Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut secara periodik (hampir
teratur), dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari. Pasang merupakan
perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda-benda astronmis
lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada.
Gelombang pasang (tidal waves) adalah gelombang yang mempunyai periode antara
12 jam sampai dengan 24 jam, disebabkan adanya gaya gravitasi dan percepatan gaya
coriolis, tumbuh akibat gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan.

Pasang surut merupakan sebuah fenomena yang terjadi sehari-hari. Pasang surut dapat
dijumpai di sekitar kita setiap harinya.banyak ilmuwan yang meneliti tentang pasnag
surut. Dengan melakukan pengamatan pasnag surut kita dapat memperoleh data sifat
dan fenomena perairan yang berbeda-beda di tiap tempat, tergantung pada topografi
tempat, letak geografis, sifat masing-masing lautan maupun karakteristik tempat
tersebut Pasang surut terjadi disebabkan gaya tarik menarik antara matahari dan bumi,
bumi dan bulan, serta matahari-bulan dan bumi. Gaya tarik menarik antara bumi dan
palnet lainnya kecil, sehingga bisa diabaikan. Gerakan-gerakan yang penting dalam
sistem matahari-bumi-bulan adalah revolusi dari bumi mengitari matahari dan revolusi
bulan mengelilingi bumi.

Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat
adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa
air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu
fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda
astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya
dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

1
I.2 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari praktikum ini adalah pengambilan data dengan metode
geofisika laut (oseanografi) yang meliputi pengukuran arah dan kecepatan arus,
pengukuran tinggi gelombang laut, dan pengukuran pasang surut

I.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana arah dan kecepatan arus di Pantai Panrangluhu ?

2. Bagaimana fluktuasi tinggi gelombang laut di Pantai Panrangluhu ?

3. Apa tipe pasang surut yang terjadi di Pantai Panrangluhu ?

4. Bagaimana arah transportasi dan volume sedimen yang terbawa arus di dalam
sedimen trap di Pantai Panrangluhu ?

I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk memenuhi mata
kuliah wajib kuliah lapang

I.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui arah dan kecepatan arus di Pantai Panrangluhu

2. Mengetahui tipe pasang surut yang terjadi di Pantai Panrangluhu

3. Mengetahui fluktuasi tinggi gelombang laut di Pantai Panrangluhu

4. Mengetahui arah transportasi dan volume sedimen yang terbawa arus di dalam
sedimen trap di Pantai Panrangluhu

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Laut Sulawesi Selatan

Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya mempunyai kondisi geologi yang


kompleks. Hal ini disebabkan kawasan itu merupakan tempat tumbukan aktif dari tiga
lempeng (tripple junction): Lempeng Hindia-Australian yang bergerak relatif ke arah
utara, Lempeng Samudra Pasifik bergerak relatif ke barat, dan Lempeng Eurasi yang
relatif diam. Tumbukan ketiganya mengakibatkan (di antaranya) kawasan itu
mempunyai struktur geologi dan stratigrafi yang rumit, serta komposisi batuan yang
beragam. Akan tetapi, kerumitan itu justru menarik para ahli ilmu kebumian dari dalam
dan luar negeri untuk meneliti (Surono, 2013)

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk seperti huruf “K” yang ujung kiri atasnya
memanjang dan berputar searah jarum jam sehingga hampir barat-timur. Bagian itu
dinamai Lengan Utara, sedangkan bagian di bawahnya yang memanjang baratlaut-
tenggara diberi nama Lengan Timur. Kaki kirinya (belakang) disebut Lengan Selatan
dan kaki kanan (depan) dinamai Lengan Tenggara. Daerah pertemuan keempat lengan
itu dinamai bagian Tengah Sulawesi, sedangkan bagian yang melengkung,
menghubungkan bagian Tengah Sulawesi dengan Lengan Utara disebut Leher
Sulawesi (Surono, 2013).

3
Gambar 2.1 Penyederhanaan Peta Unit Lithotectonic di Sulawesi (modifikasi
Parkinson, 1998; Hall and Wilson, 2000; dalam Kadarusman, 2004)

Kondisi geologi P. Sulawesi bagian barat berbeda dengan bagian timurnya. Bagian
Barat Sulawesi meliputi Lengan Selatan, bagian barat Tengah Sulawesi, Leher
Sulawesi, dan Lengan Utara. Bagian Timurnya terdiri atas Lengan Timur, bagian timur
Tengah Sulawesi, dan Lengan Tenggara. Bagian Barat Sulawesi didominasi oleh
batuan hasil kegiatan gunungapi dan batuan sedimen. Di lain pihak, Bagian Timurnya
didominasi oleh dua kelompok besar batuan yang mempunyai asal berbeda: batuan asal
lempeng samudra dan batuan asal lempeng benua. Batuan klastik dan karbonat yang

4
umumnya berumur Neogen, dinamai Molasa Sulawesi, melampar luas di kedua bagian
Sulawesi itu (Surono, 2013).

