GEOMORFOLOGI
pada Peta Geologi Lembar Poso, Sulawesi Tengah. Meliputi Daerah Sigi, Poso,
Tojo una-una dan Morowali Utara yang termasuk dalam wilayah Provinsi
Sulawesi Tengah. Lembar peta geologi ini berbatasan dengan Lembar Palu di
bagian utara, Lembar Malili bagian selatan, Lembar Pasangkayu di bagian barat
antara lain daerah pegunungan, daerah pebukitan, daerah karst dan daerah
pedataran. Dataran rendah terdapat di dekat muara sungai Puna, sungai Poso,
sungai Sumara, sungai Morowali, sungai La di utara Teluk Tomori. Satuan ini
antara 200 - 700 m di atas permukaan laut dan merupakan pebukitan yang agak
Sulawesi Tengah.
bentangalam, luas wilayah, relief, tingkat dan jenis pelapukan, tipe erosi, jenis
14
gerakan tanah, kondisi soil, tata guna lahan, stadia daerah dan analisis sungai
berupa jenis sungai, pola pengaliran sungai, klasifikasi sungai dan tipe genetik
literatur terkait.
jenis batuan penyusun daerah tersebut, serta struktur geologi (Thornbury, 1954).
pada aspek kualitatif dari bentuk permukaan bumi mencakup dataran, perbukitan,
dan kemiringan lereng 0-2 % biasanya digunakan untuk bentuklahan asal marin
(laut), fluvial (sungai), delta, dan plato. Perbukitan memiliki ketinggian 50-500
bentuk lahan kubah intrusi, karst, dan perbuktian yang dikontrol oleh struktural.
Pegunungan dengan ketinggian lebih dari 500 meter yang biasanya digunakan
untuk bentuk lahan gunungapi atau bentuk lahan yang dipengaruhi oleh tektonik
15
Tabel 2.1 Hubungan Ketinggian Absolut dengan Morfografi (Van Zuidam, 1985)
pada aspek kuantitatif dari bentuk permukaan bumi. Dalam hal ini berkaitan
dengan beda tinggi dan kemiringan. Dalam aspek morfometri bentuk permukaan
bumi tidak hanya dideskripsikan tetapi disertai penjelasan yang memuat angka-
Tabel 2.2 Klasifikasi Relief Berdasarkan Sudut Kelerengan dan Beda Tinggi (Van
Zuidam,1985)
16
Sudut Beda
Satuan, Relief Warna
Lereng (o) Tinggi (m)
Datar atau Hampir Datar 0–2 <5 Hijau
Bergelombang / Miring Landai 3-7 5 – 50 Hijau Muda
Bergelombang / Miring 8 – 13 50 – 75 Kuning
Berbukit Bergelombang / Miring 14 – 20 75 – 200 Jingga
Berbukit Tersayat Tajam / Terjal 21 – 55 200 – 500 Merah Muda
Pegunungan Tersayat Tajam / 500 –
56 – 140 Merah Tua
Sangat Terjal 1000
Pegunungan / Sangat Curam > 140 > 1000 Ungu
tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu proses eksogen dan endogen.
Tabel 2.3 Simbol Huruf dan Warna Unit Utama Geomorfologi (Badan Standarisasi
Nasional, 1999)
Unit Utama Kode / Huruf Warna
Bentukan Asal Struktur S (Structure) Ungu
Bentukan Asal Gunungapi V (Volcanic) Merah
Bentukan Asal Denudasi D (Denudasi) Cokelat
Bentukan Asal Laut M (Marine) Biru
Bentukan Asal Sungai F (Fluvial) Hijau
Bentukan Asal Angin A (Aeolian) Kuning
Bentukan Asal Karst K (Karst) Orange
Bentukan Asal Glasial G (Glacial) Biru Terang
lahan dan proses serta mencari hubungan antara bentuk lahan dan proses asal
waktu. Lobeck (1939) dalam Noor (2010) menjelaskan dalam penggambaran dan
17
diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi yaitu : stuktur, proses, dan stadia.
bentanglahan akan lebih baik dalam menggunakan beberapa konsep dan tidak
hanya satu konsep saja dalam penggunaannya, konsep tersebut antara lain sebagai
berikut :
1. Proses yang berlangsung secara fisik saat ini memiliki kecepatan yang
bentuklahan tertentu
7. Topografi yang paling menonjol adalah topografi yang lebih muda dari
kala Plistosen
18
10. Geomorfologi menekankan kondisi sekarang bermanfaat untuk
aspek pendekatan.
