Anda di halaman 1dari 42

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi Regional

Pulau Sulawesi dengan bentuknya yang khas seperti huruf “K” terletak di

daerah pertemuan tiga lempeng aktif utama dunia, yaitu lempeng Hindia-Australia

yang bergerak ke arah utara-timur laut, Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak

kearah barat-barat laut, dan Lempeng Eurasia yang hampir statis atau bergerak

sangat lambat ke selatan-tenggara (Hamilton, 1979; Hutchison 1989 dalam

Surono, 2015). Berdasarkan posisi tersebut, kondisi geologi Indonesia sangatlah

kompleks. Pembagian berdasarkan fisiografi Pulau Sulawesi menjadi 4 lengan :

Lengan Utara, Lengan Timur, Lengan Tengah dan Lengan Tenggara tersusun oleh

batuan yang beragam yang berbeda umur dan genesanya. (Surono, 2015)

Berdasarkan stratigrafi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dapat dibagi

menjadi empat mandala geologi (gambar 4.1); Lajur Gunungapi Sulawesi Barat,

Lajur Malihan Sulawesi Tengah, Lajur Ofiolit Sulawesi Timur dan Kepingan

Benua Renik. (Panggabean, Surono, 2011). Keempat mandala tersebut terbentuk

dan berkembang secara terpisah. Lajur Gunungapi Sulawesi Barat membentang

mulai Lengan Selatan sampai ke Lengan Utara Sulawesi. Lajur Malihan Sulawesi

Tengah diduga terbentuk karena subduksi pada Kapur. Lajur Ofiolit Sulawesi

Timur, yang merupakan hasil pemekaran Samudera Pasifik pada Kapur – Eosen,

ditemukan di bagian timur Sulawesi, dan kepingan benua yang tersebar di bagian

timur Sulawesi merupakan pecahan tepi utara Australia (Surono, 2012).

93
Simandjuntak dkk (1991) mengelompokkan ofiolit dan kepingan benua di bagian

timur Sulawesi kedalam satuan batuan alohton.

Gambar 4.1 Struktur sesar aktif Pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya
(dimodifikasi dari Silver dkk., 1983 dan Rehault dkk.,
1991 oleh Surono dkk., 1997 dalam Surono 2011).

Daerah penelitian berada pada Lajur Ofiolit Sulawesi Timur di Lengan

Tenggara Sulawesi. Ofiolit adalah kumpulan atau himpunan batuan kerak

samudera yang disusun bawah ke atas, oleh batuan peridotit (lerzolit, harzburgit,

dunit), gabro mikro, retas piroksenit, diabase (dolerit), basal dan endapan pelagis

berupa rijang radiolaria, serpih atau batugamping merah (Surono, 2015).

94
Lajur Ofiolit Sulawesi Timur (LOST) atau East Sulawesi Ophiolite Belt

(ESOB) merupakan Kompleks Ofiolit Sulawesi terluas ke-3 di dunia setelah

Kompleks Ofiolit Oman dan Kompleks Ofiolit Papua Nugini. Pengamatan atau

analisis citra penginderan jauh, seperti SRTM, Landsat atau IFSAR dapat dengan

mudah membedakan Kompleks Ofiolite Sulawesi dengan batuan disekitarnya.

Pada umumnya kompleks ofiolit membentuk tekstur Morfologi kasar, mempunyai

batas yang tegas, kemungkinan berupa batas tektonik ataupun batas Morfologi

berupa pegunungan atau perbukitan berlereng terjal dengan punggungan yang

lurus, dengan ukuran dari beberapa meter hingga beberapa ratus meter (Surono,

2015).

Lajur Ofiolit Sulawesi Timur memiliki penyebaran yang luas, mulai ujung

atas Lengan Timur Sulawesi sampai Ujung bawah lengan tenggara Sulawesi.

Batuan ultramafik dominan di Lengan Tenggara sementara kearah utara batuan

mafik lebih dominan, khususnya sepanjang pantai utara Lengan Timur Sulawesi.

Batuan Komples ofiolit disekitar Danau Matano (Waheed, 1975 dalam Surono

2015) disusun oleh hasburgit dan lesorit terserpentinkan sedangkan batuan basa

dan retas jarang dijumpai. Kearah Lengan Tenggara Sulawesi, batuan kompleks

ofiolit disusun oleh harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit, diabase

dan gabro (Simandjuntak, 1993). Batuan pelagic yang menutupinya terdiri atas

perselingan batuan karbonat, rijang radiolarian dan serpih merah. Batuan sedimen

pelagic tersebut diberi nama Formasi Matano (Simandjuntak, 1993 dalam Surono

2012), dengan tipe lokasi di tepi danau Matano (Soroako), Sulawesi Selatan.

Penarikan umur fosil Globotruncana sp., Ritaliopora sp., dan Heterohelix sp.,

95
dalam batugamping dan radiolarian dalam rijang (Surono dan Sukarna, 1995;

Simandjuntak dkk., 1993) menunjukkan umur Valari angian (Kapur Awal) –

awal Cenomanian (Kapur Akhir).

Mubroto (1988) dalam Surono, (2012) melakukan penelitian geokimia enam

belas sampel basal batusimpang dan paleomagnetik tiga puluh satu sampel batuan

dari Lengan Timur Sulawesi. Hasil analisa tersebut menunjukkan, batuan ini

diduga merupakan bagian dari pematang tengah samudera (mid oceanic ridge)

yang berasal dari Samudera Pasifik, yang mulai Kapur sampai Oligosen Awal

mengalami pemekaran.

Pada Kapur Akhir ujung barat ofiolit ini menunjam di bawah tepi timur

Paparan Sunda (Simandjuntak, 1986 dalam Sompotan, 2012), sehingga terbentuk

Lajur Gunungapi Sulawesi Barat, mulai dari Lengan Selatan sampai Lengan Utara

Sulawesi. Jalur penunjaman ini sekarang ditandai oleh batuan bancuh di

Wasuponda. Sedangkan ujung timur ofiolit tersesarnaikan ke atas kepingan benua.

(Simandjuntak, 1980 dalam Surono, 2012). Kepingan benua, yang tersebar di

bagian timur Sulawesi, terdiri atas berbagai ukuran. Kepingan Benua Sulawesi

Tenggara dan Banggai-Sula merupakan dua kepingan terbesar

Pengalih tempatan ofiolit terjadi akibat tabrakan Kepingan Benua Dengan

ofiolit yang terjadi terjadi pada akhir Oligosen di Lengan Tenggara Sulawesi dan

pada Miosen Awal di Lengan Timur Sulawesi. Surono dkk. (1997 dalam Surono

2012) menduga, semula sebelum bertabrakan dengan ofiolit Kepingan Benua

Banggai-Sula dan Kepingan Benua Sulawesi Tenggara merupakan suatu kepingan

benua besar yang dinamainya Kepingan Benua Besar Banggai-Sula. Karena

96
Kepingan Benua Besar Banggai-Sula menabrak ofiolit, sehingga kepingan besar

ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, yang kini tersebar di bagian

timur Sulawesi. Karena tabrakan miring (oblique), sehingga Kepingan Banggai-

Sula yang sebelum bertabrakan berada di bagian belakang, kini menjadi di depan

dan terus bergerak ke barat sampai sekarang.

