Anda di halaman 1dari 24

UAS GEOLOGI INDONESIA GL4102

Oleh:

Extivonus Kiki Fransiskus

12012060

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

1. Jelaskan tentang evolusi dari jalur-jalur magmatisme di Pulau Jawa mulai dari umur
Kapur, Paleogen, Neogen dan Kuarter ? Jelaskan juga dimana letak perbedaannya dengan
pola dari jalur-jalur magmatisme di Pulau Sumatera!

Evolusi jalur magmatk Pulau Jawa adalah akibat adanya subduksi lempeng Indo-Australia
yang menujam ke lempeng Eurasia. Terjadi perubahan pada jalur magmatic ini akibat adanya
perbedaan kecepatan penujaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.

Gambar 1 Jalur Magmatisme Pulau Jawa dan Pulau Sumatera

a. Kapur – Paleogen
Jalur subduksi purba pada Pre-Tersier yang memiliki umur Kapur, dapat diamati mulai dari Jawa
Barat selatan (ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian timur ke
Kalimantan Tenggara. Sedangkan Jalur magmatik menempati lepas pantau Utara Jawa. (berwarna
ungu pada gambar 1). Jalur subduksi purba disebabkan penunjaman lempeng Indo-Australia
dibawah lempeng Eurasia yang berarah NE – SW dan pola tektonik ini dinamakan Pola Meratus
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

b. Paleogen – Neogen
Pada sub zaman Paleogen
dan Neogen terdapat jalur subduksi
purba membentuk struktur positif
(punggungan) bawah permukaan
laut yang terletak di selatan Pulau
Jawa. Jalur ini merupakan
kelanjutan deretan pulau – pulau di
sebelah barat Sumatera yang terdiri
dari singkapan melange (Pulau
Nias) berumur Miosen. Jalur ini
merupakan satuan tektonik yang
penting karena dikaitkan dengan terangkatnya masa ringan dibandingkan sekitarnya sebagai akibat
penyusupan Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Mikro – Sunda.
Sedangkan jalur magmatisme Tersier daoat dibedakan menjadi dua periode kegiatan
magmatic, yaitu yang berlangsung sepanjang Eosen Akhir-Miosen Awal dan Miosen Akhir-
Pliosen.
1. Eosen Akhir-Miosen awal pola subduksi mengalami perubahan jalur semakin ke arah
W – E. Pergerakan arah tegasan NW – SE ke arah relatif N – S, sehingga terdapat pola
struktur yang lebih muda, yaitu Pola Sunda.

2. Miosen Akhir- Pliosen


Pola subduksi yang sudah berarah W - E menghasilkan jalur magmatisme berarah W
– E juga yang menghasilkan pola – pola struktur berarah W – E dan berlangsung
hingga saat ini. Pola struktur ini dinamakan Pola Jawa. Pergerakan mundur dari zona
subduksi daerah selatan Jawa terjadi pada kala Miosen Akhie-Pliosen yang diikuti
dengan melandaikan sudut penunjaman antara Lempeng Indo-Australia terhadap
Lempeng Eurasia, sehingga menyebabkan bergeraknya zona magmatis lebih ke utara
dari sebelumnya (lebih ke tengah pulau Jawa)
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

c. Kuarter- Resen
Jalur magma atau volkanik Kuarter yang membentang sepanjang pulau dan meliputi
hampir seluruh pulau.

Back Arc Basins

1000m

KETERANGAN :
Vulkanik Kuarter Jalur Subduksi Kuarter
Vulkanik Miosen Akhir - Pliosen Jalur Subduksi Tersier
Vulkanik Eosen Akhir – Miosen Awal Sesar Naik
Sesar Geser

Gambar 2 Perkembangan Zona Subduksi dan Busur Magmatik Pulau Jawa (modifikasi Soeria-Atmadja dkk.
1994 dan Simanjuntak & Barber 1996).

Perbedaan antara pola dan jalur magmatisme pada Pulau Sumatera terjadi sejak zaman Pre-
Tersier sedangkan pada Jawa hanya terjadi pada Jawa bagian barat saja proses magmatismenya.
Perubahan jalur magmatisme di Sumatera lebih diakibatkan pada mekanisme roll back. Bentuk
subduksi pada Pulau Sumatera adalah oblique akibat pengaruh sistem mendatar Sumatra sehingga
menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

2. Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah merupakan contoh produk tektonik dari proses
subduksi hingga tumbukan. Jelaskan sejarah geodinamik berdasarkan tatanan struktur
dan stratigrafi sejak umur Kapur Akhir, Tersier, sampai Kuarter.

