Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bantarujeg adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat,
Indonesia. Daerah Bantarujeg mempunyai keragaman geologi yang unik di Jawa Barat,
Bantarujeg merupakan daerah yang terkenal akan adanya struktur geologi lipatan
maupun perlapisan, serta adanya batuan beku hasil letusan gunung api yang diperkirakan
berasal dari Tampomas dan Ciremay, menjadi tempat belajar menggunakan kompas dan
peralatan geologi lainnya.
Batuan yang umum dijumpai di lokasi ini adalah batuan sedimen, berupa
perselingan antara batupasir dan batulempung, serta secara setempat kita jumpai adanya
breksi vulkanik, konglomerat, serta munculnya batuan karbonatan yang diperkirakan
muncul secara sekunder akibat presipitasi air bikarbonat.
Terdapat pula 4 formasi yang kita jumpai pada identifikasi kali ini, yaitu formasi
subang, formasi endapan gunung api, formasi bantarujeg, dan formasi cantayam, itu
adalah formasi yang dilewati oleh sungai cijurei.
Dari aspek stratigrafi, komplek batuan Bantarujeg merupakan salah satu kawasan
di Jawa Barat yang menyingkapkan batuan berumur Tersier sekitar 1,8 sampai 65 juta
tahun yang lalu.

1.2. Maksud dan Tujuan


Pemetaan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah
Geologi Struktur pada program studi teknik geologi STTMI – Bandung.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang telah di
peroleh selama masa perkuliahan dengan cara mempraktekannya langsung melalui
pengamatan-pengamatan data geologi dilapangan yang mana data-data itu nantinya akan
tertuang dalam sebuah peta yang berguna untuk mengetahui tatanan geologi daerah yang
dipetakan.
1.3. Lokasi dan Akses Daerah Penelitian
Secara administratif daerah penelitian terletak di 4 daerah, yaitu
Secara Geografis, daerah penelitian kuliah lapangan Geologi Struktur ini terletak
pada koordinat 1080 13’ 46” BT sampai 1080 17’ 02” BT dan 060 36’ 36” LS sampai 070
00’ 00” LS. Secara administratif, Bantarujeg termasuk dalam kabupaten Majalengka,
dimana sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Maja, sebelah barat berbatasan
dengan kecamatan Lemahsugih, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Talaga,
dan sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Ciamis.
Dari Bandung, kesampaian daerah ke lokasi pemetaan dapat diakses dengan
menggunakan travel dengan waktu tempuh ± 4 jam dari kampus STTMI. Kemudian dari
penginapan menuju lokasi pemetaan dibutuhkan waktu ± 10 menit dengan menggunakan
mobil atau motor.

GGaGambar 1.1 Peta lokasi berdasarkan citra Google Earth dikutip pada 24 juli 2019
1.4. Metoda Penelitian

Metoda penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu pengambilan data lapangan,
pengolahan data dan penyusunan laporan. Peta dasar yang digunakan dalam penelitian
berskala 1:12500.

 Tahap Pengambilan Data


Tahap ini bertujuan untuk mengambil dan mengumpulkan data geologi yang
dibutuhkan dalam melakukan analisis. Pengambilan di lakukan pada daerah
penelitian yang telah ditentukan sebelumya yaitu daerah Bantarujeg dan sekitarnya
selama 2 hari.
 Tahap Pengolahan Data
Tahap ini merupakan tahap analisis data yang diperoleh dilapangan,
kemudian diolah untuk menghasilkan peta lintasan, peta geomorfologi, dan peta
geologi daerah penelitian.
Kemudian agar data tersebut lebih presisi dilakukan pengolahan dengan
menggunakan software Mapinfo 10.5 dan Global Mapper 19 yang dikerjakan di
Bandung.
 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari rangkaian tahapan penelitian yang
telah dilakukan. Seluruh data yang ada digabungkan dan diolah lebih lanjut untuk
diintepretasikan dalam suatu laporan sintesis geologi untuk kemudian
dipresentasikan di ruang kelas.