Pasca tabrakan antara kepingan benua dan ofiolit terjadilah perenggangan

yang berakibat penurunan permukaan tanah. Semula penurunan ini membentuk

beberapa cekungan kecil terisolasi di daratan yang karena penurunan belangsung

terus terbentuklah cekungan laut dangkal (Surono, 1995 dalam Panggabean dan

Surono 2011), yang kemudian diisi oleh Molasa Sulawesi. Cekungan seperti ini

menyebar rata di Sulawesi bagian timur. Sesuai umur Molasa Sulawesi, di Lengan

Tenggara Sulawesi proses pembentukan cekungan itu dimulai Miosen Awal,

sedangkan di Lengan Timur baru mulai pada akhir Miosen Tengah. Pengendapan

sedimen ke dalam cekungan itu berlangsung terus sampai Pliosen.

Ofiolit dan batuan sedimen pelagik bersentuhan secara tektonik dengan

kepingan benua, dibanyak tempat tampak jelas kompleks ini tersesar naikkan ke

atas kepingan benua dan keduanya ditutupi secara tak selaras oleh sedimen

molasa, Molasa Sulawesi. Dibeberapa tempat, ofiolit dan kepingan benua

mempunyai sentuhan berupa sesar dengan Molasa Sulawesi (Surono, 2015).

Pada akhir Pliosen, di Sulawesi dan daerah sekitarnya terjadi dorongan ke

barat yang mengakibatkan terbentuknya sesar mendatar mengiri, seperti Sesar

Matano, Sesar Lawanopo, Sesar Kilaka, dan Sesar Palu-Koro. Hal ini diduga

karena pengaruh Sesar Sorong. Pengaruh Sesar Sorong ini terus berkembang

97
sampai sekarang, sehingga sesar mendatar di Sulawesi tersebut masih aktif sampai

sekarang (Simandjuntak, 1993).

Secara regional Struktur Geologi orogenesa di Pulau Sulawesi mulai

berlangsung sejak zaman Trias, terutama pada Mandala Geologi Sulawesi Bagian

Timur dimulai pada Kapur Akhir atau Awal Tersier. Perlipatan yang kuat

menyebabkan terjadinya sesar anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah di

lengan Timur Sulawesi dan Bagian Tengah dari Mandala Sulawesi Barat, serta

waktu yang bersamaan dengan trangresi lokal berlangsung di lengan Tenggara

Sulawesi, suatu aktifitas vulkanik terjadi di lengan Utara dan Selatan. (Sukamto,

1975).

4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian sangat dikontrol oleh

aktivitas tektonik yang berlangsung di bagian Timur pulau Sulawesi. Hal ini

tampak dari kondisi struktur geologi yang kompleks pada daerah penelitian

dimana hal ini dipengaruhi oleh kontrol stuktur regional.

Pembahasan mengenai struktur geologi daerah penelitian meliputi

pembahasan mengenai indikasi pola struktur geologi yang dijumpai di lapangan,

jenis struktur, umur struktur geologi yang dihubungkan dengan kronologi urutan

pembentukan struktur dan stratigrafi daerah penelitian, serta pada kondisi fisik

bagaimana struktur tersebut terbentuk (mekanisme struktur geologi).

Metode dan cara yang dilakukan dalam mengenali dan menganalisis struktur

geologi yang bekerja pada daerah penelitian dilakukan dengan beberapa cara

yaitu:

98
1. Melakukan interpretasi pola kontur pada peta topografi

2. Mengamati dan mengenali jenis struktur yang dijumpai di lapangan.

3. Mengamati bentuk dan mengukur parameter terukur struktur yang dijumpai

dalam keadaan sebenarnya di lapangan seperti kekar yang dijumpai.

4. Melakukan pengukuran kedudukan dari unsur struktur yang dapat diukur,

misalnya kedudukan perlapisan batuan, kedudukan bidang yang diindikasikan

sebagai bidang sesar, serta pengukuran kekar.

5. Membuat sketsa atau foto dari struktur geologi maupun unsur struktur yang

dijumpai di lapangan.

6. Menganalisis parameter struktur yang terukur dari data kuantitatif dalam

bentuk statistik dan dibuat dalam bentuk diagram – diagram pola, untuk

diketahui gambaran umum pola strukturnya. Contohnya yaitu pengolahan

data kekar dengan menggunakan diagram rose (diagram kipas) dan proyeksi

stereografis

7. Menganalisis dan mendiskusikan mekanisme struktur daerah penelitian dari

hasil pengolahan semua data yang dihubungkan dengan kondisi tektonik

regional hasil penelitian oleh peneliti terdahulu.

Keberadaan struktur geologi pada daerah penelitian diindikasikan oleh

adanya kekar, lipatan, serta aspek fisik lainnya yang membuktikan keberadaan

struktur geologi tersebut.

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dijelaskan

sebelumnya maka indikasi struktur geologi yang dijumpai pada daerah penelitian

terdiri atas :

99
1. Struktur Lipatan.

2. Struktur kekar.

3. Struktur sesar.

4.2.1 Analisa Struktur Lipatan

Lipatan (fold) merupakan gerakan menggelombang pada batuan di bumi.

Kenampakannya sangat jelas pada Formasi yang berlapis, seperti pada batuan

sedimen atau batuan vulkanik, atau jenisnya yang telah termetamorfisme. Namun

pada batuan yang menampakkan perlapisan atau foliasi semisal banded gabbro

atau granite gneiss juga dapat menampakkan perlipatan (Billings, 1946).

Selama seabad terakhir terminologi yang cukup rinci telah dikembangkan

untuk mendeterminasi aspek geometri dari lipatan. Banyak teori yang berdasarkan

pada kenampakan lipatan yang diamati di penampang vertikal yang tegak lurus

terhadap strike axial plane dari lipatan. Penamaan struktur lipatan pada

penampang terutama didasari pada sikap atau posisi axial plane dan limb

(Billings, 1946).

Gambar 4.2 Struktur perlipatan dan komponennya (McClay, 2007).

100
Hinge line/fold axis (sumbu lipatan) merupakan garis pada lengkungan

maksimum di permukaan lipatan. Axial plane merupakan bidang yang padanya

terdapat hinge lines dalam suatu lipatan. Lipatan dapat dikatakan simetris bila

limb pada sisi lain axial plane memiliki panjang yang sama, dan lipatan tidak

simetris jika tidak demikian (McClay, 2007).

