Anda di halaman 1dari 15

Struktur Geologi Sangatta

Kalimantan Timur
Berdasarkan peta Geologi Lembar Sangatta Kalimantan Skala 1:250.000 oleh Sukardi, et al.
(1995), di daerah Sangatta dan sekitarnya terdapat kelurusan sesar atau kekar yang berarah relatif
barat daya-timurlaut, serta terdapat struktur kubah (“dome”) dengan kemiringan relative
memutar, bagian barat laut miring ke arah  barat laut dan Tengara miring ke Tengara.

Gambar Sebagian peta geologi regional  Kalimantan Timur

Secara regional, struktur geologi daerah Kalimantan timur dapat diamati dan diinterpretasi
menggunakan SRTM. Interpretasi citra SRTM oleh tim MKE wilayah penelitian terdapat
struktur lipatan berupa antiklin dengan sumbu antiklin berarah Baratdaya – Timur Laut dan
menunjam kearah Timur laut yang dikontrol oleh sesar normal yang berarah  Barat Laut
-Tengara.

Pergeseran sesar yang bersifat regional tersebut bertanggung jawab atas terbentuknya lipatan-
lipatan di daerah ini termasuk di Sangatta yang dipengaruhi oleh sesar besar Tangera – Barat
laut  yang melewati Sungai Sangatta.

Gambar Interpretasi struktur Geologi menggunakan Citra SRTM. Antiklin Sangatta


terlihat menunjam ke timur laut dan menghilang pada sesar besar yang melalui Sungai
Sangatta kearah barat Daya.

Hidrogeologi

Hidrogeologi secara umum dapat didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara material
geologi dan proses maupun aktivitas air khususnya airtanah (C.W. Fetter, 1994). Dalam
hidrogeologi dibahas tentang airtanah dalam hubungannya dengan aspek-aspek geologi seperti
perlapisan batuan atau tanah, struktur geologi, litologi batuan, sifat kimia-fisik batuan dan hal
lain yang mempengaruhi siklus airtanah tersebut.

Model aliran airtanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga
disebut sebagai daerah imbuhan airtanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air
yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses
penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melaui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada
tanah/batuan.

Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu
lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan
membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luasan
airtanah (discharge zone).

Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan
bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan
parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah ini
selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).

Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya
memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan
perubahan tekanan antara air tanah yang berada dibawah lapisan penutup dan air tanah yang
berada diatasnya. Perubahan tekan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined
aquifer) dan airtanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan
air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air
tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya.

Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah
tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. kemudahannya/air
tanah untuk didapatkan membuat kecendrungan disebut sebagai air tanah dangkal (Padahal
dangkal atau dalam itu sangat relatif).

Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis
(artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan
adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial airtanah ini berada diatas permukaan
tanah sehingga airtanah akan mengalir vertikal  secara alami menuju kesetimbangan garis
potensial khayal ini. Artesis nol; kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan
permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Terakhir artesis
negatif; kejadian dimana garis potensial khayal ini dibawah permukaan tanah sehingga muka air
tanah akan berada dibawah permukaan tanah.
G
a
m G
bambar 2.4. Model air tanah secara umum
a
rUntuk mendapatkan air tanah dalam (air tanah tertekan) maka perlu adanya pemboran air tanah,
dan untuk mengurangi resiko kegagalan dalam pemboran tersebut diperlukan pendugaan
1lapisan. Untuk itu yang biasa digunakan adalah dengan metode pendugaan lapisan pembawa air
yaitu metode geolistrik
S
t
Sumber
r
u
PT. Mitra Karya Sejati. 2008
k
t
u
r
You are here: Education - Geologi
 

rGeologi Regional Cekungan Kutai


eSecara fisiografis, Cekungan Kutai berbatasan di sebelah utara dengan Tinggian Mangkalihat,
gZona Sesar Bengalon, dan Sangkulirang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Zona Sesar
iAdang yang bertindak sebagai zona sumbu cekungan sejak akhir Paleogen hingga sekarang
o(Moss dan Chamber, 1999). Di sebelah barat berbatasan dengan Central Kalimantan Range yang
ndikenal sebagai Kompleks Orogenesa Kuching, berupa metasedimen kapur yang telah terangkat
adan telah terdeformasi. Di bagian timur berbatasan dengan Selat Makassar.
l
Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik
Kregional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia dan
aLempeng Eurasia, serta dipengaruhi oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoro et
lal., 1992).
i
mBentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum,
asumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan subparalel terhadap garis
npantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik,
tsesar turun dan sesar mendatar. Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 1.
a
nBatuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua dan samudera

(
S
a
t
yang dikenal sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai
berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode waktu Kapur Akhir – Paleosen (70 – 60
MA).