lapangan serta interpretasi dari hasil peta topografi skala 1:25.000 maka
19
geomorfologi daerah Tojo Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi
seluruh daerah penelitian dengan luas ±1,3 km2. Penyebaran dari satuan
morfografi bahwa satuan ini mempunyai relief datar yang terletak pada ketinggian
bentuk topografi atau relief satuan ini merupakan satuan geomorfologi pedataran.
geomorfologi pedataran.
sedimentasi. Membentuk Tanjung dan Gisik yang merupakan penciri dari satuan
20
geomorfologi dataran Marine. Satuan morfologi pedataran ini disusun oleh
pelapukan fisika dan biologi. Yakni pelapukan fisika yang dipengaruhi oleh
endapan pasir lepas (Gambar 2.1). Adapun pelapukan biologi didorong oleh
aktivitas organisme yaitu adanya tekanan dari tubuh maupun akar tumbuhan pada
Tingkat pelapukan pada daerah ini relatif rendah, hal ini dapat dilihat dari
tebal soil pembentuk satuan geomorfologi ini yaitu sekitar 0,1– 0,5 meter warna
soil coklat kehitaman dengan jenis soil adalah Residual soil. Dilihat dari
parameter erosinya, pada satuan geomorfologi ini dijumpai erosi pesisir yang
diakibatkan oleh adanya gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis
daerah penelitian. Erosi tidak hanya berlangsung dipermukaan, namun juga yang
21
Gambar 2.1 Kenampakan satuan geomorfologi dataran marine difoto pada bagian
selatan barat daya Jalan poros desa Tojo dan desa Pancuma, stasiun 48
dengan arah foto N2100 E.
sedimen pesisir pantai pada lokasi penelitian menunjukan bahwa kondisi sedimen
Secara umum kondisi pesisir pantai di daerah penelitian tersusun oleh pasir, hal
itu menunjukan bahwa energi yang bekerja di wilayah ini berupa energi cukup
besar dari gelombang laut dari arah barat daya menuju timur laut membentuk arus
dibagian timur.
22
Foto 2.2 Kenampakan satuan geomorfologi dataran marine difoto pada bagian
selatan barat daya Jalan poros desa Tojo dan desa Pancuma, stasiun 48
dengan arah foto N2100 E.
Gambar 2.2 Kenampakan erosi yang diakibatkan oleh abrasi pantai pada satuan
geomorfologi dataran marine difoto pada bagian selatan barat daya Jalan
poros desa Tojo dan desa Pancuma, stasiun 48 dengan arah foto N 2150 E.
dengan luas sekitar ±3,4 Km2. Satuan ini menempati bagian selatan dan barat dari
daerah penelitian mencakup Koro Tojo pada bagian selatan dan Koro Mosologi
morfografi bahwa satuan ini mempunyai relief datar yang terletak pada ketinggian
bentuk topografi atau relief satuan ini merupakan satuan geomorfologi pedataran.
persentase sudut lereng sekitar 3 ̊ dengan beda tinggi 6 meter, sehingga morfologi
23
Gambar 2.3 Kenampakan satuan geomorfologi dataran fluvial difoto pada bagian Selatan
barat daya Koro Mosologi, stasiun 41 dengan arah foto N205 0E
pelapukan fisika dan biologi yakni pelapukan fisika proses perubahan batuan
menjadi fragmen batuan yang lebih kecil tanpa merubah komposisi kimia dan
mineralnya. Pelapukan fisika yang terjadi adalah perubahan bentuk dan ukuran
Gambar 2.4 Kenampakan satuan geomorfologi dataran fluvial difoto pada bagian barat
Koro Tojo, stasiun 5 dengan arah foto N2600 E
pada batuan sehingga batuan tersebut menjadi material material berukuran kecil.
