Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN GEOLOGI

II.1 GEOLOGI REGIONAL

Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan


tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia
dan Eurasia, juga dipengaruhi oleh tektonik regional di bagian Asia Tenggara.
(Biantoro, E.,1992). Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan tersier yang
terbesar di Indonesia, luasnya 165.000 km2 dan kedalamannya kurang lebih
mencapai 14.000 m. Di bagian utara, Cekungan Kutai dibatasi oleh Sesar
Sangkulirang dan Sesar Bengalon serta di bagian selatan oleh Sesar Adang.

Cekungan Kutai

Gambar II.1 Batas Regional Cekungan Kutai (Ken Mcclay, Tim Dooley,
Angus Ferguson and Joseph Poblet, 2000)

Secara tektonik, Cekungan Kutai dipisahkan dari Cekungan Tarakan oleh


Punggungan Mangkalihat di bagian utara dan Adang flexure (Adang patenosfer-

Bab I 7
fault) yang memisahkan Cekungan Kutai dari Cekungan Barito. Bagian barat
Cekungan Kutai dibatasi oleh Tinggian Kuching yang tersusun oleh batuan
metasedimen berumur Kapur dan sedimen berumur Paleosen. Sedangkan bagian
timur Cekungan Kutai saat ini terbuka ke Selat Makassar dengan kedalaman air
laut mencapai lebih dari 2000 meter (Allen, G.P. and Chambers, J.L.C., 1998)

Gambar II.2 Kerangka tektonik regional Cekungan Kutai (Ken Mc Clay, 2000)

Bab I 8
Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah
yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen
Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan
pengangkatan dasar cekungan ke arah barat laut yang menghasilkan siklus regresif
utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen
Akhir hingga sekarang (Ferguson and Ken Mc Clay, 1997). Pada kala Miosen
Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai
yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak
sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung
terus menerus sampai Miosen Akhir.

II.1.1 Morfologi Regional

Cekungan Kutai terbagi menjadi 3 (tiga) Zona Fisiografi, yaitu : Zona Fisiografi
Delta Mahakam Purba di bagian timur, Zona Fisiografi punggungan
bergelombang (Antiklinorium Samarinda) di bagian tengah dan Zona dataran
berawa di bagian barat (S. Supriatna, 1977 o.p cit. H. Darman and Sidi, 2000).

Morfologi daerah penelitian secara regional termasuk pada zona fisiografi


punggungan bergelombang (Antiklinorium Samarinda) yang didominasi oleh
lipatan antiklin sempit dan sinklin lebar serta dataran yang memanjang dengan
arah timur laut – barat daya (hasil proses tektonik yang bekerja dengan arah
tegasan utama barat laut – tenggara). Ketinggian topografi bervariasi dari yang
terendah adalah 2 m hingga yang tertinggi 87 m.

II.1.2 Stratigrafi Regional

Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal
dengan fasies pengendapan yang berbeda - beda dan memperlihatkan siklus
genang-susut laut (transgresi – regresi) seperti halnya cekungan – cekungan lain di
bagian barat Indonesia.

Urutan transgresi ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan


klastik berbutir kasar yang bercampur dengan lempung laut dalam, juga paparan
karbonat. Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen

Bab I 9
dan menandakan periode genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan
turbidit berselingan dengan serpih laut dalam dan batugamping terumbu
ditemukan secara lokal dalam Formasi Antan.

Urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik
yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit sehingga
membentuk kompleks endapan delta. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah
berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur
dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-
tahapan genang laut secara lokal. Tiap siklus dimulai dengan endapan paparan
delta (delta plain) sampai ditempat yang lebih dalam diendapkan endapan delta
front dan prodelta.

S.Supriatna dan E. Rustandi, 1995 membagi satuan litostratigrafi daerah


penelitian menjadi 6 (enam) formasi dengan urutan dari yang tua ke muda adalah:

Formasi Pamaluan, terdiri dari batupasir kuarsa sebagai batuan utama, warna
kelabu kehitaman – coklat, butir halus – sedang, karbonatan dan gampingan
dengan sisipan batulempung, serpih, batulanau dan lensa – lensa batugamping.
Setempat dijumpai struktur sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Umur
formasi ini adalah Miosen Awal. Ketebalan formasi ini sekitar 3000 m dan
merupakan formasi paling bawah yang tersingkap pada lembar Samarinda.

Formasi Bebulu, terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan batugamping


pasiran dan serpih. Serpih berwarna kelabu kecoklatan berselingan dengan
batupasir halus kelabu tua. Setempat batugamping menghablur dan terkekarkan
dengan bentuk tak beraturan. Umur Formasi ini adalah Miosen Awal – Miosen
Tengah, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Ketebalan formasi sekitar
2000 meter.

