Anda di halaman 1dari 19

BAB II TINJAUAN UMUM

II.1 Geologi Regional

II.1.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Timur


Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan
dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan
pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai
dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk
sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan
Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional perbedaan bentuk struktural sejalan
dengan perubahan waktu (PHE WMO, 2009).

Gambar II.1 Peta daerah Cekungan Jawa Timur (ESDM op.cit, Sirait 2007)

Aktifitas tektonik utama yang berlangsung pada umur Plio Pleistosen,


menyebabkan terjadinya pengangkatan daerah regional Cekungan Jawa Timur dan
menghasilkan bentuk morfologi seperti sekarang ini. Struktur geologi daerah
Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar turun, sesar geser, dan
pelipatan yang mengarah Barat - Timur akibat pengaruh gaya kompresi dari arah
Utara – Selatan (Satyana, 2005). Tatanan geologi Pulau Jawa secara umum dibagi
berdasarkan posisi tektoniknya. Secara struktural Blok Tuban dikontrol oleh half

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
graben yang berumur Pre–Tersier. Secara geologi Pulau Jawa merupakan suatu
komplek sejarah penurunan cekungan, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di
bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara
umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut – Barat Daya (NE-
SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan
arah Timur – Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang
berarah Timur Laut - Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W)
sejak Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di
Pulau Jawa, (Sribudiyani, dkk, 2003).

II.1.2 Geologi Regional Cekugan Jawa Timur Utara


Kepulauan Kangean termasuk dari Cekungan Jawa Timur Utara. Cekungan
Jawa Timur Utara ini pada bagian sebelah barat dibatasi oleh Busur Karimunjawa
dimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di sebelah selatan
dibatasi oleh busur vulkanik, sebelah timur dibatasi oleh Cekungan Lombok dan
sebelah utara dibatasi oleh Tinggian Paternoster, dimana memisahkannya dengan
Selat Makasar. Berdasarkan posisinya, Cekungan Jawa Timur Utara dapat
dikelompokkan sebagai cekungan belakang busur dan berada pada batas tenggara
dari Lempeng Eurasia (Mudjiono dan Pireno, 2002).

II.1.3 Struktur Geologi Cekungan Jawa Timur


Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural
provinces) (Satyana, 2005) dari Utara ke Selatan, yaitu:
1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan
Paparan Kangean Utara.
2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Utara Laut (Kujung)
– Madura – Kangean – Tinggian Lombok.
3. Bagian Selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona
Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.
Konfigurasi basement Cekungan Jawa Timur dikontrol oleh dua trend
struktur utama, yaitu trend NE – SW yang umumnya hanya dijumpai di Mandala
Paparan Utara dan trend W – E yang terdapat di Mandala Tinggian Sentral dan

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
Cekungan Selatan. Akibat tumbukan lempeng selama Tersier Awal, Cekungan
Jawa Timur terangkat dan mengalami erosi.
Deretan perbukitan berarah NE – SW terbentuk di sepanjang tepi Tenggara
Paparan Sunda akibat pemekaran busur belakang. Dari Utara ke Timur,
kenampakan struktur utama dalam wilayah tarikan ini adalah Busur Karimunjawa,
Palung Muria, Busur Bawean, dan Tinggian Tuban - Madura Utara.
Pengangkatan pada waktu Oligosen Awal menghentikan proses - proses
pengendapan dan menyebabkan erosi yang luas. Periode selanjutnya adalah periode
tektonik tenang dan akumulasi endapan karbonat hingga Miosen Awal. Periode
terakhir adalah periode tektonik kompresi mulai dari Miosen Akhir hingga
sekarang.
Sesar-sesar normal yang membentuk horst dan graben teraktifkan kembali,
sehingga menghasilkan struktur-struktur terbalik (inverted relief) (Hamilton,1979)

Gambar II.2 Tiga struktur utama Cekungan Jawa Timur (Satyana dan
Purwaningsih, 2003).