Berdasarkan pada sifat axial plane dan limb, perlipatan secara umum dapat

dibagi menjadi antiklin dan sinklin. Antiklin merupakan lipatan yang berbentuk

cembung ke atas, pada perlipatan yang lebih rumit, tahapan perkembangannya

akan menampakkan sikap tertentu. Selain itu, perlipatan berdasarkan sifat axial

plane dan limb dapat dibagi lebih mendetail menjadi overtuned fold, recumbent

fold, isoclinal fold, chevron fold, fan fold dan lain sebagainya (Billings, 1946).

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan

maka dapat diintepretasikan bahwa struktur lipatan yang terdapat pada daerah

penelitian berupa lipatan sinklin yang disebabkan oleh gaya kompresi dimana

gaya tersebut terus berlangsung sehingga melewati batas elastisitas batuan dan

menyebabkan adanya patahan.

Gambar 4.3 Kenampakan limb kiri dan limb kanan yang memperlihatkan lipatan sinklin
pada stasiun 82 dan 84

101
Gambar 4.4 Analisis Lipatan Dengan Streonet di Sungai Pancuma

Tabel 4.1 Tabel Hasil Analisa Lipatan di Sungai Pancuma stasiun 82 dan 84
axial line axial surface limb kiri limb kanan
trend plunge strike dip strike dip strike dip
261 18 150 67 85 78 234 37

Analisis terhadap gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan pada daerah

penelitian mengacu pada Teori sistem Harding (1973), yang menyatakan bahwa

arah umum gaya tektonik yang membentuk lipatan adalah relatif tegak lurus

102
sumbu lipatan. Berdasarkan hasil rekonstruksi lipatan diperoleh arah sumbu

lipatan, yaitu pada lipatan sinklin yang berarah relatif barat baratdaya – timur

timur laut 18º/N 261ºE.

Penentuan umur lipatan pada daerah penelitian yakni didasari oleh korelasi

umur perlipatan secara regional yang berumur miosen tengah sehingga dapat

disimpulkan bahwa lipatan daerah penelitian berumur miosen tengah.

4.2.2 Analisa Struktur Kekar

Kekar (joint) merupakan rekahan pada batuan dimana tidak ada atau sedikit

sekali mengalami pergeseran (Asikin, 1979). Sedangkan menurut Ragan (2001),

kekar merupakan suatu retakan pada batuan (fracture) yang relatif tidak

mengalami pergeseran pada bidang rekahnya. Struktur kekar merupakan rekahan

yang tidak memperlihatkan pergeseran atau sedikit mengalami pergeseran (Jaya

dan Maulana, 2018).

Hal-hal yang diidentifikasi dalam pengamatan kekar di lapangan meliputi

pengukuran lebar, bukaan kekar, jarak/spasi kekar, posisi kekar pada singkapan

batuan, mengukur kedudukan kekar dan pengambilan data kekar dalam bentuk

foto.

Adapun kriteria penentuan jenis kekar pada daerah penelitian umumnya

berdasarkan bentuk dan genesanya. Klasifikasi kekar berdasarkan bentuknya,

(Hodgson dalam Asikin, 1979) terdiri atas :

1. Kekar Sistematik yaitu kekar yang umumnya selalu dijumpai dalam bentuk

pasangan. Tiap pasangannya ditandai oleh arahnya yang serba sejajar atau

hampir sejajar jika dilihat dari kenampakan di atas permukaan.

103
2. Kekar Tidak Sistematik yaitu kekar yang tidak teratur susunannya, dan

biasanya tidak memotong kekar yang lainnya dan permukaannya selalu

lengkung dan berakhir pada bidang perlapisan.

Pengelompokan kekar berdasarkan genetiknya terdiri atas :

1. Compression Joints atau Kekar Gerus yaitu kekar yang diakibatkan oleh

adanya tekanan biasanya dikenal juga dengan shear joints.

2. Extention Joints atau kekar tarik merupakan kekar yang diakibatkan oleh

tarikan, terbagi atas dua jenis yaitu :

a. Extention joint yaitu kekar yang disebabkan oleh tarikan / pemekaran.

b. Release Joints yaitu kekar yang disebabkan karena berhentinya gaya

bekerja.

Kekar pada daerah penelitian dikelompokkan atas dasar bentuk dan

genetiknya, melalui hasil pengamatan dan pengukuran yang dijumpai dilapangan.

Berdasarkan bentuknya, maka kekar pada daerah penelitian termasuk dalam kekar

shear joint (gerus) kekar-kekar ini dijumpai dalam bentuk saling berpasangan,

kekar ini membentuk suatu pola atau sistem kekar yang sistematik atau teratur

dengan kenampakan yang relatif sejajar terhadap satu sama lain serta memiliki

kekar pasangan yang saling berpotongan (cross joint). Kekar gerus ini dijumpai di

lokasi penelitian pada batuan sedimen dengan litologi konglomerat dan perlapisan

batupasir dan batulempung, dapat dilihat pada (Gambar 4.5) dan (Gambar 4.6).

Struktur kekar pada daerah penelitian diukur untuk mendapatkan arah tegasan

utama yang bekerja dan berkembang pada daerah penelitian, data pengukuran

tersebut berupa arah jurus rekahan (strike) dan sudut kemiringan bidang rekahan

104
terhadap bidang horizontal (dip). Terdapat dua stasiun pengukuran struktur kekar

pada daerah penelitian yang dijumpai di Sungai Mosologi dengan litologi

konglomerat dan Sungai Pancuma dengan litologi perlapisan batpasir dan

batulempung dengan data yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan analisa

menggunakan georose dan proyeksi stereograph seperti pada (Gambar 4.7) dan

(Gambar 4.8).

Gambar 4.5 Kenampakan kekar gerus dengan litologi konglomerat di Sungai Mosologi
pada stasiun 64.

Foto 4.6 Kenampakan kekar gerus dengan litologi perlapisan batupasir dan batulempung
di Sungai Pancuma pada stasiun 83.
105
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran kekar pada litologi
konglomerat di Sungai mosologi pada
stasiun 64.

strike strike
No. dip (°) No. dip (°)
(N…°E) (N…°E)
1 138 78 21 44 77
2 27 76 22 221 79
3 28 75 23 303 55
4 143 78 24 104 64
5 36 74 25 126 48
6 136 76 26 128 69
7 9 75 27 114 64
8 107 32 28 34 58
9 61 39 29 209 61
10 19 44 30 341 75
11 39 53 31 261 63
12 109 65 32 178 59
13 27 80 33 117 52
14 105 73 34 11 72
15 349 84 35 203 65
16 351 59 36 284 71
17 275 26 37 282 59
18 297 81 38 16 56
19 98 74 39 54 65
20 119 67 40 153 68

Gambar 4.7 Hasil pengolahan struktur kekar dengan diagram kipas pada Stasiun 64 di
Sungai Mosologi

106
Hasil analisis kekar dengan menggunakan diagram kipas pada stasiun 64

dengan litologi Konglomerat di Sungai Mosologi diperoleh sumbu tegasan utama

maksimum (σ1) yang bekerja pada daerah penelitian relatif berarah timur timurlaut

– barat baratdaya (N65oE), sumbu tegasan minimum (σ3) yaitu relatif berarah

utara baratlaut – selatan menenggara (N335oE).

