Penelitian yang dilakukan selama satu bulan dengan lokasi penelitian yang bertempat di
PT PERTAMINA HULU ENERGI DI REGIONAL 3 ZONA 9 pada tanggal 4 Agustus
2021 – 4 September 2021.
5
6
Cekungan Kutai dan sub-paralel terhadap garis pantai timur Pulau Kalimantan
(Gambar 2.2).
Gambar 2.2. (a) Peta Lokasi Struktur Sangasanga terhadap Lapangan Migas lainnya.
(b) Pola Struktur yang Berkembang di Cekungan Kutai3).
Stratigrafi pada cekungan Kutai bagian utara berbeda dengan bagian selatan yang
terbentuk oleh sedimen paparan karbonat, serta laut dangkal dipengaruhi oleh blok
patahan Bungalun Sub Basin (Zona Sesar Bengalon).
Perkembangan struktur Lapangan Sangasanga secara umum dikontrol oleh dua fase
tektonik utama, yaitu :
berkaitan dengan over pressured sediments (Chambers & Daley, 1995), dan inversi
endapan delta karena growth fault (Ferguson & McClay, 1997).
Perkembangan struktur Cekungan Kutai secara skematis diilustrasikan oleh
Gambar 2.3. yang dikemukakan oleh Ott (1987). Menurut model ini, Tinggian
Kuching pertama kali mengalami pengangkatan pada Oligosen Akhir-Miosen
Awal. Pengangkatan ini berasosiasi dengan tektonik tumbukan di baratlaut
Kalimantan karena pemekaran Laut Cina Selatan. Pengangkatan ini memicu evolusi
geologi Cekungan Kutai secara keseluruhan. Pertama-tama, pengangkatan ini
memunculkan sumber sediman klastik ke arah Timur, ke arah progradasi endapan
delta. Kedua, tektonik kompresi yang mengakibatkan pengangkatan Tinggian
Kuching juga menyebabkan perlipatan bagian Barat Cekungan Kutai. Perlipatan
dan pengangkatan ini dibarengi dengan progradasi ke arah Timur. Makin kearah
Timur efek kompresi ini semakin menurun namun di bagian bawah endapan
terdapat serpih yang over pressured. Serpih semacam ini dapat menjadi bidang
gelincir (detachment zone) bagi pembentukan perlipatan ke arah timur dan
membentuk antiklinorium seperti yang berkembang di daerah sekitar Samarinda
yang kemudian dikenal sebagai Antiklinorium Samarinda.
10
Batuan Dasar
Batuan dasar (basement) diduga sebagai karakter benua dan samudera yang dikenal
sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai
berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode Kapur Akhir- Paleosen (70-60
MA).
Litologi batuan dasar di Cekungan Kutai merupakan batuan metasedimen derajat rendah
(filit, sekis)sebagai produk dari subduksi yang berasosiasi dengan busur Meratus yang
aktif pada waktu Kapur.
2. Formasi Mangkupa
Pada Paleosen Akhir – Eosen Tengah ke Oligosen cekungan ini
mengalami proses penurunan (subsidence) secara intensif dikarenakan adanya
rifting pada basement dan menjadi pusat pengendapan Shale Mangkupa yaitu
pada lingkungan marginal sampai open marine. Beberapa sedimen silisiklastik
berukuran kasar yaitu Pasir Beriun berasosiasi dengan sikuen shale yang
mengindikasikan adanya interupsi penurunan cekungan akibat adanya
pengangkatan (Satyana et al, 1999, dalam Darman dan Sidi, 2000).
4. Formasi Sembulu
Aktivitas tektonik yang terjadi berikutnya adalah pengangkatan pada bagian
tepian cekungan pada Oligosen Akhir. Pengangkatan ini berasosiasi dengan
pengendapan endapan Volkanik Formasi Sembulu pada bagian timur cekungan.