Batuan tertua di Bagian Barat Sulawesi adalah mélange, batuan Malihan dan granit,
yang ditindih oleh sedimen flysch berumur Kapur Akhir. Kala Paleogen dan Neogen
daerah ini didominasi oleh batuan gunungapi disertai dengan batuan sedimen klastika
dan karbonat laut dangkal. Di ujung Lengan Utara kegiatan gunungapi masih aktif
sampai sekarang (Surono, 2013).

Bagian Timur Sulawesi disusun oleh batuan asal samudra (kepingan samudra) dan
benua (kepingan benua), yang kemudian ditutupi oleh Molasa Sulawesi. Batuan asal
samudra, yang diberi nama Lajur Ofiolit Sulawesi Timur atau Kompleks Ofiolit
Sulawesi, yang diduga berasal dari punggung tengah samodra (mid-oceanic ridge)
merupakan kompleks ofiolit terluas nomor tiga di dunia. Kompleks Ofiolit ini terdiri
atas batuan peridotit (lersolit, harsburgit, dan dunit), gabro-gabro mikro, retas-retas
piroksenit, diabas (dolerit), basal, dan endapan pelagos laut dalam berupa rijang
radiolaria, serpih atau batugamping merah. Umurnya, berdasarkan pentari khan K-Ar
dan kandungan fosil dalam sedimen laut dalamnya adalah Kapur Akhir-Oligosen Akhir
(Surono, 2013).

Batuan asal benua diduga merupakan kepingan benua yang terpisah dari pinggir utara
Australia. Kepingan benua yang mempunyai berbagai ukuran ini tersebar mulai ujung
timur Lengan Timur Sulawesi sampai P. Buton. Dua kepingan benua terbesar adalah
Kepingan Benua Banggai-Sula di Lengan Timur dan Kepingan Benua Sulawesi
Tenggara di Lengan Tenggara Sulawesi. Batuan tertua di kedua kepingan benua ini
adalah batuan malihan berumur Karbon Akhir, yang ditindih tak selaras oleh batuan
gunungapi dan diterobos oleh batuan granitan. Kedua batuan itu berumur sama Trias
Tengah–Trias Akhir. Ketiga jenis batuan itu menjadi batuan alas bagi batuan sedimen
yang diendapkan kemudian, berturut-turut sedimen klastika (Trias-Jura) dan karbonat

5
(Kapur). Batuan sedimen yang didominasi karbonat Eosen-Oligosen, menumpang tak
selaras di atas batuan Mesozoikum tersebut (Surono, 2013).

Pada akhir dan setelah terjadi tumbukan antara kepingan benua dan kepingan samudra
pada Oligosen Akhir-awal Miosen Tengah, di Bagian Timur dan Bagian Barat
Sulawesi terendapkan Molasa Sulawesi. Batuan Molasa Sulawesi ini terbentuk pada
sekitar Miosen Awal-Pliosen, berupa sedimen klastika halus-kasar dan karbonat, yang
diendapkan pada lingkungan darat–laut dangkal. Akibat dari tumbukan yang masih
aktif sampai sekarang, P. Sulawesi dan daerah sekitarnya mempunyai beberapa struktur
geologi utama (sesar) yang umumnya juga masih aktif. Struktur geologi utama tersebut
di antaranya Sesar Palu-Koro, Sesar Walanae, Sesar Matano, Sesar Naik Batui, Sesar
Naik Poso, Sesar Balantak, Sesar Gorontalo dan Tujaman (Parit) Sulawesi Utara.
Sesar-sesar utama itu juga mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar lokal, lipatan, dan
cekungan di berbagai tempat (Surono, 2013).

Berdasarkan sejarah tektonik regional, tektonik P. Sulawesi dan daerah sekitarnya


dapat dibagi menjadi lima tektonik, yaitu (Surono, 2013) :
(1) tektonik ekstensional Mesozoikum;
(2) tunjaman Kapur;
(3) tunjaman Paleogen;
4) tumbukan Neogen; Dan
(5) tunjaman Ganda Kuarter.

Tektonik ekstensional Mesozoikum merupakan peristiwa di mana kepingan benua


yang sekarang berada di Bagian Timur Sulawesi, terpisah dari tepi utara Australia.
Selama perjalanan ke utara kepingan benua itu pecah menjadi beberapa kepingan yang
lebih kecil. Pada Kapur, tunjaman yang miring ke barat terjadi di proto Sulawesi
(sebelum pada kedudukan sekarang). Tunjaman Paleogen berhubungan dengan
pergerakan kepingan benua ke barat baratlaut bertubrukan dengan tunjaman di bagian
timur Sulawesi dan zona akrasi Kapur Awal Benua Eusrasia. Batuan gunungapi

