Anda di halaman 1dari 22

GEOLOGI INDONESIA

PULAU KALIMANTAN

Oleh :

MIFTAKHUL ULUMUDDIN
12.2017.1.00319

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA

2020
A. Kondisi Tektonik di Pulau Kalimantan

Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan
di bagian selatan oleh Laut Jawa.

Gambar 1.1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh


berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan
Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-
melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.

Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur


Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional
derajat rendah. Tinggian Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan
Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur
volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.
B. Sejarah Tektonik di Pulau Kalimantan

Pada pulau Kalimantan memiliki 4 fase perubahan tatan tektonik, yakni: Basement
pre-Eosen, Cekungan Eosen, Tektonisme Oligosen dan Tektonik Meosen.

1. Basement pre-Eosen

Bagian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai
bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat,
Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan
sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang
diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan
terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit dan unit
lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Terdapat intrusive besar bersifat
granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak
tektonik dengan formasi berumur Jura-Kapur.

Gambar 1.2: Skema rekrontuksi NW - SE Palang bagian ( A ) Kapur Akhir , dan


( B ) Eosen (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

2. Permulaan Cekungan Eosen

Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi ke arah tenggara di


bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada periode Kapur dan Tersier awal dapat
menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken formations, dan struktur tektonik Kelompok
Rajang di Serawak (Gambar 4), Formasi Crocker di bagian barat Sabah, dan Kelompok
Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu wilayah Sulawesi, yang
merupakan batas konvergensi pada Tersier dan kebanyakan sistem akresi terbentuk sejak
Eosen.
Gambar 1.3: Rekonstruksi tektonik Paleocene - Eosen Tengah SE Asia.
SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Meratus Subduction,
WSUL = West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate
(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

Gambar 1.4: Rekonstruksi penampang Kalimantan Utara yang menunjukkan Lupar subduksi di Eosen.
(Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan
mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada
Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional
dan kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian
back-arc Laut Celebes.
3. Tektonisme Oligosen

Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk


Kalimantan dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagai readjusement
dari lempeng pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh
ketidakselarasan) yang dihubungkan dengan collision bagian utara lempeng Australia (New
Guinea) dengan sejumlah komplek busur. New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif
menjadi oblique. Sistem sesar strike-slip berarah barat-timur yang menyebabkan perpindahan
fragmen benua Australia (Banggai Sula) ke bagian timur Indonesia berpegaruh pada kondisi
lempeng pada pertengahan Oligosen.

Gambar 1.5: Rekonstruksi tektonik Akhir Oligosen – Awal Miosen SE Asia .


SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West Sulawesi,
E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate, INC = Indocina, RRF = Red River
Fault,
IND = India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Palawan, RB = Reed Bank, H = Hainan,
SU = Sumba (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar 2006)

Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan
wilayah sekitarnya. Ketidakselarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di
SCS. Subduksi pada baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai
timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut,
berhenti pada akhir Miosen awal.
Gambar 1.6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle Miocene, and
(B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

Gambar 1.7: Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction


(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

4. Tektonisme Miosen

Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat
penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan
Palawan; mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu. Membukanya cekungan marginal Laut
Andaman terjadi pada sebagian awal Miosen tengah.
Gambar 1.8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)

C. Tatanan Stratifigasi Pulau Kalimantan

1. Cekungan Tarakan
Stratigrafi regional Sub-Cekungan Tarakan yang digunakan dalam studi
mengacu pada pembagian dan tatanama dari Achmad dan Samuel (1984) dan
Akuanbatin, et.al.(1984). Berdasarkan pemisahan tersebut stratigrafi Cekungan
Tarakan didasari oleh batuan dari formasi-formasi berumur Kapur hingga Eosen
Tengah yang termasuk kedalam group Formasi Sembakung. Di atas group Formasi
Sembakung secara tidak selaras menumpang batuan sedimen dari umur Eosen Akhir
hingga Pleistosen. Sedimen tersebut terbagi kedalam 5 siklus pengendapan, yaitu
terdiri dari 2 siklus transgresif yang dimulai dari Eosen Akhir hingga Miosen Awal
(siklus 1 dan siklus 2), 3 siklus regresif mulai Miosen Tengah hingga Pleistosen
(siklus 3, 4, 5).
Kapur-Eosen Tengah (Basement Complect)