24
Adapun pelapukan biologi didorong oleh aktivitas organisme yaitu adanya
tekanan dari tubuh maupun akar tumbuhan pada celah batuan sehingga merusak
lapisan batuan
Tingkat pelapukan pada daerah ini relatif rendah, hal ini dapat dilihat dari
tebal soil pembentuk satuan bentangalam ini yaitu sekitar 0,5 – 1 meter warna soil
coklat muda dengan jenis soil adalah residual soil dan transported soil. Dilihat
dari parameter erosinya, pada bentang alam ini dijumpai erosi lateral pada Koro
Tojo dan Koro Mosologi. Erosi tersebut terbentuk akibat erosi horisontal lebih
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu Koro Tojo dan
Koro Mosologi. Jenis sungainya berupa sungai periodik pada Koro Tojo dan
sungai permanen pada koro Mosologi. Tipe genetik berupa subsekuen dan
obsekuen dengan pola aliran sungai trellis. Profil sungainya menyerupai huruf
“U” dan relatif lebar. Erosi sungai yang berlangsung yaitu erosi lateral tepi sungai
sehingga sungai mengalami pelebaran (Gambar 2.6). Hasil erosi tersebut sebagian
terendapkan sebagai endapan sungai dimana dijumpai pula adanya point bar,
Satuan geomorfologi ini disusun oleh litologi endapan aluvial. Tata guna
25
(a)
Gambar 2.5 Kenampakan profil sungai “U” dengan endapan sungai channel bar (a), hasil
dari transportasi material sedimen pada satuan geomorfologi dataran fluvial
difoto pada bagian barat daya Koro Tojo, stasiun 6 dengan arah foto N227 0E.
(a) (b)
(c)
(d)
Gambar 2.6 Kenampakan point bar (a), meandering (b), floodplain (c), dan teras sungai
(d), pada satuan geomorfologi dataran fluvial difoto pada bagian barat laut
Koro Mosologi, stasiun 42 dengan arah foto N 3150 E.
26
(a)
(b)
Gambar 2.7 Kenampakan soil dan endapan aluvial pada satuan geomorfologi dataran
fluvial
2.2.1.3 Satuan difoto pada bagian
Geomorfologi selatan Bergelombang
Perbukitan Koro Tojo, stasiun 7 dengan arah foto
Struktural
N1820 E.
sekitar ± 44,35 % dari seluruh daerah penelitian dengan luas sekitar ±13,7 km2.
Satuan ini menempati bagian selatan dan utara dari daerah penelitian mencakup
Desa Tojo pada bagian selatan dan Desa Pancuma dibagian utara daerah
penelitian. Secara umum kenampakan topografi dari satuan ini digambarkan oleh
bentuk kontur yang agak rapat, bentuk puncak tumpul serta lembah berbentuk
huruf “V”.
morfografi bahwa satuan ini mempunyai relief bergelombang yang terletak pada
27
relatifnya maka bentuk topografi atau relief satuan ini merupakan satuan
geomorfologi perbukitan.
proses geomorfologi yang dominan bekerja pada daerah penelitian. Beberapa titik
pengamatan dijumpai struktur geologi berupa lipatan, kekar, dan sesar yang
29
Gambar 2.10 Kenampakan struktur geologi berupa kekar gerus pada satuan geomorfologi
perbukitan bergelombang struktural difoto pada bagian barat laut Koro
Pancuma, stasiun 83 dengan arah foto N 2250 E
Gambar 2.11 Kenampakan struktur geologi yang memperlihatkan Offset litology berupa
sesar geser naik pada litologi perselingan batupasir dan batulempung pada
satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural difoto pada
bagian barat Koro Pancuma, stasiun 72 dengan arah foto N 2770 E
fisika, biologi dan kimia. Pelapukan fisika yakni proses perubahan batuan menjadi
fragmen batuan yang lebih kecil tanpa merubah komposisi kimia dan mineralnya.
Pelapukan fisika yang terjadi adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan
2.12).