Kapur Akhir
Karangsambung terbentuk karena adanya subduksi pada umur Kapur akhir sepanjang jawa
barat selatan (Ciletuh) hingga Meratus/Bantimala. Subduksi tersebut terjadi antara mikrokontinen
Jawa Timur bertumbukan dengan kontinen Eurasia (Sundaland). Subduksi tersebut
mengakibatkan terbentuknya prisma akresi sehingga membentuk endapan mélange yang terdiri
dari batuian ofiolit dan Olisostrom. Tumbukan terjadi menjadikan endapan mélange terekspos
membentuk batuan dasar karangsambung yang terdiri dari Fm. Luh-Ulo.

Gambar 3 Jalur Magmatisme Pulau Jawa dan Pulau Sumatera


Tersier
Adanya kolisi menjadikan tektonik kuat terjadi, pada umur ini karang sambung masih
berupa laut dangkal hingga dalam. Adanya elevasi yang diakibatkan proses tektonik hasil
tumbukan menjadikan batuan pada umur ini didominasi oleh endapan Turbidit dengan dasar Fm.
Karangsambung yang masih merupakan endapan Olisostrom prisma akresi. Endapan yang
terbentuk pada umur ini terdiri dari Fm. Karangsambung, Fm.Totogan, Fm. Waturanda, Fm.
Penosogan, Fm Halang.
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Kuarter
Pada umur kuarter daerah karang sambung terdiri dari endapan alluvial yang terdiri dari
Fm. Peniron dan Breksi Fm. Serayu.
Tatanan struktur utama yang ada di karangsambung dapat dibagi menjadi 3 struktur utama
, yaitu :
a. Arah timurlaut – Baratdaya yang ditunjukkan oleh arah umum sumbu panjang boudin,
berkembang di kelompok batuan Pra – Tersier (Harsolumkso dkk., 1995 dalam Prasetyadi, 2007).
b. Arah Timur – Barat yang ditunjukkan oleh arah umum struktur lipatan yang berkembang di
batuan Tersier,
c. Arah Utara – Selatan berupa sesar yang memotong batuan Pra – Tersier dan Tersier (Asikin
dkk.,1992 dalam Prasetyadi, 2007)

Gambar 4 Stratigrafi daerah Karangsambung (modifikasi Harsolumakso dkk., 1996 dari Asikin dkk.,
1992 dalam Hadiyansyah, 2005).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Kompleks Melange terdiri atas blok – blok berbagai ukuran dari batuan sedimen pelagis,
batuan beku basaltis dan batuan metamorf yang tercampur secara tektonik dalam matriks batuan
pelitik (Asikin, 1974 dalam Prasetyadi, 2007). Sedangkan formasi Karangsambung dan Formasi
Totogan umumnya terdiri dari percampuran sedimenter fragmen – fragmen dan blok – blok
(olisolit) seperti batupasir, batulanau , kongomerat, dan batugamping Nummulites dalam masadar
lempung dan diinterpretasikan sebagai endapan olistostrom (asikin, 1974 dalam Prasetyadi, 2007
).Menumpang selaras di atas formasi totogan adalah formasi waturanda yang terdiri dari batupasir
dan breksi volkanik. Formasi Waturanda ditumpangi secara selaras oleh formasi Penosogan yang
terdiri dari perselingan napal dan batupasir gampingan (asikin dkkk., 1992 dalam Prasetyadi
,2007).

Gambar 5 Peta Geologi Daerah Karangsambung (Asikin et.al)

Daerah Karangsambung memiliki dua periode subduksi sampai saat ini. Subduksi pertama
terjadi pada Zaman Kapur Akhir sampai Paleosen (Sucipta, 2006). Subduksi ini memiliki arah
baratdaya-timurlaut sehingga struktur-struktur yang terbentuk akan memiliki arah yang sama
secara umum. Struktur tersebut dikenal juga sebagai Pola Meratus. Struktur ini diperkirakan terjadi
karena adanya subduksi antara Lempeng Eurasia dengan mikrokontinen yang berasal dari
Lempeng Indo-Australia.
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Subduksi kedua terjadi pada Zaman Tersier (Sucipta, 2006 op cit. Hadiyansyah, 2005).
Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini terjadi karena tumbukan antara Lempeng
Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia. Subduksi kedua ini terjadi setelah subduksi pertama
berhenti dan terbentuk di selatan dari subduksi pertama.