Gambar 4.8 Hasil pengolahan struktur kekar dengan stereograf Pada


Stasiun 64 di Sungai Mosologi.

Hasil analisa populasi kekar diatas dengan menggunakan stereograf di

Sungai Mosologi dengan populasi kekar berjumlah 40 data kekar, data kekar

terdapat pada batuan Konglomerat dengan orientasi jurus shear fracture 1 relatif

berarah timur laut – barat daya (N30oE) dengan kemiringan/dip kekar 76°, dan

orientasi jurus shear fracture 2 yaitu timur menenggara – barat baratlaut (N108oE)

107
dengan kemiringan/dip kekar 66°, bidang bantu yaitu berarah N269oE, dengan

kemiringan/dip bidang bantu 26°, sehingga orientasi tegasan dapat ditentukan

dengan orientasi tegasan maksimum (σ1) relatif berarah timur timurlaut – barat

baratdaya 24°,N64°E orientasi tegasan menengah (σ2) relatif berarah selatan -

utara 66°,N179°E orientasi tegasan minimum (σ3) relatif berarah utara baratlaut –

selatan menenggara 24°,N114°E.

Tabel 4.3 Data hasil pengukuran kekar pada stasiun 83 di


Sungai Pancuma.
No strike (N… dip(° No strike (N… dip(°
. °E) ) . °E) )
1 349 70 17 24 70
2 29 74 18 23 69
3 347 71 19 348 48
4 28 74 20 349 69
5 345 75 21 44 34
6 27 72 22 46 67
7 140 72 23 213 56
8 333 71 24 346 69
9 156 64 25 11 74
10 31 69 26 193 49
11 284 57 27 179 51
12 171 65 28 36 44
13 174 70 29 165 70
14 287 53 30 25 72
15 328 58 31 339 59
16 5 63 32 72 64

Hasil analisis kekar dengan menggunakan diagram kipas (Gambar 4.9)

pada stasiun 83 dengan litologi perselingan batulempung dengan batupasir.

Diperoleh sumbu tegasan utama maksimum (σ1) yang bekerja pada daerah

penelitian relatif berarah utara – selatan (N5oE), sumbu tegasan minimum (σ3)

yaitu relatif berarah barat – timur (N55oE).

108
Gambar 4.9 Hasil pengolahan struktur kekar dengan diagram kipas pada stasiun 83 di
Sungai Pancuma

Hasil analisis populasi kekar diatas dengan menggunakan stereograf di

Sungai Pancuma dengan populasi kekar berjumlah 32 data kekar, data kekar

terdapat pada litologi batupasir dan batulempung dengan orientasi jurus shear

fracture 1 relatif berarah utara timurlaut – selatan baratdaya yaitu N26oE dengan

kemiringan/kekar sesar 71°, dan orientasi jurus shear fracture 2 relatif berarah

utara baratlaut – selatan menenggara N345oE dengan kemiringan/dip kekar 72°,

bidang bantu yaitu berarah N186oE, dengan kemiringan/dip bidang bantu 20°,

sehingga orientasi tegasan dapat ditentukan dengan orientasi tegasan maksimum

(σ1) yaitu relatif berarah utara – selatan 1°,N4°E orientasi tegasan menengah (σ2)

relatif berarah timur – barat 70°,N93°E orientasi tegasan minimum (σ3) relatif

berarah utara baratlaut – selatan menenggara 20°,N274°E.

109
Gambar 4.10 Hasil pengolahan struktur kekar dengan stereograf pada Stasiun 83 di
Sungai Pancuma.

4.2.3 Analisa Struktur sesar

Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan

bumi yg menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain.

Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar

terhadap blok yg lain. Sesar umumnya berhubungan dengan struktur yang lain

terutama rekahan secara umum, lipatan, bidang belahan dan sebagainya.

Pergerakan yg tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa mengakibatkan gempa

bumi. Sesar (fault) merupakan bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan

yang sudah mengalami pergeseran (Ragan 2009). Menurut Ragan (2009) ada dua

110
hal yang terdapat pada slip batuan yakni slip sejajar dengan kemiringan (dip)

bidang patahan dan slip yang sejajar dengan jurus strike bidang patahan.

Berdasarkan atas hal tersebut, slip batuan diklasifikasikan atas :

1. Dip Slip

a. Normal Slip : Blok Hanging wall relatif bergerak kebawah

b. Reverse Slip : Blok Hanging wall relatif bergerak keatas

2. Strike slip

a. Right slip : Blok sebelah kiri relatif bergerak ke kanan

b. Left slip : sebelah kanan relatif bergerak ke kiri

Idealnya strike slip fault memiliki arah slip horizontal sedangkan normal dan

riverse fault memiliki arah slip searah dip. Namun terdapat penyimpangan dari

arah dip slip dan strike slip sebenarnya dalam artian arah slip memiliki net slip

dan rake sehingga patahan tersebut dikatakan oblique (Fossen 2010).

Menurut Ragan (2009) disebutkan bahwa patahan dan lipatan selalu

ditemukakn bersamaan. Dispesifikasikan hubugan antara patahan dan lipatan

bervariasi, terbagi atas dua yaitu:

1. Patahan terbentuk setelah pembentukan lipatan yang telah melewati batas

elastisitasnya yang dapat terjadi akibat deformasi batuan yang berlangsung

terus menerus.

2. Lipatan yang terbentuk akibat adanya patahan. Selama adanya pergeseran

satu blok batuan terhadap blok batuan lainnya akan menyebabkan efek

perubahan terhadap blok batuan itu sendiri

111
Pembentukan sesar geser pada kenyataannya tidak merupakan suatu garis

lurus, tetapi akan terdapat lekukan pada zona sesar tersebut, pada daerah inilah

yang kemudian akan membentuk sesar naik (restraining) atau sesar turun

(releasing) sebagai struktur ikutan dari sesar geser tersebut (Robert & Eldridge,

1992) dalam Frohlich, (2006). Gaya yang bekerja dalam satu titik akan

menghasilkan gaya kompresi dimana gaya utama maksimum horizontal gaya

utama minimum vertikal.dan gaya extension dimana gaya utama maksimum

vertikal gaya utama minimum horizontal.

