Anda di halaman 1dari 11

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIK

TUGAS MATAKULIAH ELEKTIF STUDI CEKUNGAN


CEKUNGAN TARAKAN

DISUSUN OLEH:
ARYA PRADANA
(16/395055/TK/44347)

DOSEN PENGAMPU:
SALAHUDDIN HUSEIN, S.T., M.Sc., Ph.D.

YOGYAKARTA
FEBRUARI
2019
PENDAHULUAN
Cekungan Tarakan merupakan salah satu dari 3 (tiga) Cekungan Tersier utama yang terdapat di
bagian timur continental margin Kalimantan (dari utara ke selatan: Cekungan Tarakan, Cekungan
Kutai dan Cekungan Barito), yang dicirikan oleh hadirnya batuan sedimen klastik sebagai
penyusunnya yang dominan, berukuran halus sampai kasar dengan beberapa endapan karbonat.

Secara fisiografi, Cekungan Tarakan meliputi


kawasan daratan dan sebagiannya lagi kawasan
lepas pantai. Di bagian utara dibatasi oleh tinggian
Semporna yang terletak sedikit di utara perbatasan
Indonesia - Malaysia, di sebelah selatan oleh
Punggungan Mangkalihat yang memisahkan
Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai. Ke
arah barat dari cekungan meliputi kawasan daratan
sejauh 60 sampai 100 km dari tepi pantai hingga
Tinggian Kucing, ke arah timur batas cekungannya
diketahui melewati kawasan paparan benua dari
Laut Sulawesi.

Cekungan Kutai di bagian timur Pulau Kalimantan


yang bersama dengan berbagai cekungan lainnya
menjadi pusat pengendapan sedimen dari bagian
timur laut Sunda Land selama zaman Kenozoikum.
Gambar 1: Simplified Geologic Map of The Tarakan Basin Batas Cekungan Tarakan di bagian barat dibatasi
(Lenthini & Darman, 1996)
oleh lapisan Pra-Tersier Tinggian Kuching dan
dipisahkan dari Cekungan Kutai oleh kelurusan timur-barat Tinggian Mangka.

Proses pengendapan Cekungan Tarakan di mulai dari proses pengangkatan. Transgresi yang
diperkirakan terjadi pada Kala Eosen sampai Miosen Awal bersamaan dengan terjadinya proses
pengangkatan gradual pada Tinggian Kuching dari barat ke timur. Pada Kala Miosen Tengah
terjadi penurunan (regresi) pada Cekungan Tarakan, yang dilanjutkan dengan terjadinya
pengendapan progradasi ke arah timur dan membentuk endapan delta, yang menutupi endapan
prodelta dan batial. Cekungan Tarakan mengalami proses penurunan secara lebih aktif lagi pada
Kala Miosen sampai Pliosen. Proses sedimentasi delta yang tebal relatif bergerak ke arah timur
terus berlanjut selaras dengan waktu.

Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur yang terbuka ke timur ke arah Selat Makasar
atau Laut Sulawesi yang meluas ke utara Sabah dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian
Semporna dan merupakan cekungan paling utara di Kalimantan. Tinggian Kuching dengan inti
lapisan Pra-Tersier terletak di sebelah baratnya, sedangkan batas selatannya adalah Ridge
Suikersbood dan Tinggian Mangkalihat.

Ditinjau dari fasies dan lingkungan pengendapannya, Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat
sub cekungan, yaitu Tidung Sub-basin, Tarakan Sub-basin, Muara Sub-basin dan Berau Sub-basin.

1. Tidung Sub-basin: Terletak paling utara dan untuk sebagian besar berkembang di daratan,
terisi sedimen berumur Oligosen sampai Miosen Akhir. Dipisahkan dengan Berau sub-
basin di bagian selatan oleh Sekatak Ridge.

2. Berau Sub-basin: Terletak pada bagian selatan dan sebagian besar berkembang di daratan.
terisi oleh sedimen berumur Eosen Akhir sampai Miosen Akhir.

3. Tarakan Sub-basin: Terletak pada bagian tengah dan merupakan sub cekungan paling
muda. Perkembangan paling utara ke arah lepas pantai dan terisi dengan Formasi Tarakan-
Bunyu yang berumur Miosen Akhir.