3. Sejak dulu kita bahwa batas tenggara dari Daratan Sunda (Sundaland) pada zaman Kapur
mengikuti arah Meratus (Hamilton, 1979). Tetapi akhir-akhir ini beberapa peneliti
memiliki hipotesa bahwa batas tersebut terletak ke arah Sulawesi Selatan, Bantimala.

a. Data apa saja yang menjadi pertimbangan bagi para peneliti tersebut untuk
menjelaskan model geodinamik batas Daratan Sunda tersebut?
Pendapat ahli terdahulu menyatakan bahwa batas Sundaland pada zaman Kapur mengikuti arah
Meratus (Hamilton, 1979) dan Katili (1974) semakin diragukan dan beberapa peneliti memiliki
hipotesa bahwa batas tersebut terletak lebih mengarah ke tenggara salah satunya adalah Satyana
(2003) yang merekonstruksi tektonik wilayah bagian tenggara Sundaland (Kalimantan Tenggara,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan).

Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan :


1. Hasil perhitungan umur batuan metamorf dan umur radiolarian pada lapangan Ciletuh dan
Luk Ulo menunjukkan umur Kapur Akhir (72.1 – 66 Ma) sedangkan dating pada ofiolit
Meratus menghasilkan umur Kapur Awal ( 126.3- 100.5 Ma).
2. Data gravity yang diteliti dan diinterpretasi oleh Satyana, dkk (2007) serta Satyana dan
Armandita (2008) menunjukan bahwa ofiolit Pegunungan Meratus bukan merupakan
subduksi yang berhubungan dengan subduksi Kapur di Pulau Jawa. Ofiolit tersebut
merupakan detached oceanic crust atau slab break-off yang lepas dari akarnya di depan
mikrokontinen Paternoster (tipe passive margin) pada saat terjadi kolisi karena benturan
antara mikrokontinen Paternoster dan mikrokontinen Schwanner (SW Borneo) pada Kapur
Awal. Detached slab Meratus terobduksi di atas dua mikrokontinen yang berbenturan ini,
sementara sebagian kerak benua mikrokontinen Paternoster menunjam di bawah detached
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

slab Meratus karena dibawa masuk ke dalam astenosfer oleh kerak samudera induk di
depan mikrokontinen Paternoster.

Dari data tersebut didapatkan kesimpulan bahwa kompleks ofiolit yang terdapat pada
pegunungan Meratus tidak dapat dihubungkan dengan ofiolit Ciletuh dan ofiolit Luk Ulo
karena proses pembentukan kedua kompleks ini memiliki sejarah yang berbeda. Satyana
(2003) mengusulkan Ciletuh dan Luk Ulo seharusnya disambungkan dengan singkapan
kompleks ofiolit di Bantimala, Sulawesi Selatan. Selain itu kompleks Bantimala mengandung
litologi batuan metamorfik yang terdiri dari shale silicios merah dan abu, feldspatik sandstone,
siltstone, radiolarian chert, peridotit yang terserpentinisasi, basalt dan diorite yang memiliki
kesamaan metamorfik dengan litologi di Jawa.

b. Sketsa penampang tektoniknya berarah SE-NW pada umur Kapur Akhir melalui
Sulawesi Selatan, Selat Makasar, Pulau Laut, Pulau Kalimantan dan memotong Peg.
Meratus!

Gambar 6 Penampang Pulau Kalimantan berarah NW-SE Zaman Kapur (Hasan, 1991; Wakita, 2000;
dimodifikasi Satyanan dan Armandita, 2008)
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

4. Singkapan kelompok batuan ofiolit cukup luas di Pegunungan Meratus (Kalimantan


Selatan dan Kalimantan Timur). Jelaskan proses terbentuk ofiolit tersebut?

Pegunungan Meratus merupakan sekuen ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal dan terletak di
wilayah yang terletak jauh dari tepi konvergensi lempeng. Pegunungan Meratus di bagian tenggara
Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem. Pegunungan
Meratus mulai terangkat pada Miosen Akhir dan efektif membatasi sebelah barat Cekungan Barito
pada Plio-Pleistosen (Penrose, 1972; Coleman, 1977 dalam Clague dan Straley, 1977).

