Anda di halaman 1dari 15

RESUME GEOLOGI

INDONESIA
Tugas Perbaikan Nilai T

PRODI TEKNIK GEOLOGI INSTITUT


Fakhri Irsyad Anwar (12017078) 2020
TEKNOLOGI BANDUNG
SULAWESI

Kondisi tektonik dan Sulawesi Banggai Sula Buton Selama Akhir Miosen (10Ma) dimana terjadi
penujaman Sundaland oleh mikrokontinent Banggal Sula, terdapat pula Sesar Palu Koro, Batui Thrust.

Model yang diajukan menjelaskan kalau awalnya endapan passive margin (ocenaic crust dan continental
crust) yang menujam, karena lubang penujaman yang tidak cukup besar maka material oceanic crust yang
terpotong oleh sesar naik akan terbawa ke atas membentuk prisma akresi diantaranya ada material scaly
clay. Bagian atasnya bercampur secara sedimenter karena proses longsoran yang tidak teratur sedangkan
bagian bawah dipengaruhi oleh tektonik dalam bentuk tekanan.

Terbentuknya ofiolit blok yang besar yang naik yang juga menunjukkan rembesan minyak. Beberapa model
menyatakan kalau kenaikan ofiolit diakibatkan oleh ujung continental crust yang menujam naik setelah
terjadinya akresi dan collision dari Banggal sula dan Sulawesi Barat

Teori yang lain menyatkan kalau terjadi spreading pada Sulawesi Barat selama subduction dengan Baggal
Sula, terjadi perubahan arah dan segmen continentalnya naik keatas yang menghasilkan obduction

Dari deskripsi litologi yang menghasilkan kolom stratigrafi. Selama pengendapan di cekungan terjadi juga
deformasi. Analisis akan mengkaji pengisian dan deformasi yang terjadi. Selama penunjaman yang sampai
ke Filipina terdapat dua subduksi yakni Sangihe Mindanau dan Halmahera

Pada 5-0 Ma (Pliosen-Resen) benturan antara fragmen kerak Benua Banggai Sula dengan Sulawesi Bagian
Timur sebagai acrtive continental margin , terjadinya pembentukan Cekungan Foreland. Rotasi searah
jarum jam atau berlawanan jarum jam sebagai akibat kombinasi antara sinistral strike-slip dan subduksi di
Utara Sulawesi. Rotasi akan merubah arah dan sifat dari gerak sesar-sesar yang terbentuk sebagai akibat
“Collision” maupun yang telah ada sebelumnya yang aktif kembali

Kejadiaa tektonik yang terekam di Sulawesi dimulai dari Intra Oceanic Thrusting (>25 Ma) , Pola Crocodile
Type. Kebanyakan stratigrafi dibawa dari Australia , mengandung banyak minyak terutama Minahati
Formation, Matindo formation, Tomori Formation yang berada Timur Sulawesinya. Setelah terjadi
collision terbentuk sulawesi grup yang merupakan mellange, terdapat endapan foreland basin diatasnya,
terdapat struktur overtrusting imbrication.

Kelompok Mentawa dan Kelompok Sallodik yang berasal dari utara bergabung sekarnag menjadi East
Sulawesi Ophiolite yang nantinya disebut sebagai amalgamasi urutan peristiwa tektonik mulai dari syn rift
deposition pada Mesozoikum , post rift deposition pada Paleosen, kemudian collision Banggai Sula,
naiknya ofiolit.
Di lengan Timur Sulawesi ofiolit asalnya dari samudra Hindia kemungkinan komposit, umur yang
diperkirakan memiliki rentang antara Cretaceous hingga Eocene yang kemudian ditempatakan di wal
Miosen. Esar mendatar banyak dijumpai disana dan membentuk daerah yang low dan high , di daerah yang
low akan membentuk negatif flowe structure sedangkan di high akan memebentuk positive flower structure
hal ini berimplikasi dengan perangkap struktur yang kemungkinan besar banyak

Bagian Barat Sulawesi obduksi ofiolitnya diinterpretasikan berumur akhir oligosen – awal miosen oleh
Bergman et al (1996). Kolisi pada saat miosen diinterpretasikan sebagai hasil dari kolisi antar kerak
benuaforeland basin antara penunjaman lipatan neogen dan thrust belts. Busur magmatik bagian barat
Sulawesi diinterpretasikan sebagai produk dari kolisi kerak benua-kerak benua