Cekungan pada bagian timur dan tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan
lempeng kerak samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan seperti
terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Perkembangan tektonik Cekungan Kutai


(Hutchison, 1996)

Dari Gambar 2 terlihat bahwa kerak samudera yang


berasal dari tenggara Kalimantan mendesak massa
kerak benua Schwaner ke arah baratlaut,
dikarenakan massa kerak Schwaner sangat kuat
maka kerak samudera mengalami patah sehingga
ada yang turun ke bawah dan naik ke atas. Karena di
dorong terus dari arah Irian Jaya terjadilah obduksi
yang akhirnya membentuk batuan ofiolit pada
pegunungan Meratus. Ketika kerak samudera
mengalami tekanan dari arah tenggara sudah sampai
pada titik jenuh maka kerak tersebut patah dan
karena adanya arus konveksi dari bawah kerak maka
terjadilah bukaan (rifting) yang kemudian terisi
sedimen sehingga menyebabkan terbentuknya
cekungan-cekungan yang berarah relatif utara–selatan seperti Cekungan Kutai.

Kawasan daratan pesisir Delta Mahakam memiliki seri perlipatan antiklin kuat dan sinklin yang
luas yang dikenal dengan nama Antiklonorium Samarinda yang merupakan hasil proses struktur
pembalikan (inversi) dari cekungan Paleogen.

Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan Chamber (1998) terdiri dari dua pengelompokan
utama yaitu:

Seri transgresi Paleogen

Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional dan rift infill saat Eosen dan diakhiri dengan
ekstensional post-rift laut dalam dan karbonat platform pada kala Oligosen Akhir.

Seri regresi Neogen

Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan deltaic progradation.
Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga paralik atau laut
dangkal dengan progradasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara
(lignit).

Adapun stratigrafi Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Stratigrafi Cekungan Kutai


(Satyana et al., 1999)

SISTEM PETROLEUM

Batuan induk utama terdiri dari Formasi


Pamaluan, Pulau Balang, dan
Balikpapan.Formasi Pamaluan, kandungan
material organiknya cukup (1-2%), tetapi
hanya terdapat di bagian utara dari
Cekungan Kutai. Pada Formasi Bebulu
terdapat kandungan material organik yang
cukup dengan HI di atas 300. Formasi
Balikpapan merupakan batuan induk yang
terbaik di Cekungan Kutai karena
kandungan material organiknya tinggi
dengan HI lebih besar dari 400 dan
matang. Formasi ini ketebalannya
mencapai lebih dari 3000 m, sehingga
diperkirakan mampu menghasilkan
hidrokarbon dalam jumlah yang cukup
banyak (Hadipandoyo, et al., 2007).

Batuan reservoar terdapat pada formasi


Kiham Haloq, Balikpapan, dan Kampung
Baru, tetapi yang produktif hanya Formasi
Balikpapan dan Kampung Baru (Hadipandoyo, et al., 2007). Porositas permukaan pasir
literanitik berkisar <5% - 25% dengan permeabilitas <10 mD - 200 mD.

Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir di semua formasi yang
berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang
sangat potensial sebagai seal.

Migrasi vertikal dari dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar-sesar menuju ke
reservoar yang berumur Miosen Tengah dan Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang oleh
reservoar lapisan kemiringan ke timur menuju trap stratigrafi ataupun struktur.

Jenis perangkap didominasi oleh perangkap struktur khususnya tutupan (closure) four-way yang
diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting namun lebih sulit
diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap struktur. Kombinasi dari
perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada Cekungan Kutai.

REFERENSI

Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam
Delta, IPA, Jakarta
Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults As The Major Structural
Control In The Northern Part Of The Kutai Basin, East Kalimantan, Proceedings of 21st Annual
Convention of Indonesian Petroleum Association
Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, Guntur, A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D.,
Firdaus, N., 2007, Kualifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangn Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta
Hall, R., 2005, Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum
Association and Royal Halloway University of London
Hutchison, C.S., 1996, The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line' Problem of Borneo, in
R. Hall and D.J. Blundell, (eds.), Tectonic Evolution of SE Asia, Geological Society of London
Special Publication, p. 247-261.
Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y., dan Wiweko, A.A., 2000, Modern, ancient deltaic
deposits & petroleum system of Mahakam Area. AAPG-IPA Fieldtrip Guidebook
Moss, S.J. dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling And Facies Architecture Of Rift
And Inversion In The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Indonesian Petroleum Association,
Proceedings 27th Annual Convention, Jakarta, 459-486
Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on The Hydrocarbon Habitats
of The Barito, Kutai and Tarakan Basin, Eastern Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities,
Journal of Asian Earth Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford 99-120
Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the Tertiary hydrocarbon
bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG Bulletin, v.76,p.1778-1803