30
Gambar 2.12 Kenampakan pelapukan fisika berupa kekar-kekar yang dapat menyebabkan
batuan pecah dan berubah ukuran pada litologi batupasir. Dijumpai pada
satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural difoto pada
bagian timur Koro Pancuma, stasiun 84 dengan arah foto N 590 E
tekanan dari tubuh maupun akar tumbuhan pada celah batuan sehingga merusak
lapisan batuan dan menjadi rekahan rekahan (Gambar 2.13). dan pelapukan kimia
31
Gambar 2.13 Kenampakan pelapukan biologi yakni adanya pengaruh akar tumbuhan
pada litologi batulempung. Pada satuan geomorfologi perbukitan
bergelombang struktural difoto pada bagian utara Koro Pancuma, stasiun 81
dengan arah foto N 220 E
(a)
(b)
Gambar 2.14 Kenampakan pelapukan kimia yakni perubahan warna batuan akibat proses
oksidasi (a) pada litologi konglomerat dan (b) merupakan litologi yang
Gerakan belum
tanah mengalami
berupa longsoran batuan pada
oksidasi. Diumpai rombakan
satuan atau debris fall
geomorfologi yang
perbukitan
bergelombang struktural difoto pada bagian timur Koro Pancuma, stasiun
ditandai dengan hasil gerakan
84 dengan tanah
arah foto N 59bercampur
0
E batuan yang dijumpai di sepanjang
32
Tingkat pelapukan pada daerah ini relatif rendah hingga sedang, hal ini dapat
dilihat dari tebal soil pembentuk satuan geomorfologi ini yaitu sekitar 0,5 – 1
meter warna soil coklat muda hingga coklat tua. Jenis soil adalah residual soil dan
transported soil. Dilihat dari parameter erosinya, pada satuan geomorfologi ini
dijumpai erosi lateral pada Koro Tojo, Koro Mosologi, dan Koro Pancuma. Erosi
tersebut terbentuk akibat erosi horisontal lebih dominan dibanding erosi vertikal.
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu koro Mosologi
dan koro Pancuma. Jenis sungainya berupa sungai permanen. Tipe genetik berupa
subsekuen dan obsekuen dengan pola aliran sungai trellis. Profil sungainya
menyerupai huruf “V - U” dan relatif lebar. Erosi sungai yang berlangsung yaitu
erosi lateral tepi sungai sehingga sungai mengalami pelebaran (Gambar 2.16).
dijumpai pula adanya point bar. Berdasarkan karakteristik tersebut maka stadia
sungai pada satuan geomorfologi ini yaitu stadia muda menjelang dewasa.
litologi berupa batulempung, batupasir, dan konglomerat. Tata guna lahan pada
33
(a)
Gambar 2.16 Kenampakan endapan sungai berupa point bar (a), yang merupakan hasil
dari transportasi material sedimen, ditunjukkan oleh garis panah merah
merupakan erosi lateral yang mengakibatkan sungai makin lebar pada
satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural difoto pada
bagian barat Koro Mosologi, stasiun 88 dengan arah foto N 2780 E
2.2.4.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Struktural
40,34 % dari seluruh daerah penelitian dengan luas sekitar ±12,4 Km2. Satuan ini
menempati bagian timur, selatan dan utara dari daerah penelitian mencakup Desa
Tojo pada bagian selatan dan Desa Pancuma dibagian utara daerah penelitian.
Secara umum kenampakan topografi dari satuan ini digambarkan oleh bentuk
kontur yang agak rapat, bentuk puncak tajam serta lembah berbentuk huruf “V”.
morfografi bahwa satuan ini mempunyai relief curam yang terletak pada
ketinggian relatifnya maka bentuk topografi atau relief satuan ini merupakan
34
Sedangkan berdasarkan hasil pengolahan data morfometri menunjukkan
tinggi 200 - 500 meter, sehingga morfologi lereng dapat digolongkan kedalam
Beberapa titik pengamatan dijumpai struktur geologi berupa gawir sesar yang
Gambar 2.17 Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan curam struktural difoto pada
bagian utara jalan proyek, stasiun 21 dengan arah foto N 280 E.
35
Gambar 2.18 Kenampakan gawir sesar pada litologi konglomerat diamati pada stasiun 62
Koro Mosologi, merupakan indikasi geologi yang menandakan adanya
sesar, dengan arah foto N 980 E.
pelapukan fisika, biologi dan kimia. Pelapukan fisika yakni proses perubahan
batuan menjadi fragmen batuan yang lebih kecil tanpa merubah komposisi kimia
dan mineralnya. Pelapukan fisika yang terjadi adalah perubahan bentuk dan
ukuran pada batuan sehingga batuan tersebut menjadi material material berukuran
organisme yaitu adanya tekanan dari tubuh maupun akar tumbuhan pada celah
batuan sehingga merusak lapisan batuan dan menjadi rekahan rekahan (Gambar
2.19). dan pelapukan kimia yakni pelapukan yang di pengaruhi oleh proses-proses
kimia yang mengakibatkan adanya perubahan warna dan komposisi pada batuan
(Gambar 2.19).