1.5. Perlengkapan Lapangan

Adapun perlengkapan yang digunakan pada kegiatan pemetaan ini adalah


sebagai berikut :

 Alat tulis
 Clip Board
 Komparator Batuan Beku dan Sedimen
 Kompas Geologi (tipe Brunton)
 Palu Geologi Estwing
 Larutan Hcl (0,1)
 Kantong Sampel
 Field Book
 Camera handphone & GPS Oruxmaps
 Kaca Pembesar (Lup), dll.
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1. Fisiografi Regional


Daerah Bantarujeg berada di Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Batas wilayah di sebelah utara daerah ini adalah dengan wilayah Kabupaten
Indramayu, di timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cirebon dan Kuningan, di
sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Ciamis dan di sebelah barat
berbatasan dengan daerah Kabupaten Sumedang.
Secara geografis lokasi penelitian kuliah lapangan ini terletak pada koordinat
1080 13’ 46” BT sampai 1080 17’ 02” BT dan 060 36’ 36” LS sampai 070 00’ 00” LS.
Secara administratif berada di Desa Bantarujeg.

Gambar 2.1 Fisiografi Regional Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)


Secara fisiografi, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona
yaitu:
1. Dataran Pantai Jakarta
2. Zona Bogor
3. Zona Bandung
4. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat
Secara fisiografis, daerah Bantarujeg termasuk ke dalam Zona Bogor (Van
Bammelen, 1949).

2.2. Geomorfologi Bantarujeg


Geomorfologi Bantarujeg dan sekitarnya ini, terbentuk dengan adanya pengaruh
dari kondisi geografis daerahnya. Kondisi geografis kecamatan Bantarujeg secara umum
diantaranya memliki iklim agak basah (menurut Schmidt Ferguson) atau iklim sedang
(Junghuhn). Kondisi tanahnya berjenis latosol, litosol dan podsolik merah kuning,
keadaan hidrologinya secara umum sungainya memiliki pola aliran dendritik, dengan
penggunaan lahan yang didominasi oleh pertanian, perkebunan, dan peternakan
sedangkan sisanya untuk lahan bangunan.
Bentukan geomorfologi yang terdapat di kecamatan Bantarujeg yaitu berupa
bentukan denudasional. Adapun denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti
telanjang, sehingga denudasi berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Denudasi
cendurung akan menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai
bentuk permukaan bumi yang hamper datar membentuk dataran nyaris (pineplain).
Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari
bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan
(masswashting). Bentukan denudasional di Bantarujeg terbentuk karena proses gradasi
yang meliputi proses degradasi dan aggradasi – dimana proses yang dominan terjadi
adalah degradasi berupa pelapukan, erosi dan longsor. Adapun pelapukan adalah proses
berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau dekat permukaan bumi
tanpa di sertai perpindahan material; erosi adalah proses terlepsnya agrerat material
(tanah atau batuan lapuk) dan terpindahkannya material tersebut ke tempat lain; dan
longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau
tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar
tanah.

2.3. Stratigrafi Bantarujeg


Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat
dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil
(biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita
pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.
Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum
dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah penelitian dan
diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.
Stratigrafi daerah Bantarujeg dan sekitarnya dikelompokkan menjadi delapan
satuan, yakni:
1. Satuan batupasir-batulempung A yang disebandingkan dengan anggot formasi
Cinambo
2. Satuan batulempung-batupasir A yang disebandingkan dengan batulempung formasi
Cinambo
3. Satuan breksi-batupasir yang disebandingkan dengan formasi Cantayan
4. Satuan batupasi-batulempung B yang disebandingkan dengan formasi Kaliwangu
5. Satuan batulempung-batupasir B yang disebandingkan dengan formasi Subang
6. Satuan Intrusi
7. Satuan Breksi Volkanik yang disebandingkan dengan formasi Citalang
8. Endapan alluvial
UMUR STRATIGRAFI LITOLOGI
HOLOSEN

BAWAH
Lempung, lanau, pasir, kerikil, lava, batuan
Aluvium hasil gunungapi tak teruraikan.
gunungapi muda

ATAS

Lava, breksi, breksi kompleks Kromong, batuan


Hasil gunungapi tua
PLISTOSEN

gunungapi tua tak teruraikan.


