salawati dan JOB Pertamina-PetroChina mencapai 10.500 BOEPD
pada tahun 2014.

Statigrafi Regional Cekungan Salawati

Cekungan Salawati terbentuk pada kala miosen pliosen. Basement pra- tersier dari
cekungan Salawati terdiri atas batuan beku, batuan metamorf, serpih, batu dan batu bara.
Secara tidak selaras di atasnya diendapkan formasi Faumai yang terdiri dari endapan
karbonat laut dangkal yang setempat berasosiasi dengan endapan evaporit. Secara selaras di
atas formasi Faumai diendapkan formasi Sirga yang berumur oligosen. Formasi ini
merupakan satu-satunya formasi dengan endapan silisiklastik di wilayah Irian Jaya pada kala
eosen hingga miosen tengah. Ciri litologi berupa batupasir dan lanau dengan sedikit batu
gamping yang menunjukan siklus regresif.

Pada miosen awal, terjadi penurunan dasar cekungan atau pendalaman laut. Batu
gamping marin berwarna abu-abu gelap sampai kecoklatan yang dikenal sebagai formasi
Klamogun, diendapkan pada bagian tengah cekungan. Vincelette dan Soepardjadi (1976)
meyakini bahwa formasi ini merupakan sumber minyak dan gas untuk cekungan Salawati.
Tapi menurut penelitian terakhir, tingkat kematangan termal dari batu gamping ini tidak
mendukung dihasilkannya minyak dan gas. Formasi Klamogun bergradasi secara lateral ke
arah pinggir cekungan menuju karbonat dengan energi tinggi yang merupakan fasa awal dari
formasi Kais.

Pengangkatan pada Miosen Awal Pliosen sepanjang zona sesar Sorong di utara dan
dataran tinggi Ayamaru di timur, membagi cekungan menjadi cekungan Salawati di barat
dan cekungan Bintuni di timur. Peristiwa pengangkatan ini mengakibatkan pengendapan
sikuen klastik yang tebal dari formasi Klasaman dan mengakhiri perkembangan terumbu di
cekungan Salawati. Fosil yang umumnya ditemukan pada formasi Klasaman ini adalah
foraminifera pelagik dan bentonik, moluska serta bryozoa. Lalu pada kala pliosen
pleistosen setelah pengangkatan secara regional cekungan, sedimen fluvial formasi Sele
berupa batu pasir dan konglomerat diendapkan secara tidak selaras di atas formasi-formasi
yang lebih tua.

Cekungan Salawati pertama kali menarik perhatian para pencari minyak dan gas bumi
pada awal 1906 ketika H. Hirshi, seorang ahli geologi asal Swiss, mengenali kehadiran
minyak untuk pertama kali di cekungan ini. Rembesan minyak ditemukan kemudian oleh
Loth (1924) di antiklin X, dan sumur pertama dibor pada 1936, yang mengacu pada
penemuan lapangan X. Sejak itu dilakukan kegiatan eksplorasi secara intensif di seluruh
lapangan, dan mengacu pada penemuan beberapa lapangan produktif juga daerah yang
dikenali sebagai cekungan yang telah matang.

Pola struktur geologi wilayah cekungan Salawati cukup rumit. Pulau Irian bedasarkan
proses Geodinamika awalnya merupakan sempalan dari lempeng benua Australia. Saat ini
disebelah selatan bagian Kepala Burung Irian merupakan tempat terjadinya tumbukan aktif
dari 3 lempeng utama Asia, Australia dan Pasifik. Akibat gerakan lateral lempeng Pasifik
kearah barat maka dibagian utara cekungan Salawati dilalui sesar besar mendatar Sorong
jenis sinistral. Juga dipermukaan cekungan didapati sesar naik dan beberapa sesar turun.
Berdasarkan Peta Anomali Bougeur Cekungan Salawati dari hasil pengukuran pada 98 titik
ukur, terlihat cekungan berada dibagian tenggara daerah penelitian, terindikasi dari nilai
anomali rendahy berkisar antara 25 mGal sampai 85 mGal dengan nilai terendah terletak
diantara pulau Salawati dengan daratan Irian. Dibagian barat laut nilai anomali Bougeur
relatif tinggi, berkisar antara 90 mGal hingga mencapai 140mGal di wilayah pulau Batanta
yang merupakan bagian tepi dari cekungan
Cekungan Salawati yang disi oleh lapisan batuan sedimen serpihan, batupasir maupun
batugamping, juga struktur sesar termasuk lipatan antiklin tentunya wilayah Cekungan
Salawati mempunyai potensi cadangan minyak bumi.

Cekungan Salawati adalah cekungan migas yang berada di papua. Batuan sumber
daerah Cekungan Salawati berasal dari batu lempung dan serpih Formasi Klasafet, batu
gamping pada Formasi Kais dan batu lempung dan serpih pada Formasi Klasaman awal.
Formasi yang diperhitungkan akan menghasilkan hidrokarbon adalah Formasi Kais. Jebakan
hidrokarbon di Cekungan Salawati terdapat di Formasi Kais berupa kompleks terumbu
karbonat dan karbonat paparan yang tersesarkan. Jebakan dalam jumlah yang lebih kecil ada
di Formasi Klasafet dan Klasaman. Batuan penutup (seal rock) berupa serpih karbonat dari
formasi Klasafet dan batu gamping kristalin Formasi Kais. Batuan yang menjadi overburden
adalah batuan gamping (limestone) pada Formasi Kais, dan clay pada Formasi Klasafet,
Klasaman dan Sele.