NUSA TENGGARA TIMUR

Berdasarkan teori Plate Tectonic, kepulauan Indonesia terletak pada triple junction tiga lempeng besar,
yaitu Indo-Australian plate, Eurasian plate dan Pacific plate. Interaksi tiga plate besar ini menghasilkan
tektonik yang kompleks khususnya di bagian plate boundary, yaitu di bagian timur Indonesia. Pulau-pulau
Nusa Tenggara terutama terbentuk sebagai hasil subduksi Indo-Australian plate dibawah Sunda-Banda Arc
pada Tersier atas, dimana subduksi ini membentuk inner vulcanic arc pulau-pulau Nusa Tenggara. Namun
ada sejumlah perbedaan dalam hubungan analisa kimia diantara batuan-batuan vulkanik di pulau-pulau
Nusa Tenggara. Vulcanic Arc di timur wilayah Sunda, yang terletak secara langsung pada oceanic crust
dan dibatasi oleh oceanic crust pada kedua sisinya, mempunyai lava dengan karakteristik kimia yang
berbeda dari lava di bagian barat Sunda Arc (Barber et al 1981).

Ukuran rangkaian pulau-pulau vulkanik ini secara gradual mengecil kearah timur dari Jawa meliputi Bali,
Lombok, Sumbawa, Flores, Wetar sampai Banda. Pengecilan ini, paling kelihatan dengan jelas di sebelah
timur pulau Wetar, mungkin merefleksikan jumlah dari oceanic crust yang tersubduksikan, mengakibatkan
pergerakan dip-slip berarah barat dari Wetar atau pergerakan strike-slip yang semakin bertambah penting
kearah timur.

1. Back Arc Unit yang ditempati oleh laut Flores,


2. Inner Arc Unit yang dibangun oleh rangkaian pulau-pulau vuknaik yang terdiri atas Bali, Lombok,
Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Adonora, Solor, Romblen, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar,
3. Outer Arc Unit yang dibentuk oleh pulau non vulkanik seperti pulau Dana, Raijua, Sawu, Roti,
Semau dan Timor,
4. Fore Arc Unit yang terletak antara Inner Arc dan Outer Arc dan merupakan bagian dari deep basin
yang terdiri atas Lombok Basin dan Sawu Basin.
Berdasarkan pada data struktur dan stratigrafi diatas, Suwano dan Noya (1985) mengajukan sejarah geologi
wilayah inner arc pulau-pulau Nusa Tenggara. Sejarah geologinya bermula di Early Miosen ketika area ini
mulai terbentuk basin. Yang pertama diendapkan adalah sedimen klastik yang membentuk tufaceous
sandstone dan limestone yang diendapkan di lingkungan marine dengan kedalaman sekitar 20 – 100 meter
(lingkungan neritik). Sebelum endapan sedimen klastik ini diendapkan, area ini telah dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanik marine yang membentuk batuan vulkanik andesitik-basaltik yang disebut breksi vulkanik
andesitik-basaltik. Aktivitas vulkanik ini mengindikasikan bahwa subduksi yang menghasilkan vulkanik
arc di pulau-pulau Nusa Tenggara awalnya terjadi pada pre-Miosen dan paling lambat di Oligo-Miosen
(Katili 1975).

Di Miosen tengah aktivitas vulkanik andesitik-basaltik berkurang, tetapi telah digantikan oleh kehadiran
material berkomposisi dasitik-rhyolitik. Kehadiran material tersebut ditunjukkan oleh unit lava dasitik,
bagian atas unit tuffaceous sandstone, unit reef limestone dan bagian atas Formasi Mulakan (Mu).

HALMAHERA
Halmahera (0°36′N 127°52′E) terletak di tengah dari susunan microplates pada batas tiga lempeng
besar, yaitu lempeng Australasia, Eurasia, dan Pasifik yang merupakan salah satu dari daerah yang
paling aktif secara seismik di bumi. Halmahera merupakan versi kecil dari Sulawesi, yang bagian
timurnya didominasi oleh volcanic arc dan bagian timurnya terdiri atas ofiolit dan sedimen.
Halmahera ini, dikenal sebagai satu satunya contoh dari active arc-arc collision dan masih ada
proses subduksi baik pada catatan stratigrafi yang dapat ditentukan dari studi geologi lapangan
maupun dari catatan litosferik yang dapat diinterpretasi dari catatan seismik ataupun studi geofisis
lain. Gabungan dari dua pendekatan ini dapat digunakan untuk menyelidiki evolusi dari batas
lempeng di daerah ini.

Halmahera berbatasan langsung dengan subduksi lempeng samudra yang berada di bagian barat
Pulau Halmahera atau biasa disebut dengan Sea Halmahera Arc. Sejauh ~250 km di bagian
baratnya terdapat juga subduksi yang mengarah ke barat dan berbatasan langsung dengan Sulawesi
Utara yang kemudian disebut dengan Molucca Sangihe Arc.