6
Paleogen di Lengan Selatan Sulawesi ditafsirkan sebagai hasil subduksi kepingan
benua dari Australia dengan tepi timur Kraton Sunda. Tumbukan Neogen merupakan
peristiwa pengalihtempatan beberapa kepingan benua ke barat baratlaut sehingga
menabrak kompleks ofiolit di Bagian Timur Sulawesi. Tumbukan Paleogen ini sangat
penting dalam pembentukan P. Sulawesi dan daerah sekitarnya. Tunjaman Kuarter
terjadi di utara dan tunjaman ganda terjadi di timur laut Sulawesi. Di utara Lengan
Utara Sulawesi, kerak samudra Laut Sulawesi menghunjam di bawah Lengan Utara
Sulawesi. Penunjaman ini menghasilkan gunungapi aktif di Lengan Utara Sulawesi.
Tunjaman ganda di timur laut Sulawesi menghasilkan gunungapi aktif di ujung timur
Lengan Utara Sulawesi (Surono, 2013).

II.2 Arus Laut

Arus laut adalah gerakan horisontal massa air laut yang disebabkan oleh gaya
penggerak yang bekerja pada air laut seperti stres angin, gradien tekanan (timbul akibat
gradien densitas horizontal,pengaruh angin dan gradient tekanan atmofer), gelombang
laut dan pasang surut (pasut).

Secara umum arus laut dapat diklasifikasikan menjadi empat arus utama yaitu
(Gambar 1.1) :

1. Arus yang berhubungan dengan distribusi densitas


2. Arus yang ditimbulkan oleh angin
3. Arus yang ditimbulkan oleh gelombang laut
4. Arus pasut

7
Gambar 2.1 Klasifikasi arus laut

II.2.1 Arus yang Berhubungan dengan Distribusi Densitas

Arus laut dapat terbentuk akibat distribusi atau gradien densitas horisontal. Pertanyaan
yang timbul kenapa arus laut dapat terbentuk akibat adanya distribusi densitas? Gaya
pendorong apa yang terbentuk akibat adanya gradien densitas horisontal yang
kemudian menyebabkan timbulnya arus? Untuk menjawab pertanyaan ini tinjau
suatu perairan yang secara horisontal densitas air lautnya bertambah ke arah timur,
atau densitas di bagian barat lebih rendah dari pada di bagian timur. Karena densitas
di bagian barat lebih kecil dari pada densitas di bagian timur maka muka air di bagian
barat lebih tinggi dari pada muka air di bagian timur dan tekanan air di bagian barat
lebih tinggi dari pada di bagian timur. Akibatnya air akan bergerak dari barat ke arah
timur. Jadi gradien tekanan inilah yang menjadi gaya pendorong yang menggerakkan
arus dari barat kearah timur. Arus yang terbentuk akibat gardien tekanan ini disebut
arus gradien. Bila dalam gerakannya ke arah timur arus mengalami pengaruh gaya
Coriolis akibat rotasi bumi, maka terjadi pembelokan arah gerakan arus. Di belahan
bumi utara (BBU) arus dibelokkan ke arah kanan sementara di belahan bumi selatan
(BBS) arus dibelokkan ke arah kiri. Arus yang terbentuk akibat pengaruh gaya
gradien tekanan dan gaya Coriolis disebut arus geostropik. Dalam pembentukan arus
geostropik ini terjadi keseimbangan antara gaya gradien tekanan dan gaya
Coriolis.(Radjawane, 2009
Arus yang berkaitan dengan distribusi densitas adalah arus gradien atau disebut juga
arus densitas, arus geostropik, dan sirkulasi termohalin. Sirkulasi termohalin
terbentuk akibat gradien densitas dalam arah vertikal yang mengerakkan massa air
yang berat dipermukaan turun ke lapisan dalam. Sirkulasi termohalin ini berperan
dalam mengatur iklim dunia.

a. Arus Geostropik
Arus geostropik timbul akibat adanya keseimbangan antara gaya gradien tekanan dan
gaya coriolis. Gradien tekanan terbentuk akibat adanya slope muka air/slope isobar.

8
Slope muka air dapat terbentuk akibat : a.
Distribusi densitas horisontal
b. Pengaruh angin.
c. Pengaruh perbedaan tekanan udara di atas permukaan laut.