TENGAH

Batupasir tuffan, Lapisan – lapisan batupasir tuffan, pasir, lanau


BAWAH lempung,dankonglo tuffan, lempung, konglomerat,breksi tuffan
merat dataran pantai mengandung batuapung
ATAS Batupasir tuffan berwarna coklat muda, lemoung
tuffan, konglomerat, kadang – kadang ditemukan
Formasi Citalang lensa – lensa batupasir gampingan yang keras,
lensa gamping, batugamping koral berwarna
TENGAH
PLIOSEN
kuning sampai coklat.

Batulempung dengan sisipan batupasir tuffan,


BAWAH Formasi Kaliwangu konglomerat, kadang – kadang ditemukan lapisan
– lapisan batupasir gampingan dan batugamping

Anggota batulempung – batulempung


mengandung lapisan batugamping abu – abu tua
Formasi Subang
kadang – kadang ditemukan sisipan batupasir

ATAS glaukonit hijau.

Batupasir tuffan, lempung, konglomerat,


batupasir merupakan bagian yang utama, breksi
Formasi Halang
gunungapi yang bersifat andesit dan basalt
ditemukan tuff, lempung, serta konglomerat
MIOSEN

ATAS
Batugamping Batugamping terumbu, berwarna kuning kotor

TENGAH Kompleks Kromong sampai kecoklatan.

Batulempung dengan selingan batupasir dan


BAWAH
gamping, batupasir gampingan, dan batupasir
tuffan ( 400 – 500 m ) Anggota batupasir
Formasi Cinambo
greywacke dengan timbulan tinggi, batupasir
BAWAH ATAS gampingan, tuffalempung, lanau greywacke
mempunyai ciri lapisan tebal.

Tabel 2.1 Formasi lembar Arjawinangun (Djuri, 1973)


Djuri (1973), dalam Peta Geologi Lembar Arjawinangun menyebutkan dari batuan
tertua sampai yang termuda sebagai berikut : Formasi Cinambo, Batugamping
Kompleks Kromong, Formasi Halang, Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi
Citalang, Breksi terlipat, Hasil Gunungapi Tua, Hasil Gunungapi Muda, dan Aluvium.
1. Formasi Cinambo
Formasi Cinambo adalah formasi tertua, yang berdasarkan kandungan fosil
foraminifera adalah berumur Miosen Bawah sampai Miosen Tengah. Formasi ini
dibagi dua, yaitu: Anggota Batupasir (bagian bawah), dan Anggota Serpih (bagian
atas). Angota Batupasir terdiri dari graywake, yang mempunyai ciri perlapisan tebal
dengan sisipan serpih, batulempung tipis, batupasir gampingan, tuf, batulempung,
dan batulanau. Anggota Serpih terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir,
batugamping, batupasir gampingan, dan batupasir tufaan.
2. Batu Gamping Kompleks Kromong
Batugamping Kompleks Kromong diendapkan secara selaras diatas Formasi
Cinambo, yang terdiri dari batugamping, batulempung, batupasir gampingan, dan
batupasir tufaan. Formasi ini berumur Miosen Tengah.
3. Formasi Halang
Formasi Halang diendapkan secara selaras diatas Batugamping Kompleks
Kromong, yang terdiri dari Anggota Halang Bawah, dan Anggota Halang Atas.
Anggota Halang Bawah terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik sampai
basaltik, batulempung, tuf dan konglomerat. Anggota Halang Atas terdiri dari
batupasir tufaan, batulempung, dan konglomerat. Formasi ini berumur Miosen
Tengah sampai Miosen Atas.
4. Formasi Subang
Formasi Subang diendapkan secara selaras diatas Formasi Halang, yang
terdiri dari batulempung yang mempunyai sisipan batugamping yang berwarna abu-
abu tua dan kadang-kadang dijumpai sisipan batupasir glaukonit yang berwarna
hijau. Formasi ini berumur Miosen Atas.
5. Formasi Kaliwangu
Formasi Kaliwangu diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Subang,
yang terdiri dari batulempung yang mengandung moluska, konglomerat dengan
lensa-lensa batupasir dan sisipan batupasir tuffan dan kadang-kadang ditemukan
lapisan batupasir gampingan, dan batugamping. Formasi ini berumur Pliosen
Bawah.
6. Formasi Citalang
Formasi Citalang diendapkan secara selaras diatas Formasi Kaliwangu yang
terdiri batugamping koral, batupasir, batupasir tufaan, batulempung tufaan,
konglomerat, dan kadang-kadang dijumpai lensa-lensa batupasir gampingan yang
padu. Formasi ini berumur Pliosen Tengah sampai Pliosen Atas.
7. Breksi terlipat
Breksi terlipat terdapat secara tidak selaras diatas Formasi Citalang yang
terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesitik, breksi tufaan, batupasir kasar,
batulempung tufaan, dan graywacke. Batuan ini berumur Pleistosen Bawah.
8. Endapan Hasil Gunungapi Tua
Endapan Hasil Gunungapi Tua menutupi Breksi Terlipat secara selaras.
Endapan Gunungapi Tua terdiri dari breksi lahar, lava andesitik sampai basaltik.
Endapan ini berumur Pleistosen Tengah sampai Pleistosen Atas.
9. Endapan Gunungapi Muda
Endapan Gunungapi Muda diendapkan secara selaras diatas Endapan
Gunungapi Tua yang terdiri dari breksi lahar, batupasir tufaan, lapili, lava andesitik
sampai basaltik. Endapan ini diperkirakan hasil dari produk Gunungapi Ciremai,
dan Gunungapi Tampomas. Batuan ini berumur Pleistosen Atas sampai Holosen
Bawah.