Saat ini kedua subduksi oleh lempeng samudra di Laut Maluku atau biasa disebut Molucca Sea
Plate masih berlangsung. yang mengarah ke barat kemudian membentuk Sangihe Volcanic Arcs,
dan yang mengarah ke timur membentuk Halmahera Volcanic Arcs (Hamilton, 1979; Cardwell
dkk., 1980; Hinschberger dkk., 2005) Pemendekan lempeng Samudra di Laut Maluku merupakan
hasil dari proses konvergensi Lempeng Samudra Filipina/Philippine Sea Plate dengan batas
Lempeng Eurasia (Hall, 1987; Hinschberger dll., 2005).

Lempeng Samudra Maluku mensubduksi secara bilateral dan asimetris, bagian yang lebih muda
(Pliocene, ~5 Ma) dan lebih dangkal (<200 km) mensubduksi ke Busur Halmahera, dan bagian
yang lebih tua (Oligocene, ~30 Ma) dan lebih dalam (>600 km) mensubduksi ke Busur Sangihe
(Hinschberger dll., 2005). Sebagian besar struktur tektonik lain yang berada di Halmahera
disebabkan oleh subduksi Lempeng Filipina di utara dan Zona Sesar Sorong dengan tipe strike slip
lateral yang berada di selatan.

Dua lengan di barat pada bentuk K pulau Halmahera merupakan busur volkanik yang berumur
kuarter. Busur volkanik ini merupakan hasil dari adanya subduksi di Laut Maluku. Busur volkanik
yang berada di Pulau Halmahera berarah baratdaya dan kemudian di laut melengkung berarah utara
selatan membentuk kepulauan/volcanic island. Busur volkanik yang berada di onshore dibatasi
suatu graben pada zona antiklin (Verstappen, 1964). Di Kau Bay terdapat sesar yang berarah NE-
SW yang diasumsikan aktif pada Pliocene dengan pergerakan dip-slip dan strike slip (Hall dkk.,
1988).

SUMBA
Sumba sendiri merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Kecil yang terletak di sisi timur Pulau
Jawa. Sumba sendiri merupakan pulau yang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur
dengan luas wilayahnya 10.710 kilometer persegi. Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah
barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba
terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudera Hindia terletak di
sebelah selatan dan barat. Dalam pandangan biasa, tidak ada yang terlihat istimewa dari Sumba,
namun rahasia terbesar justru berada pada dirinya sendiri. Sumba bukanlah bagian dari gugusan
kerajaan Kepulauan Sunda yang memanjang di selatan Nusantara. Sumba tidak asli terjadi di
tempatnya sekarang, tetapi berasal dari tempat lain yang kemudian berjalan selama periode sejarah
geologi tertentu, dan akhirnya menempati posisinya sekarang.
Berdasarkan tatanan tektonik lempeng, kepulauan di Indonesia berada pada pertemuan tiga
lempeng besar, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik . Interaksi
dari ketiga lempeng utama ini menghasilkan tatanan tektonik yang kompleks dan rumit khususnya
pada batas-batas lempeng yang berada di Indonesia bagian timur dimana Pulau Sumba berada.
Pulau Sumba memiliki posisi yang khas terkait dengan busur Sunda-Banda yang
merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari kerak benua terhadap busur kepulauan vulkanik
aktif (Sumbawa, Flores) dalam cekungan muka busur. Sehingga Keaadaan geologi pulau ini sangat
menarik untuk ditelusuri lebih lanjut.
Sumba telah dibagi lagi ke dalam dua bagian, yaitu bagian Utara yang lebih muda dan Cekungan
Savu di selatan yang lebih tua (van der Werff 1995). Rutherford et al. (2001) membagi Blok Sumba
ke dalam dua bagian yaitu Bagian timur dan Bagian barat, dipisahkan oleh Cekungan Savu.
Cekungan Savu memisahkan Sumba dari pulau Timor, suatu bagian terangkat dari prisma akresi
busur Banda yang berasal dari subduksi lempeng kontinen Australia ke bawah Busur Banda. Daya
apung dari kerak benua Australia menyumbat zona subduksi dan mengakibatkan formasi dari
Palung Timor pada sisi bagian tenggara dari zona collision terangkat (Richardson & Blundell
1996; Hughes et al. 1996). Selanjutannya terjadi pemendekan yang sekarang ini sebagian
diakomodasikan pada south-dipping Wetar Thrust pada sisi bagian barat laut batas lempeng (Silver
Et al. 1983; Breen et al. 1989).
Dua tektonik besar diskontinuitas; Pantar dan Patahan Sumba memisah Kepulauan Banda dari
Kepulauan Sunda di area Lesser Sunda. Patahan Pantar meluas kira-kira utara-selatan antara Pulau
Pantar dan Alor, dan Patahan Sumba memisah Sumba dan Pulau Flores dari Sumbawa (Nishimura
and Suparka, 1986). Yang sangat disayangkan dari diskontinuitas pulau adalah transisi dari Sunda
menuju Banda tidak dapat terlihat begitu jelas dalam seismic section.
Selain dari itu, posisi Pulau Sumba saat ini juga dikaitkan dengan teori escape tectonics. Escape
tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan terjadinya gerak lateral suatu blok geologi
menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena
itu, penyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape
(gerak lateral menjauh pasca benturan). Menurut Awang Harun Satyana, ada lima peristiwa
benturan di Indonesia yang membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang
Kenozoikum.
Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-
tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga
merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda
(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan
oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina
Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat
ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali
garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar
hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping),
Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.

