Jawab:
Paparan Sunda (Sundaland) adalah landas kontinen perpanjangan lempeng
benua Eurasia di Asia Tenggara. Paparan Sunda yang terletak di bagian barat
Indonesia merupakan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 50 meter
(mayoritas 20 meter) yang meliputi Semenanjung Malaya, Pulau Sumatra, Pulau
Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Area ini meliputi
kawasan seluas 1,85 juta km2.
Paparan Sunda dibatasi oleh subduksi aktif Hindia-Australia pada bagian
barat-barat daya Pulau Sumatera, bagian selatan dibatasi oleh area subduksi aktif
HIndia-Australia( bagian selatan Pulau Jawa), bagian timur dibatasi oleh jejak
subduksi meratus pada zaman Kapur yang ditandai dengan kompleks melange
yang bisa ditemukan di Bayat, Karangsambung, dan Bayah, sedangkan disebelah
utara dibatasi oleh Lempeng Australia dan Laut Cina Selatan
1|Page
Budianto Santoso (12016016)
Secara umum perkembangan Paparan Sunda terbagi menjadi dua fase, yaitu
Fase pertama pada masa Permian – Trias, dan Fase kedua pada masa Jura-Kapur. Berikut
tahapan evolusi Sundaland secara garis besarnya :
a) Permian-Trias
Pada umur ini ditemukan bagian tertua dari Paparan Sunda, yaitu Malaysia
dan Sumatera yang berkumpul pada akhir Paleozoik dan Trias. Sejak Permian
awal sampai Permian akhir terjadi pergerakan Sibumasu menuju Malaya
Timur dimana pada waktu bersamaan proses subduksi pada Paleo-Tethys terus
terjadi. Pada Trias awal terjadi kolisi antara blok sibumasu dengan Malaya
Timur yang menyebabkan banyak proses magmatisme granitoid pada area ini.
Pada saat Trias, terjadi subduksi ke arah barat pada lempeng Pasifik
dibagian Asia Timur hingga awal Kapur akhir. Subduksi ini menghasilkan
komplek prima akresi dibeberapa tempat seperti pada Sarawak, bagian
offshore daratan Luconia-Dangerous, dan kemungkinan Palawan, timur laut
Paparan Sunda.
b) Jura-Kapur
Pada saat Jura, Borneo bagian Baratdaya sebagai bagian dari Blok Banda
dan kerak yang melandasi Sabah bagian timur serta Sulawesi bagian Baratlaut
berpisah dari Australia dan mengalami akresi dengan Sundaland pada Kapur
awal sepanjang kelurusan Biliton yang memanjang ke arah selatan dari Laut
Natuna.
Pada periode setelah Jura terjadi proses subduki pada sebagian besar
Indochina hingga ke selatan meliputi Semenanjung Thailand-Malaya dan
beberapa bagian dari Paparan Sunda termasuk Sumatera.
Pada tahap akhir dari pembentukan Paparan Sunda, batuan yang berada
dibawah ketidakselarasan regional adalah berumur Kapur atau batuan yang
relative lebih tua dibandingkan batuan yang berada diatas ketidakselarasan
(berumur Eosen atau lebih muda) akan berumur lebih muda, dimana jeda
waktu pada ketidakselarasan ini lebih dari 80 juta tahun.
2|Page
Budianto Santoso (12016016)
Gambar 2. Model Skematik dari subduksi Paleo-Tethys Ocean pada periode Perm-
Trias dan tumbukan antara Sibumasu-East Malaya
3|Page
Budianto Santoso (12016016)
I. Pre-Tersier
Pada waktu Pre-Tersier, Formasi yang terbentuk sebagai basement
rock dari Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini tersusun atas batuan
beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum, Mesozoikum, dan
batuan karbonat yang termetamorfosa. Beberapa batuan berumur Kapur
Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum
dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi
batuan beku selama episode orogenesa Mesozoikum Tengah.
II. Tersier
a) Formasi Lahat
Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan
lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari
siklus sedimentasi yang berasal dari kontinental, akibat aktivitas vulkanik,
4|Page
Budianto Santoso (12016016)
dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada Kapur akhir sampai
Tersier awal.
b) Formasi Lemat
Formasi Lemat berumur Paleosen sampai Oligosen yang terdiri dari
klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, “
Granit Wash”, terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf yang diendapkan
pada lingkungan kontinen. Formasi Lemat secara normal dibatasi oleh
bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah
formasi.
c) Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar berumur Oligosen akhir sampai Miosen awal
yang terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau,
batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonat, batubara dan di
beberapa tempat konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan
Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir
dari cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara
Formasi Talang Akar dengan Formasi Telisa adalah conformable.
d) Formasi Baturaja
Formasi Baturaja berumur Miosen yang terdiri dari Batugamping
Bank (Bank Limestone) atau platform dan reefal. Kontak pada bagian
bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra-Tersier.
e) Formasi Telisa
Formasi Telisa berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah yang
terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak
mengandung foram plankton. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut
dalam terbuka.
f) Formasi Lower Palembang
Formasi ini berumur Miosen tengah yang terdiri dari batupasir
glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung
unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang
kontak dengan Formasi Telisa. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut
dangkal.
