Anda di halaman 1dari 19

GEOLOGI PULAU KALIMANTAN

PULAU KALIMANTAN
Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara
dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan
di bagian selatan oleh Laut Jawa.

Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh


berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan
Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-
melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.
Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur Kapur
Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf regional
derajat rendah. Tinggian Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan
Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit dan busur
volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang flexure.

a. Tatanan Tektonik
 Basement pre-Eosen
Bagian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal)
sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa
bagian barat, Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai
Sundaland. Ofiolit dan sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di
Pegunungan Meratus, yang diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah
antara Sarawak dan Kalimantan terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen
(Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar line, Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan
6; Boyan mélange antara Cekungan Ketungai dan Melawi), dan unit lainnya yang
menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter dan Supriatna (1989) menyatakan bahwa
terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan
Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi berumur Jura-Kapur.

Gambar 2: NW – SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and


(B) Eocene (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)
 Permulaan Cekungan Eosen
Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi ke arah
tenggara di bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada periode Kapur dan
Tersier awal dapat menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken formations, dan
struktur tektonik Kelompok Rajang di Serawak (Gambar 4), Formasi Crocker di bagian
barat Sabah, dan Kelompok Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu
wilayah Sulawesi, yang merupakan batas konvergensi pada Tersier dan kebanyakan
sistem akresi terbentuk sejak Eosen.

Gambar 3: Paleocene – Middle Eocene SE Asia tectonic reconstruction.


SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Meratus Subduction,
WSUL = West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate
(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)
Gambar 4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction
in Eocene
(Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan
mempengaruhi perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada
Eosen dan sedimentasi di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena
regional dan kemungkinan dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat
pembukaan bagian back-arc Laut Celebes.

 Tektonisme Oligosen
Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk
Kalimantan dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagai
readjusement dari lempeng pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen
ditandai oleh ketidakselarasan (Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992) yang dihubungkan dengan collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea)
dengan sejumlah komplek busur. New Guinea di ubah dari batas konvergen pasif
menjadi oblique. Sistem sesar strike-slip berarah barat-timur yang menyebabkan
perpindahan fragmen benua Australia (Banggai Sula) ke bagian timur Indonesia
berpegaruh pada kondisi lempeng pada pertengahan Oligosen.
Gambar 5: Late Oligocene – Early Miocene SE Asia tectonic reconstruction.
SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL =
West Sulawesi, E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia plate, PA = Pacific plate,
INC = Indocina, RRF = Red River Fault, IND = India; AU = Australia, NG = New Guinea,
NP = North Palawan, RB = Reed Bank, H = Hainan, SU = Sumba (Pertamina BPKKA,
1997, op cit., Bachtiar 2006)
Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS)
dan wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter,
1985; Ru dan Pigott, 1986; Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992). Ketidak selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS.
Subduksi pada baratlaut Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai
timurlaut. Di bagian baratdaya, berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut,
berhenti pada akhir Miosen awal (Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992).
Gambar 6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle
Miocene, and (B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997,
op cit., Bachtiar, 2006).

Gambar 7: Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction


(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)
 Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat
penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan
Palawan; mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op
cit., Van de Weerd dan Armin, 1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op
cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman
terjadi pada sebagian awal Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd
dan Armin, 1992).

Gambar 8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah.


(Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)
b. Tatanan Stratigrafi
Dalam pembahasan stratigrafi, akan dibahas hubungan tektonik dan pengendapan
cekungan dari 2 (dua) cekungan yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Kutai.
 Cekungan Barito
Tektonik
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari
Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus
pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutaioleh
pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat
dibatasi oleh Paparan Sunda.
Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan
(foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan
Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antara
microcontinent Paternoster dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).
Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari
Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian
graben, kemudian diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam
hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan
Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras
dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan
batugamping masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang
mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi
Warukin bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala
ketidakselarasan lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin
bagian bawah.
Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan
Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat,
terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar
naik terbentuk dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier,
terutama daerah-daerah Tinggian Meratus.

Stratigrafi
Urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :
Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal)
Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt.
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral neritik.
Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal)
Formasi Berai disusun oleh batugamping berselingan dengan batulempung / serpih di
bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari batugamping masif dan pada bagian atas
kembali berulang menjadi perselingan batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini
diendapkan dalam lingkungan lagoon-neritik tengah dan menutupi secara selaras
Formasi Tanjung yang terletak di bagian bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung
memiliki ketebalan 1100 m pada dekat Tanjung.
Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah)
Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras
oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat
Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya di
sebelah selatan Tanjung yang masih dibawah permukaan.
Formasi ini terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik),
dan Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan
berdasarkan susunan litologinya.
Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau
lempung gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian
bawah, sedangkan dibagian atas merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan
batubara. Batubaranya mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan batupasir
bias mencapai ketebalan lebih dari 30 m.
Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter,
berupa perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan
batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal, biasanya
mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan neritik dalam
(innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen)
Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir, batubara, konglomerat, dan
serpih yang diendapkan dalam lingkungan litoral – supra litoral.
 Cekungan Kutai
Tektonik
Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar
Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-
sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat dan
membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan
terhubung denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.

Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992,


op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan
pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan
pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift
dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase
Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta
dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang
lebih muda di bagian pantai dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang
mengalami progradasi ke bagian timur dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda
menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi
oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin
berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai
terjal, antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung
meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk bersamaan
dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong
oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah
barat.

Gambar 10: Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen
dan Chambers, 1998.)
b. Stratigrafi
Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi
sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi
serpih Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran
Tinggi Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi
Cekungan Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri
khas sedimen-sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya
sedimen dataran delta bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari
Formasi Balikpapan yang terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari
lingkungan pengendapan sungai yang banyak didominasi substansi gambut delta plain
bagian atas yang kemudian membentuk lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian
barat kawasan Pinang. Subsidence yang berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan
tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya sesar-sesar pada sedimen-sedimen.
Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan dengan akumulasi lapisan-lapisan
Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen, serpih dari serpih Bogan dan
Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai kedalaman 2000 meter, menjadi
kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan diapir dari serpih ini
melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-antiklin rapat yang
dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada kawasan Pinang
terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.

Gambar 11: Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan


Tarakan. (Courtney, et al., 1991, op cit., Bachtiar, 2006).
c. BAHAN GALIAN

Saat ini terdapat 15 (lima belas) daftar mineral-mineral potensial yang terdapat di
Kalimantan Tengah, mineral-mineral tersebut adalah :