PAPUA
Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga Papua Nugini. Hal ini
berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah zona sabuk metamorfik dan pembentukan
ofiolit. Busur diikuti dengan subduksi di selatan dan diikuti penumbukan. Kegiatan vulkanismenya
bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk di lempeng aktif Pasifik. Deformasi yang
menerus mengakibatkan pembentukan endapan pada daerah benua pasif yang terbentuk
sebelumnya dengan dasar berupa batugamping jalur New Guinea. Mineralisasi yang terjadi berupa
porfiri yang kaya akan emas, badan bijih skarn.
Geologi Papua merupakan manifestasi dari suatu periode endapan sedimentasi dengan masa yang
panjang yang berada pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif. Proses sedimentasi tersebut
berawal pada Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapannya berfluktuasi dari
lingkungan air tawar, laut dangkal, sampai laut dalam. Proses sedimentasi ini menghasilkan
endapan batuan klastik kuarsa, lapisan batuan merah karbonatan, dan berbagai batuan karbonat
yang ditutupi oleh Kelompok Batugamping New Guinea yang berumur Miosen.
Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua, yang muncul akibat
tumbukan antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi
dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua membentuk
Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai “Metamorf Dorewo”. Akibat lebih lanjut tektonik
ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk
Jalur Ofiolit Papua.
Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang
berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia dengan
Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen
Karbon-Miosen dan membentuk Jalur Aktif Papua. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang kompleks
dengan kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah
dengan kemiringan sayap ke arah selatan. Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai
puncaknya pada Pliosen Tengah.
Formasi Awigatoh adalah singkapan batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambrium, atau
Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di dalam lembar peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan
metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem tersusun
oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batuserpih dan batulempung. Umur
formasi ini sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium yang didasarkan pada posisi
stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang berumur Silur-Devon. Penentuan umur
Formasi Modio dilakukan dengan metode fision track dari mineral zirkon yaitu 650+ 6,3 juta tahun
yang lalu (Quarles van Ufford,1996).
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang
ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa
berlapis sedang dengan sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal
Paleozoikum atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu
bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone
berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir
berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar. Umur
formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-
Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai
kantak disconformable (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan sisipan batubara, dan
sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta. Secara stratigrafi formasi ini ditindih secara
selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan fosil
brachiopoda yaitu Permian.
PERKEMBANGAN TEKTONIK DARATAN SUNDA
Sundaland terdiri atas Sunda
Craton , Sunda Plate , Sunda-
Micro Plate
Lempeng mikro sunda sebagai
produk benturan ketiga lempeng
litosfer

Pola Struktur dan Evolusi


Tektonik Pra-tersier Lempeng
Sunda Teori-teori sejarah
pembentukannya:
1. Sebagai gelang-gelang jalur
subduksi yang berkembang
semakin muda kearah Barat Daya-Selatan dan ke arah utara (Katili, 1978) Sejak jaman
Perm telah terjadi interaksi konvergen dari arah selatan (lempeng Hindia-Australia),
dan dari utara ke selatan (Lempeng L.China Selatan) Membentuk jalur-2 subdiksi dan
magmatik yang berkelanjutan dan semakin muda ke arah selatan dan utara
2. Sejak awal merupakan Benua Asia (Daldy) Sejak 70-55 Ma Daratan Sunda merupakan
bagian dari Asia Tenggara dikelilingi oleh jalur -2 subduksi antara Lempeng Hindia-
Australia di selatan dan Lemepeng Pasifik di utara.
3. Sebagai amalgamasi unsur-2 berasal dari benua asia dan gondwana (berupa kerak
benua, samudra dan busur vulkanik ( Pulunggono & Cameron ) . “daratan sunda” terdiri
dari beberapa fragmen berbagai jenis kerak-benua”.