Rizka Farizal
http://genrambai.blogspot.com.au/2013/01/geologi-regional-cekungan-kutai_11.html

STUDI REGIONAL CEKUNGAN BATUBARA DAERAH PESISIR


KALIMANTAN TIMUR

Oleh
FX. Harkins HP, JA. Prihandono, A. Setiya Budhi, D. Kusnida (PPGL)
 
SARI
 

Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia yang berpotensi endapan
batubara.  Formasi-formasi pembawa batubara yang dijumpai di wilayah pesisir Kalimantan
Timur berada pada stratigrafi bagian atas Cekungan Kutai ini, yakni Fm. Kampungbaru, Fm.
Balikpapan dan Fm. Pulaubalang.
Banyaknya singkapan batubara di daerah mengindikasi bahwa endapan batubara di wilayah pesisir Kalimantan
Timur memiliki potensi yang cukup baik.  Data kualitas batubara dari Kanwil Kaltim, tahun 1994 adalah sebagai
berikut: kadar air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-8,0%
dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg.
 

PENDAHULUAN
Studi regional cekungan batubara ini merupakan suatu kegiatan kompilasi dari berbagai data
geologi untuk mengetahui sejarah terbentuknya batubara dalam suatu cekungan sedimentasi dan
potensi cadangannya, khususnya di daerah pesisir Kalimantan Timur.
Daerah kajian termasuk dalam Cekungan Kutai yang luas penyebarannya sekitar 280.000 km2
atau 95% wilayah pesisir timur Kalimantan.
GEOLOGI REGIONAL

Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti
oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan
karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah baratlaut yang
menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu
sejak Oligosen Akhir hingga sekarang (Ferguson dan McClay, 1997).
Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan
Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat
pengendapan (Tanean, drr, 1996).  Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus
menerus sampai Miosen Akhir.  Bahan yang terendapkan berasal dari bagian selatan, barat dan
utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan.
Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang berarah utara-timur laut yang
dicirikan oleh antiklin asimetris yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang berisi siliklastik
berumur Miosen dimana jejak sumbunya mencapai 20-50km sepanjang jurus berbentuk lurus
hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual dari timur ke barat sedikit
hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan pengangkatan
dan erosi di bagian barat (Ferguson dan McClay, 1997).
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan
fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut.  Urutan
transgresif ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar,
juga di pantai hingga marin dangkal.
Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan
perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan
serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Fm. Antan. 
Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik
yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit.  Siklus delta yang berumur
Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara.  Progradasi ke arah timur
dan tumbuhnya delta  berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang
laut secara lokal.
Pada Peta Geologi Lembar Balikpapan (Hidayat dan Umar, 1994), endapan-endapan delta
yang mengandung batubara tersebut dikenali sebagai Fm. Tanjung, Fm. Kuaro, Fm. Warukin,
Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru. Formasi-formasi yang tersebar di
daerah kajian berada pada stratigrafi bagian atas dari Cekungan Kutai yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Formasi Kampungbaru (Tpkb)
Batulempung pasiran, batupasir kuarsa, batulanau sisipan batubara, napal, batugamping dan
lignit.  Ketebalannya 700-800 m, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dan diendapkan dalam
lingkungan delta dan laut dangkal.  Formasi ini terletak tidak selaras di atas Fm. Balikpapan.
Formasi Balikpapan (Tmbp)
Peselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal,
batugamping dan batubara.  Tebal formasi ± 800 m, berumur Miosen Tengah Atas dan
diendapkan dalam lingkungan litoral-laut dangkal.  Formasi menindih selaras di atas Formasi
Pulaubalang.
Formasi Pulaubalang (Tmpb)
Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal
formasi ± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam lingkungan sublitoral
dangkal.