2.4. Struktur Regional Bantarujeg

Van Bemmelen (1949) telah membagi Jawa Barat menjadi beberapa jalur
fisiografi dan struktural dimana daerah pemetaan termasuk pada jalur struktur geologi
Zona Bogor bagian timur yang telah terlipat kuat sehingga menghasilkan antiklinorium
dengan sumbu berarah barat timur. Di bagian utara zona ini, keadaan struktur geologinya
berarah utara karena adanya tekanan dari arah selatan. Gaya tersebut mengakibatkan
perlipatan dan sesar naik. Inti dari perlipatan ini terdiri atas batuan sedimen berumur
Miosen sedangkan sayapnya terdiri dari batuan sedimen Pliosen.
Menurut Van Bemmelen (1949) Zona Bogor telah mengalami dua kali masa
periode tektonik yaitu :
1. Periode intra Miosen atau Miosen Pliosen.
Pada periode tektonik intra tektonik Miosen, berlangsung pembentukan
geantiklin jawa, akibat gaya tekanan dari arah selatan terbentuk struktur lipatan
dan sesar pada sedimen di utara. Peristiwa ini terjadi setelah Formasi Cidadap
diendapkan pada Miosen Tengah. Pada Miosen Atas atau Miosen - Pliosen
antklinorium ini mengalami intrusi dasit dan andesit hornblenda, disamping itu
terjadi pula ekstrusi Breksi Kumbang di ujung timur Zona Bogor. Ketidakselarasan
antara Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen Bawah
(Silitonga, 1973) yang terjadi pada Zona Bogor bagian utara, menandakan bahwa
pada periode Miosen – Pliosen tersebut terjadi proses perlipatan pada keseluruhan
Zona Bogor bagian utara.