5|Page
Budianto Santoso (12016016)
lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian dasar), delta plain
dan lingkungan non marine.
3. Dari titik pandang geodinamik Pulau Sumatera, Kita mengenal tiga pola kelurusan
struktur geologi yang dominan. Jelaskan ketiga pola tersebut dari yang tua ke
muda! Jelaskan juga, Apakah ketiga pola struktur tersebut memegang peranan
penting pada cebakan minyak bumi di cekungan Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, dan Sumatera Selatan?
Jawab:
Perkembangan struktur maupun evolusi cekungan di Pulau Sumatera sejak
Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga pola kelurusan struktur geologi yaitu,
berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara
atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda (Suta
dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010)) Ketiga pola kelurusan struktur geologi
yang dominan ini berpengaruh pada pembentukan morfologi dan perkembangan
cekungan di dalamnya. Detail dari ketiga pola kelurusan struktur geologi di Pulau
Sumatera adalah sebagai berikut:
a) Pola Sumatera
Pola Sumatera sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan
Palembang (Pulunggono dan Cameron, 1984). Pola ini memiliki arah
struktur NW-SE yang berumur Jura Awal-Kapur. Manifestasi struktur pola
Sumatera ini terlihat berupa perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik
yang terbentuk akibat adanya kompresi Pliosen-Pleistosen. Pola ini
terbentuk akibat rezim tektonik kompresional karena adanya tumbukan
Lempeng India dengan Lempeng Eurasia.
b) Pola Jambi
Pola jambi memiliki arah NE-SW yang terbentuk pada zaman Pra-
Tersier. Pada pola Jambi sangat jelas teramati di Sub-cekungan Jambi.
Terbentuknya struktur ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben
di cekungan Sumatera selatan. Struktur lipatan yang berkembang di pola
jambi terbentuk akibat dari adanya pengaktifan kembali sesar-sesar normal
pada periode Pliosen-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar.
Namun intensitas dari perlipatan ini tidak begitu besar.
c) Pola Sunda
Pola Sunda memiliki arah N-S yang terbentuk pada zaman Kapur
awal-Tersier awal. Pola struktur inilah yang menyebabkan terbukanya
cekungan-cekungan yang ada di Sumatera. Pola Sunda yang pada awalnya
dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-
6|Page
Budianto Santoso (12016016)
7|Page
Budianto Santoso (12016016)
8|Page
Budianto Santoso (12016016)
9|Page
Budianto Santoso (12016016)
10 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
Gambar 10. Penampang Cekungan Sumatera Selatan dengan keterdapatan suatu inversi
5. Jelaskan tentang evolusi dari jalur-jalur magmatisma di Pulau Jawa mulai dari
umur Kapus, Paleogen, Neogen, dan Kuarter! Dan jelaskan juga jalur-jalur
magmatisma yang berumur apa , yang banyak dijumpai cebakan emas!
Jawab:
Evolusi magmatisma di Pulau Jawa merupakan hasil subduksi
Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia yang dipengaruhi oleh
perbedaan kecepatan penunjaman kedua lempeng tersebut. Berikut merupakan
evolusi jalur magmatismenya:
11 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
a. Paleogen-Neogen
Pada Eosen Akhir-Miosen Awal, Jalur subduksi mulai berpindah
ke selatan dan mengalami perubahan arah relatif W-E. Tegasan NW-SE
bergerak relatif N-S menghasilkan pola struktur Sunda. Pada Miosen Akhir,
subduksi sudah berarah W-E dan menghasilkan pola struktur Jawa yang
berarah W-E yang berlangsung hingga resen. Membeloknya jalur magmatik
dikarenakan amalgamasi mikrokontinen Jawa Timur. Pada saat ini, jalur
magmatik berada di pesisir selatan Pulau Jawa karena sudut penunjaman
yang lebih curam.
b. Neogen - Kuarter
Mundurnya jalur subduksi dan jalur magmatik pada Pualu Jawa ini
juga terus terjadi dari mulai Kuarter hingga saat ini dengan mekanisme yang
serupa, yaitu akibat adanya roll back extension. Zona subuksi dan zona
magmatis pada Kuarter relatif lebih berdekatan akibat sudut penunjaman lebih
tajam sehingga memunculkan kerucut gunungapi yang menyusun gunungapi
resen
Umur jalur magmatisma yang kemungkinan banyak dijumpai cebakan
emas adalah Kapur akhir-Pliosen, karena jika dilihat potensi cebakan mineral
di Jawa Barat berasosiasi dengan vukanik yang sebagian besar terdiri dari
batuan gunung api kasar, yang diselingi batugamping dan batupasir. Batuan
terobosan intermediet yang masuk ke dalam formasi Paleogen dan Miosen
awal.