Formasi Pulaubalang, perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa


dengan sisipan batulempung, batugamping, tufa dasit dan batubara. Umur Formasi
ini adalah Miosen Tengah, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Ketebalan formasi sekitar 2750 m.

Bab I 10
Formasi Balikpapan, terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan
serpih, batugamping, batulanau, dan batubara. Batupasir gampingan mengandung
foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, setempat mengandung
sisa – sisa tumbuhan dan oksida besi mengisi rekahan – rekahan setempat
mengandung lensa – lensa batupasir gampingan Umur Formasi ini adalah Miosen
Akhir bagian bawah – Miosen Tengah bagian atas, dengan ketebalan berkisar
1000 - 3000 m. Formasi ini terbentuk dalam lingkungan pengendapan paras delta
hingga dataran delta.

Formasi Kampungbaru, terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan


batulempung, serpih, lanau, konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon,
serpih dan lempung, aneka bahan: lignit (tebal 1-2m), gambut dan oksida besi.
Umur Formasi ini adalah Pliosen, dengan ketebalan formasi ± 250 – 900 m dan
diendapkan pada lingkungan pengendapan delta .

Endapan Aluvial , terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur yang terendapkan dalam
lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai.

Bab I 11
Gambar II.3 Kolom stratigrafi regional daerah Samarinda dan sekitarnya (S.Supriatna dan E. Rustandi, 1995)

12
13
0° 30’ 00 “S

0° 45’ 00 “S

1° 00’ 00 “S

Daerah Penelitian

116° 45’00 “S 117° 00’00 “S 117° 15’00 “S

Gambar II.4 Daerah Penelitian pada Peta Geologi Lembar Samarinda


Skala 1 : 250.000 (S.Supriatna, Sukardi dan E. Rustandi, 1995)

Keterangan :

Formasi Pamaluan

Formasi Pulaubalang

Formasi Balikpapan

Formasi Kampung baru

Aluvium

Bab II 13
II.1.3 Struktur Geologi Regional

Pembentukan struktur geologi di Cekungan Kutai sangat dipengaruhi oleh adanya


spreading di sepanjang selat Makassar yang menimbulkan sesar – sesar mendatar
dengan arah pergerakan barat laut - timur tenggara serta memisahkan Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Pola struktur Cekungan Kutai dipengaruhi oleh
pengangkatan Tinggian Kuching yang tegasannya berasal dari arah barat laut.
Pengangkatan ini terus berlangsung hingga mengakibatkan berkurangnya
kestabilan. Akibat ketidakstabilan ini maka terjadi pelengseran batuan ke arah
timur.

Struktur geologi yang berkembang di dalam Cekungan Kutai adalah lipatan dan
sesar. Batuan tua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang dan Formasi
Bebuluh umumnya terlipat cukup kuat dengan kemiringan sekitar 40o, tetapi ada
juga yang mencapai 75o. Sedangkan batuan yang berumur lebih muda seperti
Formasi Balikpapan dan Formasi Kampung Baru pada umumnya terlipat lemah,
namun di beberapa tempat dekat zona sesar ada yang terlipat kuat. Di daerah ini
terdapat 3 (tiga) jenis sesar, yaitu : sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar.
Sesar naik diduga terjadi pada Miosen akhir yang kemudian terpotong oleh sesar
mendatar yang terjadi kemudian. Sedangkan sesar turun terjadi pada kala Pliosen
(S.Supriatna, Sukardi dan E. Rustandi, 1995).

Proses pembentukan lipatan di Cekungan Kutai terdapat dalam dua versi, yaitu :
1. Menurut Ott, 1987 op. Cit. Darman & sidi, 2000 : menyatakan bahwa pola
struktur pada Cekungan Kutai disebabkan oleh adanya proses gelinciran
akibat gaya gravitasi (gravity sliding) pada batuan dasar yang mempunyai
plastisitas tinggi akibat adanya pengangkatan Tinggian Kuching selama jaman
Tersier.
2. Menurut Mc Clay dkk, 2000 : menyatakan bahwa struktur di daerah dataran
Cekungan Kutai merupakan hasil dari tektonik delta, yaitu gabungan dari
sedimentasi yang cepat dan gaya tektonik. Akibat penumpukan terjadi
pelengseran lateral yang mengakibatkan pelengseran lateral yang
mengakibatkan lipatan dan sesar – sesar turun serta kemudian mengalami
reaktivasi menjadi sesar naik akibat gaya kompresi.

Bab II 14
Menurut S.Supriatna dkk, 1995 : Antiklinorium Samarinda terdiri dari lipatan
yang berarah timur laut – barat daya dengan sayap di bagian tenggara lebih curam.
Antiklinorium ini dicirikan oleh antiklin yang pada umumnya asimetris dan
terlipat kuat serta dipisahkan oleh sinklin landai dan lebar, dimana jejak
sumbunya mencapai 20-50 km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga
melengkung.