SUMATRA UTARA
Gejala penganggkatan telah berhasil menghilangkan jejak struktur-struktur terdahulu sumatara utara.
Menurut Davies (1984), ada kecendrungan dari cekungan sumatra utara bahwa suatu saat cekungan ini
pernah menjadi satu dengan cekungan Aceh Barat dan Sumatra Barat, dimana sekarang telah terpisah oleh
bukit barisan. Cekungan sumatra utara ini terdiri dari sub cekungan yang dipisahkan oleh tinggian,
diantaranya adalah jawa paseh di utara, Loksukon dan Tamiang di tengah, Langkat dan Siantar di tenggara.
Pada saat permulaan rotasi, Sumatra utara bergerak menjauh dari semenanjung Malaya. Cekungan Sumatra
utara pada waktu itu berkembang dalam lingkunag tektonik regangan. Banyak sesar yang berjenis mendatar
Dekstral, dengan loncatan ke kiri dan ke kanan, terbentuk di daerah jalur regangan ini, karena proses (sesar
mendatar dengan loncatan ke kanan) ini banyak terbentuk cekungan yang kita kenal sebagai pull-apart
basin. Sedangkan dengan loncatan ke kiri menghasilkan tinggian. Pola struktur utama dari cekungan ini
adalah sesar mendatar dengan arah utara – selatan, dan disertai rekah geser yang arahnya timur laut – barat
daya yang dicirikan oleh gerak vertical atau sesar normal. Menjelang akhir dari gerak rotasi pada miosen
awal sesar tersebut telah terputar kurang lebih 20° ke arah berlawanan dengan jarum jam.

Menurut Davies (1984), selama itu lempengan Hindia-Australia menghampiri pantai sebelah barat Sumatra
dengan arah N 20° E. Sedangkan pulau Sumatra N 180° E berubah menjadi N 160° E . Gerak rotasi yang
berlawanan jarum jam sebesar 20° tersebut pada paleogen, masih belum cukup menimbulkan kompresi
antara kedua lempeng yang saling bertemu itu. Gerak rotasi ini terhenti sementara pada akhir miosen. Pada
saat itu laut Andaman mulai terbuka (15 jt tahun y.l). dan karena Sumatra bergerak menjauh ke tenggara
maka membukanya laut Andaman tanpa hambatan.

Gerak rotasi yang kedua sebesar 20 - 25° ke arah berlawanan dengan jarum jam dari lempeng mikro sunda,
dimulai pada akhir miosen tengah menyusul terbukanya laut andaman (13 jt th y.l). sejak akhir miosen
lempeng Australia bergerak mendekati lempeng mikro sunda dengan arah tetap N 200° E. Karena lempeng
mikro sunda telah terputar ke arah berlawanan dengan jarum jam sehingga telah merubah kedudukannya
menjadi N 135° E, maka sudut interaksinya meningkat jadi 65°. Peningkatan kompresi selama periode ini
telah menyebabkan terangkatnya bukit barisan dan kegiatan vulkanisme di seluruh cekungan di sumatra.

SUMATRA TENGAH
Tektonik dari cekungan sumatra tengah, seperti cekungan lainnya di sumatra timur juga tak lepas dari
pengaruh subduksi dari lempeng Hindia-Australia dengan mikro Sunda. Subduksi tersebut di sumatra
tengah menimbulkan Sell konveksi mantel-mantel bumi yang “diapir”, yang menyebabkan gerakan rezim
regangan pada bagian kerak diatas dengan suatu gejala pemekaran di belakang busur. Kegiatan magma
Hypabysal dari bagian yang dalam melalui sesar dan menerobos sedimen-sedimen tersier di atasnya telah
menimbulkan panas yang tinggi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Cekungan sumatra tengah ini
memiliki gradien geothermal tertinggi diantara cekungan di dataran sunda.
Pada dasarnya tektonik sumatra barat dibagi menjadi dua jenis yaitu busur magma dan sesar aktif Sumatera.
Keduanya merupakan tektonik regional yang memanjang 1650 km dari aceh sampai ke Lampung.
Pergeseran sesar paling sedikit 25 km dan masih aktif sampai sekarang. Gempa yang pernah terjadi
diantaranya gempa padangpanjang 1926, 1946, 1983 an gempa Tarutung. Van Bemmelen menafsirkan
bahwa cekungan ombilin terjadi akibat amblasan pengaruh busur magma dan sesar pada eosen. Oleh Davies
peristiwa pembentukan cekungan cara tersebut dianamakan pull-apart basin.

SUMATERA SELATAN
Secara fisiografis Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – tenggara,
yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur
laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda,
serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan
Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah (Blake 1989).