Fasies volkanik terjadi di daerah Mujub (tributary kiri Mahakam) dan Sentakan
(tributary kanan Belajan) sepanjang batas barat Cekungan Kutai dekat dengan Zona
Volkanik Kuching di Kalimantan Tengah. Aktivitas volkanik pada awal Neogen
juga ditemukan di tempat lain di Kalimantan Timur yaitu sepanjang Bungalun
(Teluk Sangkulirang), Marah atas dan Telen, serta di Kajang (Bungalun). Material
volkanik di endapakan pada lingkungan bawah laut (Darman dan Sidi, 2000).
13
5. Formasi Pemaluan
Formasi ini tersusun oleh endapan neritic (0-200 meter). Pengendapan
formasi ini terjadi bersamaan dengan pengangkatan dan inversi cekungan yang
terjadi pada Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Distribusi fasies neritic pada
formasi ini tersebar luas terutama di bagian timur cekungan. Batupasir kuarsa
dengan sisipan batulempung, serpih gampingan dan batulanau yang berlapis sangat
baik. Formasi Pemaluan merupakan batuan paling bawah yang tersingkap di Lembar
Samarinda dan bagian atas formasi ini menjemari dengan Formasi Bebulu. Tebal
formasi lebih kurang 2000 meter berumur Oligosen sampai awal Miosen.
6. Formasi Bebulu
Formasi ini terdiri atas batugamping terumbu dengan sisipan batugamping
pasiran dan serpih, warna kelabu gelap, mengandung foraminifera besar dan berbutir
sedang.. Foraminifera besar yang dijumpai antara lain : Lepidocyclina Sumatraensis
Brandy, Miogypsina Sp., Miogupsinaides Spp., Operculina Sp., menunjukan umur
14
7. Formasi Pulubalang
Formasi ini terdiri atas perselingan antara graywacke dan batupasir kuarsa
dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tufa dasit. Batupasir
graywacke, kelabu kehijauan dengan tebal lapisan antara 50-100cm. Batupasir
kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufaan muda kekuningan, mengandung
foraminifera besar. Batugamping, coklat muda kekuningan, mengandung foram
besar. Batugamping memiliki tebal lapisan 10-40 cm. Di Sungai Loa Haur
mengandung foraminifera besar antara lain Austrotriina howchina, Borelis Sp.,
Leppidocyclina Sp., Mygypsina Sp., menunjukan Miosen Tengah dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 – 2cm
berselingan dengan batubara yang memiliki tebal mencapai 4m. Tufa dasit berwarna
putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa. Formasi ini juga tersusun oleh
endapan laut dangkal yang terbentuk pada kala Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir (Darman dan Sidi, 2000).
8. Formasi Balikpapan
Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih,
lanau dan lignit; pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa,setempat
kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung
lapisan tipis oksida besi atau kongkresi, tufaan atau lanauan, dan sisipan batupasir
konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah
dan lempung, diameter 0.5–1cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman
mengandung sisa tumbuhan, batubara/ lignit dengan tebal 0,5–3m. Lanau,
kelabu tua, menyerpih, laminasi, tebal 1–2m. Di duga berumur Miosen Akhir – Plio-
Plistosen, lingkungan pengendapan delta hingga laut dangkal, tebal lebih dari 500m.
Formasi ini berada selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan.
Formasi ini tersusun atas endapan delta dan alluvial yang terbentuk pada
15
Batuan induk utama terdiri dari Formasi Pamaluan, Pulau Balang, dan Balikpapan
dengan litologi berupa batubara dan serpih karbonan. Formasi Pamaluan, kandungan
material organiknya cukup (1-2%), tetapi hanya terdapat di bagian utara dari Cekungan
Kutai. Pada Formasi Bebulu terdapat kandungan material organik yang cukup dengan
HI di atas 300. Formasi Balikpapan merupakan batuan induk yang terbaik di Cekungan
Kutai karena kandungan material organiknya tinggi dengan HI lebih besar dari 400 dan
matang. Formasi ini ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m, sehingga diperkirakan
mampu menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak (Hadipandoyoet
al., 2007).