Gambar II.5 Struktur geologi regional Cekungan Kutai (Ken Mc Clay , Tim Dooley,
Angus Ferguson and Joseph Poblet, AAPG Bulletin, 2000)

Bab II 15
II.2 GEOLOGI LOKAL

II.2.1 Morfologi Lokal

Perkembangan morfologi pada daerah penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor,


antara lain : litologi, deformasi tektonik (struktur geologi) dan proses – proses
eksogenik. Faktor struktur geologi sangat berpengaruh dalam pembentukan
bentang alam pada daerah penelitian sehingga mengakibatkan lapisan - lapisan
batubara mengalami perlipatan dan sebagian lagi tersesarkan. Dalam
perkembangannya hingga saat ini, akibat pengaruh proses eksogen seperti erosi
dan pelapukan serta aktivitas penambangan, maka morfologi perbukitan pada
sebagian daerah penelitian tidak dapat terekspresikan dengan jelas dan
memperlihatkan pola kelurusan yang tidak teratur.

Foto II.1 Kenampakan topografi perbukitan yang telah mengalami proses eksogen
dan aktivitas penambangan pada daerah Palaran

Berdasarkan peta geologi dan topografi dasar serta pengamatan di lapangan, maka
bentuk lahan pada daerah Palaran didominasi oleh morfologi perbukitan berlereng
dengan kemiringan landai : 5° – 25° sampai curam : 30° – 60° yang memanjang
dengan arah timur laut – barat daya dan dataran landai. Seam S pada daerah
Palaran terletak pada bentuk lahan perbukitan berlereng landai - curam yang
merupakan bagian dari Antiklin Palaran. Berdasarkan pengamatan dan

Bab II 16
pengukuran di lapangan, didapati bagian sayap timur dari Antiklin Palaran
memiliki kemiringan lebih besar daripada sayap baratnya.

Foto II.2 Bentuk lahan dataran pada daerah Palaran

Foto II.3 Bentuk lahan perbukitan berlereng landai - curam pada daerah Palaran

II.2.2 Stratigrafi Lokal

Pada peta geologi lembar Samarinda skala 1 : 250.000 (S.Supriatna, Sukardi dan
E.Rustandi, 1995), stratigrafi daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi
Balikpapan sebagai formasi pembawa batubara (coal bearing formation).

Bab II 17
Berdasarkan kesamaan ciri litologi dan dominasinya secara horisontal maupun
vertikal, pada daerah penelitian terdapat 3 (tiga) satuan batuan, yaitu :

1. Satuan Batulempung Balikpapan

Pola sebaran satuan batuan ini membentuk pola lengkung di bagian selatan
satuan batulanau Balikpapan dan lateral di bagian utara satuan batupasir
Balikpapan. Secara morfologi, satuan ini menempati bentuk lahan perbukitan
antiklin menunjam berlereng landai - curam. Ciri litologi satuan ini adalah
batulempung dengan sisipan batupasir, batulanau dan batubara, yang dapat
disebandingkan dengan Formasi Balikpapan (S.Supriatna dan E.Rustandi,
1995). Batulempung, berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman, masif,
umumnya mengandung karbon dan yang berada di dekat batubara mempunyai
struktur menyerpih dan mengandung pita – pita batubara (coal strings).
Batupasir: warna coklat keputihan, masif dan ukuran butir pasir halus – kasar.
Batubara : warna hitam, mengkilap, banded, brittle serta roof dan floor pada
beberapa tempat berupa serpih karbonan.

2. Satuan Batulanau Balikpapan

Satuan batuan ini terdapat pada bagian selatan satuan batupasir Balikpapan
dan menempati bentuk lahan perbukitan antiklin menunjam berlereng landai -
curam. Singkapan segar terutama dijumpai pada alur - alur sungai, lereng
bukit dan beberapa bagian jalan sepanjang daerah penelitian. Ciri litologi
satuan ini adalah batulanau dengan sisipan batupasir, batulempung dan
batubara, yang dapat disebandingkan dengan Formasi Balikpapan (S.Supriatna
dan E.Rustandi, 1995). Batulanau: berwarna abu – abu hingga abu – abu
kehitaman, masif, bagian di dekat batubara mengandung nodul oksida besi.
Batupasir: warna putih kecoklatan (lapuk), masif, ukuran butir pasir halus-
sedang, subrounded – rounded, kekompakan sedang, setempat mengandung
nodul oksida besi dan dibeberapa tempat mengandung pita – pita batubara
(coal strings).

Bab II 18
3. Satuan Batupasir Balikpapan

Pola sebaran satuan ini membentuk pola melengkung yang berada di bagian
selatan satuan batulempung Balikpapan dan bagian utara dari satuan batulanau
Balikpapan. Satuan ini secara morfologi menempati bentuk lahan dataran dan
perbukitan antiklin menunjam berlereng landai - curam. Singkapan segar
terutama dijumpai pada alur - alur sungai, lereng bukit dan beberapa bagian
jalan sepanjang daerah telitian.

