TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Tarakan, dimana Tinggian Sampurna merupakan batas pada bagian utara, Tinggian
Kuching batas pada bagian barat, Pegunungan Mangkalihat batas pada bagian
(trangresi) yang dikirakan terjadi pada kala Eosen sampai Miosen awal bersamaan
dengan terjadinya proses pengangkatan gradual pada Tinggian Kuchin dari barat ke
timur. Pada Kala Miosen Tengah terjadi penurunan (regresi) pada Cekungan
dan membentuk endapan delta, yang menutupi endapan prodelta dan batial.
Cekungan Tarakan mengalami proses penurunan secara lebih aktif lagi pada kala
Miosen sampai Pliosen. Proses sedimentasi delta yang relatif bergerak ke arah timur
terus berlanjut selaras dengan waktu. Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk
busur yang terbuka ke Timur ke arah selat Makasar/Laut Sulawesi yang meluas ke
Utara – Sabah dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian Sempurna dan
yaitu sub cekungan Tidung,Sub Cekungan Tarakan,Sub Cekungan Muara dan Sub
Cekungan Berau.
2.1.2 Struktur Geologi Regional
magmatik serta deformasi yang di dominasi dan bersumber dari gerak gerak lateral
Secara umum struktur geologi Cekungan Tarakan dikontrol oleh pola sesar
yang berarah relatif timurlaut-baratdaya dan pola lipatan dengan arah umum
Stratigrafi regional dapat dibagi menjadi endapan pra Tersier, Tersier, dan
Kuarter. Batuan pra-Tersier tertua dinamakan Formasi Danau, tersusun atas batuan
yang telah mengalami tektonik kuat dan batuan metamorf dengan ketebalan yang
signifikan, dengan umur yang masih menjadi perdebatan antara Perm-Karbon atau
Jura –Kapur (Marks, 1957 op, cif Achmad and Samuel, 1984)
Danau, memiliki umur Eosen Tengah ( Achmad and Samuel, 1984). Pada bagian
bawah formasi ini terdiri atas batupasir merah dengan konglomerat. Pada bagian
atas, terdiri dari batulempung yang kaya karbon dan fosil. Formasi Sembakung dan
5 siklus sedimentasi menurut (Achmad and samuel) yaitu siklus 1 (Eosen Akhir-
- Siklus 1
- Siklus 2
bagian utara.
- Siklus 3
- Siklus 4
- Siklus 5
Formasi Waru.
2.2 Konsep Massa Batuan dan Bidang Diskontinu
Massa Batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan
berupa mineral, tekstur dan komposisi, dan juga terdiri dari bidang-bidang
elemen sebagai satu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh
frekuensi bidang-bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan
akan mempunyai kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh.
Menurut Hoek & Bray (1981), massa batuan adalah batuan insitu yang dijadikan
diskontinu oleh sisitem struktur seperti joint, sesar, dan bidang perlapisan.
1. fault (patahan)
fault (patahan) adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan tanda-tanda
hancuran maupun slickensided atau jejak yang terdapat di sepanjang bidang fault. Fault
dikenal sebagai weakness zone karena akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa
2. Joint (kekar)
Bidang diskontinu yang telah pecah namun tidak mengalami pergerakan atau
Joint merupakan jenis bidang diskontinu yang paling sering hadir dalam batuan.
orientasi butir dari bauan tersebut serta perubahan mineralogi yang terjadi selama
dengan struktur lain yang tampak pada batuan. Beberapa rock mechanic engineer
menggunakan istilah fracture dan crack ntuk menjelaskan pecahan atau crack yang
terjadi pada saat pengujian batuan, peleakan dan untuk menjelaskan mekanisme
5. Fissure
Fookes dan Deness (1969) mendefinisikan fissure sebagai bidang diskontinu yang
Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan ,
diantaranya :
Longsoran ini akan terjadi jika strike bidang luncur mendekati paralel
merupakan batas lateral dari massa batuan atau tanah yang longsor.
Apabila nilai FK untuk suatu lereng > 1,0 (gaya penahan > gaya penggerak
), lereng tersebut berada dalam kondisi stabil. Namun, apabila harga F < 1,0 ( gaya
penahan < gaya penggerak ), lereng tersebut berada dalam kondisi tidak stabil dan
Keterangan:
γ=berat isi batuan
V=volume batuan
W=berat batuan
- Berat isi kering adalah perbandingan berat kering batuan dengan volume
batuan
Keterangan:
γ = berat isi kering
Ws = berat kering batuan
V = volume batuan
- Berat isi jenuh merupakan perbandingan berat jenuh batuan dengan
volume batuan
Keterangan:
γsa t = berat isi jenuh batuan
Ws+Vv.ρw = berat jenuh batuan
V = volume batuan
b. Porositas
Porositas batuan merupakan perbandingan antara volume pori
dengan volume keseluruhan batuan. Batuan yang mempunyai porositas
besar akan menyerap banyak air, dengan demikian berat isinya akan
menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kestabilan lereng. Adanya air
dalam batuan juga akan memperkecil tekanan air pori yang memperkecil
kuat geser batuan. Batuan yang memiliki kuat geser kecil akan lebih mudah
longsor.