Bagian Utara Cekungan Jawa Timur terdiri dari struktur tinggian dan
rendahan dengan trend NE – SW, terlihat pada konfigurasi alasnya seperti Busur
Karimunjawa, Palung Muria, Busur Bawean, Palung Tuban - Camar, Bukit JS-1,
Depresi Masalembo - Doang, dan Paparan Madura Utara. Ke arah Selatan, Paparan
Jawa NE, Zona Rembang Madura Kendeng, Zona Madura Selatan, dan Zona

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
Depresi Solo. Bagian tengah Cekungan Jawa Timur didominasi oleh pola struktur
berarah Utara - Timur seperti yang berkembang di Paparan Madura Utara, Tinggian
Madura, dan Sub Cekungan Selat Madura. Ke Timur, pola Utara – Timur lebih
berkembang, diperlihatkan oleh Sub-Cekungan Sakala, Kangean, Sub-Cekungan
Lombok. Umumnya, mandala Paparan Utara, merupakan sisa struktur yang
berkembang pada zaman Kapur (sutura Meratus). Selama Eosen hingga Miosen
daerah ini berubah menjadi tempat perkembangan terumbu. Pada zaman Tersier
Akhir daerah ini menjadi lingkungan yang baik bagi perkembangan fasies karbonat
paparan.
1. Mandala Tinggian Sentral, Merupakan daerah terangkat hasil
penyesaran ekstensional Eosen – Oligosen Akhir dan pembalikan struktur Miosen
-Resen. Tinggian Sentral berbentuk kemenerusan Tinggian Kujung dan Tinggian
Madura - Kangean ke arah Timur. Di Utara, Tinggian Sentral dibatasi oleh sesar-
sesar Sepanjang dan Sakala, dan di Selatan oleh Tinggian Madura – Kangean -
Sepanjang. Mandala, tegasan tensional Eosen Akhir menyebabkan penurunan
regional di daerah ini. Bagian tingginya menjadi tempat perkembangan fasies
reefal.

2. Mandala Cekungan Selatan, terbentuk oleh sesar ekstensional Eosen –


Oligosen Akhir yang dilanjutkan oleh periode struktur terbalik produk kompresi
Miosen Awal – Resen. Zona Rembang yang menerus sampai lepas pantai sebagai
sesar mendatar (wrench fault) berasosiasi dengan pengangkatan Kujung, Madura,
Kangean, dan Sepanjang ke arah Utara. Pembalikan struktur mengangkat bagian
Utara, sedangkan bagian Selatan tetap pada lingkungan batial dalam.

II.1.4 Tektonik Cekungan Jawa Timur Utara


Graben, half-graben, dan sesar-sesar hasil dari proses rifting telah dihasilkan
pada periode ekstensional, yaitu pada Paleogen. Selanjutnya periode kompresi
dimulai pada Miosen Awal yang mengakibatkan reaktivasi sesar-sesar yang telah
terbentuk sebelumnya pada periode ekstensional. Reaktivasi tersebut
mengakibatkan pengangkatan dari graben-graben yang sebelumnya terbentuk
menjadi tinggian yang sekarang disebut Central High (Ponto, et al., 1995).
Pada saat sekarang, Cekungan Jawa Timur Utara dikelompokkan ke dalam

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
tiga kelompok struktur utama dari arah utara ke selatan, yaitu North Platform,
Central High dan South Basin. Perubahan struktur juga terjadi pada konfigurasi
basement dari arah barat ke timur. Bagian barat pada Platform Utara dapat
dikelompokkan menjadi Muria Trough, Bawean Arc, JS-1 Ridge, Norhteast Java
Platform, Central-Masalembo Depression, North Madura Platform dan JS 19-1
Depression. Sedangkan pada South Basin, dari barat ke timur dapat dikelompokkan
menjadi North East Java Madura Sub-Basin(Rembang-Madura Strait-Lombok
Zone), South Madura Shelf (kelanjutan dari Zona Kendeng) dan Solo Depression
Zone. Pada Central High tidak ada perubahan struktur yang berarti dari arah barat
ke timur (Ponto, et al., 1995). Penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar II.3 dan
Gambar II.4

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
Gambar II.3 Struktur Daerah Cekungan Jawa Timur Utara

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
Gambar II.4 Paleogene Geography of the East Java Basin (Satyana, 2005)

10

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
II.1.5 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional Jawa Timur menurut Setianingprang, dkk, 2016, yaitu
(gambar II.5) :

a. Batuan Dasar

Batuan dasar pada cekungan Jawa Timur merupakan batuan metasedimen


melange yang memiliki umur Kapur Akhir yang terbentuk pada saat pre-rift,
menurut Setianingprang, dkk (2016) menyimpulkan batuan dasar merupakan
bagian dari kontinen Australia ini desebabkan karena adanya mineral zirkon
berumur Arkean dan batuan volkanik Kenozoikum yang berasal dari kontinen yang
lebih tua.
b. Formasi Pra-Ngimbang