Anderson (1951) dalam Fossen (2010) membuat klasifikasi sesar berdasarkan

pada pola prinsip sumbu tegasan, yaitu tegasan terbesar/maksimum ( σ1), tegasan

intermediet (σ2) dan tegasan minimum (σ3) istilah lainnya disebutkan bahwa satu

tegasan vertikal (Sv) dan horizontal maksimum (Shmax) dan serta tegasan

minimum (Shmin). Berdasarkan hal tersebut sesar dibagi atas 3, yaitu sesar naik

(trust fault) sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar (strike slip fault).

1. Sesar normal (normal fault) terbentuk apabila Sv merupakan principal stress

maksimum (σ1), Shmax adalah principal stress menengah (σ2), dan Shmin

merupakan principal stress minimum (σ3).

2. Sesar naik (reverse fault) terbentuk apabila Shmax merupakan principal stress

maksimum (σ1), Shmin adalah principal stress menengah (σ2), dan Sv

merupakan principal stress minimum (σ3).

112
3. Sesar mendatar (strike-slip fault) terbentuk apabila Shmax merupakan prinsipal

stress maksimum (σ1), Sv adalah prinsipal strees menengah (σ2), dan Shmin

merupakan principal stress minimum (σ3).

Gambar 4.11 Animasi Step over system sesar mendatar (Fossen 2010).

113
Gambar 4.12 Hubungan antara orientasi principal stress dan tectonic regime, bidang
kompresi “P” dan bidang tension “T” menurut anderson, 1951 dalam
Fossen 2010

Tabel 4.4 Magnitude tegasan relatif dan rezim pensesaran (zobback, 2009)
Tegasan
σ σ
Rezim σ1
2 3

Regime Extensional Sv Shmax Shmin


Regime Strike Slip Shmax Sv Shmin

Regime Kompresi Shmax Shmin Sv

A. Klasifikasi Sesar
Berdasarkan teori mengenai hubungan sesar dan tegasan yang

mempengaruhinya yang memiliki karakteristiknya masing-masing, oleh karna itu

perlunya kita klasifikasikan sesar berdasarkan data utama yang digunakan yaitu

114
kedudukan bidang sesar, pitch striasi dan arah pergerakannya yang berguna untuk

menentukan sesar yang berkembang daerah penelitian, dalam penelitian ini

penulis menggunakan klasifikasi sesar menurut (Gultaf, 2014) dimana klasifikasi

sesar ini dibuat berdasarkan nilai rake/pitch yang diukur dari jurus bidang

sesarnya dan arah pergerakannya, yang diadopsi dari klasifikasi (Rickard,1972)

dalam (ragan,2009) yang disederhanakan agar lebih mudah digunakan dan

penamaan klasifikasi sesar ini menggunakan bahasa Indonesia, Seperti pada

(Gambar 4.13)

Klasifikasi sesar berdasarkan nilai pitch ini dibuat agar representatif dengan

pengukuran nilai pitch di lapangan yang diukur terhadap strike bidang sesar. Nilai

pitch yang digunakan dalam klasifikasi ini yaitu 0°-180° positif (+) untuk

pergerakan naik dan 0°-180° negatif (-) untuk pergerakan turun. Klasifikasi

dibawah ini terdiri dari 2 sesar yang di anggap murni bergerak sejajar strike yaitu

sesar geser mengiri dan sesar geser menganan dan 2 sesar yang di anggap murni

bergerak sejajar dip yaitu sesar naik dan sesar turun sedangkan sesar sesar transisi

di antara sesar geser dan sesar sejajar dip merupakan sesar diagonal yang terdiri

dari dua sesar dari tiap kuadrannya.

Klasifikasi di bawah ini Berdasarkan pergerakannya dapat digolongkan

sebagai berikut yaitu sesar geser mengiri dengan nilai pitch -10° sampai +10°,

dan sesar geser menganan dengan nlai pitchnya -170° sampai +170°,dan sesar

yang bergerak relatif sejajar dip yaitu sesar turun dengan nilai pitch -80° sampai

-100° dan sesar naik dengan nilai pitch +80° sampai +100°, sesar diagonal

sinistral positif (+) terbagi dua yaitu sesar mengiri naik dengan nilai pitch +10°

115
sampai +45° dan sesar naik mengiri dengan nilai pitch +45° sampai +80°.

Sedangkan untuk sesar sinistral negatif (-) terbagi dua yaitu sesar mengiri turun

dengan nilai pitch -10° sampai -45° dan sesar turun mengiri dengan nilai pitch

-45° sampai -80°. Serta untuk sesar diagonal dextral (+) terdiri dari sesar naik

menganan dengan nilai pitch +100° sampai +135° dan sesar menganan naik

dengan nilai pitch +135° sampai +170° sedangkan untuk sesar dextral negatif (-)

terbagi dua yaitu sesar turun menganan dengan nilai pitch -100° sampai -135° dan

sesar menganan turun dengan nilai pitch -135° sampai -170°, seperti pada gambar

di bawah ini.

Gambar 4.13 Klasifikasi sesar berdasarkan nilai rake dan arah pergerakan sesarnya
(Gultaf, 2014)

B. Hukum Dihedral.

116
Pengukuran bidang-bidang sesar dan gelinciran atau gores-garis dapat

dinyatakan secara numerik berupa jurus, kemiringan, arah gelinciran, dan pitch,

(Gambar 4.13) memperlihatkan kedudukan sesar dan arah gelinciran dengan

proyeksi bagian bawah dari jaring Schmid. Bidang sesar adalah PF, gores-garis

adalah A (arah panah mengindikasikan gerak dan komponen normal). Selanjutnya

kita dapat membuat bidang bantu (PA) yang tegak lurus gores-garis (A) dan tegak

lurus bidang sesar (PF). Bidang tersebut mempunyai sebuah definisi geometri

yang murni dan bukan sebagai bidang kembarnya atau bidang konjugasinya,

kedua bidang PA dan PF membentuk empat hukum dihedral (quatre dièdres

droits) yang diperlihatkan pada (Gambar 4.14), daerah titik-titik (P) merupakan

dihedral tekanan di mana terdapat σ1 dan daerah titik warna putih (T) merupakan

dihedral tarikan dimana terletak σ3. (Laboratorium Geologi Dinamik ITB, 2009).

Gambar 4.14 Stereografis dari mekanisme sebuah sesar.

117
Kenampakan morfologi secara langsung di lapangan serta pada peta

topografi dapat dikenali dengan adanya pergeseran punggung bukit, pelurusan

punggung bukit, pelurusan sungai, kelokan sungai yang sangat tajam, dan

perbandingan kerapatan kontur yang menyolok serta bentukan lahan yang

terbentuk akibat pergerakan sesar seperti gawir sesar. Data yang didapatkan

dilapangan kemudian dipadukan dengan hasil interpretasi peta topografi dan hasil

analisa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian dengan

menggunakan diagram kipas dan stereonet sehingga keberadaan sesar dilokasi

penelitian dapat disimpulkan. Selain itu identifikasi struktur juga harus tetap

mengacu terhadap setting tektonik regional yang mempengaruhi daerah penelitian.