(a)
36
(b)
Gambar 2.19 Kenampakan pelapukan biologi ditandai oleh adanya akar tumbuhan pada
singkapan litologi konglomerat (a), dan kenampakan pelapukan fisika (b)
yang menyebabkan perubahan ukuran menjadi bongkahan pada litologi
batupasir. Satuan geomorfologi perbukitan curam struktural difoto pada
bagian timur Koro Pancuma, stasiun 93 dengan arah foto N 1050 E
Tingkat pelapukan pada daerah ini relatif rendah hingga sedang, hal ini
dapat dilihat dari tebal soil pembentuk satuan geomorfologi ini yaitu sekitar 1 –
1,5 meter warna soil coklat muda hingga coklat tua. Dengan jenis soil adalah
residual soil dan transported soil. Dilihat dari parameter erosinya, pada satuan
geomorfologi ini dijumpai erosi lateral pada Koro Tojo, Koro Mosologi, dan Koro
37
Gambar 2.20 Kenampakan pelapukan kimia yakni yang menyebabkan
perubahan warna dan komposisi pada litologi
konglomerat. Dijumpai pada satuan geomorfologi curam
struktural difoto pada bagian timur Koro Pancuma, stasiun
92 dengan arah foto N 790 E
Gerakan tanah yang dijumpai berupa jatuhan batuan atau rock fall yang
Sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi ini yaitu Koro Mosologi
dan Koro Pancuma. Jenis sungainya berupa sungai permanen. Tipe genetik berupa
subsekuen dan obsekuen dengan pola aliran sungai trellis. Profil sungainya
menyerupai huruf “V - U” dan relatif lebar. Erosi sungai yang berlangsung yaitu
erosi lateral tepi sungai sehingga sungai mengalami pelebaran. Hasil erosi tersebut
litologi berupa batulempung, batupasir, dan konglomerat. Tata guna lahan pada
38
Gambar 2.21 Kenampakan gerakan tanah rock fall pada dinding batuan konglomerat di
stasiun 96 dengan arah foto N730E.
2.3 Sungai
yang didasarkan pada kandungan air yang mengalir pada tubuh sungai sepanjang
waktu. Pola aliran sungai dikontrol oleh beberapa faktor seperti kemiringan
lereng, kontrol struktur, vegetasi dan kondisi iklim. Tipe genetik menjelaskan
tentang hubungan arah aliran sungai dan kedudukan batuan. Berdasarkan hasil
pembahasan diatas maka pada akhirnya dapat dilakukan penentuan stadia sungai
daerah penelitian.
39
2.3.1 Klasifikasi Sungai
sifat aliran sungai dan kuantitas air yang mengalir pada saluran tersebut sepanjang
tahun. Berdasarkan sifat alirannya maka aliran sungai pada daerah penelitian yaitu
Sungai eksternal (Run off water), yaitu aliran air yang mengalir di permukaan
bumi membentuk sungai, meliputi koro Tojo, koro Mosologi, koro Pancuma, dan
anak sungainya.
Menurut Van Zuidam, 1985 sungai berdasarkan atas kandungan air dalam
tubuh sungai, maka sungai yang mengalir di daerah penelitian adalah dapat dibagi
Sungai permanen ini merupakan sungai yang mempunyai debit aliran tetap
permanen pada daerah penelitian yaitu pada sungai utama yaitu koro
besar yang terdapat pada daerah penelitian, dimana arah aliran dari anak
musim, dimana pada musim hujan debit alirannya menjadi besar dan pada
musim kemarau debit alirannya menjadi kecil. Jenis sungai periodik pada
40
daerah penelitian adalah Koro Tojo. Jenis sungai seperti ini berkembang pada
bergelombang struktural.
yang saling berhubungan, membentuk suatu pola dalam kesatuan ruang. Pola
aliran sungai mengacu pada bentuk tertentu atau kenampakan dari setiap individu
sungai secara kolektif dan dapat dibedakan dari beberapa hal yang membentuk
alur–alur aliran dari sungai, serta hubungan antara satu dengan lainnya
(Thornburry, 1954). Perkembangan pola aliran sungai yang ada pada daerah
interpretasi peta topografi dan hasil pengamatan langsung di lapangan, maka pola
aliran pada daerah penelitian termasuk dalam jenis pola aliran Trellis (Gambar
2.22).