PENGAMATAN LAPANGAN

Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang menempati daerah
pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara–selatan dengan kemiringan topografi dari
barat ke timur antara 0o-20o dan memiliki ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan
perbukitan bergelombang menempati daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-selatan
dengan ketinggian antara 20-100 m dan kemiringan antara 10o-50o, pada satuan ini umumnya
singkapan batubara ditemukan.  Pola sungai daerah ini umumnya trelis yang mengikuti pola
intensitas struktur, yaitu perlipatan.
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara, seperti Fm.
Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru (Hidayat dan Umar, 1994).  Dijumpai pada
22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada umumnya telah mengalami pelapukan sedang-kuat dan di
beberapa singkapan ini mengalami pembakaran sendiri (self combustion).  Dari pengamatan
pada singkapan batubara dan pengukuran jurus dan kemiringannya umumnya berarah utara-timur
(NE) dan utara-barat (NW) dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai 70° dengan
ketebalan antara 0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir, batulempung, dan batulanau,
selengkapnya lihat Tabel 21-1.
ANALISIS LABORATORIUM

Analisis laboratorium yang dilakukan pada 4 lokasi (KT-09, KT-12, KT-15 dan KT-20)
berupa analisis kandungan mikrofosil dan polen pada lapisan sedimen berukuran halus-kasar
yang berada di atas dan di bawah lapisan batubara.
Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples) tetapi hanya
dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi.  Menurut Pringgoprawiro (1982) ini
mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara sekunder menunjukkan adanya larutan
kimia seperti gypsum, limonit, laterite ataupun jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan
dimungkinkan adanya larutan klorida, sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak
adanya kehidupan. Tetapi secara umum proses pemfosilan organisme itu tergantung pada
lingkungan hidupnya (Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus organisma akan terawetkan
secara baik tetapi pada sedimen berbutir kasar yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit
mengandung zat organik ataupun karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.
Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang berada di bawah
lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa batuan didaerah kajian berumur tidak
lebih tua dari Miosen Tengah yang ditandai dengan munculnya fosil indeks Soneratia alba
(Florschuetzia meridionalis) (KT-20).

 
Tingginya proporsi polen Rhyzophora, Avicennia dan Soneratia alba (Florschuetzia
meridionalis) mengindikasikan lingkungan pengendapannya di daerah lingkungan mangrove
yang tumbuh di atas pantai yang relatif stabil.  Kehadiran Concentricystes circulus (alga air
tawar) mengindikasikan kuatnya pengaruh proses-proses terestrial pada saat pengendapan.
Proporsi polen-polen komponen non-mangrove yang cukup besar merupakan indikasi bahwa
media transportasi butiran-butiran polen tersebut adalah arus sungai dan kemudian diendapkan di
dalam alur sungai atau di pada muaranya.
INTERPRETASI CITRA LANDSAT

Interpretasi data citra landsat diujicobakan untuk membantu dalam menentukan penyebaran
formasi pembawa batubara khususnya di daerah kajian. Pada prinsipnya citra landsat ini
merupakan rekaman hasil pengukuran beda intensitas cahaya matahari dengan intensitas yang
dipantulan oleh batubara. Hasil interpretasi citra landsat daerah kajian memperlihatkan
penyebaran formasi pembawa batubara berarah relatif utara-selatan. Penyebaran formasi
pembawa batubara diperkirakan hingga sayap kiri daerah delta Sungai Mahakam yakni pada
daerah pantainya.

DISKUSI

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium maka dicoba untuk
membandingkan singkapan-singkapan batuan tersebut dengan formasi-formasi dari data
regional, sebagai berikut:
Sedimen dan Lingkungan Pengendapan

         Fm. Kampungbaru

Lapisan batupasir kuarsa loose dan terkadang kontak langsung dengan lapisan batubara; seam
tidak bervariasi dan relatif tipis; batubara lebih bersifat lignit.  Singkapan yang termasuk
dalam formasi ini adalah KT-04, KT-05, KT-06, KT-07, KT-12, KT-13, KT-14, KT-15 dan
KT-16. Analisis polen menunjukkan umur tidak lebih tua dari Pliosen dan lingkungan
pengendapan pada muara sungai dan hutan mangrove di daerah pantai yang stabil.
Jika mengacu pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal pada Peta Geologi
Regionalnya, maka penyebaran formasi ini tidak melingkupi daerah yang luas tapi hanya pada
daerah sekitar Delta Mahakam Purba
         Fm. Balikpapan

Lapisan batupasir kuarsa relatif kompak; banyak ditemui multiseam, relatif tebal dan
umumnya kontak dengan lapisan sedimen halus; batubara lebih bersifat sub bituminus. 
Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-01, KT-02, KT-03, KT-09, KT-10,
KT-11, KT-17, KT-18, KT-19 dan KT-22. Analisis polen KT-09 tidak memberikan informasi
baik umur maupun lingkungan pengendapan. Jika mengacu pada Peta Geologi Regionalnya,
lingkungan pengendapan berupa litoral-laut dangkal, maka penyebaran memanjang arah
utara-selatan, yakni dari Samarinda hingga Tanah Grogot.
         Fm. Pulaubalang