Berdasarkan hasil analisa terhadap data lapangan berupa data primer

ataupun data sekunder, korelasi terhadap tektonik regional serta interpretasi

topografi maka sesar yang bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser dan

sesar naik. Untuk mempermudah pembahasan maka sesar ini diberi nama

belakang berdasarkan nama geografis daerah yang dilalui sesar yaitu Sesar Geser

Tojo, Sesar Geser Mosologi, Sesar Geser Pancuma, dan sesar Naik Pancuma.

4.2.3.1 Sesar Geser Mengiri Tojo

Sesar geser Tojo yang berada pada bagian selatan daerah penelitian, yang

memanjang relatif dari selatan ke arah baratdaya daerah penelitian, melewati desa

Tojo lebih tepatnya berada pada Sungai Tojo sehingga sesar Geser Mengiri ini

dinamakan sesar geser mengiri Tojo. Penentuan sesar Geser Tojo ini didasarkan

adanya data primer seperti striasi dengan menggunakan klasifikasi Gultaf, 2014.

Yang menunjukkan jenis sesar geser mengiri dan data sekunder yang dijumpai

118
dilapangan, interpretasi topografi dari pola kontur serta data geologi regional yang

melewati satuan konglomerat dan alluvial.

Sesar geser mengiri Tojo ini memiliki dimensi yang lebih kecil di

bandingkan sesar geser mengiri Mosologi pada daerah penelitian. Berdasarkan

hasil analisa tegasan sesar geser mengiri Tojo ini memiliki rezim tegasan atau tipe

gaya strike-slip sehingga sesar yang terbentuk benar adanya yaitu sesar stike slip

yang disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan yaitu Sesar Geser Mengiri.

Gambar 4.12 Dijumpai stritiasi pada litologi konglomerat merupakan indikasi geologi yang
menandakan adanya jalur sesar geser yang dijumpai pada stasiun 12.

119
Gambar 4.13 Dijumpai stritiasi pada litologi konglomerat pada stasiun 14.

Gambar 4.14 Kenampakan gawir sesar pada batuan konglomerat stasiun 11, merupakan
indikasi geologi yang menandakan adanya sesar. Arah foto ke utara

120
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran striasi yang dilakukan di

lapangan yang terdapat pada daerah penelitian, maka dapat diintepretasikan

bahwa adanya struktur sesar melewati jalur sungai ini. Berikut data hasil

pengukuran data bidang sesar, pitch dan pergerakannya seperti dibawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran bidang sesar, pitch dan pergerakannya di Sungai Tojo.
No. Strike/dip pitch Nama sesar
1 N110°E 70° 5° Sesar Mengiri Klasifikasi menurut
2 N107°E 72° -15° Sesar Mengiri Turun Gultaf 2014

pengukuran bidang sesar terdiri dari beberapa data pengukuran dan dalam

pengolahan data sesar dan analisa dari bidang sesar tersebut menggunakan

software fault-Kin (lihat Gambar 4.18 dan Tabel 4.6) untuk mengetahui arah

tegasan utama atau densitas tegasan serta jenis sesar yang terbentuk menggunakan

prinsip hukum dihedral.

A B
. .

Gambar 4.18 Hasil Analisa bidang sesar menggunakan prinsip hukum dihedral di sungai
Tojo.
Hasil analisa pengolahan data sesar dengan metode dihedral yang terdapat

pada Sungai Tojo dengan jumlah 2 data sesar yang konsisten dan terdapat pada

singkapan dengan litologi konglomerat dengan orientasi jurus sesar Timur

menenggara – Barat baratlaut yaitu N107°E – N110°E, dengan kemiringan/dip

121
sesar 70°- 72°, serta pitch sesar berkisar 5° – (-15°) sehingga dapat disimpulkan

sesar ini adalah sesar mengiri. Hasil analisa gaya dalam penentuan tipe tegasan

didapatkan nilai rata-rata dengan orientasi tegasan maksimum (σ1) relatif berarah

Timur Laut – Barat Daya yaitu 17°, N66°E, orientasi tegasan menengah (σ2) relatif

berarah Barat Daya – Timur Laut yaitu 70°, N212°E, dan orientasi tegasan

minimum (σ3) relatif berarah Barat Laut - Tenggara yaitu 10°, N332°E.

Berdasarkan hasil analisa Densitas tegasan σ1, σ2, dan σ3 diatas, tipe tensor

tegasan yang bekerja yaitu σ2 secara umum menunjukkan posisi tegasan relatif

sub-vertikal dan σ1 secara umum menunjukkan posisi tegasan yang relatif sub-

horizontal serta σ3 menunjukan hasil orientasi yang horizontal. Hasil analisa

Densitas tegasan σ1, σ2, dan σ3 yang di sesuaikan dengan prinsip tegasan dapat

disimpulkan bahwa tipe tegasan di Sungai Tojo yaitu tipe tegasan miring atau

oblique stress type, dengan demikian sejarah dan jenis pensesaran secara umum

membentuk atau dipengaruhi oleh sesar oblique. Hasil analisa densitas tegasan ini

di sesuai dengan hasil plot nilai pitch pada klasifikasi gultaf 2014 bahwa sesar

yang dijumpai adalah sesar oblique dengan nama sesar sesuai klasifikasi yaitu

sesar geser mengiri dan mengiri turun.

Menurut Sippel (2009), penyebab sumbu tegasan yang miring (oblique stress

type) adalah karna dipengaruhi oleh struktur tua atau struktur geologi yang

sebelumnya telah ada dan mempengaruhi tegasan dan sesar yang akan terbentuk

setelahnya, selain itu juga menunjukkan heterogenitas formasi batuan di daerah

penelitian sangat tinggi yang dipengaruhi oleh bidang rekahan atau sesar yang

122
telah ada sebelumnya (pre-existing fault) sehingga mempengaruhi sesar yang akan

terbentuk setelahnya.

Penentuan umur dari pembentukan sesar pada daerah penelitian ini yaitu

berdasarkan umur batuan termuda yang dilewati sesar geser ini, sehingga dapat

disimpulkan bahwa umur pembentukan Sesar Mengiri Tojo berumur Post Miosen

Tengah.