4. Muara Sub-basin: Merupakan deposenter paling selatan dan perkembangan sedimennya


ke arah lepas pantai di utara Tinggian Mangkalihat. Dipisahkan dengan Berau sub-basin,
di utaranya oleh Suikerbrood Ridge, yaitu suatu tinggian yang berarah Barat- Timur.
STRATIGRAFI CEKUNGAN TARAKAN

Stratigrafi regional Sub-Cekungan Tarakan yang digunakan dalam studi mengacu pada pembagian dan
tatanama dari Achmad dan Samuel (1984) dan Akuanbatin, et.al.(1984). Berdasarkan pemisahan tersebut
stratigrafi Cekungan Tarakan didasari oleh batuan dari formasi-formasi berumur Kapur hingga Eosen
Tengah yang termasuk kedalam group Formasi Sembakung. Di atas grup Formasi Sembakung secara tidak
selaras menumpang batuan sedimen dari umur Eosen Akhir hingga Pleistosen. Sedimen tersebut terbagi
kedalam 5 siklus pengendapan, yaitu terdiri dari 2 siklus transgresif yang dimulai dari Eosen Akhir hingga
Miosen Awal (siklus 1 dan siklus 2) dan 3 siklus regresif mulai Miosen Tengah hingga Pleistosen (siklus
3, 4, 5).

Gambar 2: Tektonostratigrafi Cekungan Tarakan (Ellen et al, 2008)

1. Kapur-Eosen Tengah (Basement Complex)


Tersusun oleh batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosa lanjut dan
terdiri dari:
a. Formasi Danau, merupakan formasi yang tertua, tertektonisasi kuat dan
sebagian termetamorfosakan, terdiri dari: quartzite, shale, slate, philite,
chert radiolarian, dan breksi serpentinite, diperkirakan berumur Kapur.
b. Formasi Sembakung, secara tidak selaras di atas Formasi Danau
diendapkan Formasi Sembakung pada Paleosen/Eosen Awal, terdiri dari
batupasir, batulempung lanauan, dan batuan volkanik.
c. Formasi Malio, di atas Formasi Sembakung diikuti oleh pengendapan
Formasi Malio berumur Eosen Tengah yang terdiri dari batulempung
berfosil, karbonan kadang-kadang mikaan. Formasi-formasi tersebut
merupakan sikuen yang sangat kompak, terlipat kuat dan tersesarkan.

2. Eosen Akhir/Oligosen (siklus 1)


Sedimen siklus-1 terdiri dari Formasi Sujau, Seilor dan Mangkabua dan ketiganya
menumpang secara tidak selaras di atas grup Formasi Sembakung, memiliki lingkungan
pengendapan dari laut litoral sampai dangkal, dan menunjukkan hubungan menjemari ke
arah timur dimulai dari Formasi Sujau di bagian barat kemudian berubah menjadi Formasi
Mangkabua dan Formasi Seilor ke arah timur.
a. Formasi Sujau, terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir),
serpih, dan volkanik. Klastika. Formasi Sujau merepresentasikan tahap
pertama pengisian cekungan “graben-like” yang mungkin terbentuk sebagai
akibat dari pemekaran Selat Makassar pada Eosen Awal. Produk erosional
dari Paparan Sunda di sebelah barat terakumulasi bersamaan dengan
endapan gunungapi dan piroklastik pada bagian bawah siklus ini.
Keberadaan lapisan-lapisan batubara dan interkalasi napal pada bagian
bawah mengindikasikan fasies pengendapan danau yang bergradasi ke atas
menjadi lingkungan laut.
b. Formasi Seilor, diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Sujau yang
tediri dari Batugamping mikritik.
c. Formasi Mangkabua, terdiri dari serpih laut dan napal yang berumur
Oligosen menjadi penciri perubahan suksesi ke basinward. Batuan sedimen
siklus 1 terangkat, sebagian tersingkap dan tererosi sebagian di tepi barat
dari cekungan berkaitan dengan aktivitas volkanisme yang terjadi sepanjang
tepian deposenter pada akhir Oligosen.