Variari seamnya rendah dan diperkirakan batubaranya bersifat lignit. Singkapan yang
termasuk dalam formasi ini adalah KT-20 dan KT-21.  Analisis polen pada KT-20
menunjukkan umur Miosen Tengah.
Menurut Payenberg, et al., (1999), arah arus purba selama Miosen Tengah di Lapangan
Mutiara, Sanga-sanga Cekungan Kutai diduga sesuai dengan arah umum struktur silang-siur
di KT-02 dan KT-03 berarah selatan, dan di KT-21 berarah Utara. Ini menunjukkan bahwa
kala Miosen Tengah di bagian utara Cekungan Kutai arah arus ke selatan dan di bagian
selatan cekungan berarah ke utara.
Ferguson dan Mc.Clay (1997) menyebutkan lingkungan pengendapan sistem delta yang
berada di Kalimantan Timur, yakni: sand-shale-coal sequence merupakan proximal deltaic
facies dan shale (thick) sequence merupakan distal marine facies.
Potensi Endapan Batubara

Potensi endapan batubara di daerah kajian cukup baik dengan banyaknya ditemukan
singkapan batubara, beberapa mengalami self combustion dan umumnya mempunyai kemiringan
lapisan yang relatif landai kecuali yang tersingkap di Bukit Soeharto.
Data kualitas batubara (Kanwil DPE Kalimantan Timur, 1994) adalah sebagai berikut : kadar
air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-
8,0%, dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg.  Sedangkan cadangannya diperkirakan ±1.400 juta ton.
KESIMPULAN

           Pada umumnya batubara tersingkap pada satuan morfologi perbukitan bergelombang.
yang secara umum berarah utara-selatan
           Daerah kajian berada dalam Cekungan Kutai yang mengandung formasi pembawa
batubara, yakni: Fm. Kampungbaru, Fm. Balikpapan dan Fm. Pulaubalang
           Formasi Kampungbaru merupakan formasi teratas yang berumur Miosen Akhir hingga
Pliosen pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal. Ciri-ciri batubara yang dijumpai
adalah seam tidak banyak variasi dengan ketebalan yang relatif tipis dan bersifat lignitan.
Penyebaran formasi ini tidak terlalu luas jika dibandingkan pada dua formasi lainnya, yaitu:
di sekitar Delta Mahakam.
           Formasi Balikpapan berada tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru berumur
Miosen Tengah Atas dan diendapkan pada lingkungan litoral-laut dangkal. Ciri-ciri batubara
yang dijumpai adalah multiseam dengan ketebalan rata-rata 2-5 meter dan batubara lebih
bersifat sub bituminus. Formasi ini tersebar hingga Tanah Grogot.
           Formasi Pulaubalang berada selaras di bawah Formasi Balikpapan yang berumur Miosen
Tengah. Ciri-ciri batubara mempunyai variasi seam kecil dan relatif sub bituminus.
 
DAFTAR PUSTAKA

PPGL, Tim DIK-S, 1999.  Laporan Studi Regional Cekungan Batubara Wilayah Pantai di
Kabupaten Pasir-Balikpapan-Samarinda Propinsi Kalimantan Timur
Fergusson A., McClay K., 1997. Structural modelling within the Sanga Sanga PSC, Kutai Basin,
Kalimantan: its application to paleochannel orientation studies and timing of
hydrocarbon entrapment, Indonesian Petroleum Association.
Hidayat  S., Umar I., 1994. Peta Geologi Lembar Balikpapan, Kalimantan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Mattews W.H., 1962. Fossils : an introduction to prehistoric life. Barnes & Nobile Inc., New
York, 334h.
Payernberg T.H.D., S.C. Lang, G.P. Allen, R. Koch, 1999. Orientations of deltaic and alluvial
channels in the middle Miocene onshore part of the Kutai Basin, East Kalimantan
and their potential as hydrocarbon reservoirs, Indonesian Sedimentologist Forum
Special Publication No. 1, Jakarta.
Prasongko B.K., 1996. Model pengendapan batubara untuk menunjang eksplorasi dan
perencanaan penambangan, Pascasarjana Jurusan Teknik Pertambangan ITB,
Bandung.
Pringgoprawiro H., 1982. Diktat mikropaleontologi lanjut, Institut Teknologi Bandung.
Sukardi, Sikumbang N., Umar I., Sunarya R., 1995. Peta Geologi Lembar Sangatta, Kalimantan,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Sumardi D., dkk., 1988. Report on S.E Kalimantan Coal Project,  Western Australia School of Mines Mineral
Exploration.
 