Tabel 4.6 Tabel Hasil Analisa sesar di Sungai Tojo

Orientasi dan
No. Lokasi Litologi P (σ 1 ) B (σ 2 ) T (σ 3 ) tipe gaya
tipe sesar
TMg-BBL,
1 Konglomerat 10°, N66°E 69°, N185°E 18°, N332°E Strike Slip
sesar mengiri
Sungai
Tojo TMg-BBL,
2 Konglomerat 23°, N65°E 67°, N238°E 3°, N334°E Oblique sesar mengiri
Turun
TMg-BBL,
Total 17°, N66°E 70°, N212°E 10°, N332°E Oblique
sesar mengiri

4.2.3.2 Sesar Geser Mengiri Mosologi.

Sesar geser Mosologi yang berkerja pada bagian Tengah daerah penelitian,

yang memanjang relatif dari barat ke timur daerah penelitian, melewati desa Tojo

lebih tepatnya berada pada Sungai Mosologi sehingga sesar geser mengiri ini

dinamakan sesar geser mengiri Mosologi. Sesar ini dijumpai melewati satuan

konglomerat.

Penentuan sesar geser Mosologi ini didasarkan adanya data primer seperti

Gawir Sesar di sepanjang jalur Sungai Mosologi sebagai akibat adanya

pergerakan sesar geser yang pernah terjadi pada lokasi ini yang melewati zona

lemah yaitu Sungai Mosologi sehingga dapat tersingkapnya gawir sesar ini dan

data sekunder yang dijumpai dilapangan berupa kelokan sungai, interpretasi

123
topografi yang diliat dari kerapatan kontur dan pergereseran bentuk topografi

daerah penelitian.

Sesar geser mengiri Mosologi ini memiliki dimensi yang lebih besar

dibandingkan sesar geser dan sesar naik yang terdapat pada daerah penelitian.

Berdasarkan hasil interpretasi topografi yang disesuaikan dengan bukti-bukti

lapangan sehingga dapat disimpulkan sesar yang terbentuk daerah mosologi yaitu

sesar geser mengiri.

Gambar 4.19 Kenampakan gawir sesar pada batuan konglomerat stasiun 64, merupakan
indikasi geologi yang menandakan adanya sesar. Arah Foto N 1350E.

124
Gambar 4.20 Kenampakan gawir sesar pada batuan konglomerat stasiun 56,
merupakan indikasi geologi yang menandakan adanya sesar.

Penentuan umur dari pembentukan sesar pada daerah penelitian ini yaitu

berdasarkan umur batuan termuda yang dilewati sesar geser ini, sehingga dapat

disimpulkan bahwa umur pembentukan sesar mengiri Mosologi berumur Post

Miosen Tengah.

4.2.3.3 Sesar Geser Menganan Naik Pancuma

Sesar geser Pancuma yang berada pada bagian utara daerah penelitian,

yang memanjang relatif kearah barat laut daerah penelitian, melewati desa

Pancuma lebih tepatnya berada pada Sungai Pancuma sehingga sesar Geser

Menganan ini dinamakan sesar geser menganan Pancuma. Sesar ini dijumpai

melewati satuan perselingan batupasir dan batulempung. Penentuan sesar geser

Pancuma ini didasarkan adanya data primer seperti offset litologi dilantai sungai

125
yang di temukan pada stasiun 79 yang menunjukkan sesar geser menganan,

cermin sesar yang menunjukkan adanya striasi pada bidang sesar yang

diklasifikasikan menggunakan klasifikasi Gultaf, 2014 yang menunjukkan jenis

sesar geser menganan naik, serta terdapat tebing tinggi di sepanjang sungai yang

di interpretasikan merupakan gawir sesar dari pergerakan sesar geser menganan

naik ini dan data sekunder yang dijumpai dilapangan, serta interpretasi topografi

dari kontur dan data geologi regional.

Sesar geser menganan naik ini memiliki dimensi yang paling kecil di

bandingkan Sesar geser lainnya yang terdapat pada daerah penelitian. Berdasarkan

hasil analisa tegasan sesar geser menganan Pancuma ini memiliki rezim tegasan

atau tipe gaya strike-slip sehingga sesar yang terbentuk benar adanya yaitu sesar

stike slip yang disesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan yaitu sesar geser

menganan naik.

Gambar 4.21 Kenampakan offset litologi pada batuan perselingan batupasir dan
batulempung di stasiun 79 dilantai Sungai Pancuma, merupakan indikasi
menandakan adanya sesar geser menganan.

126
Gambar 4.22 Kenampakan gawir sesar pada batuan konglomerat stasiun 83, merupakan
indikasi geologi yang menandakan adanya sesar. Arah Foto N 275ºE.

Gambar 4.23 Kenampakan striasi pada bidang sesar di Sungai Pancuma Stasiun 84
dengan litologi konglomerat

127
Gambar 4.24 Kenampakan striasi pada bidang sesar di Sungai Pancuma Stasiun 83
dengan litologi konglomerat, arah foto
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran striasi yang dilakukan di

lapangan yang terdapat pada daerah penelitian, maka dapat diintepretasikan

bahwa struktur sesar melewati jalur sungai ini dan dapat dianalisis tegasan utama

sesar ini berdasarkan stritiasinya dengan streonet, berikut data hasil pengukuran

data bidang sesar, pitch dan pergerakannya seperti dibawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran bidang sesar, pitch dan pergerakannya di Sungai Pancuma.
No. Strike/dip Pitch Nama sesar
1 N330°E 68° 150° Geser Menganan Naik
2 N332°E 72° 148° Geser Menganan Naik Klasifikasi menurut
3 N327°E 75° 155° Geser Menganan Naik Gultaf 2014
4 N325°E 72° 153° Geser Menganan Naik

Hasil pengukuran bidang sesar terdiri dari beberapa data pengukuran yaitu

dalam pengolahan data sesar dan analisa dari bidang sesar tersebut menggunakan

software fault-Kin Win 64 (lihat Gambar 4.25 dan Tabel 4.8) untuk mengetahui
1 2

128
3 4

arah tegasan utama atau densitas tegasan serta jenis sesar yang terbentuk

menggunakan prinsip hukum dihedral.