Slope muka air yang timbul akibat distribusi densitas horisontal atau akibat faktor-
faktor yang lain menimbulkan gradien tekanan yang menggerakkan arus secara
horisontal dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah. Gerakan arus ini akan
dipengaruhi oleh gaya Coriolis yang berperan dalam membelokkan arus ke arah
kanan di BBU dan ke arah kiri di BBS.
Besarnya gaya Coriolis, Fc = 2Ω sinφv, berbanding lurus dengan kecepatan arus,
makin besar kecepatan arus (v), makin besar gaya Coriolis. Arus yang timbul akibat
gradien tekanan sifatnya dipercepat (tidak konstan); dengan meningkatnya kecepatan
arus akibat gradien tekanan ini gaya Coriolis juga bertambah besar karena kecepat
arus bertambah. Saat tercapainya keseimbangan antara gaya Coriolis dan gaya
gardien tekanan terbentuklah arus geostropik yang bergerak dengan kecepatan yang
konstan.
Slope muka air dapat juga terbentuk akibat pengaruh angin. Sebagai contoh: di BBU
arus yang bergerak ke arah pantai yang timbul akibat angin yang bertiup sejajar
pantai ke arah Utara (patai berada disebelah kanan angin) terhalang gerakannya oleh
pantai. Akibatnya massa air bertumpuk di pantai yang membuat muka air di pantai
lebih tinggi dari pada muka air di lepas pantai atau terbentuk slope muka air yang
menurun kearah lepas pantai. Penumpukan massa air di pantai membentuk daerah
konvergensi (muka air yang tinggi) di pantai. Muka air yang lebih tinggi di pantai ini
menimbulkan gradien tekanan yang menggerakkan arus dari pantai ke arah lepas
pantai. Dalam gerakannya ke lepas pantai, arus ini dipengaruhi oleh gaya Coriolis
yang membelokkannya ke arah kanan (Utara). Pada saat terjadinya keseimbangan
antara gaya Coriolis dan gaya gradien tekanan terbentuklah arus geostropik yang
bergerak menyusur pantai ke arah Utara. Konvergensi dapat juga terbentuk di daerah
pertemuan dua arus.
Bila arus bergerak menjauhi pantai akibat angin bertiup ke arah Selatan(pantai
disebelah kiri angin) maka terbentuk daerah divergensi di pantai yang menyebabkan
muka air di pantai lebih rendah daripada muka air di lepas pantai. Akibatnya
terbentuk gradien tekanan yang mengerakkan air dari lepas pantai menuju pantai dan
akibat pengaruh gaya Coriolis terbentuk arus geostropik yang bergerak menyusuri
pantai ke arah Selatan. Divergensi dapat juga terbentuk di daerah pemisahan arus
(arus bergerak dengan arah yang berlawanan).
Disamping akibat distribusi horisontal dari densitas dan pengaruh angin slope muka
air dapat juga terbentuk akibat perbedaan tekanan udara di atas permukaan laut.

9
Tekanan udara tinggi mengakibatkan muka air tertekan (muka air rendah) sebaliknya
tekan udara yang rendah mengakibatkan muka air terangkat (muka air tinggi). Akibat
perbedaan tekanan udara ini terbentuklah slope muka air.

b. Arus Densitas
Apa yang kita bahas sebelumnya adalah arus yang berhubungan dengan distribusi
densitas horisontal dalam skala besar. Di daerah pantai dan muara sungai (estuari)
dapat juga terbentuk arus yang berhubungan dengan distribusi densitas horisontal
dalam skala kecil (lokal) akibat pengaruh air tawar yang masuk ke laut. Arus yang
timbul akibat distribusi densitas secara horisontal di daerah pantai dan estuari disebut
arus densitas. Sebagai contoh run off air tawar yang besar kedalam laut akan
mengakibatkan terbentuknya gradien densitas horisontal ke arah lepas pantai dimana
densitas di pantai lebih rendah dari pada densitas di lepas pantai. Kondisi ini
membuat muka air di pantai lebih tinggi dari pada di lepas pantai dan mengakibatkan
timbulnya arus densitas yang bergerak kearah lepas pantai. Bila peran gaya coriolis
cukup besar arus densitas akan bergerak menyusur pantai.
Mekanisme terbentuknya arus densitas di estuari sama dengan arus densitas di pantai.
Di estuari terjadi pengenceran air laut oleh air sungai (tawar). Jadi kalau kita bergerak
dari arah hulu ke arah laut (muara) kita akan mendapati (di permukaan) densitas air
bertambah besar k earah muara. Kondisi ini mengakibatkan muka air di hulu lebih
tinggi dari pada muka air di muara, sehingga dipermukaan arus bergerak ke arah
muara.
Di lapisan permukaan, arus yang bergerak ke arah muara diakibatkan oleh perbedaan
densitas di hulu dan di muara (arus densitas). Di lapisan bawah air asin (laut) masuk
ke estuari karena pengaruh pasut.

c. Sirkulasi Thermohalin
Sirkulasi thermohalin terbentuk karena adanya gradien densitas secara vertikal.
Sirkulasi ini diawali di daerah kutub akibat proses pendinginan dan pembentukan es
dipermukaan. Proses pendinginan dan pembentukan es mengakibatkan densitas di
permukaan menjadi besar dan berat. Karena mass air di permukaan lebih berat dari
pada di lapisan bawah maka massa air permukaan turun (sinking) dan menyebar ke
lapisan dalam. Air yang turun (tenggelam) ini akan mencari level dimana densitasnya
sama. Massa air dingin dan berat yang turun di daerah kutub ini kemudian bergerak
ke arah ekuator. Air yang turun ke lapisan dalam akan diangkat kembali ke
permukaan melalui proses upwelling. Di ekuator pemanasan yang tinggi
menyebabkan densitas menjadi rendah sehingga muka air di ekuator lebih tinggi
dibanding di daerah kutub. Perbedaan muka air antara ekuator dan kutub ini akan
menggerakkan arus permukaan dari ekuator ke daerah kutub yang menutup siklus
gerakkan massa air dari kutub menuju ekuator. Sirkulasi ini disebut sirkulasi