Gambar 4. Penampang melintng antara pulau Misool dan Klamumuk melewati lapangan
X yang berupa shelf margin dengan pinnaacle reef (Darman &Sidi, 2000)

Cekungan salawati daerah indonesia timur merupakan daerah yang kompleks secara
geologi. Hingga saat ini penelitian yang dilakukan di daerah Indonesia Timur dan sekitarnya
masih belum komprehensif sehingga studi dan penelitian lebih lanjut terus dilakukan.
Eksplorasi yang dilakukan di daerah Indonesia Timur semakin intensif seiring dengan
berkembangnya tuntutan pengetahuan geologi di daerah ini. Bertambahnya informasi
mengenai daerah baru yang memiliki prospek juga semakin menambah pengetahuan geologi
di daerah Indonesia Timur ini. Data baru yang menjadi panduan untuk eksplorasi lebih
mendalam di daerah Indonesia Timur diharapkan dapat memberikan jawaban atas berbagai
pertanyaan yang sering muncul akibat belum komprehensifnya penelitian-penelitian di
daerah Indonesia Timur.

Penelitian-penelitian yang terus dilakukan di daerah Indonesia Timur, khususnya di


daerah Kepala Burung, memberikan berbagai hipotesis mengenai struktur dan tektonik yang
berkembang di daerah tersebut. Hipotesis bahwa Kepala Burung mengalami rotasi atau
merupakan suatu micro-continent masih terus dikembangkan. Charlton (2000), menyatakan
adanya rotasi berlawanan arah jarum jam dari Kepala Burung yang terjadi sekitar 5 juta
tahun lalu (jtl). Hal tersebut memberikan asumsi bahwa terdapat struktur aktif pada umur 5
jtl dan menjelaskan bahwa fenomena pergerakan Lempeng Pasifik terhadap Lempeng
Baratlaut Australia masih terus aktif hingga saat ini, mengingat relatif mudanya struktur
yang mempengaruhi rotasi Kepala Burung tersebut.

Zona Sesar Sorong (SFZ) merupakan struktur muda yang berkembang di bagian utara
Papua, memanjang hingga 1000 km dari bagian timur hingga barat Kepala Burung. Umur
pembentukannya yang relatif muda (Miosen Akhir) mengasumsikan bahwa SFZ ini
merupakan struktur yang berpengaruh pada pembentukan Cekungan Salawati, yang juga
berkaitan dengan rotasi Kepala Burung serta rotasi Pulau Salawati dari Kepala Burung,
sehingga diasumsikan bahwa rotasi yang terjadi di Kepala Burung tersebut berkaitan dengan
aktifnya SFZ

Geologi Cekungan Salawati Papua dan Sekitarnya Cekungan Salawati merupakan salah
satu cekungan sedimentasi yang terletak di wilayah Papua Barat, yang sudah dikenal sebagai
cekungan Tersier penghasil minyak yang besar di kawasan Indonesia Bagian Timur.
Cekungan ini berarah timur-barat terletak di batas utara Lempeng Benua Australia yang
bergerak ke arah utara sebagai passive margin yang berbatasan dengan Lempeng Samudera
Pasifik yang bergerak relatif ke arah barat dan dibatasi oleh adanya sesar mendatar regional
yaitu Sesar Sorong. Cekungan Salawati berkembang di sebelah selatan Sesar Sorong dan
perkembangan cekungannya dikontrol oleh pergerakan sesar besar mendatar ini.

Evolusi Cekungan Salawati Papua Menurut Satyana (2003) berdasarkan penelitian


regional yang dilakukannya dari 1997 hingga 2000, mengenai evolusi cekungan, struktur,
geokimia, paleogeografi Kais, dan sedimentologi disimpulkan bahwa Cekungan Salawati
telah mengalami perubahan arah cekungan dari yang berarah selatan selama Paleozoik
hingga Pliosen Awal menjadi berarah utara sejak Pliosen Akhir. Gambar I.3 menyimpulkan
tentang evolusi cekungan dan perubahan arah cekungan. Perubahan arah ini berhubungan
dengan aktifitas tektonik Sorong terhadap Cekungan Salawati. Susunan stratigrafi cekungan
sebelum perubahan arah adalah Kelompok Aifam dan Kemum yang berumur Paleozoik,
Tipuma dan kelompok Kembelengan yang berumur Mesozoik, dan pada Tersier Awal
hingga Mio-Pliosen diendapkan Faumai, Sirga, Kais, Klasafet serta Klasaman bagian
bawah. Setelah perubahan arah cekungan ini pada Mio-Pliosen sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dan evolusi paparan karbonat Kais.

Anda mungkin juga menyukai