Menurut Setianingprang, dkk (2016) pada tahap rift initiation terendapkan


formasi ini yang didominasi oleh batulempung pasiran dan batupasir pada umur
paleosen hingga Eosen Tengah pada lingkungan allivial. Formasi ini merupakan
endapan kontinental hasil erosi.
c. Formasi Ngimbang

Formasi ini ditafsirkan diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Pra-
Ngimbang, formasi ini diendapkan pada akhir Miosen Tengah, Formasi Ngimbang
Klastik di dominasi oleh batupasir pada saat rifting. Lalu setelah itu terendapkan
Formasi Ngimbang Karbonat yang didominasi oleh batu gamping terumbu setelah
fase Rifting pada Eosen Akhir dilingkungan laut dangkal. Menurut Setianingprang,
dkk (2016), terlihat pola onlap Formasi Ngimbang Shale yang menabrak bentukan
carbonate Build-up Ngimbang Karbonat.
d. Formasi Kujung

Secara regional, pembentukan Formasi Kujung ini terjadi pada fase transgresi,
pada formasi ini di dominasi shale yang berumur Oligosen. Pada formasi ini
memiliki anggota yaitu Anggota Prupuh Bawah yang berupa batu gamping terumbu
yang terendapkan pada fase transgresi di lingkungan laut dangkal (Setianingprang,
dkk, 2016).

11

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
e. Formasi Cepu
Pengendapan Formasi Cepu ini pada awal Miosen Awal dan yang mendominasi
adalah shale dan terdapat beberapa anggota yaitu Anggota Prupuh Atas di dominasi
oleh batu gamping. Lalu setelah itu Anggota Rancak yang didominasi oleh batu
gamping klastik yang memiliki umur Miosen Tengah dan di endapkan di
lingkungan laut dangkal, umur dari Formasi Cepu ini sampai akhir Miosen
(Setianingprang, dkk, 2016).
f. Formasi Mundu

Pada umur Pliosen, terendapkan Formasi Mundu yang didominasi oleh shale
dan memiliki anggota yaitu Anggota Paciran yang memiliki litologi batu gamping
dan batupasir dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal (Setianingprang, dkk,
2016).
g. Formasi Lidah

Formasi yang termuda adalah Formasi Lidah memiliki umur Pleistosen. Pada
formasi ini didominasi shale dan mengalami fase kompresi yang aktif pada saat
diendapkan. Hal ini ditunjukan dengan aktifnya sesarsesar naik yang salah satunya
memisahkan Tinggian Tengah dan Cekungan Selatan (Setianingprang, dkk, 2016).

Gambar II.5 Stratigrafi Cekungan Jawa Timur

12

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
II.2 Landasan Teori

II.2.1 Lingkungan Pengendapan dan Fasies


a) Konsep Dasar Fasies

Menurut Walker dan James (1992) fasies merupakan suatu tubuh batuan yang
memiliki kombinasi karakteristik yang khas bila dilihat dari litologi, stuktur biologi
dan struktur sedimen dari karakteristik tersebut akan menampilkan aspek fasies
yang berbeda dari tubuh batuan yang berada di atas, di bawah atau sekelilingnya.
Fasies pada umumnya dikelompokan kedalam asosiasi fasies, dimana dari
beberapa fasies, dikelompokan secara genetis, sehingga asosiasi fasies memiliki arti
bahwa fasies-fasies yang ada didalamnya terbentuk oleh proses yang sama pada
lingkungan pengendapan yang sama pula.
Sedangkan menurut Selley, 1985, (dalam Walker dan James 1992), fasies
sedimen adalah suatu tubuh batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan
batuan lain atas dasar geometri, litologi, fosil, struktur sediemen, serta pola arus
purbanya. Dengan mempertimbangkan ciri-ciri fisika, kimia dan biologi, dapat
dilakukan rekonstruksi lingkungan pengendapan dari suatu runtutan batuan
sedimen yang biasa disebut dengan analisa fasies.
Beberapa kegunaan dari model fasies yaitu:

1. Untuk awalan melakukan penelitian selanjutnya

2. Sebagai dasar intrepetasi pada proses sedimentasi

3. Untuk mengetahui penyebaran fasies

b) Lingkungan Pengendapan

Menurut (Selley, 1985) Lingkungan pengendapan adalah bagian dari


permukaan bumi yang dimana proses fisika, kimia dan biologi berbeda dengan
daerah yang berbatasan denganya. Sedangkan menurut Boggs, 1995 lingkungan
pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses
fisika, kimia, biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selly,
1985). Sedangkan menurut Boggs, 1995 lingkungan pengendapan adalah
karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi

13

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols,
2009 menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang
berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen.
Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis

Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam (gambar II.6),


mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta
sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai,
danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut, seperti delta,
lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak penulis membagi lingkungan
pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1985) misalnya, membagi
lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut. Namun
beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih
rinci lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat
hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk
menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen,
ukuran butir (grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan
mineral, runtunan tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi
batuannya.

Gambar II.6 Diagram blok lingkungan pengendapan umum (Nichols, 2009)

II.2.2 Sekuen Stratigrafi


Sekuen Stratigrafi di definisikan sebagai studi mengenai hubungan batuan

14

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
dalam kerangka kronostratigrafi terhadap lapisan (strata) yang berulang saling
berhubungan secara genetik serta dibatasi oleh permukaan erosi atau non-deposisi
dan keselarasanya yang sebanding (Posamentier, dkk, 1999). Unit stratigrafi sekuen
dikenal sebagai sekuen pengendapan.

Satu sikuen pengendapan terbentuk dari satu siklus perubahan relatif muka air
laut. Fasies sedimentasi dan biofasies merupakan bagian pembentuk sekuen
pengendapan dan batas permukaan sebagai pembatas sekuen deposisional,
dipengaruhi oleh perubahan relatif muka air laut dan suplai sedimen yang terekam
pada variasi pola sedimen.

Komponen dasar dalam stratigrafi sikuen adalah sikuen, yang di definisikan


sebagai suatu unit stratigrafi yang terisi oleh lapisan-lapisan yang berhubungan
secara genetik dibatasi oleh suatu ketidakselarasan atau keselarasan padanya
(Walker and James, 1992).

Sikuen dan komponen-komponen lapisanya di intrepetasikan sebagai bentuk


respon terhadap perubahan eutasi, tektonik dan pasokan sedimen menurut Vail,
1987 ada empat faktor penting yang menjadi kontrol utama dalam dinamika
sedimentasi dan mempengaruhi pembentukan geometri lapisan, lingkungan
pengendapan dan litologi dalam suatu rekaman stratigrafi. Ke empat tersebut adalah
tektonik, pasokan sedimen, perubahan muka air laut dan iklim.

Gambar II.7 Diagram Sikuen Stratigrafi (Vail, dkk., 1978)

15

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
II.2.3 System Tract
System tract adalah hubungan dari beberapa sistem pengendapan yang seumur.
Setiap system tract terbentuk pada tahapan atau waktu tertentu dalam satu siklus
perubahan muka air laut relatif. System tract dan sikuen didefinisikan atas bentuk
geometri dan hubungan fisik dari suatu strata dan fasies yang tidak tergantung pada
lamanya pembentukkan, ukuran atau mekanisme pengendapan.
System tract dipisahkan oleh permukaan stratigrafi kunci, permukaan
tersebut yang paling penting adalah sequence boundary dan maximum flooding
surface.
A. Lowstand System Tract (LST)
Merupakan suatu set depositional system yang aktif selama turunnya
relative sea level hingga awal naiknya kembali relative sea level. Fase ini dibatasi
oleh sequence boundary di bagian bawah dan transgressive surface di bagian atas.

Gambar II.8 Model Pengendapan karbonat LST (C.G.St.C. Kendall 2004)

B. Transgressive System Tract (TST)


Transgressive System Tract terbentuk pada fase dimana relatif sea level naik
dengan cepat. Akibatnya, pada fase ini pertumbuhan accomodation space terjadi
jauh lebih cepat dibandingkan dengan sedimentasi sehingga terbentuk parasikuen
set dengan pola vertikal retrogradasi (deepening up) meskipun masing-masing
parasikuennya tetap berpola shallowing up. Fase transgressive ini, dibatasi di

16

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
bagian bawah oleh transgressive surface dan maximum flooding surface di bagian
atas. Rendahnya intensitas sedimentasi pada fase ini menyebabkan secara umum
transgressive system tract lebih tipis dibandingkan dengan system tract yang lain.