Gambar 4.25 Hasil Analisa bidang sesar menggunakan prinsip hukum dihedral di sungai
Pancuma.
Tabel 4.8 Hasil Analisa PBT sesar di Sungai Pancuma.
No tipe Orientasi dan
Lokasi Litologi P (σ1) B (σ2) T (σ3)
. gaya tipe sesar
36°,
batupasir, 4°, 56°, Obliqu BL-Tg, sesar
1 batulempung N21°E N116°E 
N288°
e menganan Naik
E
35°,
batupasir, 8°, 54°, Obliqu BL-Tg, sesar
2 batulempung N23°E N123°E 
N289°
e menganan Naik
Sungai E
Pancuma 28°,
Konglomerat, 6°, 63° Obliqu BL-Tg, sesar
3 batupasir N16°E N118°E 
N282°
e menganan Naik
E
33°,
Konglomerat, 5°, 58°, Obliqu BL-Tg, sesar
4 batupasir N17°E N114°E 
N283°
e menganan Naik
E

129
6°,  58° 33°t, Obliqu BL-Tg, sesar
total
N19°E N118°E N286°E e menganan Naik
Hasil analisa pengolahan data sesar dengan metode dihedral yang terdapat

pada Sungai Pancuma dengan jumlah 4 data sesar dan terdapat pada singkapan

dengan litologi konglomerat dengan orientasi jurus sesar Baratlaut – Tenggara

yaitu N325°E - N332°E, dengan kemiringan/dip sesar 68°- 75°, serta pitch sesar

berkisar 148° – 155° sehingga dapat disimpulkan sesar ini adalah sesar menganan

naik. Hasil analisa gaya dalam penentuan tipe tegasan didapatkan nilai rata-rata

dengan orientasi tegasan maksimum (σ1) relatif berarah Utara Timurlaut – selatan

baratdaya yaitu 6°,N19°E, orientasi tegasan menengah (σ2) relatif berarah timur

menenggara – barat baratlaut yaitu 58°, N118°E, dan orientasi tegasan minimum

(σ3) relatif berarah barat baratlaut – timur menenggara yaitu 33°, N286°E.

Berdasarkan hasil analisa Densitas tegasan σ1, σ2, dan σ3 diatas, tipe tensor

tegasan yang bekerja yaitu σ2 secara umum menunjukkan posisi tegasan relatif

sub-vertikal dan σ1 secara umum menunjukkan posisi tegasan yang relatif

horizontal serta σ3 menunjukan hasil orientasi yang sub-horizontal. Hasil analisa

Densitas tegasan σ1, σ2, dan σ3 yang di sesuaikan dengan prinsip tegasan dapat

disimpulkan bahwa tipe tegasan di Sungai Pancuma yaitu tipe tegasan miring atau

oblique stress type, dengan demikian sejarah dan jenis pensesaran secara umum

membentuk atau dipengaruhi oleh sesar oblique. Hasil analisa densitas tegasan ini

di sesuai dengan hasil pengeplotan nilai pitch pada klasifikasi gultaf 2014 bahwa

sesar yang dijumpai adalah sesar oblique dengan nama sesar sesuai klasifikasi

yaitu sesar geser menganan naik.

130
Menurut Sippel (2009), penyebab sumbu tegasan yang miring (oblique stress

type) adalah karna dipengaruhi oleh struktur tua atau struktur geologi yang

sebelumnya telah ada dan mempengaruhi tegasan dan sesar yang akan terbentuk

setelahnya, selain itu juga menunjukkan heterogenitas formasi batuan di daerah

penelitian sangat tinggi yang dipengaruhi oleh bidang rekahan atau sesar yang

telah ada sebelumnya (pre-existing fault) sehingga mempengaruhi sesar yang

akan terbentuk setelahnya.

Penentuan umur dari pembentukan sesar pada daerah penelitian ini yaitu

berdasarkan umur batuan termuda yang dilewati sesar geser ini, sehingga dapat

disimpulkan bahwa umur pembentukan sesar geser menganan naik pancuma ini

berumur Post Miosen Tengah.

4.3 Mekanisme Struktur Geologi Daerah Penelitian

Gambar 4.26 Mekanisme pembentukan sesar berdasarkan konsep Harding, (1973).

131
Mekanisme pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian didasarkan

pada pendekatan teori Harding (1973), yang dapat di interpretasi dari hasil

penggabungan dengan data analisis kekar, analisa lipatan dan analisa sesar serta

penciri sesar yang dijumpai di lapangan. Gaya yang bekerja pada pembentukan

struktur secara regional mengakibatkan gaya imbas yang menghasilkan arah gaya

secara lokal sehingga menyebabkan terbentuknya struktur geologi pada daerah

penelitian.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa mekanisme

pembentukan struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian terjadi dalam

dua fase atau dua periode pembentukan struktur geologi. Mekanisme

pembentukan struktur geologi pada daerah penelitian dimulai pada kala post

Miosen setelah terbentuknya satuan batulempung, satuan konglomerat dan satuan

batupasir dimana aktivitas tektonik yang berlangsung pada kala ini.

Pada periode pertama dimulai pada kala post Miosen setelah terbentuknya

satuan Batulempung dan satuan Konglomerat, dimana aktivitas tektonik yang

berlangsung pada kala ini mengakibatkan adanya suatu hasil regime strike-slip

dengan arah umum tegasan maksimum (σ1) relatif berarah Timur Laut – Barat

Daya yaitu 17°, N66°E, orientasi tegasan menengah (σ2) relatif berarah Barat

Daya – Timur Laut yaitu 70°, N212°E, dan orientasi tegasan minimum (σ3) relatif

berarah Barat Laut - Tenggara yaitu 10°, N332°E. Regime strike-slip tersebut

terus bekerja hingga melampaui batas elastisitas batuan, sehingga mengakibatkan

batuan mengalami fase deformasi plastis membentuk struktur lipatan. Gaya tekan

makin meningkat mengakibatkan batuan tersebut mengalami fase deformasi

132
plastis sehingga batuan akan mengalami fase rekahan yang kemudian menjadi

patahan membentuk Sesar Geser Mosologi dan Sesar Geser Tojo yang bersifat

mengiri (sinistral) yang berarah timur menenggara – barat baratlaut mensesarkan

satuan, satuan konglomerat.

Pada periode kedua dimulai pada kala Miosen Tengah setelah terbentuknya

batulempung dan konglomerat dimana aktivitas tektonik yang berlangsung pada

kala ini mengakibatkan adanya suatu hasil gaya kompresi dengan arah umum

tegasan maksimumnya (σ1) di interpretasi relatif berarah utara – selatan yang

menyebabkan batuan pada daerah penelitian mengalami deformasi membentuk

lipatan. Kemudian gaya tersebut terus bekerja sehingga menyebabkan batas

elastisitas batuan yang berada pada daerah penelitian terlampaui dan

mengakibatkan batuan tersebut mengalami fase deformasi plastis sehingga batuan

akan mengalami rekahan dan patahan membentuk sesar geser pancuma yang

bersifat menganan (dextral) dengan orientasi tegasan maksimum (σ1) relatif

berarah Utara Timurlaut – selatan baratdaya yaitu 6°, N 19°E.

Penentuan umur struktur geologi daerah penelitian ditentukan secara relatif

melalui pendekatan umur satuan batuan termuda yang dilewatinya yang berumur

Miosen tengah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur relatif dari sesar pada

daerah penelitian yaitu Post Miosen tengah.

Gambar 4.27 Mekanisme pembentukan struktur geologi daerah penelitian berdasarkan


teori Harding, 1973.

133
134

Anda mungkin juga menyukai