Basement complect tersusun oleh batuan sedimen yang telah mengalami


metamorfosis lanjut dan terdiri dari Formasi Danau, Formasi Sembakung
dan Formasi Malio. Formasi Danau merupakan formasi yang tertua,
tertektonisasi kuat dan sebagian termetamorfosakan, terdiri dari: quartzite,
shale, slate, philite, chert radiolarian, dan breksi serpentinite, diperkirakan
berumur Kapur. Secara tidak selaras di atas Formasi Danau diendapkan
Formasi Sembakung pada Paleosen/Eosen Awal, terdiri dari batupasir,
batulempung lanauan, dan batuan volkanik. Di atas Formasi Sembakung
diikuti oleh pengendapan Formasi Malio berumur Eosen Tengah yang
terdiri dari batulempung berfosil, karbonan kadang-kadang mikaan.
Formasi-formasi tersebut merupakan sikuen yang sangat kompak, terlipat
kuat dan tersesarkan.

Eosen Akhir/Oligosen(siklus 1)

Sedimen siklus-1 terdiri dari Formasi Sujau, Seilor dan Mangkabua dan
ketiganya menumpang secara tidak selaras di atas group Formasi
Sembakung dan menunjukkan hubungan menjemari ke arah timur dimulai
dari Formasi Sujau di bagian barat kemudian berubah menjadi Formasi
Mangkabua dan Formasi Seilor ke arah timur.

Oligosen Akhir-Miosen Awal(siklus-2)

Sedimen siklus-2 tersusun oleh Formasi Tempilan di bagian bawah dan


Formasi Naintupo di bagian atas.

1. Formasi Tempilan
Formasi Tempilan menumpang secara tidak selaras di atas
sedimensedimen yang lebih tua dan secara umum tersusun oleh
batupasir dengan ketebalan dari 1,7 ft hingga 80 ft, dan telah
mengalami silifikasi. Berdasarkan data nanofosil diinterpretasikan
berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal diendapkan pada
lingkungan supralitoral-litoral berupa endapan fluvial bermeander
dan tidal flat.
2. Formasi Naintupo
Formasi Naintupo secara umum tersusun oleh batulempung,
batulanau dengan sisipan batupasir
Miosen Tengah-Akhir (Siklus 3)

Sedimen siklus-3 terdiri dari Formasi Meliat, Formasi Tabul dan Formasi
Santul yang diendapkan mulai dari Formasi Meliat yang tertua kemudian
Formasi Tabul dan Formasi Santul.
1. Formasi Meliat
Formasi Meliat menumpang secara tidak selaras di atas sedimen
siklus-2 dan secara umum terdiri dari batulanau, batulempung/serpih,
batupasir, di beberapa tempat berkembang batubara dan
batugamping. Berdasarkan data Foraminifera dan palinologi, Formasi
Meliat berumur Miosen Tengah bagian bawah, secara umum
diendapkan pada lingkungan transisi (litoral) sampai laut terbuka
(inner sublitoral).

2. Formasi Tabul
Formasi Tabul menumpang secara selaras di atas Formasi Meliat.
Penebalan terjadi pada jalur Sembakung-Bangkudulis. Secara umum
Formasi Tabul, didominasi oleh batupasir, batulempung/serpih,
karbonan dan beberapa tempat berkembang batubara. Ke arah tengah
batupasir berkembang baik terutama di bagian tengah dan bawah
formasi membentuk endapan-endapan channel dengan ketebalan
bervariasi dari 3 ft hingga 140 ft. Batubara pada bagian utara dan
tengah tidak berkembang, namun di bagian tepi barat batubara
berkembang sebagai perselingan dengan batulempung dan batupasir
dengan tebal antara 0,7-6 ft. Di bagian selatan jalur ini perkembangan
batupasir menjadi tipis-tipis dan berkembang batubara sebagai
perselingan dengan batulempung, batulanau dan batupasir, ketebalan
batubara antara 1,7-10 ft.