Keterangan:
n=porositas batuan
e=volume pori
Keterangan:
ω=kadar air dalam batuan
Ww=berat air
Ws=berat butiran dalam batuan
Keterangan:
Sr=derajat kejenuhan
Vw=volume air pori
Vv=volume isi pori keseluruhan
3. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan kemiringan sudut lereng.
Apabila susunan materialnya sama, lereng yang terlalu tinggi dan memiliki
kemiringan yang besar akan cenderung lebih mudah longsor dibandingkan
lereng yang rendah dengan kemiringan yang kecil.
4. Air
Selain berbagai beban, air juga berpengaruh terhadap berkurangnya
tegangan normal. Lereng dengan muka air tanah yang dangkal akan semakin
mudah longsor karena terjadi pembebanan oleh gaya hidrostatis yang
ditimbulkan oleh air dalam pori-pori tanah atau batuan.
5. Iklim
Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah
bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal, dan tekanan air pori. Ketiga hal di
atas mempunyai arti penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah
atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik tertentu yang juga sangat
berpengaruh dalam menentukan kekuatan tanah dan juga mempengaruhi kestabilan
lereng.
lereng. Isyilah kestabilan lereng dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu blok
di atas suatu permukaan miring ( diukur dari garis horizontal) terhadap runtuhan
(collapsing) dan gellincir ( slidding) (Klich,1999). Dalam hal ini setiap permukaan
tanah yang memiliki kemiringan terhadap garis horizontal disebut lereng, baik
membentuk sudut, akan timbul suatu gaya penggerak akibat adanya gravitasi dan
lereng. Jika gaya penggerak tersebut sangat besar dan kekuatan geser dari material
penyususn lereng relatif kecil, dapat terjadi longsoran ( Terzaghi and Peck, 1967).
Metode- metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kestabilan leeng sangat
beragam. Penggunaan metode ini tergantung pada data yang tersedia, program
dan keluaran (output) yang diperlukan. Semakin teliti data yang digunakan untuk
perhitungan kestabilan lereng ini, hasil yang diperoleh akan semakin mendekati
kenyataan sebenarnya.
2.5.1 Metode Kesetimbangan Batas
satu atau beberapa blok yang diasumsikan tidak terdeformasi dan mengurangi gaya-
gaya yang tidak diketahui (reaksi dari bagian stabil massa batuan atau gaya-gaya
antar blok), khususnya gaya geser yang bekerja pada permukaan longsoran yang
dipilih sebelumnya. Hipotesis yang dibuat secara umum adalah bahwa gaya-gaya
geser ini mewakili seluruh bagian yang sama dari kuat geser batuan dimana gaya-
gaya geser ini bekerja. Kondisi kestabilan lereng dengan menggunakan metode ini
ini, terdapar beberapa persamaan statis yang digunakan dalam penentuan faktor
keamanan, meliputi :
1. Penjumlahan gaya pada arah vertikal untuk setiap irisan yang digunakan
untuk menghitung gaya normal pada baian dasar irisan.
2. Penjumlahan gaya pada arah horizontal untuk setiap irisan yang digunakan
untuk mengihitung gaya
3. normal antar irisan.
4. Penjumlahan momen untuk keseluruhan irisan yang bertumpu pada satu
titik
5. Penjumlahan gaya pada arah horizontal untuk seluruh irisan
6. Sifat-sifat material yang relevan dengan masalah kematapan lereng adalah
sudut geser dalam (ϕ), kohesi
7. (c), dan berat satuan (γ) batuan. Gambar 2 menjelaskan secara sederhana
tentang suatu batuan yang mengandung bidang diskontinu, dimana bekerja
tegangan normal dan tegangan geser, sehingga batuan retak pada bidang
diskontinu dan mengalami pergeseran.
Gambar 2. 6 Hubungan antara kuat geser (𝜏) dan kuat tekan (𝜎)
Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode.
Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung dengan metoda
sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan
penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya
dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng longsor, sebaiknya nilai F yang
diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan demikian antisipasi akan diupayakan
maksimal. Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari
a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng) meliputi: sudut
lereng, tinggi lereng, atau panjang lereng dari kaki lereng ke puncak lereng.
menggunakan komputer (terutama bila memerlukan data γ dry atau bobot satuan isi
tanah kering, yaitu : γ dry = γ wet / ( 1 + w ). Pada lereng yang dipengaruhi oleh
muka air tanah nilai F (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah sbb :
Dengan :
C = kohesi (kN/m2)
W = luas tiap bidang sayatan (M2) x bobot satuan isi tanah (g, kN/m3) Pada
lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah sbb :
Gambar 2. 7 Cara Menghitung Fk dengan Menggunakan Metoda Sayatan, Fellenius