c. Batuan Tudung
Lapisan- lapisan serpih intraformasional pada Formasi Talang Kelompok Balikpapan
dan Formasi Kampung Baru memiliki potensial sebagai batuan tudung yang berumur
Miosen tersusun dari lapi.
d. Migrasi Hidrokarbon
Jalur migrasi yang diperkirakan dimulai pada Miosen Akhir dan terjadi secara lateral
updip dengan jarak maksimum 10 km dan terakumulasi di perangkap antiklinal dari
dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar- sesar menuju reservoar yang
berumur Miosen Tengah. Migrasi lateral dari areal down- dip, sinklinal reservoar
lapisan kemiringan ke timur menuju trap stratigrafi atau struktur, dalam hal ini sesar
merupakan jalur utama untuk migrasi secara vertikal.
e. Trapping (Pemerangkapan)
17
Jenis perangkap yang didominasi oleh perangkap struktur khususnya tutupan (closure
four way) yang diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting
namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap
struktur. Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada
Cekungan Kutai, yang berlangsung pembentukannya mulai Miosen Tengah sampai
Plio-Pleistosen.
Sumur yang terdapat baik di struktur Muara dan Tanjung Una hampir seluruhnya
mencapai kedalaman 700 meter. Semua sumur berada pada antiklin yaitu bagian dari
Samarinda Antiklinorium yang bearah NNE-SSW. Pada korelasi tidak semua sumur
memiliki data log gamma ray, SP maupun resistivity. Sumur-sumur yang tidak memiliki
18
data-data tersebut sama sekali akan memakai jenis panduan litologi pada well terdekat
sebagai panduan korelasi, begitu juga dengan zonasi reservoarnya.
Pada Struktur Muara dan Tanjung Una batuan sedimennya berada pada Formasi
Balikpapan (Gambar 2.7.). Hal tersebut disimpulkan berdasarkan data sumur yang
menjadikey wellpada struktur Louise dan Nonny yang memperlihatkan dominasi litologi
serpih atau sedimen berbutir halus di bawah marker batas sikuen 3 (SB 3). Hal tersebut
menunjukkan bahwa batuan sedimen tersebut merupakan bagian dari Formasi Pulau
Balang yang kemungkinan merupakan bagian distal dari sistem delta Pulau Balang pada
saat early middle Miocene, dimana posisi proximal lebih ke bagian barat dari daerah
penelitian.
19
Analisis kurva pola log gamma ray umumnya daerah Muara dan Tanjung Una memiliki
pola funnel (corong) dan blocky yang di dominasi oleh litologi batupasir, batubara dan
serpih yang dominan mengandung fosil brakish. Secara umum litologi-litologi ini di
endapkan di lingkungan transisi (deltaik) dengan dominan fasies delta plain dan delta
front (Gambar 2.8. dan Gambar 2.9.).
Dengan melihat korelasi sumur Louise dan Nonny, dapat diperkirakan bahwa fasies
pengendapan sedimen struktur Muara dan Tanjung Una berada pada batas sistem delta
front (Gambar 2.10.), dengan alokasi beberapa batupasir delta mouth bar di dalamnya.
Arah pengendapan sedimennya berarah baratlaut-tenggara menuju off shore.
20
Gambar 2.7. Key well (MRA-319) yang dijadikan referensi dalam penarikan batas
sikuen stratigrafi untuk daerah Muara dan Tanjung Una3).
Ba
s inw Ba
21
ard sin
wa
rd
A A’
DC = Distributary
Channel
DP = Delta Plain
DMB = Delta Mouth Bar
DF = Delta Front
PD = Pro Delta
A’
Gambar 2.8. Korelasi sumur searah jurus batuan (strike line) pada struktur Muara (DP:
Delta Plaint, DF: Delta Front, dan PD: Prodelta)3).
A A’
Gambar 2.9. Korelasi sumur searah jurus batuan (strike line) pada struktur Tanjung
Una (DP: Delta Plaint, DF: Delta Front, dan PD: Prodelta)3).
A’
A
22
Gambar 2.11. Struktur Organisasi PT Pertamina Hulu Energi Regional 3 Zona 93)