Keekonomian Geologinya
FAKULTAS TEKNIK
Pendahuluan
Pulau Sulawesi terletak antara pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,
lempeng Pasifik, serta lempeng Eurasia, dan menyebabkan keadaan tektonik yang dapat
dikatakan kompleks. Batuan-batuan yang tersusun yaitu dari busur kepulauan, batuan bancuh,
serta ofiolit dan juga dari proses tektonik. Struktur geologi pada wilayah ini sebagian besar
adalah sesar mendatar. Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 174,600 km2. Secara
administratif, Pulau Sulawesi terdiri dari 6 provinsi, yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan serta Sulawesi Tenggara. Bagian topografinya
sebagian besar berbentuk gunung dan wilayah lainnya berbentuk datar (di bawah 50 mdpl) hanya
sekitar 10.3% dari luas wilayah keseluruhan. Pulau Sulawesi memiliki iklim tropis dan sejarah
geologis yang kompleks, menimbulkan Pulau Sulawesi mempunyai fauna dan flora yang dapat
dikatakan unik, atau biasa diketahui dengan wilayah “Wallacea”.Dapat diketahui rata-rata
seluruh spesies utama dan endemik dari tanaman, mamalia, burung, reptil dan amphibi
menempati wilayah konservasi dan luas nya 35,000 km2 terdiri sekitar 20% luas total Pulau
Sulawesi. (Sompotan, (2012 : 1). Pulau Sulawesi dan sekitarnya, khususnya Sulawesi pada
bagian utara adalah salah satu margin aktif yang paling rumit. Daerah ini adalah pusat dari
pertemuan 3 lempeng konvergen. Daerah Sulawesi Utara yang letaknya baik di darat maupun di
laut adalah wilayah yang dekat dengan sumber gempa bumi serta penyebab tsunami dari adanya
proses tektonik. Daerah Sulawesi Utara terdapat sesar aktif yang menimbulkan munculnya
fenomena geologi. (Simanjuntak, 1992). Sulawesi Tenggara memiliki tambang nikel terbesar di
Indonesia dengan luas mencapai 198.624,66 ha. Salah satu tambang nikel yang dapat ditemui di
provinsi tersebut berada di Kabupaten Konawe dengan luas 21.100 ha. Setelahnya ada Sulawesi
Tengah dengan tambang nikel seluas 115.397,37 ha.
Pulau Sulawesi merupakan pulau ke-4 terbesar di Indonesia, terletak antara pertemuan tiga
lempeng yaitu lempeng Indo Australia, lempeng Pasifik, serta lempeng Eurasia, yang
menyebabkan keadaan tektonik wilayah ini dapat dikatakan cukup kompleks. Pulau Sulawesi
mempunyai luas sekitar 174,600 km2. Bagian topografinya sebagian besar berbentuk gunung
dan wilayah lainnya berbentuk datar (di bawah 50 mdpl) hanya sekitar 10.3% dari luas wilayah
keseluruhan.
Mandala Barat termasuk ke dalam jalur magmatik Paparan Sunda yang letaknya paling
timur, panjang nya dari dari lengan utara - lengan selatan pulau Sulawesi. Busur tersebut
tersusun dari batuan vulkanik plutonik berusia Paleogen Kuarter dan jenisnya termasuk ke dalam
batuan sedimen. Mandala barat terbagi jadi dua bagian, yaitu bagian utara dan barat. Sisi utara
nya memanjang dari Buol sampai Manado, dan bagian barat wilayahnya memanjang dari Buol
ke Makassar. Batuan yang ada di wilayah utara sifatnya riodasitik - andesitik, batuan yang ada
pada zaman Miosen – Resen dan jenis batuan dasar basaltik yang terjadi pada zaman Eosen -
Oligosen. Batuan yang ada pada busur magmatik bagian barat berupa jenis batu penyusun yang
sifatnya kontinen dan terbagi menjadi batuan gunung api sedimen. (Van Leeuwen, 1994, dalam
Armstrong F. Sompotan, 2012).
Batuan magmatik potassic calc- alkaline berusia akhir Miosen yang ada di Sulawesi Tengah
terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu Koro, dimana batuan granit di wilayah tersebut
berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan Pulau Sulawesi pada
pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek-aspek petrografi, batuan granit yang telah berumur
Neogen tersebut dapat secara langsung diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Dimulai dari
yang paling tua sampai dengan yang paling muda, KF-megacrystal bantalan granit yang kasar
(Granitoid-C), Batuan granit medium mylonitic- gneissic (Granitoid-B), dan Fine and biotite-
poor granitoid (Granitoid-A).