3. Formasi Santul
Formasi Santul menumpang secara selaras di atas Formasi Tabul dan
dicirikan oleh perselingan batupasir, batulempung dan batubara.
Batupasir sebagian menunjukkan ciri endapan channe.
Pliosen-Pleistosen (Siklus 4 dan 5)

Sedimen siklus-4 disusun oleh satu formasi, yaitu Formasi Tarakan.


Demikian halnya sedimen siklus-5, yaitu hanya terdiri dari Formasi Bunyu
yang menumpang secara tidak selaras diatas Formasi Tarakan.

1. Formasi Tarakan

Formasi Tarakan memiliki kontak erosional dengan Formasi Santul


di bawahnya dan dicirikan oleh perselingan batupasir, batulempung
dan batubara. Batupasir umumnya berbutir sedang sampai kasar,
kadang-kadang konglomeratan, lanauan atau lempungan. Batubara
berkembang tebal hingga 10-16 ft atau lebih. Berdasarkan data
palinologi, Formasi Tarakan berumur Pliosen dengan lingkungan
pengendapan supralitoral sampai litoral.
2. Formasi Bunyu

Sedimen siklus-5 diwakili oleh Formasi Bunyu yang menumpang


secara tidak selaras diatas Formasi Tarakan berumur
Pleistosen/Kwarter berdasarkan data palinologi, terdiri dari batupasir,
konglomerat berselingan dengan batubara dan lempung.
2. Cekungan Barito

Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner
Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur
dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutai oleh pelenturan berupa Sesar Adang,
ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.

Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan


(foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan
Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antara
Microcontinent Paternoster dan Baratdaya Kalimantan.

Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi
Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben, kemudian
diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.

Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan
Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras
dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping
masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang
mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin
bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal
(hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian bawah.

Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan
Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.

Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat,
dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk
dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-
daerah Tinggian Meratus.
Secara urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :

a. Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal) Formasi ini disusun oleh batupasir,
konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
litoral neritik.
b. Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal) Formasi Berai disusun oleh batugamping
berselingan dengan batulempung / serpih di bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari
batugamping masif dan pada bagian atas kembali berulang menjadi perselingan
batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan lagoon-
neritik tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang terletak di bagian
bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m pada dekat
Tanjung.
c. Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah) Formasi Warukin diendapkan di atas
Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah
tersingkap, terutama sepanjang bagian barat Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung
dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah
permukaan. Formasi ini terbagi atas 2 anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota
klastik), dan Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan
berdasarkan susunan litologinya.

1. Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau
lempung gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di
bagian bawah, sedangkan dibagian atas merupakan selang-seling batupasir,
lempung, dan batubara. Batubaranya mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m.,
sedangkan batupasir bias mencapai ketebalan lebih dari 30 m.
2. Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter,
berupa perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal
lapisan batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal,
biasanya mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan
neritik dalam (innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.

d. Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen) Formasi ini terdiri atas perselingan antara
batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral –
supra litoral.
3. Cekungan Kutai

Secara teknik cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona
Sesar Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan
sedimen-sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat
dan membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan
terhubung denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.

Gambar 1.9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )

Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan
pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift
dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen
dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan
Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian
pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian
timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur.

Sedimen-sedimen yang mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi oleh lipatan-


lipatan yang subparalel dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke arah timur,
sedangkan lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit
dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung meningkat sesuai umur lapisan
pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk bersamaan dengan sedimentasi berumur Neogen.
Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara
umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah barat.
Gambar 1.10: Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan
Chambers, 1998.)

Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan
terakumulasi sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang
dari Formasi serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan
benua ( Dataran Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak
sedimen yang mengisi Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di
kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen- sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau
Balang, khususnya sedimen dataran delta bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti
lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone, bataulanau, dan
batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang banyak didominasi substansi
gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk lapisan-lapisan batubara
pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidence yang berlangsung terus pada
waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya sesar-sesar pada
sedimen-sedimen.

Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-


lapisan Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih
Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000
meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan diapir dari
serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin
rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada
kawasan Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.