6. Gambarkan ( secara umum tetapi lengkap) pola struktur yang dijumpai saat ini di
Kawasan Jwa Timur! (Berikut daerah lepas-lpantainya, Pulau Madura, Pulau Kangean
dan sekitarnya)
Jawab:
Cekungan Jawa Timur saat ini memiliki tiga pola struktur, yaitu
a) Bagian Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan
Paparan Kangean Utara.Bagian ini terdiri dari struktur tinggian dan rendahan
dengan trend NE – SW, terlihat pada konfigurasi alasnya seperti Busur
Karimunjawa, Palung Muria, Busur Bawean, Palung Tarkanban - Camar, Bukit
JS-1, Depresi Masalembo - Doang, dan Paparan Madura Utara.
b) Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Utara Laut (Kujung)
– Madura – Kangean – Tinggian Lombok. Bagian ini didominasi oleh pola
struktur berarah Utara - Timur seperti yang berkembang di Paparan Madura
Utara, Tinggian Madura, dan Sub Cekungan Selat Madura.
12 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
c) Bagian Selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona
Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.
Jawab:
13 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
8. Ofiolit tersingkap dengan baik dan penyebarannya cukup luas di Pegunungan Meratus
(Kalimantan). Jelaskan proses terbentuknya dan alih tempat dari Ofiolit tersebut ditinjau
dari model tektonik lempengnya!
Jawab:
Pegunungan Meratus terletak di Kalimantan Selatan dan memanjang ke arah utara
hingga Kalimantan Timur. Batuan ofiolit Meratus-Bobaris termasuk tipe dari Komplek
ofiolit yang lengkap menurut sekuen ofiolit ideal. Sabuk ofiolit ini berlanjut kearah barat
daya menembus Jawa bagian tengah (Karang Sambung) dan memiliki hubungan dengan
batuan ultrabasa yang berada di pulau Sumatera.
Pegunungan Meratus merupakan hasil ekshumasi dari suture Mesotethysyang
merupakan hasil dari kolisi mikrokontinen Schwaner dan Paternosfer saat Kapur akhir,
dengan penempatan berupa detached oceanic slab yang naik ke permukaan (Obduksi)
akibat ekshumasi Paternosfer di bawahnya. Ekshumasi adalah terangkatnya kembali
suatu massa yang pernah tenggelam. Pegunungan Meratus mulai terangkat saat
Miosen akhir dan membatasi Cekungan Barito efektif saat Pliosen-Pleistosen.
Ofiolit Pegunungan Meratus merupakan detached oceanic slab yang lepas
dari akarnya berupa slab induk di depan mikrokontinen Paternosfer dan Schwaner.
Detached slab ini terobduksi di atas dua mikrokontinen yang berkolisi. Ketika Miosen
Awal, kerak Paternosfer yang memiliki densitas terendah mengalami break-off dengan
kerak samudra di depannya dan melaju memasuki astenosfer ke arah barat. Sejak itu,
kerak benua Paternosfer yang sempat menunjam mengalami ekshumasi oleh tektonik
gravitasi yang ikut mengangkat detached oceanic slab ofiolit Meratus yang
menumpang pasif di atasnya.
14 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
Jawab:
Daerah Karangsambung, Kebumen merupakan salah satu daerah yang sangat
penting untuk ahli kebumian. Ciri khas dari karangsambung sendiri adalah Ofiolit yang
terbentuk akibat subduksi Kapur akhir antara mikrokontinen Jawa Timur dan Sundaland
yang merupakan bagian dari Eurasia. Subduksi menghasilkan prisma akresi dengan
endapan melange. Tumbukan yang terjadi menyebabkan endapan melange
tersingkap, yang menjadi basement dari Karangsambung berupa Formasi Luk Ulo.
Formasi ini merupakan formasi yang cukup kompleks, sehingga sangat menarik bagi ahli
kebumian.
Saat Tersier, Karangsambung masih berupa laut. Terjadi kolisi yang
menyebabkan pengangkatan , sehingga batuan tersier didominasi endapan turbidit
dengan dasar Formasi Karangsambung yang merupakan endapan olisostrom. Saat
tersier, formasi yang terendapkan meliputi Fm. Karangsambung, Fm. Totogan, Fm.
Waturanda, Fm. Penosogan, dan Fm. Halang. Saat Kuarter, diendapkan endapan alluvial
yang terdiri atas Fm. Peniron dan breksi Fm. Serayu.
