Anda di halaman 1dari 20

GEOLOGI KARST

KARST PADA FORMASI MAKALE

Oleh :

Nasya Syahnur Pattimura D062 171 003


Andi Nurul Isma Yogie W D062 171 005
Aqsal Ramadhan S D062 171 004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA (S2)
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
Makassar, Maret 2018
PENDAHULUAN
 Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai konsekuensi banyak terdapat bentang alam karst. Seluruh pulau besar

di Indonesia terdapat lapisan Batugamping yang telah berkembang menjadi kawasan karst. Salah satunya Karst pada

Formasi Makale yang terdapat di Pulau Sulawesi.

 Formasi Makale (Tomm) termasuk pada Daerah Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo.

 Secara geografis wilayah Kabupaten Tana Toraja terletak sekitar 311 km sebelah utara Kota Makassar pada koordinat

119o19’05” – 120o09’16” BT dan 02o36’03” – 03o24’13” LS. Dengan Makale sebagai Ibukota Kabupaten. Kabupaten Tana

Toraja berada pada dataran tinggi dengan curah hujan tinggi. Terdapat bukit-bukit Karst yang mana dalam Bahasa

Toraja disebut Buntu.

 Pemanfaatan Karst telah berlangsung sejak lama di berbagai daerah di Indonesia. Di Sulawesi Selatan, banyak

menggantungkan sumber airnya pada air karst. Demikian pula terhadap pembangunan yang banyak menggantungkan

sumber pokoknya dari ekosistem karst (BLHD Prov. Sulawesi Selatan, 2016) .

 Selain Pemanfaatnya yang telah disebutkan diatas, Menariknya di Kabupaten Tana Toraja Daerah Karts dijadikan

sebagai tempat Pemakaman. Pemanfaatan karst sebagai lahan pertambangan batu gamping di daerah Burake baru

dimanfaatkan untuk pondasi rumah dan pembuatan jalan. Di daerah burake juga digunakan sebagai objek wisata

rohani patung Yesus.


Gambar Peta Geologi Lembar Majene Dan Bagian Barat Lembar Palopo (Djuri dkk, 1998)
Gambar Menara Karst Tengan, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja (BLHD Prov. Sulawesi
Selatan, 2016)
Gambar Menara Karst Assa, Kecamatan Sanggala, Kabupaten Tana Toraja (BLHD Prov. Sulawesi
Selatan, 2016)
Gambar Menara Karst Kecamatan Sanggala, Kabupaten Tana Toraja (BLHD Prov. Sulawesi
Selatan, 2016)
Gambar Menara Karst Burake, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja (BLHD Prov. Sulawesi
Selatan, 2016)
LINGKUNGAN DIAGENESIS

Gambar Lingkungan diagenesis Tucker Dan Wright (1990)


KARSTIFIKASI
 Karstifikasi atau proses permbentukan bentuk-lahan karst didominasi oleh proses pelarutan.

 Batuan yang mengandung CaCO3 tinggi akan mudah larut. Semakin tinggi kandungan CaCO3, semakin berkembang

bentuk lahan karst. Kekompakan batuan menentukan kestabilan morfologi karst setelah mengalami pelarutan. Apabila

batuan lunak, maka setiap kenampakan karst yang terbentuk seperti karen dan bukit akan cepat hilang karena proses

pelarutan itu sendiri maupun proses erosi dan gerak masa batuan, sehingga kenampakan karst tidak dapat

berkembang baik.

 Ketebalan menentukan terbentuknya sikulasi air secara vertikal lebih. Tanpa adanya lapisan yang tebal, sirkulasi air

secara vertikal yang merupakan syarat karstifikasi dapat berlangsung. Tanpa adanya sirkulasi vertikal, proses yang

terjadi adalah aliran lateral seperti pada sungai-sungai permukaan dan cekungan-cekungan tertutup tidak dapat

terbentuk.

 Rekahan batuan merupakan jalan masuknya air membentuk drainase vertikal dan berkembangnya sungai bawah

tanah serta pelarutan yang terkonsentrasi.

 Curah hujan merupakan media pelarut utama dalam proses karstifikasi. Semakin besar curah hujan, semakin besar

media pelarut, sehingga tingkat pelarutan yang terjadi di batuan karbonat juga semakin besar. Ketinggian

batugamping terekspos di permukaan menentukan sirikulasi/drainase secara vertikal.