41
Gambar 2.22 Peta pola aliran sungai pada daerah penelitian
sungai cabangnya (main stream) dan kadangkala memotong tegak lurus diantara
utama (master stream). Pola trellis mencerminkan adanya pengaruh struktur pada
sebagian besar sungai, kecuali pada sungai utama. Pola pengaliran Trellis
berselingan dengan daerah batuan lunak diantara daerah batuan keras. Pola aliran
ini terutama dikontrol oleh aktivitas struktur geologi, yaitu hampir pada setiap
bagian daerah penelitian di daerah Tojo dan sekitarnya melewati setiap satuan
42
2.3.3 Tipe Genetik Sungai
(Thornbury, 1954). Pada daerah penelitian secara umum termasuk pada tipe
Tipe genetik subsekuen, dimana arah aliran sungai relatif sejajar dengan
jurus perlapisan batuan. Tipe genetik ini berkembang sebagian pada Koro
Mosologi dan Koro Pancuma (Gambar 2.23) Tipe genetik obsekuen, dimana arah
aliran sungai relatif berlawanan dengan kemiringan lapisan batuan. Tipe genetik
ini sebagian berkembang pada Koro Mosologi dan Koro Pancuma (Gambar 2.24).
Tipe genetik konsekuen, dimana arah aliran sungai relatif searah dengan
kemiringan lapisan batuan. Tipe genetik ini sebagian berkembang pada Koro
43
Gambar 2.23 Kenampakan arah aliran sungai yang terdapat pada satuan batulempung di
Koro Pancuma yang memperlihatkan tipe genetik subsekuen, dengan arah
aliran N132oE, dengan arah foto N155oE.
44
Gambar 2.25 Kenampakan arah aliran sungai yang terdapat pada satuan batulempung di
Koro Mosologi yang memperlihatkan tipe genetik konsekuen, dengan arah
aliran N345oE, dengan arah foto N130oE.
lembah sungai, jenis erosi, serta proses sedimentasi yang bekerja. Stadia atau
tahapan sungai dapat dibagi menjadi lima, yakni stadia sungai awal (initial age),
stadia muda (young driver), stadia dewasa (mature driver), stadia tua (old age
dimana jenis erosi yang berkembang adalah erosi vertikal dan erosi lateral tetapi
lebih dominan erosi lateral dibanding erosi vertikal (Gambar 2.26), dengan proses
material sub angular hingga angular, hal tersebut menunjukkan proses sedimentasi
45
Gambar 2.26 Kenampakan profil sungai “V-U” dengan endapan sungai berupa
bongkahan yang di tandai dengan garis kuning hasil dari transportasi
material sedimen. difoto pada bagian timur Koro Pancuma, stasiun 88
dengan arah foto N 1050 E
Berdasarkan pada karakter profil sungai, pola saluran, proses erosi dan
sedimentasi pada Sungai daerah penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa sungai
jauh tingkat kerusakan yang telah terjadi dan dalam tahapan atau stadia apa
kondisi bentangalam saat ini. Tingkatan bentang alam digunakan istilah muda,
dewasa dan tua. Tiap-tiap tingkatan dalam geomorfologi itu ditandai oleh sifat-
sifat tertentu yang spesifik, bukan ditentukan oleh umur bentangalam (Noor,
2012).
Stadia muda dicirikan oleh lembah relatif terjal, kenampakan sungai yang
pada umumnya lurus dan sempit, aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah
relatif datar, kenampakan sungai pada umumnya mulai berkelok, sungai mulai
46
mengalami erosi lateral. Stadia tua dicirikan oleh permukaaan yang relatif datar,
daerah penelitian, proses erosi dan tingkat pelapukan. Morfologi daerah penelitian
secara umum memiliki relief landai hingga terjal, bentuk puncak relatif tumpul
pelapukan pada daerah penelitian relatif rendah hingga sedang. Hal ini dapat
dilihat dari ketebalan soil yaitu sekitar 10-150 cm. Tingkat erosi pada daerah
penelitian relatif sedang, hal ini dapat dilihat dari proses pengikisan lembah
sungai yaitu erosi lateral lebih dominan dibandingkan erosi vertikal. Berdasarkan
berada pada stadia dewasa.
47
Tabel 2.4 Tabel Geomorfologi Daerah Penelitian
TABEL GEOMORFOLOGI