Pada Miosen Awal, karena perbedaan densitas, kerak benua Paternoster yang densitasnya
paling ringan pun mengalami break-off dengan kerak samudera di depannya yang melaju terus
memasuki astenosfer yang semakin dalam ke sebelah barat. Selanjutnya, kerak benua Paternoster
yang sempat menunjam menjadi terangkat (ekshumasi) oleh tektonik gaya berat akibat perbedaan
densitas segmen – segmen kerak yang pernah mengalami benturan dan astenosfer sekelilingnya.
Tektonik gaya berat ekshumasi berupa pengangkatan kembali kerak benua ini turut
mengangkat detached oceanic slab ofiolit Meratus yang hanya menumpang secara pasif
(obducted) di atas keraj benua Paternoster. Demikian, terangkatlah Pegunungan Meratus,
seluruhnya melalui tektonik gayaberat ekshumasi akibat perbedaan densitas.

Gambar 7 penampang melintang NW – SE (A) Oligocen –Miocen Tengah, and (B) Miocene Tengah - Resen
(Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

5. Akibat subduksi dan tumbukan pada zaman Pra-Tersier – Tersier Papua, menghaslkan
jalur struktur “Central range Fold Bed”. Jelaskan model geodinamikanua dan sebutkan
juga struktur apa sajakah yang berkembang di jalur tersebut?

Orogenesis Central Range dimulai pada Miosen Tengah. Orogenesis ini dibagi menjadi
tahap sebelum tumbukan dan tahap tumbukan. Tahap sebelum tumbukan berkaitan dengan
metamorfisme pada sedimen
batas pasif, sedangkan tahap
tumbukan terjadi ketika
pengapungan (buoyancy) litosfer.
Beberapa struktur yang
berkembang anatara lain Thin-
skinned thrusting yang
Gambar 8 Model thin-skinned deformation
merupakan bentuk deformasi
lempeng tektonik pada batas konvergen yang berinteraksi dengan sesar naik dangkal yang
melibatkan batuan sedimen, tanpa batuan di basement (basement tidak ikut tersesarkan).
Dilaminasi tumbukan pada Papua terjadi antara 7-3 juta tahun yang lalu, menyebabkan
aktivitas magma tahap akhir dan pengangkatan pegunungan sebanyak 1-2 km. Proses ini memicu
pergerakan sesar mendatar mengiri dengan arah Barat-Timur yang mendominasi tektonik resen
pada Pulau Papua bagian Barat.
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Thin-skinned thrusting

Gambar 9 Model thin-skinned deformation


Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

6. Pulau Timor merupakan contoh produk tektonik dari proses subduksi hingga tumbukan
antara busur kepulauan dan kerak kontinen di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Jelaskan
model geodinamik yang logis menurut anda berdasarkan data stratigrafi dan strukturnya!

Gambar 10 Peta Geologi Pulau Timor


(sumber : http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7e/Geology_of_Timor-Leste.png )

Timor memiliki kondisi geologi yang kompleks adalah akibat dari tumbukan Lempeng
Australia bagian barat laut dengan Busur Kepulauan Banda sehingga kerak Benua Australia
menunjam di bawah busur kepulauan dengan arah penunjaman ke utara. Peristiwa tumbukan
tersebut diperkirakan terjadi pada umur Miosen Akhir. Tumbukan awalnya terjadi di bagian tengah
Timor dan kemudian berpindah ke arah baratdaya dengan kecepatan sekitar 110 km/Ma (Harris,
1991). Setelah proses tumbukan tersebut, terjadi obduksi dari lempeng Busur Banda ke atas batas
pasif lempeng benua Australia. Ini menyebabkan endapan Banda Allochthon muncul di kerak
muka busur sehingga menutupi endapan benua Australia yang berumur Perm-Trias
Bentuk model dari Kolisi tersebut masih menjadi perdebatan, dan terdapat tiga model yang
diajukan yakni Model Imbricate, Model Overthrust, dan Model Rebound (Richardson dan
Blundell, 1996 dalam Bailie).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

a. Model Imbrikasi

Pada model ini Timor diintepretasikan sebagai material yang terimbrikasi pada
hanging wall suatu zona subduksi, yang kini terwakili di permukaan oleh Terusan Timor.
Model ini menjelaskan bahwa Timor terbentuk sebagai chaotic melange menyebabkan
terjadinya pengangkatan zona melange dan kemudian tersingkap membentuk suatu prisma
akrasi yaitu Pulau Timor itu sendiri. Model ini dikemukakan oleh Hamilton (1979)