3. Oligosen Akhir-Miosen Awal (Siklus 2)


Sedimen-sedimen yang diendapkan di atas sedimen sebelumnya secara tidak
selaras. Sedimen-sedimen tersebut merupakan sikuen-sikuen transgresif dan tidak
terlalu terdeformasi. Fasies klastik basal dari Formasi Tempilan diendapkan pertama kali
pada siklus ini dan diikuti oleh batugamping mikritik dari Formasi Taballar. Formasi
Taballar merupakan sikuen paparan karbonat dengan perkembangan reef lokal Oligosen
Akhir sampai Miosen Awal. Formasi ini secara gradual menipis ke arah cekungan terhadap
napal Mesalai yang kemudian berubah menjadi Formasi Naintupo di atasnya. Formasi
Naintupo terdiri dari lempung dan serpih yang bergradasi ke atas menjadi napal dan
batugamping yang menandakan meluasnya genang laut di cekungan Tarakan.
a. Formasi Tempilan, menumpang secara tidak selaras di atas sedimen
sedimen yang lebih tua dan secara umum tersusun oleh batupasir dengan
ketebalan dari 1,7 ft hingga 80 ft, dan telah mengalami silifikasi.
Berdasarkan data nanofosil diinterpretasikan berumur Oligosen Akhir
sampai Miosen Awal diendapkan pada lingkungan supralitoral-litoral
berupa endapan fluvial bermeander dan tidal flat.
b. Formasi Naintupo, secara umum tersusun oleh batulempung, batulanau
dengan sisipan batupasir.

4. Miosen Tengah-Akhir (Siklus 3)


Sedimen-sedimen dari siklus 3 ini terdiri dari sikuen-sikuen deltaik regresif yang
terbentuk setelah tektonisme Miosen Awal (Orogenesa Intra-Miosen). Siklus sedimentasi
ini terbagi menjadi 3 formasi, yaitu: Formasi Meliat, Tabul, dan Santul. Perbedaan sikuen
deltaik antara formasi-formasi tersebut sulit untuk diuji dan dibedakan mengingat
sedikitnya fosil-fosil yang dapat ditemukan dan kesamaan litologi antar formasi-formasi
tersebut. Pengangkatan yang terjadi menyebabkan berhentinya fase genang laut dan
perubahan lingkungan pengendapan yang semula bersifat laut terbuka menjadi lebih
paralik. Perubahan ini mengawali pola pengendapan baru di Cekungan Tarakan yang
membentuk delta-delta konstruktif dengan progradasi dari barat ke timur.
a. Formasi Meliat, merupakan nama formasi tertua dari siklus 3 dan
diendapkan secara tidak selaras dengan Serpih Naintupo. Formasi ini
terdiri dari batupasir kasar, serpih karbonatan, dan batugamping tipis.Di
beberapa bagian, Formasi Meliat terdiri dari batulanau dan serpih dengan
sedikit lensa-lensa batupasir. Formasi Tabul terdiri dari batupasir,
batulanau, dan serpih yang kadang disertai dengan kemunculan lapisan
batubara dan batugamping. Bagian paling atas dari siklus ini adalah Formasi
Santul. Pada formasi ini sering dijumpai lapisan batubara tipis yang
berinterkalasi dengan batupasir, batulanau, dan batulempung, yang
diendapkan di lingkungan delta plain sampai delta front pada Miosen
Akhir.
b. Formasi Tabul. menumpang secara selaras di atas Formasi Meliat.
Penebalan terjadi pada jalur Sembakung-Bangkudulis. Secara umum
Formasi Tabul, didominasi oleh batupasir, batulempung/serpih, karbonan
dan beberapa tempat berkembang batubara. Ke arah tengah batupasir
berkembang baik terutama di bagian tengah dan bawah formasi membentuk
endapan-endapan channel dengan ketebalan bervariasi dari 3 ft hingga 140
ft. Batubara pada bagian utara dan tengah tidak berkembang, namun di
bagian tepi barat batubara berkembang sebagai perselingan dengan
batulempung dan batupasir dengan tebal antara 0,7-6 ft. Di bagian selatan
jalur ini perkembangan batupasir menjadi tipis-tipis dan berkembang
batubara sebagai perselingan dengan batulempung, batulanau dan batupasir,
ketebalan batubara antara 1,7-10 ft.
c. Formasi Santul, menumpang secara selaras di atas Formasi Tabul dan
dicirikan oleh perselingan batupasir, batulempung dan batubara. Batupasir
sebagian menunjukkan ciri endapan channel.