Pola sebaran vertikal satuan ini dicirikan oleh litologi : batupasir kuarsa
dengan sisipan batulanau, batulempung dan batubara yang dapat
disebandingkan dengan Formasi Balikpapan bagian bawah (S.Supriatna dan
E.Rustandi, 1995). Batupasir, warna putih kecoklatan (lapuk: coklat
kemerahan), ukuran butir pasir halus – kerikil, matrik kuarsa, semen silika,
struktur masif, perlapisan, graded bedding dan silang-siur serta dibeberapa
tempat mengandung oksida besi dengan sisipan batubara (kilap kusam).
Batubara : warna hitam, kilap kusam, pecahan uneven, brittle, setempat
mengandung resin serta roof dan floor pada beberapa tempat berupa lanau
karbonan.

II.2.3 Struktur Geologi Lokal

Antiklin Palaran terbentuk akibat suatu gaya (stress) yang mengenai daerah
penelitian, dimana gaya terbesar mengenai bagian utara, semakin ke arah selatan
gaya tersebut semakin berkurang dan akhirnya berhenti, sehingga menyebabkan
terjadinya penunjaman. Bentuk antiklin pada daerah penelitian adalah asimetris,
karena pada bagian timur antiklin memiliki kemiringan lapisan lebih besar dari
bagian barat.

Berdasarkan pengukuran data – data lapisan batubara di lapangan, didapati bahwa


lapisan batubara pada bagian timur daerah Palaran memiliki kemiringan lebih
curam (30°-60°) dibandingkan bagian barat (7°-25°). Sementara pada bagian barat
daya dijumpai lapisan batubara pada daerah sesar dengan kemiringan lapisan 68° -
83°.

Bab II 19
Tabel II.1 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada antiklin bagian barat

SAYAP BARAT
Strike Dip Strike Dip Strike Dip
N...°E/...° N...°E/...° N...°E/...° N…°E/...° N... °E/...° N...°E/…°
105 7 143 14 167 19
149 7 145 14 230 19
145 8 146 14 132 20
149 9 183 14 139 20
173 9 199 14 154 20
174 9 115 15 164 20
100 10 135 15 168 20
110 10 191 15 173 20
101 11 252 15 232 20
119 11 118 16 100 21
135 11 135 16 118 21
142 11 166 16 142 21
191 11 181 16 153 21
122 12 192 16 189 21
156 12 122 17 132 22
164 12 154 17 142 22
100 13 154 17 232 22
103 13 187 17 120 23
108 13 113 18 152 23
114 13 160 18 135 24
115 13 106 19 146 24
170 13 117 19 160 24
114 14 134 19 200 24
115 14 140 19 121 25
124 14 155 19 167 25

Foto II.4 Kenampakan Seam S pada sayap barat yang memiliki kemiringan landai

Bab II 20
Tabel II.2 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada antiklin bagian timur

SAYAP TIMUR
Strike Dip Strike Dip Strike Dip
N...°E/...° N...°E/...° N...°E/...° N…°E/...° N... °E/...° N...°E/…°
7 30 44 39 34 49
37 30 45 40 44 49
50 30 39 40 64 50
40 31 22 40 29 50
35 31 41 41 42 50
55 31 36 41 37 50
58 32 30 41 33 50
39 32 49 42 50 51
50 32 47 42 70 52
44 32 34 43 23 52
21 33 48 44 42 53
60 33 32 44 52 53
47 34 29 44 35 53
38 34 35 45 47 54
62 34 45 45 35 54
19 34 58 45 65 54
38 35 30 45 25 54
45 35 34 46 30 55
36 35 24 46 44 55
39 36 46 47 57 55
49 36 35 47 48 56
304 37 22 47 40 56
21 38 50 48 39 57
54 38 38 48 50 57
53 39 32 48 25 59
12 39 38 49 49 60

Foto II.5. Kenampakan Seam S pada sayap timur yang memiliki kemiringan curam

Bab II 21
Tabel II.3 Data jurus dan kemiringan lapisan batubara pada daerah sesar

LOKASI SESAR
Strike Dip Strike Dip
N...°E/...° N...°E/...° N...°E/...° N…°E/...°
62 68 18 72
22 69 190 72
199 70 30 80
24 71 204 83

Foto II.6 : Kenampakan Seam S pada daerah sesar

100 cm
105 cm
85 cm
a b

Foto II.7 : Kenampakan bidang sesar normal dan gores garis pada lapisan batubara
dengan kedudukan : N 54° E/ 78° (a) dan sesar-sesar minor berjenjang sebagai indikasi
adanya sesar normal (b).

Bab II 22

Anda mungkin juga menyukai