Sejarah pembentukan cekungan Sumatera Selatan memiliki beberapa kesamaan dengan sejarah
pembentukan cekungan Sumatera Tengah. Batas antara kedua cekungan tersebut merupakan kawasan yang
membujur dari timurlaut – baratdaya melalui bagian utara Pegunungan Tigapuluh. Cekungan-cekungan
tersebut mempunyai bentuk asimetrik dan di sebelah baratdaya dibatasi oleh sesar-sesar dan singkapan-
singkapan batuan Pra-Tersier yang terangkat sepanjang kawasan kaki pegunungan Barisan. Di sebelah
timur laut dibatasi oleh formasi-formasi sedimen dari paparan Sunda. Pada bagian selatan dan timut,
cekungan tersebut dibatasi oleh tinggian Pegunungan Tigapuluh. Kedua daerah tinggian tersebut tertutup
oleh laut dangkal saat Miosen awal sampai Miosen tengah. Cekungan-cekungan tersier tersebut juga
terhampar ke arah barat dan kadang dihubungkan oleh jalur-jalur laut dengan Samudra Hindia.
Berdasarkan unsur tektonik, maka fisiografi regional cekungan Sumatera Selatan mempunyai daerah
tinggian dan depresi, yaitu:
1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dati Kuang, Tinggian Palembang, Tinggian Tamiang, Tinggian
Palembang bagian utara dan Tinggian Sembilang.
2. Depresi Lematang (Muara enim Dalam).
3. Antiklinorium Pendopo Limau dan Antiklinorium Palembang bagian utara.
Ketiga fisiografi di atas membagi cekungan Sumatera Selatan menjadi tiga bagian, yaitu sub-cekungan
Palembang bagian selatan, sub-cekungan Palembang bagian tengah dan subcekungan Jambi.
SUMATERA BARAT
Daerah Sumatra Barat secara fisiografi terbagi menjadi tiga zona, yaitu wilayah pegunungan vulkanik,
wilayah perbukitan Tersier dan wilayah dataran rendah. Gambar menunjukkan fisiografi regional daerah
Sumatra Barat menurut Sandy, 1985. Wilayah pegunungan vulkanik membujur pada bagian tengah provinsi
ini,dari Utara - Selatan, dengan patahan Semangko ditengahnya, sedangkanperbukitan lipatan Tersier
membentang dibagian Timur pegunungan vulkanik tersebut. Perbukitan Tersier ini dibeberapa tempat
mengandung deposit Batubara, sementara pada posisi Barat provinsi ini terdapat dataran rendah.

Secara regional stratigrafi Cekungan Ombilin dari yang


berumur tua ke muda adalah Batuan dasar, Formasi Brani,
Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi
Sawahtambang, Formasi Ombilin, Formasi Ranau dan
Aluvial Cekungan Ombilin sendiri termasuk cekungan
Cekungan “pull Apart” yang dicirikan oleh proses
pengendapan yang dicirikan dengan proses pengendapan
yang tinggi, pola asimetri dari urut-urutan sedimen dan fasies
bentuk pengendapan yang menunjukkan batas dengan sesar
pada bagian tepi, dan cekungan (endapan kipas-kipas aluvial
“fanglomerates”, limpah banjir, lakustrin dsb).

PULAU JAWA

Pulau Jawa memiliki kemiripan dengan pulau Sumatera yang dihubungkan oleh Selat Sunda, sehingga
fisiografinya mengikuti fisiografi Dataran Sunda Tengah. Jawa memiliki luas 127.000 Km2 dan Madura
4.000 Km2. Pulau Jawa memiliki panjang 1.000 Km dan Madura 160 Km.

Unsur struktur utama Pulau Jawa adalah geantiklin di Jawa Selatan yang menyebar sepanjang pantai selatan
menempati setengah dari Pulau Jawa dan geosinklin di Jawa Utara yang menempati setengah Pulau Jawa
di utara. Cekungan geosinklin ini melalui Semarang dan ke arah timur semakin melebar, membentuk
percabangan. Percabangan ke arah utara terdiri dari perbukitan Rembang dan Madura, serta percabangan
ke arah Selatan terdiri dari Punggungan Kendeng dan Selat Madura.