10
thermohalin. Kombinasi proses pendinginan, pembentukan es di daerah kutub dan
pemanasan di ekuator berperan dalam pembentukan sirkulasi thermohalin.
Sirkulasi thermohalin yang merupakan sirkulasi lapisan dalam (deep circulation)
membawa massa air dingin dari lintang tinggi pada musim dingin ke lintang rendah
seluruh dunia. Sirkulasi termohalin ini mempunyai pengaruh yang sangat penting
antara lain :
1. Perbedaan yang kontras antara air lapisan dalam yang dingin dan air lapisan
permukaan yang hangat menjadi penentu stratifikasi laut dan stratifikasi sangat
mempengaruhi dinamika laut.
2. Walaupun arus lapisan dalam ini sangat lemah, transport massa yang
dilakukannya sebanding dengan transport massa di lapisan permukaan karena
volume air lapisan dalam jauh lebih besar dari pada volume air lapisan
permukaan.
3. Sirkulasi lapisan dalam mempengaruhi neraca panas dan iklim dunia. Sirkulasi
lapisan dalam bervariasi dari sepuluh tahunan, ke abad hingga millennium dan
variabilitas ini diperkirakan memodulasi iklim dalam rentang perioda tersebut.
Laut mungkin penyebab utama dari variabilitas iklim dalam rentang waktu dari
tahunan ke puluhan tahun dan mungkin membantu memodulasi iklim pada
zaman es.

Gambar 2.2 Global Conveyor Belt


(Sumber: http://www.global-greenhouse-warming.com)

Sirkulasi thermohalin merupakan bagian dari sistem transport panas yang dilakukan
oleh laut. Laut mentranspor sekitar setengah dari jumlah panas dari daerah tropik ke
lintang tinggi untuk mempertahankan temperatur bumi. Panas yang dibawa oleh Gulf
Stream dan North Atlantic drift berperan dalam menghangatkan Eropa. Gulf Stream
dan North Atlantic drift membawa panas dari daerah tropik jauh ke Atlantik utara dan

11
disana panas dan uap air dilepas ke atmosfer. Pelepasan panas ini membuat massa air
yang dibawa Gulf Stream dan North Atlantik drift ini menjadi dingin dan berat
sehingga ia turun ke dasar laut Norwegia dan Greenland serta menyebar ke arah
ekuator. Massa air yang turun dan menyebar dari Laut Norwegia dan Greenland ini
kemudian diangkat kepermukaan melalui proses upwelling di daerah-daerah atau
laut-laut yang lain dan akhirnya kembali ke Gulf Stream dan North Atlantic. Broker
(1982) dalam Steward, 2002 menyebut komponen laut dari sistem transport panas ini
sebagai Global Conveyor Belt (Gambar 2.2).

II.2.2 Arus yang Dipengaruhi oleh Angin.

Angin yang bertiup di atas permukaan laut selain menyebabkan terjadinya


gelombang laut juga menimbulkan arus laut. Stres angin yang bekerja pada
permukaan laut akan mendorong lapisan permukaan dan gerakan lapisan permukaan
ini akan mendorong lapisan dibawahnya dan begitu seterusnya, sehingga terbentuk
arus permukaan sampai kedalaman pengaruh angin antara 100 – 300 m. Kecepatan
arus berkurang terhadap kedalaman akibat viskositas air laut atau gesekan viskos.
Stres angin yang bekerja pada permukaan laut berbanding lurus dengan kecepatan
angin kuadrat
c.w2
Dimana

τ = stres angin

w = kecepatan angin c = konstanta


secara kasar kecepatan arus permukaan yang ditimbulkan oleh angin besarnya ≈ 3% x
kecepatan angin.
Sebagai contoh : bila kecepatan angin = 10 m/dt maka kecepatan arus permukaan
besarnya ≈ 30 cm /dt
Arah arus permukaan tidak sama dengan arah angin permukaan yang membentuknya
tetapi dibelokkan sebesar 200 – 400 kearah kanan angin di BBU dan ke arah kiri angin
di BBS. Secara teoritik penyimpangan arah arus permukaan terhadap arah angin
besarnya 450 .
Angin permukaan yang bertiup diatas permukaan laut menimbulkan suatu transpor
massa yang dikenal dengan transpor Ekman yang arahnya tegak lurus kearah kanan
angin di BBU dan kearah kiri angin di BBS. Transpor Ekman akibat angin ini terkait