 
Tabel 21-1. Daftar Singkapan Batubara
NO. DESKRIPSI
LOKASI
KT-01 Tersingkap baik di Samarinda pada tebing jalan dengan kedudukan N36oE/36o.  Terdiri atas
lempung lanauan: abu-abu kecoklatan, tebal >1,5 m, terdapat sisipan batubara tipis; batupasir:
abu-abu kecoklatan, berbutir halus-sedang, tebal 2m, terdapat sisipan lempung tipis; pada
bagian bawah dijumpai 3 seam dengan tebal 1,7 m, 2,3 m dan 2,0 m yang berselingan dengan
lempung lanauan.  Batubara berwarna hitam, mengkilap dan getas.
KT-02 Tersingkap baik di Air Putih, Samarinda pada tebing lahan pemukiman dengan kedudukan
N26oE/53o.  Terdiri atas batubara: getas, tebal 1,6 m berupa sisipan pada batulempung abu-abu
gelap; pada bagian bawah terdapat batubara: hitam, getas, mengkilap dengan tebal 0,95 m;
lignit: coklat sisipan batulempung tipis dan batubara, tebal 2,34m; Selang seling batulempung
dan lignit: tebal 4,38m; batupasir: abu-abu kecoklatan, butir halus-sedang, struktur current
marks berarah N175oE dan tebal 0,37m; batulempung sisipan batupasir: tebal 1,83 m; batubara
sisipan batulempung tipis: hitam, mengkilap dan getas, tebal 5,33m
KT-03 Tersingkap baik di Loa Janan pada tebing jalan dengam kedudukan N130oE/12o.  Bagian atas
berupa batubara: berupa sisipan pada batulempung berwarna hitam, mengkilap dan getas, tebal
2,5 m; pada bagian bawah dijumpai batupasir sisipan batulanau yang mengandung lapisan tipis
lignit.  Batupasir: abu-abu kecoklatan, berbutir halus-kasar, kadang terdapat sisipan tipis
batupasir kerikilan dan lignit yang relatif lepas-lepas, dijumpai struktur mega silang siur dengan
arah N179oE dan tebal >15 m
KT-04 Tersingkap tidak baik di Loa Janan (KM10 Smd) dikenali dari sisa bakarnya yang diperkirakan
hanya 1 seam dengan tebal >1m
KT-05 Tersingkap tidak baik di Loa Janan (KM12 Smd) pada lereng bukit yang dikenali dari asap
bakarnya (aktif) dan runtuhan lereng.  Sedikitnya terdapat 3 seam.
KT-06 Tersingkap tidak baik pada lahan rumput ilalang (KM30 Smd) yang dikenali dari sisa bakarnya
(aktif) dan diperkirakan berkedudukan utara-selatan dengan kemiringan ke arah timur.  Diduga
terdapat 2 seam.
KT-07 Tersingkap tidak baik pada areal rumput ilalang (KM34 Smd), masih aktif terbakar

KT-08 Tersingkap tidak baik di Sempaja pada tebing sisi jalan kampung dengan kedudukan N28oE/37o. 
Batubara berwarna hitam, mengkilap, getas, tebal ± 1m.
KT-09 Tersingkap tidak baik di Lampake pada lereng tebing jalan raya dan masih aktif terbakar dengan
kedudukan N345oE/37o.  Dijumpai 5 seam yang pada umumnya berupa sisipan pada
batulempung yang terlapukan kuat berwarna abu-abu kecoklatan; dijumpai strukrur current
marks berarah N210oE
KT-10 Tersingkap tidak baik di Bukit Soeharto pada sisi jalan raya (KM51 Smd) dan masih aktif
terbakar.  Kedudukan lapisan N15oE/70o, diduga lebih dari 1 seam.
KT-11 Tersingkap tidak baik di Bukit Soeharto pada sisi jalan raya berupa sisa bakarnya.  Dijumpai 2
seam dengan tebal bagian atas 2m dan bagian bawah 1,8m dimana jarak antar seam 25m. 
Batubara berwarna hitam, mengkilap dan getas
KT-12 Tersingkap baik di Bukit Soeharto pada lereng bukit sisi jalan raya (KM61 Smd) dengan
kedudukan N30oE/85o.  Terdiri atas batulempung lanauan: abu-abu dengan tebal 1,9 m;
batubara: hitam, mengkilap dan terkersikan, tebal 1,43m; batulempung: abu-abu kecoklatan
sisipan batubara tipis, tebal 2,38m; dijumpai juga 2 seam lainnya dengan ketebalan 2m dan 4,1m
 

Tabel 21-1. Daftar Singkapan Batubara (Lanjutan)