Gambar 11. Model Imbrikasi (Chamalaun & Grady, 1978 op cit Barber, 1981)

b. Model Overthrust

Model ini dikemukakan oleh Barber (1981) ini menyatakan bahwa Timor terbentuk
oleh batas kontinen Australia yang ditutupi oleh beberapa seri dari unit overthrust yang
terdiri atas endapan dasar samudera, batuan metamorf, dan batuan sedimen. Unit overthrust
ini sudah melewati zona subduksi sebagai akibat dari tumbukan dengan batas kontinen
Australia. Unit overthrust ini merupakan endapan allochthone yang teranjakkan di atas
endapan paraautochtone. Endapan allochthone merupakan endapan origin Busur Banda,
sedangkan endapan paraautochtone merupakan endapan kontinen Australia.

Gambar 12. Model Overthrust (Chamalaun & Grady, 1978 op cit Barber, 1981)
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

c. Model Upthrust

Model ini menjelaskan bahwa batas kontinen Australia masuk ke dalam zona
subduksi di sekitar Selat Wetar dan kemudian proses subduksi terhenti. Lempeng benua
terpisah dari lempeng samudera sehingga menyebabkan terjadinya pengangkatan Timor
sebagai akibat dari pelentingan isostatik (Gambar 2.9). Pada model ini, semua unit struktur
yang terbentuk hanya berasal dari batas kontinen Australia dan tidak ada unit tektonik dari
Asia yang terbentuk.

Gambar 13. Model Overthrust (Chamalaun & Grady, 1978 op cit Barber, 1981)

Litostratigrafi
Secara umum litostratigrafi di Timor dapat dibagi menjadi tiga sekuen (Sawyer
dkk.,1993),yaitu
1. Sekuen Kekneno, Umur dari sekuen ini berkisar dari Perm Awal hingga Jura Tengah dengan
adanya hiatus pada Jura Akhir, lingkungan pengendapan paparan-laut dalam.
2. Sekuen Kolbano, Kisaran Umur litologi sekuen ini berkisar dari Jura Akhir-Pliosen Awal,
dengan lingkungan pengendapan paparan-laut dalam(endapan turbidit)
3. Sekuen Viqueque, Sekuen ini terdiri dari endapan sedimen synorogenik Plio-Pleistosen tipe
molasse yang mencakup Formasi Viqueque dan beberapa unit melange meskipun hubungan
genetiknya sulit untuk dijelaskan.
Umur dari ketiga sekuen ini berkisar dari Perm hingga Pleistosen.
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Gambar 14 Stratigrafi Pulau Timor (Milsom, 2000)


Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

7. Uraikan dengan singkat perbedaan dan persamaan tentang geodinamik Pra-Tersier dan
Tersier di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI)
berdasarkan data stratigrafi dan struktur dikawasan tersebut!
Stratigrafi di barat Indonesia didominasi oleh formasi berumur Kenozoikum, dari Pelogen
hingga Kuarter. Sedikit endapan berumur Mesozoikum dan Paleozoikum. Di timur Indonesia secara
umum memiliki stratigrafi yang lebih tua dari bagian barat. Selain itu, ketika Paleogen, di timur
pengendapan kebanyakan masih sedimen pelagic.

Gambar 15 Stratigrafi Kepulauan Tanimbar dari


Gambar 16 Stratigrafi Halmahera (Darman &
umur Permian hingga Pliosen
Hasan, 2000)
(sumber: http://www.timcharlton.co.uk/banda-arc-
prospectivity/tanimbar-islands).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Secara tektonik bagian Indonesia pada Pre-Tersier dan Tersier dapat dilihat pada tabel berikut:

UMUR PRE-TERSIER

Kawasan Barat Indonesia Kawasan Indonesia Timur


Kawasan Indonesia Barat rata- rata terbentuk Kawasan Indonesia Timur rata- rata terbentuk
oleh tumbukan- tumbukan mikrokontinen oleh pecahan mikrofragmen Gondawana yang
seperti Woyla Arc, Sibumasu, dan sebagainya. berasal dari Australia (Irian, dsb.)
Hampir tidak terjadi pembentukan cekungan Proses pembentukan cekungan mulai
pada kawasan ini. berlangsung dari umur Pra- Tersier, seperti
Cekungan Bonaparte, Cekungan Bintuni, dsb.
Kawasan ini terbentuk dari suatu paparan Kawasan ini terbentuk dari beberapa paparan,
besar berupa Paparan Sunda seperti Paparan Sahul, dsb.