Mandala timur berupa ofiolit yang mana merupakan segmen dari kerak samudera yang
berimbrikasi dan batuan sedimen yang umurnya Trias-Miosen. Batuan kompleks ofiolit dan
batuan sedimen pelagis yang berada di wilayah Lengan Timur dan wilayah Tenggara pulau
Sulawesi biasanya dinamakan dengan sabuk ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini diketahui terdiri
dari batuan-batuan mafik dan ultramafik dan juga disertai dengan batuan sedimen pelagis dan
terdapat melange di beberapa tempat. Batuan ultramafik ini sangat dominan di wilayah Lengan
Tenggara. Akan tetapi batuan mafiknya lebih mendominasi di Utara, tepatnya di sepanjang
pantai utara wilayah Lengan Tenggara pulau Sulawesi. Sekuen ofiolit yang lengkap dapat
dijumpai di wilayah Lengan Timur, yang mana meliputi batuan mafik dan ultramafic, pillow
lava, dan batuan-batuan sedimen pelagis yang didominasi oleh limestone laut dalam dan juga
terdapat interkalasi rijang yang berlapis. Berdasarkan data yang di dapati, geokimia dari sabuk
ofiolit di Sulawesi Timur ini diperkirakan asalnya dari mid-oceanic ridge (Surono, 1995).
Sejarah geologi pulau Sulawesi dimulai dari terendapnya sedimen berjenis flysch pada
Zaman Kapur, diketahui bahwa batuan ini terendapkan pada wilayah cekungan forearc, yang
mana letaknya berada di sebelah barat dari zona subduksi yang menunjam ke arah barat.
Kemungkinan besar, akibat yang ditimbulkan dari peristiwa subduksi ini telah rnenyebabkan
batuan sedimen flysch menjadi termetamorfkan sehingga peristiwa ini membentuk Satuan
Batuan Metamorf di daerah Sulawesi. (Armstrong, 2012 : 47- 48).
Pada masa Eosen Tengah, terjadi peregangan yang tepatnya berada di Selat Makassar, dan di
daerah Sulawesi telah terendapkan Satuan Batupasir di lingkungan fluvial. Pada masa Eosen
Akhir, terjadi transgresi yang mengendapkan batuan-batuan yakni Batupasir dan Batulempung
yang terendap di lingkungan delta. Pada bagian yang lebih distal, diendapkan Satuan Napal pada
lingkungan middle neritic. Transgresi ini terus menerus terjadi sehingga diendapkan Satuan
Batugamping pada lingkungan laut yang dangkal letaknya di atas Satuan Batupasir-
Batulempung. Transgresi ini terus terjadi hingga masa Oligosen Tengah.
Pada masa Miosen Awal, pergerakan sinistral yang terjadi pada Sesar Palu-Koro dan
WaIanae menyebabkan adanya gaya utama yang berarah ke barat laut pada daerah Sulawesi.
Gaya ini membentuk orogenesa di daerah Sulawesi yang mana berupa lipatan, serta sesar, dan
disertai dengan adanya proses erosi. Kompresi yang terjadi diketahui cukup kuat karena telah
mengangkat batuan dasar yaitu Satuan Batuan Metamorf (Formasi Latimojong) muncul ke
permukaan. Memasuki masa-masa Miosen Tengah, aktivitas tektonik terhenti dan akibatnya
terjadi aktivitas vulkanik yang mana mengendapkan Satuan Lava Andesit-Basalt, dan berhenti
pada masa Pliosen. Setelah pengendapan Satuan Lava Andesit-Basalt, aktivitas tektoniki kembali
terjadi dan mengaktifkan kembali sesar- sesar yang sudah ada sehingga satuan lava tersebut
terpotong oleh sesar. Pada saat Holosen-Resen terendapkan satuan alluvial yang disertai proses
erosi kemudian membentuk morfologi daerah sulawesi seperti sekarang. Sesar yang ada sekarang
kemungkinan telah terhenti sebelum masa Kuarter karena sesar tidak dapat memotong lapisan
berumur Kuarter.
Pulau Sulawesi memiliki posisi yang strategis baik secara nasional maupun global.
Dalam lingkup nasional, Pulau Sulawesi berperan penting dalam pengembangan perekonomian
untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI). Pengembangan ekonomi wilayah Sulawesi berfokus
pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan,
migas, dan pertambangan nasional.
lainnya yaitu emas, tembaga dan aspal namun tidak terlalu signifikan dibandingkan potensi bijih
nikel. Emas dan aspal lebih bersifat pengoptimalan produksi, sedangkan komoditas tembaga
berupa kegiatan pembangunan smelter dan bukan penambangannya. Tantangan terbesar dalam
percepatan dan perluasan kegiatan pertambangan nikel adalah menciptakan industri hilir dari
pertambangan nikel khususnya dalam pemurnian (refining) hasil produksi nikel. Indonesia belum
memilki fasilitas pemurnian nikel padahal kegiatan pemurnian memberikan nilai tambah yang
sangat tinggi.
Selain itu, Sulawesi juga mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang belum
teridentifikasi dan tereksplorasi dengan baik. Industri minyak dan gas bumi memiliki potensi
untuk berkembang di Pulau Sulawesi namun harus menghadapi tantangan berupa kontur tanah
dan laut dalam. Hal ini menyebabkan tingkat kesulitan teknis yang tinggi yang berujung pada
tingginya biaya eksploitasi migas di Sulawesi. Potensi minyak bumi di Sulawesi relatif kecil
dibandingkan wilayah lain Indonesia, sama halnya dengan potensi gas bumi di Sulawesi yang
juga relatif tidak besar dibandingkan wilayah lain Indonesia.
