Anda di halaman 1dari 5

Paleosubduksi dan Perkembangan Kompleks Prisma Akresi Modern di Selatan Jawa

Prisma akresi memiliki sifat tektonik yang khas dan sangat aktif, sehingga membentuk suatu
formasi batuan yang juga khas yang telah umum dinamakan sebagai mlange. Proses pembentukan
mlange dipengaruhi oleh proses-proses struktural, sedimenter, magmatik dan metamorfisme yang
saling tumpang-tindih dan berulang- ulang (Festa et.al, 2010).
Sistem subduksi Jawa dibentuk oleh subduksi lempeng samudra di bawah lempeng benua.
Lempeng ini tipis dan berumur muda, serta seluruhnya hampir terdiri dari batuan volkano
plutonic berumur Tersier [1]. Beberapa deposit ignimbrit dijumpai di Jawa. akibat adanya
subduksi lempeng Indo-Australia yang menujam ke lempeng Eurasia. Terjadi perubahan pada jalur
magmatic ini akibat adanya perbedaan kecepatan penujaman lempeng Indo-Australia terhadap
lempeng Eurasia. Batuan magmatik kebanyakan menengah. Lempeng samudra di selatan subduksi
tertutup sedimen pelagis dengan ketebalan 200 m. Gambar 1 menunjukkan skema penampang
melintang subduksi dan busur pulau Jawa. Model tektonik lempeng Indonesia dalam satu pola
konvergen telah dibuat oleh Hamilton (1970) dan Katili (1971).
a. Kapur Paleogen
Jalur subduksi purba pada Pre-Tersier yang memiliki umur Kapur, dapat diamati mulai dari Jawa
Barat selatan (ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian timur ke
Kalimantan Tenggara. Sedangkan Jalur magmatik menempati lepas pantau Utara Jawa. (berwarna
ungu pada gambar 1). Jalur subduksi purba disebabkan penunjaman lempeng Indo-Australia dibawah
lempeng Eurasia yang berarah NE SW dan pola tektonik ini dinamakan Pola Meratus

b. Paleogen Neogen

Pada sub zaman Paleogen dan


Neogen terdapat jalur subduksi
purba membentuk struktur positif
(punggungan) bawah permukaan
laut yang terletak di selatan Pulau
Jawa.

Jalur

ini

merupakan

kelanjutan deretan pulau pulau di


sebelah

barat

Sumatera

yang

terdiri dari singkapan melange


(Pulau Nias) berumur Miosen.
Jalur ini merupakan
tektonik yang

satuan

penting karena dikaitkan dengan terangkatnya masa ringan dibandingkan sekitarnya sebagai akibat
penyusupan Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Mikro Sunda.
Sedangkan jalur magmatisme Tersier daoat dibedakan menjadi dua periode kegiatan magmatic, yaitu
yang berlangsung sepanjang Eosen Akhir-Miosen Awal dan Miosen Akhir- Pliosen.
1. Eosen Akhir-Miosen awal pola subduksi mengalami perubahan jalur semakin ke arah W E.
Pergerakan arah tegasan NW SE ke arah relatif N S, sehingga terdapat pola struktur yang
lebih muda, yaitu Pola Sunda.

2. Miosen Akhir- Pliosen


Pola subduksi yang sudah berarah W - E menghasilkan jalur magmatisme berarah W
E juga yang menghasilkan pola pola struktur berarah W E dan berlangsung hingga saat ini.
Pola struktur ini dinamakan Pola Jawa. Pergerakan mundur dari zona subduksi daerah selatan
Jawa terjadi pada kala Miosen Akhie-Pliosen yang diikuti dengan melandaikan sudut
penunjaman antara Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia, sehingga menyebabkan
bergeraknya zona magmatis lebih ke utara dari sebelumnya (lebih ke tengah pulau Jawa)
c. Kuarter- Resen
Jalur magma atau volkanik Kuarter yang membentang sepanjang pulau dan meliputi
hampir seluruh pulau.

Back Arc Basins

1000m

KETERANGAN :
Jalur Subduksi Kuarter
Vulkanik Kuarter
Subduksi
Vulkanik Miosen Akhir - Pliosen Vulkanik Eosen Akhir Jalur
Miosen
Awal Tersier Sesar Naik
Sesar Geser
Gambar 2 Perkembangan Zona Subduksi dan Busur Magmatik Pulau Jawa (modifikasi Soeria-Atmadja dkk.
1994 dan Simanjuntak & Barber 1996).

Perbedaan antara pola dan jalur magmatisme pada Pulau Sumatera terjadi sejak zaman
Pre- Tersier sedangkan pada Jawa hanya terjadi pada Jawa bagian barat saja proses
magmatismenya. Perubahan jalur magmatisme di Sumatera lebih diakibatkan pada mekanisme
roll back. Bentuk subduksi pada Pulau Sumatera adalah oblique akibat pengaruh sistem
mendatar Sumatra sehingga menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra
(Darman dan Sidi, 2000).

Anda mungkin juga menyukai