1. Emas

2. Batubara

3. Gambut

4. Intan

5. Kaolin

6. Pasir Kuarsa

7. Fosfat

8. Batu gamping

9. Kristal Kuarsa

10. Batuan Beku / Batu belah

11. Besi

12. Timah Hitam

13. Tembaga

14. Air Raksa

15. Zircon

Beberapa yang sudah produksi seperti batubara, emas, intan, batu lempung, batu
gamping, pasir kuarsa, kristal kuarsa dan zircon. Sedangkan mineral-mineral lain sedang
berada dalam proses survey dari tahap pengamatan lapangan sampai eksplorasi detail,
karena itu data-data sumberdaya mineral tersebut cukup akurat karena berdasarkan
tahapan survey.
1. Potensi Emas
Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan emas primer dan letakan (placer).
Endapan letakan (placer) banyak ditemukan di sungai, danau, rawa-rawa dan paleo
chanel (gosong), sedangkan yang merupakan hasil endapan hidrotermal yang secara
genetic berasosiasi dengan intrusi batuan beku asam dan juga sering berasosiasi dengan
kuarsa dan sulfide (pirit, arseno pirit, tetrahidrit, kalkopirit dan sedikit pada galena dan
spalerit).
Endapan emas di Kalimantan Tengah dapat dijumpai di :
- Kab.Kapuas : Kec.Kapuas Hulu, Kapuas Tengah dan Timpah
- Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang dan
Kurun.
- Kota Palangka Raya : Sungai Takaras Kec.Bukit Batu.
- Kab.Murung Raya : Kec.Sumber Barito, Permata Intan dan Tanah Siang
- Kab.Barito Timur : Kec.Dusun Tengah.
- Kab.Seruyan : Kec.Seruyan Hulu, Kec.Seruyan Tengah.
- Kab.Katingan : Kec.Katingan Hulu, Katingan Tengah, Sanaman Mantikei dan Katingan
Hilir.
2. Potensi Batubara
Batubara yang menyusun suatu formasi/lapisan batubara pada awalnya berupa gambut
atau akumulasi bahan serupa yang kemudian mengalami pembusukan, melalui proses
kompaksi dan panas dalam waktu yang sangat panjang maka gambut akan berubah
menjadi batubara.
Batubara di Indonesia banyak digunakan untuk bahan bakar, industri semen, PLTU dan
dalam jumlah kecil dalam peleburan timah dan nikel.
Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 tambang
batubara didekat Muara Teweh sudah ditambang sejak tahun 1910 dan mampu
menghasilkan sekitar 7.000 ton pertahun saat itu.
Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan kemudian berhenti total sekitar tahun
1960.
Survey penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah dilakukan sejak tahun 1975
oleh beberapa institusi baik pemerintah maupun perusahaan asing, salah satunya PT.
BHP-Biliton yang telah memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 juta ton batubara
dengan nilai kalori >7.000 berkualitas baik (> 8.000 kal/gr) juga ditemukan di Kabupaten
Barito Utara dan Murung Raya bagian utara.
Didaerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon, Sungai Montalat,
Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya. Beberapa lapisan batubara mempunyai
ketebalan mencapai 1,5 – 7 meter dan mempunyai kualifikasi “Cooking Coal dengan
kandungan sebagai berikut :
- Kandungan air : 8,74 – 15,53 %
- Volatile Matter : 0,39 – 1,76 %
- Karbon : 38,44 – 48,66 %
- Sulfur : 0,35 – 0,46 %
- Nilai Kalori : 7.000 – 8.000 cal/gr.
- CSN : 5 - 7
Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara dengan nilai kalori <6.000
kal/gr antara lain :
- Kab.Gunung Mas : Kec.Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing.
- Kotawaringin Timur : Kec.Mentaya Hulu, Mentaya Hilir dan Cempaga.
- Kab.Katingan : Kec.Katingan Tengah, dan Tewang Sangalang garing.
- Kab.Kotawaringin Barat : Pangkalan Banteng dan Kotawaringin Lama.
3. Potensi Gambut
Gambut adalah endapan organik yang mengandung sisa-sisa tumbuhan yang telah
mengalami dekomposisi sebagian dan mengandung bahan lain seperti air dan bahan-
bahan lain non organic biasanya berupa lempung dan lanau.
Gambut di Indonesia diperkirakan memiliki area lebih 20 juta hektar dan kebanyakan
dalam bentuk dataran rendah dan rawa. Lebih dari 7 juta hektar berada sepanjang daerah
barat, tengah dan selatan pantai pulau Kalimantan.
Survey tanah gambut telah banyak dilakukan secara intensif terutama untuk keperluan
pertanian (agricultur). Penyelidikan yang dilakukan untuk tujuan pertanian biasanya
hanya gambut yang mempunyai kedalaman 100 cm atau kurang. Gambut yang
mempunyai kedalaman lebih dari 100 cm mempunyai potensi sebagai energi.
Sumber energi gambut biasanya digunakan untuk tenaga pembangkit tapi dapat juga
digunakan untuk bahan baker dan memasak yang biasanya dalam bentuk briket.
Penyelidikan gambut untuk bahan baker telah dilakukan oleh Direktorat batubara dari
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sejak tahun 1984 didaerah Bereng
Bengkel, Palangka Raya dan Kanamit, Kuala Kapuas.
Daerah Bereng Bengkel – Kanamit mempunyai potensi yang cukup besar dengan rata-
rata kedalaman gambut sekitar 2 meter, dan di Bereng Bengkel sendiri sekitar 20 hektar
telah diselidiki secara detail dan telah dilakukan ujicoba produksi gambut bekerjasama
dengan Finlandia.
Kualitas gambut Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :
- Kandungan air : 6,11 – 18,70 %
- Abu : 0,66 – 6,72 %
- Karbon : 21,03 – 37,66 %
- Zat Terbang : 41,75 – 57,13 %
- Nilai Kalori : 3.982 – 5.426 cal/gr
Daerah lain yang mempunyai potensi gambut di Kalimantan Tengah adalah :
- Daerah antara Sampit dan Kota Besi.
- Daerah antara Sampit dan Pangkalan Bun
- Daerah antara Palangka Raya dan Pulang Pisau.
4. Potensi Intan
Intan telah banyak ditambang dibanyak tempat di Pulau Kalimantan oleh penduduk sejak
lama dan berkembang diberbagai tingkatan sampai sekarang. Intan dipotong dan
dipoles/digosok di Martapura Kalimantan Selatan.
Secara umum endapan utama intan berasosiasi dengan batuan ultrabasic khususnya
batuan periodit, contohnya batuan yang kita kenal sebagai Kimberlite-pipe di Afrika
Selatan.
Saat ini penduduk local Kalimantan Tengah menambang endapan intan alluvial
mempergunakan peralatan dan metode yang masih sederhana. Intan yang terdapat dalam
endapan alluvial biasanya terdapat bersama sejumlah mineral seperti korundum, rutile,
brookite, quartz, emas, platinum dan pirit.
Pasir hitam yang terbentuk dari pencucian residu (disebut puya) terdiri dari : Titano
magnetite, kromit, garnet, spinel, hyacinth, topaz, dan ruby.
Penyelidikan terhadap endapan intan sudah dilakukan sejak dulu tetapi masih belum
mendapatkan hasil berupa penemuan endapan utamanya. Tetapi kesempatan bagi
eksplorasi endapan utama dan alluvial masih ada dan dilakukan.
KESIMPULAN

 Sejarah tektonik dari Pulau Kalimantan dimulai dari Eoses-Oligosen hingga miosen

dimana pada kejadiannya terdapat berbagai evolusi tektonisme.

 Cekungan-cekungan sedimentasi di daerah Pulau Kalimantan cenderung memiliki

kemampuan yang baik dalam mengahasilkan hidrokarbon, seperti Cekungan Kutai dan
Cekungan Barito

 Pulau Kalimantan juga memiliki potensi bahan galian yang terbukti cukup bervariasi

seperti emas, batubara, intan dan gambut


DAFTAR PUSTAKA

Sumber:
Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam
Delta. IPA, hal. 156-165.
Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.
Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October 1987 Vol I p.
311-316.
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian Association
of Geologists, p.69-89.
Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin and Evolution of the Tertiary Hydrocarbon-
Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, The American Association of Petroleum
Geologists Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.

Anda mungkin juga menyukai