12
dengan fenomena upwelling dan downwelling baik yang terjadi diperairan pantai
maupun di lepas pantai.
Sistem angin permukaan, angin pasat dan angin baratan (westerlies), berperan dalam
pembentukan sirkulasi arus skala besar di daerah subtropik yang disebut subtropical
gyre. Di lintang utara arah sirkulasi arus ini berlawanan dengan arah putaran jarum
jam sedangkan di lintang selatan searah dengan putaran jarum jam. Sirkulasi arus
global akibat pengaruh angin diperlihatkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Sirkulasi Arus Global Akibat Pengaruh Angin


(Sumber: staffwww.fullcoll.edu)

Ada tiga faktor utama yang berperan dalam pembentukan subtropical gyre yaitu
sistem angin pasat dan angin baratan, gaya Coriolis dan pengaruh benua. Sistem
angin pasat dan angin baratan berperan dalam menggerakkan arus ke arah Barat dan
ke arah Timur sementara gaya Coriolis dan benua berperan membelokkan arah arus
ke Selatan atau ke Utara. Sejarah Perkembangan Teori Arus yang Ditimbulkan
oleh Angin :
1898 :Nansen mengamati gerakan bongkah es di arctic yang arahnya tidak sama
dengan arah angin tetapi dibelokkan sekitar 20o – 40o.
1902 :Ekman membangun model matematika analitik yang dapat menerangkan
penyimpangan arus permukaan akibat rotasi bumi (Coriolis). Besarnya
penyimpangan ini secara teoritik adalah 45o.
1947 :Sverdrup mengembangkan teori Ekman untuk menerangkan sistem arus
ekuator yang terbentuk akibat pengaruh angin pasat.

13
1948 : Stommel mengembangkan teori Sverdrup untuk menjelaskan secara
kuantitatif terjadinya intensifikasi arus bagian barat yang timbul akibat
adanya variasi f (parameter coriolis) terhadap lintang.
1950 : Munk mengembangkan teori Stommel untuk menjelaskan sirkulasi arus
skala besar yang timbul oleh angin
Sekarang : Dinamika arus skala besar dipelajari menggunakan model numerik.

II.2.3 Arus yang Ditimbulkan Oleh Gelombang

Gelombang yang dimaksud disini adalah gelombang laut yang ditimbulkan oleh
angin (wind waves) atau gelombang pendek (short waves). Gerakan orbital partikel
air akibat gerakan gelombang dengan amplitudo kecil merupakan lintasan tertutup
sementara gerakan partikel air akibat gelombang yang amplitudonya berhingga
(finite) tidak tertutup sehingga menimbulkan suatu transpor neto dari massa air (arus)
yang disebut Stoke drift dalam arah penjalaran gelombang. Transpor neto massa air
akibat gelombang ini menimbulkan gerakan massa air ke arah pantai.
Gelombang pecah yang membentuk sudut dengan garis pantai menimbulkan
momentum tegak lurus dan sejajar pantai. Momentum yang sejajar pantai berperan
dalam menggerakkan arus sejajar pantai yang disebut longshore current, sedangkan
momentum yang tegak lurus pantai menggerakkan massa air tegak lurus pantai yang
menyebabkan tinggi muka air di pantai lebih tinggi dari pada muka air di daerah
gelombang pecah. Pecahnya gelombang mengakibatkan turunnya muka air di daerah
gelombang pecah yang disebut wave set down dan naiknya muka air di pantai yang
disebut wave set up.
Shepard dan Inman (1951) dalam Ippen, 1966 membagi sirkulasi arus perairan pantai
dalam dua bagian utama : a) Arus pantai (coastal current)
Arus pantai ini bergerak sejajar dengan pantai, gerakannya relatif uniform,
terdapat di daerah yang lebih dalam dekat dengan surf zone. Arus ini dapat
berupa arus pasut, arus yang ditimbulkan angin yang sifatnya transien (transient
wind driven current) atau arus yang diakibatkan oleh distribusi massa air secara
lokal.
b) Sistem Arus Dekat Pantai (Near Shore Current system)
Sistem arus dekat pantai ini bisa saja tumpang tindih dengan bagian dalam dari
coastal current atau bila tidak ada coastal current ia akan berdiri sendiri. Sistem
arus dekat pantai ini terdiri dari :
1. Gerakan massa air ke arah pantai akibat gerakan gelombang (net transport)

14
2. Gerakan massa air sejajar pantai (long shore current)
3. Gerakan massa air terkonsentrasi ke arah lepas pantai (rip current)
4. Gerakan massa air sejajar pantai di daerah ‘kepala’ rip current Sirkulasi arus
perairan pantai diperlihatkan oleh Gambar 1.4.