Sulawesi dapat dikatakan memiliki fenomena geologi rumit. Bentukan tektonik yang
dihasilkan adalah patahan serta gunung api serta hasil dari tumbukan. Tektonik tersebut
membentuk Sulawesi seperti huruf “K”. Pulau Sulawesi dibagi menjadi empat bagian yaitu
busur Vulkanik Sulawesi Barat, kontinental kerak Banggai Sula, oseanik kerak Sulawesi
Timur serta juga kompleks metamorf Sulawesi Tengah, 4 wilayah ini terpisahkan dengan
batasan tektonik dan mempengaruhi satu dengan lainnya. (Endarto dan Surono (1991 dalam
MS, 2011).
Nikel di Sulawesi Tenggara telah di kenal sejak jaman belanda. Datamenunjukkan nikel
Sulawesi Tenggara telah di eksploitasi sejak tahun 1934 olehOost Borneo Maatschappij
(OBM) dan Bone Tolo Maatschappij. Sejak saat itu hingga akhir perang dunia ke II, Nikel
Sulawesi Tenggara telah dikelola oleh perusahaan negara bernama PT. ANTAM hingga
sekarang ini. Nikel Sulawesi Tenggara pasca tahun 2007 mengalami perkembangan yang
cukupsignifikan. Seiring dengan naiknya demand akan nikel terutama nikel
SulawesiTenggara.Data Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Sulawesi Tenggara
menunjukkantahun sebelum 2007 dari wilayah pertambangan yang tadinya hanya 2
perusahaanraksasa tambang nikel di Sulawesi Tenggara yaitu PT.ANTAM Pomalaa Sulawesi
Tenggara dan PT. INCO (sekarang Vale Indonesia) tambang Sulawesi Tenggara berkembang
pesat menjadi hampir mendekati 300 ijin usaha pertambangan nikel baru di Sulawesi
Tenggara.
Nikel di Sulawesi Tenggara memiliki cadangan yang cukup besar. Jumlah cadangan
nikel Sulawesi Tenggara berdasarkan data Dinas ESDM provinsi Sulawesi Tenggara sebesar
97 milyar ton dengan luas sebaran nikelnya 480 ribu Ha. Adapun status kawasan nikel di
Sulawesi Tenggara terkait dengan fungsi kawasan hutan Sulawesi Tenggara dapat terbagi
kedalam nikel Sulawesi Tenggara yang berada pada kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
Nikel Sulawesi Tenggara yang masuk kedalam katagori nikel yang berada pada
kawasan lindung di Sulawesi Tenggara seluas 202 ribu Ha dan nikel pada kawasan budidaya
seluas 278 ribu Ha. Sedangkan penelitian dari Pusat Sumberdaya Geologi (PSDG) tentang
kadar (grade) nikel Sulawesi Tenggara dengan wilayah uji petik di 2 kabupaten yaitu
Konawe dan Kolaka berkisar untuk geokimia soilnya antara 21.710 ppm = 2.17% Ni
hingga minimum 665 ppm = 0.067% Ni, sedangkan untuk arah vertikalnya kedalaman di
temukannya mineral garnerite yang kaya akan Ni berkisar 4.2 m hingga 7 m dengan kadar
1.4% hingga 5.5%.
Prospek Nikel di Masa Depan
Karena sifat nikel yang khas seperti titik lelehnya 1.453 derajat celcius, dapat
dibentuk berbagai tingkat baja campuran, tahan korosi, dapat dibentuk menjadi baja non
magnetik, dapat diendapkan dengan electroplating, dan menunjukkan sifat katalis maka
nikel dapat berkontribusi terhadap:
• Penyediaan Udara
• Penyediaan air
• Penyediaan efisiensi
• Sebuah sumberdaya yang dapat didaur ulang (sumber nickel institute) nickelinstitute.org
Berdasarkan hasil analisis Steel Alloys Research Roskill Information Services Ltd,
menyimpulkan bahwa kebutuhan nikel kedepannya tetap baik dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
• Tidak ada alasan untuk permintaan Cina untuk stainlesssteel dan nikel untuk perlambatan
dalam 3-5 tahun ke depan.
• Batteries bisa memberikan akhir dan penggunaan nikel yang baru dan terus meningkat.
Melihat perkembangan dunia tehnologi sekarang ini seperti teknologi telephone genggam
dan pemanfaatanenergi matahari sebagai energi alternatif menggantian mahalnya bahan
bakar fosil maka kesimpulan ke 3 dari penelitian Roskill tentang pemanfaatan nikel dalam
komponen pendukung catu daya (baterai) benar adanya. Sehingga diharapkan kedepan industri
Nikel Sulawesi Tenggara dapat menjadi prime mover mencapai masyarakat Sulawesi Tenggara
yang makmur dan sejahtera.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/5294022/NIKEL_POTENSI_GEOLOGI_SULAWESI_TENGGARA
http://ojs.uho.ac.id/index.php/jagat/article/download/12883/pdf
https://sinarnusantarasakti.com/nikel/#:~:text=Nikel%20Sulawesi%20Tenggara%20memiliki%2
0cadangan%20yang%20cukup%20besar