4. Cekungan Ketungau Melawi


Pola batas Cekungan Ketungau-Melawi mengikuti pola arah zona pemogokan NW-SE selama
Eocene-Oligocene (± 30 Ma) di Sundaland Margin di Kalimantan. Rotasi 45o berlawanan arah
jarum jam selama Oligosen Akhir ke Miosen Awal (± 20-10 Ma) menghasilkan konfigurasi
cekungan seperti yang diamati hari ini. Kegiatan tektonik Neogene berikutnya menyebabkan sistem
dorong berarah E-W, lipatan sedimen, dan menciptakan sinergi Ketungau, Silat, dan Melawi, serta
antiklin Sintang.

Basis Ketungau dan Cekungan Melawi tidak terbuka, meskipun ada suksesi tebal urutan batupasir
arenit litika yang terdiri dari batupasir, lanau, dan batulumpur. Suksesi sedimen yang tebal adalah
hasil dari penurunan muka sungai sebagai respons pengisian sedimen di batas antara zona linier
granit dan sekis di bagian utara (Tinggi Semitau), dan dasar lempeng benua di bagian selatan.
(Zona Gunung Schwaner).

Pengisian sedimen di Cekungan Ketungau-Melawi dominan dari batuan yang terkikis dari orogen
yang lebih tua di Pulau Kalimantan. Sebagian kecil dari pasokan sedasi mungkin juga berasal dari
tanah Indocina (Halls and Nichols, 2002). Tingginya tingkat pasokan sedimen detrital klastik di
cekungan ini telah menekan pengembangan produktif bentat karbonat, oleh karena itu tidak ada
sedimen karbonat yang berkembang dengan baik.

Fase sedimen Cekungan Ketungau terjadi selama Eosen hingga Oligosen, dengan pengendapan unit
konglomerat fluvial secara bertahap berubah menjadi lacustrine dan unit sedimen laut dangkal dari
Formasi Kantu. Formasi Kantu secara selaras ditindih oleh unit klastik fluvial dari Formasi Tutoop
dan simpanan fluvio-laut Formasi Ketungau. Suksesi stratigrafi dalam pengembangan awal
Cekungan Melawi memiliki karakteristik yang sama dan distribusi litologis dengan Cekungan
Ketungau. Formasi tersebut diendapkan di atas sedimen basal Pra-Tersier Formasi Selangkai. The
Haloq Formation, sedimen tertua yang tersimpan di cekungan, dianggap sebagai ekivalensi dari
Ketungau Bawah. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa fluvial dan unit konglomerat, yang
diendapkan pada Eo¬cene Atas. Formasi Ingar yang secara tidak selaras menutupi Formasi Haloq,
terdiri dari batu lumpur, lumpur, dan batupasir bergantian dari endapan lacustrine. Formasi
Dangkan, yang dianggap setara dengan batu pasir Tutoop, diendapkan secara tidak selaras di atas
Formasi Ingar. Itu diikuti oleh Silat Shale, dianggap setara dengan Formasi Ketungau, yang
diendapkan selama Oligosen. Ketika endapan sedimen di Cekungan Ketungau telah berakhir,
endapan di Cekungan Melawi masih terjadi di mana unit fluvial dari Formasi Payak, Tebidah, dan
Sekayam diendapkan.

1.11 Peta Geologi Cekungan Ketungau-Melawai


D. Petroleum System Cekungan Kalimantan

1. Source Rock
Formasi yang berpotensi sebagai source rock adalah Formasi
Sembakung, Meliat, dan Tabul (Sasongko, 2006). Formasi Meliat juga
memiliki batuan yang mengandung material organik yang cukup dengan
sebagian formasi temperaturnya cukup tinggi, sehingga mampu
mematangkan hidrokarbon. Batuan Formasi Tabul merupakan source
rock terbaik karena memiliki material organik tinggi dan HI lebih dari
300, sehingga hidrokarbon telah matang. Ketebalan formasi ini mencapai
1700 m, sehingga mampu menyediakan hidrokarbon yang melimpah.
Menurut L.J. Polito (1978, dalam Indonesia Basins Summaries 2006), batuan
penghasil hidrokarbon di Cekungan Tarakan melampar di Formasi Tabul,
Meliat, Santul, Tarakan dan Naintupo. Wight et al (1992, dalam Indonesia
Basins Summaries 2006) juga memberikan argumen bahwa source rock berasal
dari fasies fluvio-lacustrine. Samuel (1980, dalam Indonesia Basins Summaries
2006) menyebutkan bahwa dari kematangan termal dan geokimia, hanya gas
yang bisa didapatkan di Formasi Tabul, Santul dan Tarakan. Migrasi bekerja
pada blok-blok yang terbentuk Mio-pliocene.
8