Gambar II.9 Model Pengendapan Karbonat TST (C.G.St.C. Kendall 2004)

C. Highstand System Tract (HST)


Highstand System Tract merupakan parasikuen set dengan pola vertikal
agradasi dan kadang memperlihatkan adanya sedikit progradasi. Fase ini dibatasi
oleh maximum flooding surface di bagian bawah dan sequence boundary di bagian
atas. Ditinjau dari aktivitas relative sea level (RSL), HST terjadi pada fase akhir
naiknya RSL sampai awal turunnya RSL.

Gambar II.10 Model Pengendapan Karbonat HST (C.G.St.C. Kendall 2004)

17

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
II.2.4 Batuan Karbonat
a. Karakteristik Batuan Karbonat
Batuan karbonat adalah batuan reservoir baik untuk minyak ataupun gas,
batuan karbonat adalah batuan yang memiliki kandungan material - material
karbonat lebih dari 50% persen, serta memiliki susunan dari partikel karbonat
klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil dari presipitasi langsung.
Batuan karbonat bukan merupakan batu gamping saja, pada dasarnya batuan
karbonat adalah semua batuan yang memiliki garam karbonat menurut Reijers dan
Hsu (1986), ada banyak mineral karbonat di bumi, namun yang paling berperan
penting adalah Aragonit, kalsit dengan kandungan MG tinggi, kalsit dengan
kandungan mg rendah, dan dolomit. Pada dasarnya batuan karbonat terbentuk dari
akumulasi larutan yang mengandung garam, pada umumnya mineral yang
mengandung mineral kalsium dan magnesium.
Sedimentasi dari karbonat dihasilkan dari proses organic biokimia pada
lingkungan laut yang bersih, hangat dan kedalaman dangkal. Daerah yang paling
cocok adalah daerah yang ber iklim tropis dan sub tropis, lalu faktor-faktor yang
mempengaruhi sedimentasi karbonat adalah berikut:

a. Salinitas

b. Garis lintang dan iklim

c. Penetrasi Cahaya

d. Butiran Karbonat

b. Klasifikasi Batuan Karbonat


Klasifikasi batuan karbonat selalu mengalami pembaharuan dengan
menambahkan beberapa faktor, salah satu klasifikasi karbonat yang menjadi
refrensi adalah klasifikasi karbonat Robert L. Folk (1962) dan klasifikasi Robert J.
Dunham (1962).

Pada klasifikasi Dunham (gambar II.12), lebih mengutamakan tekstur


batuannya, lalu di sempurnakan lagi oleh Embry dan Klovan (1971), klasifikasi
tersebut dikembangkan berdasarkan kondisi saat pengendapan, termasuk energi
pengendapanya. Faktor yang paling penting pada klasifikasi dunham adalah

18

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
proporsi dari butiran dan proporsi dari pengikatan.

Pada klasifikasi Robert L Folk (gambar II.11), lebih menekankan batuan


karbonat berdasarkan kandungan batuan karbonat tersebut. Seperti butir dan
partikel penyusun batuan dan tipe-tipe matriks seperti micrite atau sparry calcite.
Lalu tipe-tipe allochem seperti fosil, pellet, intraclast, dan oolit, sehingga penamaan
pada klasifikasi ini berdasar kan jenis dari kandungan batuan tersebut.

Gambar II.11 Klasifikasi Batuan Karbonat Folks (1962)

Gambar II.12 Klasifikasi Batuan Karbonat Dunham (1962)

19

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
C. Fasies dan Lingkungan Pengendapan Karbonat
Pada batuan karbonat, proses dasar dari sedimentasi dan pertumbuhan fasies
secara lateral disebut standart facies belt, ada beberapa peneliti terdahulu seperti
klasifikasi Pomar, 2004. Pomar membagi lingkungan pengendapan menjadi
beberapa bagian yaitu (gambar II.13) :

a. Back Reef Lagoon

Lagon adalah tempat yang dibatasi oleh pembatas, memiliki energi yang rendah
dibelakang reef core. Lagoonal memiliki ciri yaitu endapan mud stone dan
wackstone dengan lapisan horizontal dan memiliki batas bidang erosional dari
permukaan. Lagoonal dibagi menjadi outer dan inner lagoon. Ciri dari inner
lagoonal memiliki ciri fosil yaitu molusca, ostracodes, stromalit, milliolids dan
memiliki struktur yaitu root structure. Dan pada outer lagoonal memiliki ciri yaitu
mempunya endapan skeletal grainstone atau packstone with coral dan memiliki ciri
fosil yaitu coral mollusks, foram red algae, rhodolites, echinoids dan worm.
lagoonal ini memiliki variasi ukuran, secara relatif dari kecil berkembang di dalam
atol hingga barier reef utama.
b. Reef Core