UMUR TERSIER
Kawasan Barat Indonesia Kawasan Indonesia Timur
Terjadinya subduksi yang berubah arah pada Terjadi subduksi pada umur Tersier yang
umur Tersier dan terbentuknya magmatisme membentuk jalur magmatisme (Sulawesi
sepanjang jalur subduksi (Contohnya: Jalur Utara; Sulawesi Barat; Halmahera; Nusa
magmatisme sepanjang Pulau Sumatera- Tenggara)
Jawa)
Terjadinya subduksi yang mengakibatkan Proses pembukaan cekungan pada kawasan
pembukaan cekungan pada kawasan Indonesia Timur tidak terjadi akibat rifting
Indonesia Barat. subduksi dan terbentuk rata- rata pada umur
Pra- Tersier
Pada Kawasan Indonesia Barat, terjadi Pada Kawasan Indonesia Timur, tabrakan
tabrakan (collision) pada umur Kapur Akhir (collision) terus terjadi pada beberapa
yang dapat diamati pada Karangsambung; kawasan, e.g: Papua, Sulawesi, Timor, dsb.
Ciletuh yang merubah arah subduksi
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Lempeng- lempeng besar yang berinteraksi Lempeng- lempeng besar yang berinteraksi
adalah Lempeng Eurasia dan Indo- Australia, adalah Lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-
sehingga pola struktur relatif tidak terlalu Australia, sehingga pola struktur sangat
kompleks kompleks
Tidak terdapat hasil akhir subduksi berupa Terdapat beberapa daerah yang diduga berupa
obduksi di kawasan Indonesia Barat pada hasil obduksi, seperti Sulawesi bagian Timur
umur Tersier berupa kawasan ofiolit besar pada daerah
tersebut. Kompleks ofiolit juga dapat
ditemukan pada central range Papua.
Kawasan ini terpengaruh ekstrusi akibat Kawasan ini terpengaruh ekstrusi akibat
tumbukan India dengan Eurasia pada umur adanya kolisi antara lempeng Australia-busur
Miosen sehingga menghasilkan sesar-sesar Halmahera-Filipina dan Dataran Tinggi
mendatar berarah tenggara. Ontong pada Pulau Jawa dengan Busur
Melanesia

8. Fisiografi Kawasan Timur Indonesia (KTI) memperlihatkan posisi Pulau Sumba yang
unik pada cekungan muka busur Banda. Umbgrove (1949) disinyalir adanaya problem
geodinamik pulau tersebut. Sebutkan apa problemnya ditinjau dari teori tektonik
lempeng? Jelaskan juga evolusi geodinamik dari Pulau Sumba sejak umur Kapur hingga
Kuarter?
Posisi Pulau Sumba yang berada di depan Busur Sunda. Berdasarkan data geologi dan
geofisika saat ini, Pulau Sumba tidak menunjukan fitur tektonik subduksi dari sistem Busur
Sunda, tidak juga menunjukan fitur tektonik kolisi dari sistem busur Banda. Saat ini, Pulau
Sumba diduga berasal dari lempeng kontinen Asia atau Australia. Hal tersebut masih menjadi
perdebatan hingga saat ini, dan memerlukan studi lebih lanjut
Beberapa data yang mendukung mengenai evolusi geodiamik Pulau Sumba adalah sebagai
berikut:
a. Urutan stratigrafi Sumba pada Paleogen sama dengan urutan stratigrafi Sulawesi
Selatan (Burollet & Salle, 1981; Simandjuntak, 1993).
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Gambar 17 Letak Pulau Sumba dalam tatanan tektonik regional ( http://geosphere.gsapubs.org/)