Geantiklin Jawa Selatan terus berkembang dibandingkan dengan Pegunungan Bukit Barisan di pulau
Sumatera yang menjadi geantiklin utama (backbone) pulau Sumatera. Alasannya adalah bagian puncak dari
geantiklin Jawa telah mengalami longsor, sehingga sekarang membentuk fisiografi zona depresi. Sayap
selatan Geantiklin Jawa adalah Pegunungan Selatan yang merupakan blok dengan kemiringan ke arah
Samudera Hindia, seperti Blok Bengkulu di Sumatera. Pegunungan Selatan di Jawa Tengah telah tenggelam
di bawah permukaan laut, sehingga batas depresi dibatasi oleh Samudera Hindia. Fenomena
yang sama seperti di Sumatera Utara, depresi Semangko dibatasi oleh Singkil dan Meulaboh pada pantai
Barat.

Secara fisiografis dan tektonik, bagian lekukan di timur Pulau Jawa dan Pulau Madura dapat dimasukkan
kedalam Fisiografi Jawa Timur. Jawa Timur secara fisiografi terbentang mulai dari Surabaya hingga ke
Semarang Di Jawa-Timur tidak atau belum pernah dilaporkan munculnya batuan yang berumur pra-Tersier.
Bagian tengahnya ditempati oleh jalur volkanik Kuarter. Satuan-satuan fisiografi yang ada dapat dibedakan
5 (lima) satuan, dari Selatan ke Utara masing-masing :
(a) Pegunungan Selatan
(b) Jalur depresi tengah
(c) Jalur Kendeng
(d) Depresi Randublatung dan
(e) Zona Rembang yang dapat diteruskan ke P.Madura.

Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan karbonatan yang berumur
Miosen. Di sebelah Utara dari Jalur Volkanik Kuarter adalah Jalur Kendeng, yang terdiri dari endapan-
endapan Tersier yang amat tebal. Menurut Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier disini
mencapai beberapa ribu meter. Dekat kota Cepu mereka terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di beberapa
tempat lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong oleh sesar naik dengan sudut kemiringan yang kecil.

Evolusi jalur magmatik Pulau Jawa diakibatkan oleh adanya subduksi lempeng Indo- Australia yang
menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Terjadi perubahan pada jalur magmatik ini akibat adanya perbedaan
kecepatan penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dari waktu ke waktu.
Jalur subduksi purba pada Pra-Tersier tepatnya memiliki umur Kapur Akhir. Jalur ini dapat diamati mulai
dari Jawa Barat selatan (Ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian timur ke
Kalimantan Tenggara. Sedangkan jalur busur magmatik pada fasa ini menempati lepas pantai Utara Jawa.

Pada Kala Oligosen, jalur subduksi mulai bergerak mundur ke arah selatan Pulau Jawa, tepatnya pada
Formasi Andesit Tua (Bemmelen, 1949). Jalur magmatisme Tersier dapat dibedakan menjadi dua perode
kegiatan magmatik. Yang pertama berlangsung pada Eosen Akhir-Miosen Awal yang ditandai dengan
pegunungan paling selatan Pulau Jawa yang meiliki umur yang sama dengan periode ini. Periode kedua
berlangsung pada Miosen Akhir-Pliosen, yang terjadi akibat pelandaian sudut penujaman Lempeng Indo-
Australia terhadapLempeng Eurasia.

Mundurnya jalur subduksi dan jalur magmatik pada Pualu Jawa ini juga terus terjadi dari mulai Kuarter
hingga saat ini dengan mekanisme yang serupa, yaitu akibat adanya roll back extension. Zona subuksi dan
zona magmatis pada Kuarter relatif lebih berdekatan akibat sudut penunjaman lebih tajam.

KALIMANTAN

Kalimantan merupakan nama daerah Indonesia di Pulau Borneo (wilayah Negara Malaysia dan Brunei juga
ada yang berada di Pulau Borneo) yang secara geografis terletak diantara 40°24’ LU – 40°10` LS dan antara
108°30` BT – 119°00` BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km2. Berdasarkan luasnya, Pulau
Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, setelah Irian dan Greenland. Bagian utara pulau
Kalimantan, Serawak, dan Sabah merupakan wilayah Malaysia yang berbatasan langsung dengan
Kalimantan Wilayah Indonesia dan wilayah Brunei Darussalam. Di bagian selatan dibatasi oleh laut Cina
selatan dan Selat Karimata. Bagian timur dipisahkan dengan pulau Sulawesi dan Selat makasar. Pulau
Kalimantan dilalui garis khatulistiwa sehingga membagi pulau ini menjadi dua bagian yaitu Kalimantan
belahan bumi utara dan Kalimantan belahan bumi selatan.