Gambar 2.2. Peta Geologi Regional Bantarujeg

2. Periode Pliosen – Plistosen.


Pada periode tektonik Pliosen – Pleistosen, terjadi proses perlipatan dan
sesar yang diakibatkan oleh terjadinya amblesan dibagian utara Zona Bogor yang
kemudian menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada Zona Bogor. Pada kala
Pliosen – Pleistosen bagian barat Zona Bogor mengalami pengangkatan dan
membentuk Kaliglagah Beds yang terdiri dari endapan klastik dan lignit dan
selanjutnya Cigintung Beds terendapakan. Semua formasi tersebut menutupi
batuan terdahulu secara selaras semu (pseudo conformable).
Kegiatan tektonik Pliosen – Pleistosen didaerah ini mengakibatkan
terjadinya sesar terobosan komplek kromong yang andesitis dasitis. Setelah
berakhir kegiatan tersebut terbentuklah Tambakan Beds yang berumur Pleistosen
Bawah dan menutupi satuan lainya secara tidak selaras. Tidak adanya batuan yang
berumur Pliosen Atas di daerah ini menunjukan adanya kekosongan pengendapan
batuan. Pada kala Pleistosen Tengah sampai Atas di Zona Bogor bagian tengah
dan timur terbentuk endapan Vulkanik tua (Gunung Slamet tua) dan Vulkanik
muda dari Gunung Ciremai, selanjutnya disusul oleh aktifitas pada Pleistosen Atas
yang menghasilkan Linggopodo Beds dan diikuti lagi oleh kegiatan Vulkanik
Resen dari Gunung Ciremai sehingga terbentuk endapan Vulkanik muda ke bagian
utara zona tersebut. Tekanan tersebut menimbulkan struktur perlipatan dan sesar
naik dibagian Zona Bogor yang dikenal sebagai “Baribis thrust”.

Gambar 2.3. Kenampakkan Sesar Baribis (arah barat-timur), sebagai akibat dari proses
tektonik pada periode Pliosen- Pleistosen

Struktur geologi yang berkembang di daerah Bantarujeg dan sekitarnya terdiri dari
sesar naik, yaitu : sesar naik Cengal, sesar naik, sesar naik Cirelek, sesar naik Cikuya,
sesar naik Cipeteuy, sesar naik Cilutung serta sesar Mengiri Cilutung, sesar Mengiri
Cipeteuy, dan Antilklin Cisuluheun sebagai struktur penyerta.
BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian


Geomorfologi daerah penelitian yang terletak di Bantarujeg dan sekitarnya
ini, terbentuk karena adanya pengaruh dari kondisi geografis daerahnya. Kondisi
geografis kecamatan Bantarujeg secara umum diantaranya memliki iklim agak basah
(menurut Schmidt Ferguson) atau iklim sedang (Junghuhn), kondisi tanahnya berjenis
latosol, litosol dan podsolik merah kuning. Keadaan hidrologinya secara umum
sungainya memiliki pola aliran dendritic obsikuen dengan penggunaan lahan yang
didominasi oleh pertanian, perkebunan, dan peternakan
3.1.1. Pola aliran dan Genetika Sungai daerah penelitian
Landasan teori : Pola aliran

Gambar 3.1. Pola aliran sungai

Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
Radial
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti
Sentrifugal
puncak gunung api
Pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan
oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar
Rectangular
(patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang
mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.
Aliran sungai yang anak sungainya hampir sejajar dengan sungai
Trelllis
induknya, biasanya berada di wilayah patahan.
Aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya
Sentripetal
mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi).
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
Annular menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah
hilir aliran kembali bersatu.
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk
Pararel
oleh lereng yang curam/terjal.
Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai
Pinnate membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya
terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.

Landasan Teori : Genetika sungai

Sungai yang dalam pembentukannya, sangat dipengaruhi oleh proses – proses


diastrofisme struktur – struktur geologi yang dihasilkannya, dan lereng – lereng
yang menentukan arah alirannya.

Gambar 3.2. penampang jenis Genetika sungai; C (konsekuen), S (subsekuen),


O (obsekuen), R (resekuen)