b. Extruded magma Sumba yang berumur Late Cretaceous-Paleogen mirip secara


petrokimia dan geokronologi dengan arc volcanism di tepi Sundaland (Abdullah, 1994,
2010).
c. Data paleomagnetik Sumba dari Late Cretaceous sampai Paleogen menunjukkan posisi
Sumba pada Late Cretaceous ada di 18.3 N, pada Paleosen ada di 7.4 N dan pada
Miosen Awal di posisinya sekarang di 9.9 S (Wensink, 1994).
d. Data isotop Pb-Nd batuan Sumba menunjukkan karakteristik yang sama dengan data
isotop batuan di Sulawesi (Vroon et al, 1996).
e. Sumba mengandung foram besar yang khas foram besar Eosen yang hidup di wilayah
tropis, yaitu Assilina, Pellatispira, dan Biplanispira; dan tak pernah ditemukan foram
besar wilayah subtropis yang khas Australia yaitu Lacazinella (Lunt, 2003).

Dari data di atas maka diambil kesimpulan bahwa Sumba adalah mikrokontinen yang
berasal dari tenggara Benua Eurasia (Sundaland) atau bagian dari tenggara paparan. Sikuen
stratigrafi selama Kapur Akhir hingga Miosen menunjukkan kesamaan dengan stratigrafi
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

baratdaya. Dengan demikian, berdasarkan data-data dan bukti-bukti yang ada, Sumba adalah
bagian dari fragmen

Gambar 18 Peta sketsa geologi Sumba (Abdullah et al., 2000)

Gambar 19 Kolom stratigrafi Sumba (Abdullah et al., 2000)


Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

9. Sebutkan empat perbedaan utama antara Busur Barat dan Busur Timur dari Pulau
Sulawesi?
No. Busur Barat Busur Timur

1 Busur barat sulawesi merupakan Busur non vulkanik. Busur timur


busur vulkanik yang memanjang sulawesi merupakan kompleks
dari lengan selatan sampai ke ofiolit yang berada di lengan timur
lengan utara. dan tenggara Sulawesi.

2 Tersusun atas batuan beku plutonik Ofiolit (Melange, pelagic sedimen,


– volkanik (Calc-Alkaline) berumur dan batuan beku ultrabasa-basa)
Paleogen – Kuarter dengan batuan umur pra-Tersier dan bersamaan
sedimen dan batuan metamorf dengan batuan sedimen pelagik dan
berumur Mesozoik – Tersier melange.

3 Continental Margin Mid Oceanic Ridge

4 Struktur sederhana Struktur Kompleks

5 Metamorfisme derajat tinggi Metarmorfisme derajat rendah


(Eclogite, quartzite, amphibolite,
mica-schist, chlorite-feldspar )

6. Busur barat kaya akan logam-logam Busur timur kaya akan mineral
yang berasiosiasi dengan aktivitas logamnya seperti nikel, krom dan
volkanik seperti besi, tembaga, dan kobalt.
emas

7. Sulawesi Barat selempeng dengan Busur timur merupakan bagian dari


pulau-pulau Kalimantan, Jawa dan lempeng Australia
Sumatra yaitu merupakan bagian
dari lempeng eurasia
Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Gambar 20 Peta Geologi Sulawesi (http://randyweblog.blogspot.com/ )


Extivonus K.Fr (12012060) Geologi
Indonesia

Daftar Pustaka

Barber, A.J et.al. 2005. Sumatra: Geology , Resources , and Tectonic Evolutions. London, UK. The
Geological Society London
Closs, Mark, Sapiee, Benyamin, dkk. 2005. Collisional Delamination in New Guinea: The
Geotectonic of Subducting Slab Breakoff. Austin, Texas. The Geological Society of
America
Darman, Herman dan Sidi, Hasan. 2000. An Outline of the Geology of Indonesia. Jakarts. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia (IAGI)
Pubellier, M. 2014. The basins of Sundaland (SE Asia): Evolution and boundary conditions.
Malaysia. Elsevier
Diktat Kuliah Geologi Indonesia

Sumber web :
https://www.academia.edu/6388501/Laporan_Kuliah_Lapangan_Karangsambung_Anis_Stiyani_Page
_1
http://geologi.iagi.or.id/2007/05/23/escape-tectonics-indonesia/ oleh Awang H. Satyana
https://geotrekindonesia.wordpress.com/tag/extrusion-tectonics/ oleh Awang H. Satyana

Anda mungkin juga menyukai