Terdapat 3 struktur utama di Karangsambung, yakni arah NE-SW yang
ditunjukkan oleh arah umum sumbu panjang boudin yang berkembang di batuan
Pra-Tersier, arah W-E yang ditunjukkan oleh arah umum struktur lipatan yang
15 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
berkembang di batuan tersier, seta arah N-S berupa sesar yang memotong batuan Pra-
Tersier dan Tersier.
10. Cekungan Ombilin di Sumatera Barat sering disebut oleh para ahli kebumian sebagai
cekungan antar gunung ( inter mountain basin ). Jelaskan sejarah cekungan ombilin
ditinjau dari tatanan struktur dan stratigrafi sejak umur Eosen sampai Pleistosen dimana
mulai diendapkannya Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto,
Formai Sawahtambang, dan Formasi Ombilin!
Jawab:
Cekungan Ombilin merupakan cekungan antar gunung ( Inter mountain basin)
yang berada di Sumatera Barat. Cekungan ini dibentuk oleh dua terban (Gempa runtuhan)
berumur Paleogen dan Neogen, dibatasi oleh sesar Tanjung Ampalu berarah utara-
selatan. Terdapat 5 fase tektonik yang bekerja di cekungan Ombilin pada saat Tersier
(Hastuti, dkk (2001)).
16 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
Gambar 16. Skema evolusi tektonik cekungan Ombilin, Sumatra Barat-(A)Kapur-Tersier awal
(B)Paleosen (C)Miosen awal (D)Pliosen-Pleistosen.
Stratigrafi pada umur Tersier terdiri dari Formasi Brani, Formasi Sangkarewang,
Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang, Formasi Sawahtambang, dan Formasi
Ombilin.
Formasi Brani terdiri dari konglomerat polimik berwarna ungu kecoklatan yang
terdiri dari bermacam-macam litologi yaitu andesit, batugamping, batusabak, dan granit
dan fragmen berukuran kerikil hingga kerakal dan matriks berupa pasir lempungan.
Fragmen konglomerat Formasi Brani terendapkan di atas batuan Pre-Tersier secara tidak
selaras dan berhubungan saling menjari dengan Formasi Sangkarewang. Batuan Formasi
17 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
18 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
Daftar Pustaka
Darman, H. dan Sidi, F.H. 2000. An Outline of The Geology of Indonesia. Jakarta: IAGI
Hastuti S.W.M, Pramumijoyo S, 1999, Evolusi Tektonik Cekungan Tarik Pisah Ombilin Sumatra
Barat : Analisis Citra Landsat, Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Geologi,
Yogyakarta.
Hall, R. 2012. Late Jurassic-Cenozoic Reconstruction of The Indonesian Region abd The Indian
Ocean. Tectonophysics 570-571.
Hall, R.2014. The Origin of Sundaland. Proceedings Of Sundaland Resources 2014 Mgei Annual
Convention. 17-18 November 2014, Palembang, South Sumatra, Indonesia
Husein, S., Hadi, D., Novian, I., Febriansyah, A., Saputra, R., Arri., M., Nugroho, W., 2018.
Perspektif Baru Dalam Evolusi Cekungan Ombilin Sumatera Barat. Proceeding, Seminar
Nasional Kebumian Ke-11. Dept. Teknik Geologi FT UGM : Yogyakarta
Metcalfe, I., 2009a. L`ate Palaeozoic and Mesozoic tectonic and palaeogeographic evolution of
SE Asia. In: Buffetaut, E., Cuny, G., Le Loeuff, J., Suteethorn, V. (Eds.), Late Palaeozoic
and Mesozoic Ecosystems in SE Asia. Special Publications, 315. The Geological Society,
London, pp. 7–23
Monnier C., Plolve M., Pubellier M., Maury R.C., Bellon H and Permana H., 1999. Extensional to
Compressive at the SE Eurasian Margins as Record from the Meratus Ophiolite (Borneo,
Indonesia),GeodinamicaActa, 12, 43 55.
Satyana, 2006. Post-Collisional Tectonic Escapes In Indonesia : Fashioning The Cenozoic History.
PROCEEDINGS PIT IAGI RIAU 2006 The 35th IAGI Annual Convention and Exhibition
Pekanbaru – Riau, 21 – 22 November 2006
19 | P a g e
Budianto Santoso (12016016)
Satyana, A.H., C. Armandita, 2008. On the Origin of the Meratus Uplift, Southeast Kalimantan
– Tectonic and Gravity Constraints: A Model for Exhumation of Collisional Orogen
in Indonesia. Proceeding 33rd IAGI Annual Convention and Exhibition
Situmorang, Bona, Yulihanto, Berlian, Guntur A., Himawan Romina, Jacob T.G., 1991, Structural
Development of The Ombilin Basin West Sumatra, Proceedings Indonesia Petroleum
Association, Jakarta.
20 | P a g e