Gambar 2.4 Sirkulasi Arus Perairan Pantai (Sumber : Ippen, 1966 )

II.2.4 Arus Pasang Surut

Gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan timbulnya pasang surut berupa naik
turunnya muka air disertai gerakan horisontal massa air (arus pasut) yang
berlangsung secara periodik. Kombinasi gaya astronomi dengan topografi (geometri
pantai dan kedalaman) perairan menimbulkan 3 tipe pola arus pasut :

a. Tipe Rotasi
Arus pasut dengan tipe rotasi terdapat di daerah lepas pantai (open ocean). Arus
berotasi dalam satu periode pasang surut dalam arah putaran jarum jam di BBU
dan berlawanan arah putaran jarum jam di BBS.

b. Tipe Bolak-balik
Arus pasut ini terdapat di daerah teluk atau estuari. Pola arus di daerah
teluk/estuari adalah bolak-balik. Saat pasang (flood tide) arus bergerak masuk
kedalam teluk/estuari dan saat surut (ebb tide) arus berbalik arah keluar
teluk/estuari.

15
c. Tipe Hidrolik
Arus pasang surut dengan tipe hidrolik terdapat di suatu selat yang
menghubungkan dua badan air yang dipengaruhi pasang surut yang tidak saling
berhubungan (independent). Contoh arus pasut di Selat Malaka. Selat Malaka
merupakan selat yang menghubungkan Laut China Selatan (melalui selat
Karimata) dan samudra Hindia (melalui laut Andaman). Gelombang pasut dari
selat Karimata bertemu dengan gelombang pasut laut Andaman di selat Malaka.

Arus pasut bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, tergantung pada karakter
pasang surut, kedalaman air dan konfigurasi pantai. Perioda arus pasang surut
mengikuti periode pasang surutnya.

II.3 Gelombang
Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin di atas permukaan laut dan
tekanan tangensial pada partikel air. Pada mulanya, angin yang bertiup di permukaan
laut menimbulkan riak gelombang (ripples). Saat angin berhenti bertiup, riak
gelombang akan hilang dan permukaan laut kembali rata. Apabila angin bertiup lama,
riak gelombang akan membesar walaupun angin kemudian berhenti bertiup.
Gelombang akan rata kembali menjadi ombak sederhana saat meninggalkan daerah
asal tiupan angin. Ombak sederhana terlihat sebagai alun (sweel) yang terjadi di laut
pada keadaan tenang. Gelombang memiliki puncak dan lembah. Pada gelombang
terdapat panjang gelombang dan tinggi gelombang (Gambar 1.13). Panjang gelombang
merupakan jarak antara satu puncak ke puncak berikutnya atau satu lembah ke lembah
berikutnya. Sementara itu tinggi gelombang merupakan jarak antara titik puncak dan
titik lembah (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Gambar 2.5
Komponen-komponen Dasar Gelombang (Romimohtarto dan Juwana, 1999)

Puncak gelombang merupakan titik tertinggi dari gelombang. Lembah merupakan titik
terendah dari gelombang. Gelombang umumnya memiliki periode, yaitu waktu yang
dibutuhkan puncak/lembah untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut.

16
Sementara itu, ada juga kemiringan gelombang yaitu perbandingan antara panjang
gelombang dengan tinggi gelombang.
Gelombang memiliki beberapa jenis . Gelombang yang pecah saat menuju pantai dan
terdampar di dasar perairan pantai yang dangkal disebut gelombang pecah atau surf.
Gelombang pecah perlahanlahan dan menggulung ke arah pantai disebut gelombang
tumpah atau spilling breaker. Gelombang membubung ke atas dan segera pecah,
terjadi pada dasar pantai yang terjal disebut gelombang plunging breaker. Gelombang
yang sama sekali tidak pecah tetapi mendorong air ke atas ke darat dan menyedotnya
kembali yang terjadi pada pantai terjal disebut surging breaker (Rohmimohtarto dan
Juwana, 1999).

Gambar 2.6
Jenis-jenis Gelombang (Romimohtarto dan Juwana, 1999)

II.3.1 Gelombang Laut


II.3.2 Pembangkitan Gelombang Oleh Angin

II.3.3 Transformasi Gelombang

17
II.4 Pasang Surut
II.4.1 Definisi Pasang Surut
II.4.2 Mekanisme Pembentukan Pasang Surut
II.4.3 Tipe Pasang Surut
II.5 Sedimentasi
II.5.1 Transpor Sedimen
II.4.1 Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Longshore Sedimen Transport)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Waktu dan Lokasi


Waktu praktikum dilakukan pada tanggal … di Pantai Panrangluhu, Kelurahan,
Sulawesi Selatan.

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1 Arus Laut
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran arus laut adalah:

18
1. Seperangkat alat yang terbuat dari botol dan bambu (current meter) buatan yang
berfungsi sebagai penanda aliran arus.
2. Satu kantong pasir yag dimasukkan ke dalam botol yang berfungsi sebagai
pemberat.
3. Tali 5 meter yang mengikat botol untuk menentukan jarak.
4. GPS digunakan untuk mengetahui titik koordinat lokasi pengambilan data.
5. Kompas bidik untuk menentukan arah pergerakan current meter dari utara.
6. Stopwatch untuk menghitung waktu yang dibutuhkan current meter meregang
sejauh 5 meter.
7. Tabel pengamatan dan seperangkat alat tulis untuk menulis data dari hasil
pengukuran.