Gambar 2.4 Play Concept Model of Tarakan Basin

19
2. Reservor

Karakteristik batuan yang terdapat pada Formasi Sembakung,


Meliat/Latih, Tabul, dan Tarakan/Sanjau menunjukkan potensial sebagai
reservoir. Batuan mempunyai kastika kasar dengan geometri sedimen
deltaik yang penyebarannya terbatas. Berdasarkan Indonesia Basins
Summaries (2006), Formasi Meliat, Tabul, Santul, dan Tarakan
merupakan seri delta dengan batupasir berbentuk channel dan bar.
Formasi Meliat berisi batupasir dan shale dengan lapisan tipis batubara.
Kualitas reservoir yang ada termasuk sedang-bagus dengan pelamparan
yang cukup luas. Formasi Tabul berisi batupasir, batulanau, shale dengan
lapisan tipis batubara. Tebal formasi mencapai 400-1500 m dan menebal
ke arah timur. Formasi Santul merupakan fasies delta plain sampai delta
front proksimal. Formasi ini didominasi oleh batupasir dan shale dengan
lapisan tipis batubara. Batupasir mempunyai ketebalan 40-60 m. Pada
beberapa titik, ada channel batupasir yang tebalnya mencapai 115 m.
Formasi Tarakan yang berumur Pliosen merupakan seri delta dengan
dominasi litologi berupa pasir, lempung, dan batubara yang menunjukkan
fasies delta plain hingga fluviatil.

3. Seal Rock

Batuan yang menjadi seal atau tudung adalah batuan penyusun Formasi
Sembakung, Mangkabua, dan Birang yang merupakan batuan sedimen
klastik dengan ukuran butir halus. Formasi Meliat/Latih, Tabul dan
Tarakan tersusun oleh batulempung hasil endapan delta intraformational
yang berfungsi pula sebagai batuan tidung.
Gambar 2.5 Penyebaran Isopach Formasi Tabul yang mengandung batuan
Penudung (Sasongko et al, 2006)

4. Traps

Sistem perangkap hidrokarbon yang terdapat di Cekungan Tarakan adalah


perangkap stratigrafi karena adanya asosiasi litologi batuan sedimen halus
dengan lingkungan pengendapannya delta. Namun pada umur Plio-Pleistosen,
terjadi tektonik yang memungkinkan terbentuknya struktur geologi dan dapat
terjadi perangkap hidrokarbon yang berhubungan dengan syngenetic fault dan
struktur antiklin.

5. Migrasi

Model migrasi yang terjadi di Cekungan Tarakan disebabkan oleh sesar


normal dan sesar naik serta perbedaan elevasi. Samuel (1980, dalam
Indonesia Basins Summaries 2006) menyebutkan bahwa migrasi hidrokarbon
bekerja pada blok- blok yang terbentuk Mio-Pliosen. Hal itu juga didukung
dengan waktu yang tepat proses pematangan hidrokarbon pada Miosen Akhir
dari Formasi Tabul dan Tarakan akibat intrusi batuan beku. Pematangan
hidrokarbon terjadi pada kedalaman 4300 m.
DAFTAR RUJUKAN

Ahmed, Qadafi El. 2014. Kajian Geologi Jawa, Sumatra dan Kalimantan. From
http://mylibraryxx.blogspot.co.id/2014/02/kajian-geologi-jawasumatra-dan.html.

Putra, Mochammad Hilmi Zaenal. 2015. Geologi Indonesia Kalimantan Sejarah. From
http://mochhim23.blogspot.co.id/2015/04/geologi-indonesia-kalimantan-
sejarah.html.

Aryadhi, Ricky. 2014. Sejarah Lempeng Tektonik di Pulau Kalimantan. From


https://www.academia.edu/12265768/SEJARAH_LEMPENG_TEKTONIK_DI_PU
LAU_KALIMANTAN_THE_HISTORY_OF_PLATE_TECTONICS_ON_THE_B
ORNEO_ISLAND.

Anda mungkin juga menyukai