KT-13 Tersingkap baik di Bukit Soeharto pada lereng bukit sisi jalan dengan kedudukan N20oE/5o. 
Dijumpai 3 seam berupa sisipan pada batulempung berwarna coklat dengan ketebalan total 7,05 m;
batubara: berwarna hitam-coklat, lignitan, dijumpai fragmen damar dan kadang sisipan
batulempung.  Tebal masing-masing seam: adalah 10cm, 55cm dan 1,3m
KT-14 Tersingkap tidak baik di Samboja pada lereng bukit dengan kedudukan lapisan N340oE/5o dan
masih terbakar,.  Dijumpai fragmen batugamping masif yang berada di atas seam dengan ketebalan
>2m
KT-15 Tersingkap baik di Sepinggan (KM9 Blp) pada tebing sisi jalan dengan kedudukan N285oE/12o. 
Terdiri atas batubara: lignitan, coklat kehitaman, tebal >1,5m; batupasir: coklat kekuningan, halus-
sedang, pemilahan baik-sangat baik, relatif bersih, dominan kuarsa/feldspar, lepas-lepas dan
dijumpai konkresi besi, tebal > 1,5m; batubara: coklat, lignitan, tebal 4m
KT-16 Tersingkap baik di Sepinggan pada bukaan lahan pemukiman dengan kedudukan N350oE/13o. 
Terdiri atas batubara: coklat dan kusam, tebal >1,5m; batulempung: coklat sisipan tipis lignit, tebal
5m; lignit: abu-abu kehitaman, kebawah makin besar kadar batubaranya, tebal 3,1m; batupasir:
coklat, berukuran halus-sedang, tebal 1,5m; batubara: hitam kecoklatan, lignitan dan sedikit
menyerpih, tebal 1,4 m; batulempung: coklat, tebal 2m; batubara: coklat, lignitan, tebal 60cm;
batulempung: coklat , tebal >3m
KT-17 Tersingkap tidak baik di Lawe-lawe Panajam pada areal instalasi pipa minyak (VICO.W01L) dan
masih aktif terbakar.  Kedudukan lapisan N65oE/10o diduga lebih dari 2 seam; tebal 1,2m. 
Batubara: berwarna coklat, sedikit kusam kadang dijumpai struktur kayu
KT-18 Berada di Desa Labangka-Waru pada kaki bukit berupa sumur uji.  Kedudukan lapisan
N288oE/28o.  Batubara: hitam, tebal >1m
KT-19 Tersingkap baik di Bebulu pada areal bekas galian batubara penduduk dengan kedudukan
N240oE/33o.  Terdiri atas batulempung lanauan sedikit pasiran, warna coklat, tebal >2m; batubara:
coklat kehitaman dan kusam, tebal 1,2m; batulempung lanauan: sedikit lanauan, warna coklat,
terdapat sisipan lensa lignit, dijumpai konkresi besi, tebal 3 m; batubara: coklat kehitaman dan
kusam, tebal > 3.5 m
KT-20 Tersingkap baik di simpangan Rinting-Waru pada tebing pemukiman penduduk dengan kedudukan
N20oE/68o.  Terdiri atas batupasir: abu-abu, butir halus-sedang, kemas tertutup, terpilah sedang-
baik, 70-90% kuarsa/feldspar, lepas-lepas, struktur graded bedding dan cross bedding dengan arah
umum N10oE, sisipan tipis karbon (parallel lamination), tebal > 8,4m; batupasir: abu-abu
kecoklatan, halus-sedang, terdapat fragmen (lensa) lempung, tebal 1,1m; batupasir lempungan:
abu-abu kecoklatan, halus-sedang, terdapat struktur paralel laminasi tidak teratur dengan gejala
sesar-sesar minor, tebal 2,8 m; batupasir: abu-abu kecoklatan, kasar-sangat kasar, pemilahan
buruk dengan fragmen (lensa) lempung, dijumpai struktur silang siur yang tidak jelas arahnya, tebal
1,2m; batupasir: kecoklatan, halus-sedang, graded bedding, tebal 1,4m; batulempung: abu-abu
kecoklatan, terdapat lensa lignit, tebal 1,4m; batulempung: abu-abu kehitaman, ke bawah makin
hitam (karbonan), tebal 3,8m; batubara: hitam kecoklatan, sedikit kusam, tebal >3,5 m
KT-21 A)      Tersingkap di Desa Lombok–Long Ikis (KM88 Pnj) di tepi sungai berupa batugamping
berwarna abu-abu, masih terlihat struktur tumbuhnya (koral)
B)      Tersingkap pada lahan untuk penimbunan kayu (300 m dari lokasi B) dengan kedudukan
N55oE/24o.  Terdirii atas batugamping: putih, masif; batulempung selang seling batulanau: abu-
abu, sedikit karbonan, terdapat konkresi besi dan skolitos, tebal >3m; batubara: coklat
kehitaman, lignitan, tebal 1,5m; batulanau pasiran: coklat, terdapat lensa karbon coklat
kehitaman dan konkresi oksida besi, dijumpai struktur ripple marks dengan arah N05oE, tebal
>3,3m
KT-22 Tersingkap tidak baik di Desa Goa Sari–Pasir Belengkong pada tepi sungai dengan kedudukan
N160oE/12o.  Dijumpai hanya 1 seam (brown coal) dengan ketebalan >1m
 