KARSTIFIKASI
 Walupun batugamping mempunyai lapisan tebal tetapi hanya terekspos beberapa meter diatas muka laut, karstifikasi tidak

akan terjadi. Drainase vertikal akan terjadi apabila julat/jarak antara permukaan batugamping dengan muka air tanah atau

batuan dasar dari batugamping semakin besar. Semakin tinggi permukaan batugamping terekspose, semakin beser julat

antara permuka-an batugamping dengan muka air tanah dan semakin baik sirkulasi air secara vertikal, serta semakin intensif

proses karstifikasi.

 Temperatur mendorong proses karstifikasi terutma dalam kaitannya dengan aktivitas organisme. Daerah dengan temperatur

hangat seperti di daerah tropis merupakan tempat yang ideal bagi perkembangan organisme yang selanjutnya

menghasilkan CO2 dalam tanah yang melimpah. Temperatur juga menentukan evaporasi, semakin tinggi temperatur semakin

besar evaporasi yang pada akhirnya akan menyebabkan rekristalisasi larutan karbonat di permukaan dan dekat permukaan

tanah. Adanya rekristalisasi ini akan membuat pengerasan permukaan (case hardening) sehingga bentuklahan karst yang

telah terbentuk dapat dipertahankan dari proses denudasi yang lain (erosi dan gerak masa batuan).

 Penutupan hutan juga merupakan faktor pendorong perkembangan karena hutan yang lebat akan mempunyai kandungan

CO2 dalam tanah yang melimpah akibat dari hasil perombakan sisa-sisa organik (dahan, ranting, daun, bangkai binatang)