5. Pliosen-Pleistosen (Siklus 4 dan 5)


Sedimen siklus-4 disusun oleh satu formasi, yaitu Formasi Tarakan. Demikian
halnya sedimen siklus-5, yaitu hanya terdiri dari Formasi Bunyu yang menumpang
secara tidak selaras diatas Formasi Tarakan.
a. Formasi Tarakan, memiliki kontak erosional dengan Formasi Santul di
bawahnya dan dicirikan oleh perselingan batupasir, batulempung dan
batubara. Batupasir umumnya berbutir sedang sampai kasar, kadang-
kadang konglomeratan, lanauan atau lempungan. Batubara berkembang
tebal hingga 10-16 ft atau lebih. Berdasarkan data palinologi, Formasi
Tarakan berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan delta plain.
Dasar dari Formasi Tarakan pada beberapa ditepresentasikan oleh
ketidakselarasan, sedangkan di Pulau Bunyu, kontak antara Formasi Santul
dengan Tarakan bersifat transisional.
b. Formasi Bunyu, menumpang secara tidak selaras diatas Formasi Tarakan
berumur Sejak Pliosen, sedimen fluviomarine yang sangat tebal terbentuk,
terutama terdiri dari perlapisan batupasir delta, serpih, dan batubara.
Sedimen Kuarter dari siklus 5 dinamakan Formasi Bunyu, diendapkan di
lingkungan delta plain sampai fluviatil. Batupasir tebal, berukuran butir
medium sampai kasar, kadangkala konglomeratan dan interbeding batubara
lignit dengan serpih merupakan litologi penyusun dari Formasi Bunyu.
Batupasir formasi ini lebih tebal, kasar, dan kurang terkonsilidasi jika
dibandingkan dengan batupasir Formasi Tarakan. Batas bawah dari Formasi
ini dapat bersifat tidak selaras maupun transisional. Meningginya muka laut
pada kala Pleistosen Akhir menyebabkan garis pantai mundur ke arah barat
seperti garis pantai saat ini.
TEKTONOSTRATIGRAFI CEKUNGAN TARAKAN

Gambar 3: Tektonostratigrafi Cekungan Tarakan (Ellen et al, 2008)

1. Fase Pre-Rift
Pada fase ini, terjadi pembentukan basement dari Formasi Danau yang merupakan
batuan metamorf. Konfigurasi struktur diawali oleh proses rifting selama Eosen Awal,
kemudian terjadinya uplift di bagian barat selama Eosen Tengah mengakibatkan erosi di
puncak tinggian Sekatak sehingga tahap ini menjadi awal pengendapan siklus-1 dan
berlanjut ke siklus-2 (Biantoro, dkk., 1996). Patahan-patahan normal selama rifting ini
berarah relatif barat daya – timur laut.

2. Fase Syn-Rift
Sedimentasi berlangsung selama Eosen dari Formasi Sembakung dan Sujau.
Sumber material sedimen berasal dari aktivitas volkanik, yang mungkin didasari oleh
pergerakan lempeng yang mengalami subduksi, mengalami partial melting dan menyuplai
magma pada gunung api terestrial sehingga material sedimen dapat dihasilkan dari proses
vulkanik dan erosi gunung api. Proses tersebut menyebabkan Formasi Sembakung dan
Sujau terdiri dari banyak material baik silisiklastik maupun volkaniklastik yang berukuran
pasir-lanau. Pada fase ini, karbonat tidak dapat tumbuh karena adanya aktivitas vulkanik,
dan terbentuk cekungan model “graben-like” yang diduga akibat dari pemekaran Selat
Makassar.