Gambar 21-1. Peta Geologi dan Lokasi Singkapan Batubara di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

GEOLOGI REGIONAL BALIKPAPAN

GEOLOGI

Kota Balikpapan secara geologi terdiri dari 3 formasi yang mendasarinya yaitu : Formasi
Balikpapan Bawah, Formasi Balikpapan Atas dan Formasi Balikpapan Kampung Baru. Untuk
formasi Balikpapan Bawah dan Balikpapan Atas terdiri dari batu pasir kwarsa dan lempung
dengan sisipan lanau, serpih, batu gamping dan batu bara, formasi tersebut berada didaerah
perkotaan. Dimana satuan batuan tersebut secara umur geologi berumur Miosen dan telah
mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi dan mudah jenuh oleh air. Untuk Formasi
Kampung Baru terdiri dari batu pasir kwarsa dengan sisipan lempung lignit dan lanau dan
berumur pliosen. Adapun letak Formasi tersebut berada dibagian Timur dari Kota Balikpapan
dan sebelah utara. Dimana satuan batuan ini juga memiliki tingkat pelapukan yang tinggi dan
mudah mengalami erosi.

Formasi geologi Kota Balikpapan terdiri dari Meosin Atas dan Alluvial Undak Terumbu Koral.
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa Meosin Atas mencapai luas 20.937 Ha, dan Alluvial
Undak Terumbu Koral mencapai luas 31.743 Ha.

Jenis batuan yang ada terdiri dari endapan permukaan dan batuan sedimen dan gunung api.
Endapan permukaan berupa endapan alluvium, terdiri dari kerikil, pasir, lempung dan lumpur,
umumnya tersebar disepanjang pantai timur di sekitar Tanah Grogot, Teluk Adang dan Teluk
Balikpapan. Sedangkan jenis batuan sedimen dan gunung api, terdiri dari tiga formasi batuan
yaitu Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampung Baru.

Mengingat sebagian besar lahan di Kota Balikpapan berjenis podsolik merah kuning dan pasir
kwarsa dan bertekstur kasar serta ikatan batuan yang lemah, disebabkan tanah tersebut dibentuk
dari jenis batuan yang berumur relatif muda. Sedangkan sifat tanahnya sangat mudah tererosi dan
jenuh akan air. Sedangkan pembentukan jenis-jenis tanah ditentukan oleh beberapa faktor batuan
induk, topografi, umur, iklim dan vegetasi/biologi serta pengaruh faktor lainnya, sehingga
mengalami proses lebih lanjut secara terus menerus.

Jenis tanah yang terdapat di Kota Balikpapan adalah sebagai berikut :

· Alluvial, terdiri dari material pasir, lempung dan lumpur yang terbentuk dalam lingkungan
sungai dan pantai. Jenis tanah ini menempati kira-kira seluas 5% dari wilayah Kota Balikpapan.
Pada jenis tanah Alluvial ini tersedia minimal cukup unsur hara yang berguna bagi tumbuh-
tumbuhan namun sebagian besar tanah ini dipengaruhi oleh unsur bahan induk sehingga
menjadikan kurang subur bagi lahan pertanian.

· Podsolik Merah Kuning, jenis tanah ini menempati wilayah Kota Balikpapan sekitar 80%,
keadaan tekstur tanah liat, porositas jelek dan mudah larut bersama air.

· Tanah Pasir, sekitar 15% dari wilayah Kota Balikpapan, tanah pasir ini mengandung kuarsa,
lempung serta serpih dengan sisipan napal dan batu bara, berwarna kecoklatan agak kelabu,
porositas baik, rapuh dan tingkat erosi sangat tinggi.

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa
tanah yaitu partikel pasir, debu dan liat. Kasar halusnya tekstur tanah dalam suatu wilayah
penggolongan tanah tersebut. Tekstur tanah dapat menentukan tata air dalam tanah berupa
kerapatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan/sementasi oleh air tanah. Apabila
tekstur tanah halus maka tanah tersebut sangat sulit meluluskan air dan apabila tekstur tanah
tersebut kasar akan mudah meluluskan air.

Anda mungkin juga menyukai