oleh mikro organisme. Semakin besar konsentrasi CO2 dalam air semakin tinggi tingkat daya larut air terhadap batugamping.
KARST FORMASI MAKALE
 Secara umum bentuk morfologi karst yang ada pada
kabupaten Tana Toraja adalah menara karst (Tower Hill).
 Formasi Makale (Tomm) tersusun dari Batugamping terumbu, terbentuk di
laut dangkal. Umurnya diduga Miosen Awal - Miosen Tengah (Djuri dkk,
1998). Batu gamping ini membentuk topografi karst.
 Formasi Makale yang merupakan batugamping terumbu (reef/limestone)
merupakan batuan penyusun yang dominan pada Kecamatan Sanggala.
Batuan ini menyebar dari utara ke selatan melalui Kota Makale hingga
Kalosi di selatan (Lantu dkk, 2005)
Gambar Peta Geologi Daerah Makale dan sekitarnya, sisederhanakan dari Peta Geologi
regional Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo(Djuri dkk, 1998)
KARST FORMASI MAKALE
 Daerah Makale dan sekitarnya umumnya disusun oleh batuan karbonat (carbonate rocks) dari Formasi
Toraja dan Makale. Batuan-batuan ini merupakan batuan yang mudah mengalami karstifikasi.
Sebagaimana daerah-daerah karst, wilayah Makale dan sekitarnya juga mempunyai penampang karst
yang terdiri dari batuan terlarut, gua-gua termasuk ornamen-ornamen gua dan sungai-sungai bawah
tanah (Lantu dkk, 2005).
 Proses pelarutan batuan karbonat (karstifikasi) terjadi jika batuan yang mengalami karstifikasi dalam
keadaan tak jenuh oleh unsur yang melarutkannya dalam hal ini adalah air hujan yang membawa unsur
CO2 dari udara. Ketidakjenuhan tersebut menyebabkan terjadinya reaksi antara air hujan dengan batuan
karbonat (CaCO3) (Samodra, 2001).
 Proses pelarutan ini terjadi pada zona batuan karbonat tidak jenuh CO2 yang disebut dengan zona
vadose. Pada zona ini pelarutan sangat dominan dan berada di atas muka air tanah (water table).
Sedangkan zona di bawah zona air tanah disebut dengan zona phreatic yang didominasi oleh sementasi
atau aliran sungai bawah tanah secara horizontal.
KARST FORMASI MAKALE
 Proses pembentukan sungai-sungai bawah tanah akan dipercepat jika terdapat banyak
patahan-patahan pada kawasan berlitologi batuan karbonat. Kondisi tersebut memenuhi
syarat Makale dan Sekitarnya.
 Patahan-patahan yang terdapat pada Batuan Karbonat Formasi Makale dan Toraja
merupakan zona-zona yang dapat menjadi saluran Pelarutan dan berkembang menjadi
sungai-sungai bawah tanah.
 Batukapur yang mudah larut menyebabkan banyaknya sungai-sungai permukaan di
kawasan karst tiba-tiba menghilang atau sebaliknya muncul sebagai mata air (spring). Hal
ini disebabkan oleh adanya gua-gua bawah tanah yang membelokkan sungai tersebut ke
bawah permukaan.
 Hidrologi kawasan kars berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya. Namun secara
umum hidrologi kawasan didominasi oleh sungai-sungai bawah tanah (subsurface
drainage). Hal ini disebabkan oleh masuknya air hujan melalui rekahan yang kemudian
terkonsentrasi dan membentuk saluran bawah permukaan. Keadaan ini ditunjang oleh
morfologi kawasan tersebut yang dapat bertindak sebagai daerah resapan air. Kombinasi
antara dolina, rekahan dan lembah-lembah yang dibantu oleh vegetasi yang lebat
merupakan catchment area yang bagus untuk terkonsentrasinya air permukaan menuju
bawah permukaan.
KARST FORMASI MAKALE
 Saluran air (sungai) bawah tanah sangat dikontrol oleh sistem rekahan. Saluran tersebut
saling terkoneksi antara satu dengan yang lainnya dan bahkan ada beberapa saluran yang
bertingkat atau tiba-tiba menjadi curam. Daerah-daerah seperti ini pada umumnya
merupakan jalur patahan (Imran, 2004 dalam Lantu, 2005).
 Proses karstifikasi tersebut di atas juga terbentuk pada wilayah Makale dan
sekitarnya di sekitar lokasi batuan karbonat. Banyaknya patahan yang dijumpai pada
batuan karbonat formasi Makale dan Tana Toraja menyebabkan banyaknya gua-gua
ditemukan pada wilayah tersebut. Curah hujan yang tinggi merupakan penyuplai air
kedalam gua yang kemudian berkembang menjadi sungai-sungai bawah tanah.
Sungaisungai bawah tanah ini kadang muncul sebagai mata air pada wilayah-wilayah yang
lebih rendah atau pada kaki bukit seperti yang terjadi pada Lembah Sangalla, Kabupaten
Tana Toraja.
Gambar Kenampakan Lembah Sanggala dalam 3D dengan Bukit-bukit Karst (B. Tongko 810 m, B. Kote 980 m, B.
Batubakka 988 m, B. Burake 1094 m, B. Tipodang 1240 m, B. Kandora 1314 m, B. Issong 1143 m, dan B. Kaero 1041 m)
yang mengelilinginya (Lantu dkk, 2005)
KARST FORMASI MAKALE
 Beberapa anak sungai yang mengalir dan bermuara pada sungai-sungai yang lebih
besar membentuk suatu sistem sub-DAS yang lebih luas cakupannya. Walaupun banyak
anak-anak sungai, namun Kekritisan lahan terlihat dengan jelas pada musim kemarau,
saat mata air menjadi kering. Hal ini menyebabkan terhentinya produksi padi dari
persawahan di wilayah Sangalla. Kondisi tersebut dapat terjadi oleh degradasi lahan di
bagian hulu (cathment area), baik oleh proses karstifikasi maupun perusakan morfologi
kars.
 Proses karstifikasi oleh pelarutan memungkinkan suatu kawasan kars mempunyai sungai-
sungai atau danau-danau di bawah permukaan secara bertingkat. Sistem sungai dan
danau yang bertingkat ini akan mempengaruhi aliran ke permukaan. Sistem seperti ini
juga terjadi pada kawasan kars di sekitar Lembah Sangalla dimana pada musim hujan air
yang keluar menjadi melimpah namun pada musim kemarau air dalam gua hanya bisa
tertampung pada bagian bawah dari sistim gua tersebut (Lantu dkk, 2005)
Daftar Pustaka
Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2016. Inventarisasi Kawasan
Karst Formasi Toraja. Makassar: BLHD Provinsi Sulawesi Selatan
Djuri, Sudjatmiko, S.Bahri dan Sukido. 1998. Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian
Barat Lembar Palopo, Sulawesi. Edisi ke 2, PPPG, Bandung.
Haryono, Eko, Tjahyo Nugroho Adji. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Kelompok Studi
Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Karyadi, Regina, Abdurrokhim, Lili Fauzielly. Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping
Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Lantu, M. Imran, Effendi Amin And D. A. Suriamihardja. 2005. Landsekap Lembah
Sangalla dan Sekitarnya.
Tucker, M.E dan Wright, V.P., 1990. Carbonat Sedimentology. London, Blackwell
Scientifie Publications.
TERIMA KASIH
Lingkar dinding yang membentuk bagian terbuka dari koralit yang disebut dengan
kalik(calice).
Kalik (Calix) merupakan permukaan koralit yang terbuka dimana bagian diameter koralit
yang diukur dari bagian atas septa yang berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir koralit

Anda mungkin juga menyukai