3. Fase Post-Rift 1
Pada fase ini, cekungan “graben-like” masuk pada fase Passive Margin Basin
pertama kali terisi oleh material sedimen dari Formasi Sujau, bersamaan dengan material
sedimen yang berasal dari Formasi Malio. Semakin lama, aktivitas vulkanisme semakin
menurun, dan karbonat dapat tumbuh. Terbukti pada Formasi Malio terdapat endapan fosil
karbonat, menandakan aktivitas vulkanisme yang sudah menurun bahkan hilang dan mulai
tumbuh organisme-organisme dalam laut. Ini juga menandakan bahwa cekungan
mengalami fase transgresi sehingga lingkungannya berubah menjadi lingkungan laut.
Dibuktikan dengan Formasi Seilor yang terendapkan batugamping, hasil dari aktivitas
pertumbuhan karbonat pada lingkungan yang tenang. Setelah itu diendapkan Formasi
Mangkabua yang terdiri dari serpih dan napal, menandakan adanya erosi sedimen darat
yang menyebabkan material sedimen masuk dan mengganggu pertumbuhan karbonat
tersebut.

4. Fase Post-Rift 2
Terdapat aktivitas vulkanik pada Formasi Tempilan, yang ditandai dengan endapan
klastik basal berukuran pasir dan tidak ditemukannya endapan karbonat. Dilanjutkan
dengan terhentinya aktivitas vulkanik dan pertumbuhan karbonat dimulai kembali,
dibuktikan dengan diendapkannya Formasi Tabalar yang terdiri dari batugamping mikritik.
Kemudian material sedimen mulai kembali diendapkan secara intensif sehingga
terendapkan Formasi Mesalai dan Formasi Naintupo. Pada fase ini, mulai terjadi regresi
pada pengendapan Formasi Naintupo sehingga endapannya berbentuk gradasi terbalik
(dari lempung menjadi napal dan batugamping).
Secara tektonik, sejarah Sub-Cekungan Tarakan saat ini merupakan gambaran hasil
aktifitas tektonik Plio - Pleistosen. Elemen-elemen tektonik utama sebagai penyusun
cekungan adalah:
1. Melange Kapur/Eosen Awal, jalur Kalimantan Tengah di bagian barat. Daerah ini
tersusun oleh batuan metamorf yang tertektonisasi kuat. Achmad dan Samuel (1984),
memperkirakan jalur ini berumur Permo-Karbon atau Jura-Kapur.
2. Semenanjung Semporna, yang membentuk tinggian terletak di sebelah utara perbatasan
Indonesia dan Malaysia. Menurut Hamilton (1979), komplek Semporna termasuk Busur
Sulu dan secara genetic berhubungan dengan proses tumbukan lempeng Filipina dan NE
Kalimantan.
3. Semenanjung Mangkalihat, di bagian selatan merupakan tinggian dengan lapisan
sedimen tersier tipis, memisahkan Cekungan Tarakan di utara dan Kutai di bagian selatan.
Kearah timur, Cekungan Tarakan menyebar melintasi Laut Sulawesi menuju
palung laut Makasar. Batas paling timur dari Cekungan Tarakan tidak dapat ditentukan
secara jelas. Elemen tektonik Cekungan Tarakan, Kalimantan Timur (Samuel, 1984) Blok
Simenggaris.

DAFTAR PUSTAKA
- Achmad, Z., Samuel, L. (1984), Stratigraphy and depositional cycles in the N.E.
Kalimantan Basin. Proceedings of Indonesia Petroleum Association 13th Convention,
Jakarta, Vol. 1, 109-120.
- Lentini, M. R., Darman, H. (1996), Aspects of the Neogen tectonic history and hydrocarbon
geology of the Tarakan Basin, Proceedings of Indonesian Petroleum Association 25th
Annual Convention, Jakarta, Vol.1, 241-251.
- Ellen, H., Husni, M.N, Sukanta, U., Abimanyu, R., Feriyanto, Herdiyan, T. (2008), Middle
Miocene Meliat Formation in the Tarakan Islan, Regional Implications for Deep
Exploration Opportunity, Proceedings of Indonesian Petroleum Association 32nd Annual
Convention, Jakarta, Vol.1

Anda mungkin juga menyukai