Reef core adalah endapan puncak reef yang hampir tersingkap di permukaan
dan mudah dipengaruhi oleh gelombang air laut. Hasil mofologi dari reef dan
komposisinya tergantung pada rezim energi yang berkembang. Pada reef core ini
memiliki ciri yaitu sedimentasi didominasi oleh coral framework dengan skeletal
grainstone atau packstone dan endapan nya membentuk segmodial. Lalu memiliki
ciri fosil yaitu coral, red algae, foraminifera, bryozoans, worms dan mollusk.
c. Fore reef

Bentukan morfologi ini merupakan kembangan dari reef core, membentuk


lereng kira-kira 5 – 10 derajat dan 10 -30 derajat. Dan memiliki ciri endapan yaitu
skeletal kasar seperti wackstone dan packstone. Dan terkadang ada endapan dari
hasil gravitasi dan sedimen pelagik. Pada morfologi ini memiliki ciri fosil yaitu
molluska, red algae, pecahan coral, rhodolits, halimeda.
d. Off-reef

20

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
Pada morfologi ini endapan yang sering di jumpai adalah endapan halus seperti
endapan packstone dan wackstone dan endapan kasar seperti packstone dan
grainstone. Lalu pada morfologi ini memiliki ciri fosil yaitu planktonik
foraminifera, echinodermata, rhodolit, red algae fragments, koral, echinoids.

Gambar II.13 Klasifikasi Facies Belt Pomar, 2004

Lalu Boudagher-Fadel 2008 juga membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan


kandungan foraminifera besar, pada klasifikasi ini Boudagher-Fadel membagi
lingkungan pengendapan menjadi 5 lingkungan yaitu (gambar II.14):

a. Lagoon

Pada morfologi ini memiliki ciri yaitu memiliki foraminifera yang domninan
yaitu small milliolids dan small rotaliids, dan foram yang memungkinkan ada yaitu
miogypsnds dan autrotrillina, lalu memiliki banyak kandungan micrite, dapat juga
ditemukan planktonik foraminifera jika ada akses ke laut langsung.

b. Backreefshelf

Pada morfologi ini foraminifera yang terdapat yaitu miogypsinds dan


austrotrillina, dan juga terdapat fosil foraminifera marginopora, alveolinids,

21

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga
miogypsinds, Lepidocyclina. Endapan yang sering dijumpai adalah endapan
coralga biostromes, alga biostomes. Lalu banyak terdapat micrite dan sparite.
c. Reef

Morfologi ini mempunyai endapan seperti coralalgae, calciruditedes dan


mempunyai fosil foraminifera besar yaitu marginopora, alveolinids, miogypsinds,
lepidocyclina, katacycloclypeus, morfologi ini berada pada puncak reef.

d. Forereef shelf

Pada morfologi ini mempunyai himpunan fosil foraminifera besar yaitu


planorbulinella, calcarinids, katacycloclypeus, amphistegina, opercullina,
cycloslypeus, calcarinids, dan endapan yang terdapan pada morfologi ini adalah red
algae, coralgal, biostromes, dan calcirudites. Pada morfologi memiliki kemiringan
sekitar 10-15 derajat.

e. Abbysal

Morfologi ini adalah bentukan yang plaing dalam, dan memiliki ciri banyak
pelagic micrite, dan plantonik foraminifera, agglutinated foraminifera.

Gambar II.14 Klasifikasi Lingkungan Pengendapan BouDagher-Fadel, 2008

22

Analisis sikuen stratigrafi batuan karbonat formasi tambayangan dan jukong-jukong , pada daerah kepulauan kangean ,
Cekungan Jawa Timur Utara.
Samuel Parulina Sinaga

Anda mungkin juga menyukai