Pulau Kalimantan sebagian besar merupakan daerah pegunungan/perbukitan (39,69%), daratan (35,08%),
sisanya dataran pantai/pasang surut (11,73%), dataran aluvial (12,47%), dan lain–lain (0,93%). Pegunungan
di Kalimantan tidak aktif dan ketinggiannya di bawah 2000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan
wilayah daratan rendah adalah pantai, berpaya-paya dan tertutup lapisan tanah gambut yang tebal.
Kesuburan tanah di pulau Kalimantan kurang bila dibandingkan dengan kesuburan tanah di Pulau Jawa dan
pulau Sumatera. Pulau Kalimantan dipenuhi oleh hutan tropis yang lebat (primer dan sekunder). Secara
geologis Pulau Kalimantan stabil, relatif aman dari gempa baik vulkanik maupun tektonik, karena tidak
dilintasi oleh patahan kerak bumi dan tidak mempunyai rangkaian gunung api aktif seperti halnya pulau
Sumatra, jawa dan Sulawesi. Pulau Kalimantan terbagi menjadi 4 zona yang masing-masing mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda.

● Zona I : Kalimantan Selatan terdiri dari dataran aluvial, dataran banjir, tanggul alam dan back swamp.
Karakteristiknya pada waktu pasang, air sungai tertekan sehingga terjadi genangan. Dataran yang semula
berupa basin diendapi material endapan dari pegunungan di sebelah utaranya. Kalimantan Selatan banyak
terdapat lapisan gambut yang sangat tebal sehingga daerahnya sulit dikembangkan, paling cocok hanya
persawahan pasang surut.
● Zona II : Kalimantan Barat berupa pegunungan antiklinal yang batuannya terdiri dari granit dan batuan
berumur Thermocarbon. Menurut Van Bemmelen, batuan ini adalah batuan yang berumur tua di Indonesia.
Batuan ini meluas hingga kepulauan Andalas dan sebagian dari zona ini pada zaman es mengalami
genangan oleh air laut. Di lembahlembah sungai, zona ini sebagian besar terdiri dari hasil pelapukan granit
yang berupa feldspar dan kuarsa. Beberapa puluh cm di bawah permukaan, materialnya pasir kuarsa. Zona
ini disebut sebagai pegunungan massif karena terdapat di daerah tertutup ataupun
tertentu saja (local).
● Zona III : Kalimantan Timur Terdiri dari pegunungan antiklinal Sumamuda dan antiklinal Meratus. Di
depresi Mahakam merupakan delta yang cukup pesat perkembangannya sebab material dan daerahnya
merupakan dangkalan terusan dari selat Sunda dimana basementnya stabil dan muatan sedimen yang
diendapkan di beberapa tempat, menyebabkan delta berkembang dengan baik serta alirannya lambat.
● Zona IV : Kalimantan Tengah merupakan geantiklinal yang dibeberapa tempat menunjukkan aktivitas
vulkanis yang tidak aktif lagi, misalnya Pegunungan Iran. Dahulu sungai Kapuas pada zona ini terdapat
endapan yang cukup tua dan disebut Formasi Danau. Deretan pegunungan yang menyusun kerangka
morfologi Kalimantan, yaitu:
a. Sistem pegunungan yang memanjang dari pegunungan Kinabalu (4175m) melalui Pegunungan Iban dan
Muller ke arah Pegunungan Schwaner di bagian barat daya.
b. Sistem pegunungan Meratus yang membujur ke arah utara-selatan dengan puncak
tertinggi adalah Gunung Besar (1892).

Kalimantan merupakan daerah dengan tektonik yang kompleks. Adanya interaksi konvergen atau kolisi
antara tiga lempeng utama, yaitu Lempeng Indo Australia – Lempeng Pasifik - Lempeng Asia yang
membentuk daerah timur Kalimantan. (Hamilton, 1979). Menurut Tapponnier (1982), lempeng Asia
Tenggara ditafsirkan sebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang menunjam ke Tenggara sebagai akibat
dari tumbukan kerak Benua India dengan kerak Benua Asia, yang terjadi kira-kira 40 – 50 juta tahun yang
lalu. Fragmen dari lempeng Eurasia ini kemudian dikenal sebagai lempeng mikro Sunda. Pulau Kalimantan
merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari Lempeng mikro Sunda. Kerangka tektonik Pulau
Kalimantan dibagi menjadi 11 unit, yaitu : Paparan Sunda, Pegunungan Mangkalihat, Paternoster Platform,
Tinggian Kuching, Tinggian Meratus, Tinggian Sampurna, Cekungan Melawi-Ketungau, Cekungan
Tarakan, Cekungan Kalimantan Barat-Laut, Cekungan Asem-asem dan Cekungan Kutai (Oh, 1987). Pada
Pulau Kalimantan memiliki 4 fase perubahan tatanan tektonik, yakni: Basement
pre-Eosen, Cekungan Eosen, Tektonisme Oligosen dan Tektonik Miosen.

Anda mungkin juga menyukai