III.2.2 Pasang Surut


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran pasang surut adalah:
1. 2 unit bak ukur yang berfungsi sebagai skala pembacaan level muka air laut.
2. Teodolit sebagai teropong untuk membaca skala bak ukur.
3. Senter sebagai penerangan untuk membaca skala bak ukur pada malam hari.
4. Jam tangan untuk menentukan waktu pengambilan data.
5. GPS untuk mengetahui titik koordinat bak ukur.
6. Tabel pengamatan dan seperangkat alat tulis untuk menulis data dari hasil
pengukuran.

III.2.3 Gelombang Laut


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran gelombang laut adalah:

1. 1 unit bak ukur yang berfungsi sebagai skala pembacaan level muka
gelombang.
2. Jam tangan untuk menghitung waktu pengukuran.
3. Stopwatch untuk megetetahui waktu tempuh puncak dan lembah gelombang
selama dua menit
4. GPS untuk mengetahui titik koordinat pengamatan.

19
5. Tabel pengamatan dan seperangkat alat tulis untuk menulis data dari hasil
pengukuran.

II.2.4 Sedimentasi
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran sedimen trap adalah:
1. 50 unit sedimen trap sebagai perangkap angkutan sedimen.
2. GPS untuk mengetahui titik koordinat dan penanda lokasi peletakan sedimen
trap

III.3 Prosedur Pengambilan Data


III.3.1 Arus Laut
1. Menentukan stasiun pengukuran, dan mencatat waktu pada saat memulai
pengukuran
2. Mencatat titik koordinat stasiun
3. Menentukan letak L1
4. Melepaskan layang-layang arus, dan mulai menyalakan stopwatch
5. Mencatat waktu pelepasan, titik koordinat, dan arah (sudut) pada L1
6. Menentukan letak L2
7. Melepaskan layang-layang arus
8. Mencatat waktu pelepasan, titik koordinat, arah (sudut) pada L1
9. Menghentikan stopwatch, kemudian mencatat durasi, mulai dari pelepasan
hingga tali layang-layang arus sudah menegang. Durasi yang dicatat adalah
durasi yang ditempuh oleh layang-layang arus dari L1 ke L2
10. Melakukan langkah 3 sampai 9 hingga mencapai L11
11. Menentukan stasiun pengukuran kedua
12. Melakukan langkah 2 sampai 9 hingga mencapai L24

III.3.2 Pasang Surut


1. Memasang bak ukur pada posisi surut terdekat, dan surut terjauh dari pantai
2. Mencatat tinggi air laut setiap 15 menit pada setiap bak ukur

III.3.3 Gelombang Laut

20
1. Menempatkan bak ukur di laut
2. Mengambil koordinat posisi bak ukur
3. Mencatat lembah dan puncak air laut, serta selang waktu keduanya selama 2
menit (menggunakan stopwatch).

III.3.4 Sedimentasi
1. Meletakkan sedimen trap ke dalam laut dengan jarak antar sedimen trap
adalah 10 meter
2. Menentukan koordinat setiap sedimenn trap menggunakan GPS
3. Mengangkat sedimen trap pada hari terakhir pengukuran
4. Mengambil sampel sedimen yang terperangkap dan diletakkan pada kantong
sampel sesuai arah mata angin

III.4 Pengolahan Data


III.4.1 Arus Laut
1. Menginput hasil pencatatan manual pengukuran pada excel
2. Menentukan kecepatan arus laut pada excel dengan rumus V = s/t
3. Membuat sketsa arah arus laut secara manual pada kertas grafik
4. Membuat peta arah arus menggunakan google earth dengan memasukkan titik
koordinat setiap stasiun dan L.
5. Membandingkan sketsa manual dengan hasil plot pada googleearth

III.4.2 Pasang Surut


1. Menginput data hasil pencatatan manual pada excel
2. Membuat grafik pasang surut, dan melihat fluktuasi pasang surutnya setiap
lima belas menit

III.4.3 Gelombang Laut


1. Menginput data hasil pencatatan manual pada excel
2. Menentuka frekuensi dan Periode gelombang menggunakan rumus f = n/t,
dan T = 1/f

21
3. Membuat grafik puncak dan lembah, kemudian melihat fluktuasi gelombang
laut selama 2 menit

III.4.4 Sedimentasi
1. Memplot lokasi penempatan sedimen trap dari titik koordinat gps
menggunakan google earth

22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Arus Laut

23
BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Asisten
V.2.2 Saran untuk Praktikum

24
DAFTAR PUSTAKA

25
26

Anda mungkin juga menyukai