Fisiografi Kalimantan
Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa zona fisiografi, yaitu :
1. Blok Schwaner yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda,
2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak dilepas Pantai Kalimantan
Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal sebagai sub cekungan Pasir,
3. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini sebagi bagian dari
cekungan Kutai,
4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut dan Tenggara cekungan
Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut antara lain:
a. Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur. Disebelah Utara cekungan ini
dibatasi oleh Semporna High,
b. Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching yang merupakan tempat
penampungan pengendapan dari Tinggian Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu
unsur Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hight dari cekungan Barito.
Secara fisiografis, daerah kerja praktek PT. Pertamina EP UBEP Tanjung, termasuk ke dalam
Cekungan Barito bagian timur, yang dibatasi oleh Pegunungan Schwaner pada bagian bagian
barat, Pegunungan Meratus pada bagian timur dan Cekungan Kutai pada bagian utara (Gambar
3.1). Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70000 kilometer persegi di Kalimantan Selatan
bagian tenggara dan terletak di sepanjang batas tenggara Lempeng Mikro Sunda. Cekungan
Barito merupakan cekungan bertipe foreland yang berumurTersier, berhadapan langsung dengan
Pegunungan Meratus (Satyana dan Silitonga, 1994).
Di bagian utara, Cekungan Barito dipisahkan dengan Cekungan Kutai oleh Sesar Adang.
Sedangkan di bagian timur dipisahkan dengan Cekungan Asem-asem oleh Tinggian Meratus
yang memanjang dari arah Baratdaya samapi Timurlaut. Di bagian selatan merupakan batas tidak
tegas dengan Cekungan Jawa Timur Utara dan di bagian barat berbatasan dengan
Komplek Schwaner yang merupakan basement.
Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungannya
yang asimetrik. Hal ini disebabkan oleh adanya gerak naik ke arah barat dari Pegunungan
Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan
Barito, yang kemudian menipis ke arah barat.
Formasi Tanjung merupakan batuan sedimen Tersier tertua yang terdapat di Cekungan Barito
bagian timur. Cekungan Barito di daerah ini dialasi oleh batuan sedimen Kelompok Pitap, batuan
vulkanik Kelompok Haruyan, Formasi Batununggal dan Paniungan, Granit Belawaian, dan
batuan ultrabasa (Heryanto dan Hartono, 2003). Cekungan ini, sebagai salah satu cekungan
tempat berakumulasinya sumber daya energi, memiliki endapan batubara dengan sebaran yang
sangat luas.
a. Tatanan Tektonik
Basement pre-Eosen
agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur
Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya
Kalimantan, Laut Jawa bagian barat, Sumatra, dan semenanjung Malaysia.
Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan sediment dari busur
kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang
diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak
dan Kalimantan terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen
(Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar line, Gambar 4; Tatau-Mersing line,
Gambar 5 dan 6; Boyan mlange antara Cekungan Ketungai dan Melawi),
dan unit lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter dan
Supriatna (1989) menyatakan bahwa terdapat intrusive besar bersifat
granitik berumur Trias diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas,
memiliki kontak tektonik dengan formasi berumur Jura-Kapur.
Tektonisme Miosen
Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan
yang Sangat penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai
subduksi di Sabah dan Palawan; mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu
(silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992);
dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op cit., Van de Weerd dan Armin,
1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman terjadi pada
sebagian awal Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd
dan Armin, 1992).