Sungai Konsekuen Apabila mengalir searah dengan kemiringan mulai dari


daerah Kubah, pegunungan blok yang baru terangkat,
dataran pantai terangkat mula-mula memiliki sungai
konsekuen.
Mengalir dan membentuk lembah sepanjang daerah
Sungai Subsekuen
lunak. Disebut juga ’strike stream’ karena mengalir
sepanjang jurus lapisan.
Mengalir berlawanan arah dengan arah kemiringann
lapisan dan juga berlawanan dengan arah aliran sungai
Sungai Obsekuen konsekuen. Biasanya pendek dengan gradient tajam,
dan merupakan sungai musiman yang mengalir pada
gawir. Umumnya merupkan cabang dari sungai
subsekuen.
Sungai Resekuen Mangalir searah dengan sungai konsekuen dan searah
dengan kemiringan lapisan.
Merupakan sungai yang tidak jelas pengendaliannya
Sungai Insekuen tidak mengikuti struktur batuan, dan tidak jelas
mengikuti kemiringan lapisan. Pola alirannya umumnya
dendritik. Banyak menyangkut sungai – sungai kecil.
Merupakan sungai yang mula – mula mengalir diatas
suatu daratan aluvial atau dataran peneplain, dengan
lapisan tipis yang menutupinya sehingga sehingga
Sungai Superimpos lapisan dibawahnya tersembunyi. Jika terdapat
rejuvenasi maka sungai tersebut kemudian mengikis
perlahan-lahan endapan aluvial atau lapisan penutup
tersebut dan menyingkapkan lapisan tanpa mengubah
banyak pola aliran semula.
Sungai yang mengalir tetap pada pola alirannya
Sungai Asteseden meskipun selama itu terjadi perubahan – perubahan
struktur misalnya sesar, lipatan,. Ini dapat terjadi jika
struktur terbentuk atau terjadi perlahan – lahan.
dipergunakan untuk sungai anteseden didaerah yang
Anaklinal
mengalami pengangkatan sedemikian sehingga
kemiringannya berlawanan dengan arah aliran sungai.
mengairi daerah dengan umur geomorfik yang
berbedabeda, ‘compound streams’ mengairi daerah
Compound Streams dengan struktur geologi yang berlainan. Banyak sungai-
sungai besar dapat dimasukan kedalam compound
ataupun comporite streams misalnya sungai Bengawan
solo, Citarum, Asahan, dan sebagainya.

Pola aliran sungai dan genetic sungai pada daerah penelitian


Pada daerah penelitian terdapat satu sungai yang cukup besar dengan beberapa
sungai kecil. Sungai besar mengalir dari arah yang berada dibagian Tenggara ke
arah Barat laut daerah penelitian. Sedangkan untuk anak-anak sungainya mengalir
dari Timur laut ke Barat daya dan ada juga dari daerah selatan ke utara daerah
penelitian.
Sungai besar yakni Sungai Cilutung jika dilihat memiliki pola aliran
rectangular yang pola aliran sungainya dikendalikan oleh struktur geologi. Ditandai
dengan pola aliran sungainya yang membentuk sudut siku-siku. Dengan genetic
sungai obsekuen karena mengalir dengan arah melawan kemiringan lapisan.

Gambar 3.3. Sungai Cilutung saat musim kemarau


Gambar 3.4. Slikenside pada bibir Sungai Cilutung pertanda adanya aktifitas sesar

Gambar 3.4. kenampakan Gash Fracture pada perlapisan batuan pertanda adanya
aktifitas sesar

Sedangkan anak Sungai Cilutung yang bernama Sungai Ciwaru berada di


stasiun pertama dengan debit sungai kecil, mengalir beralwanan dengan arah
kemiringan lapisan. Jika dilihat Sungai Ciwaru merupakan sungai musiman yang
jika musing penhujan maka debit air akan lebih besar di bandingkan musim
kemarau.

Gambar 3.4. Sungai lokasi 1 Sungai Ciwaru

3.2. Lintasan Geologi Daerah Penelitian


Pelaksanaan kegiatan peninjauan di lapangan dilakukan selama 2 hari dengan
didampingi oleh dosen pendamping dan asisten. Sebelum ke lapangan kita melakukan
perencanaan lintasan terlebih dahulu, tujuannya agar pemetaan bisa lebih efektif dan
efisien. Pemetaan ini dilakukan secara lintasan terbuka yang dibagi menjadi 3 lintasan,
yaitu:

Lintasan 1

Lokasi : Sungai Ciwaru

Tanggal : 13 Juli 2019

Cuaca : Cerah

Pada hari pertama penelitian berada cukup dekat dari Basecamp. Lintasan 1 terletak
di koordinat latitude 6°57'56.09"S longitude 108°15'46.41"E Jarak ± 443 meter dari
Basecamp di tempuh dengan berjalan kaki melewati pemukiman warga. Berangkat pada
pukul 09:00 WIB. Cuaca pada lintasan 1 cerah dengan sedikit berawan. Pada lintasan 1
ini terilhat singkapan di sepanjang sungai berupa perselingan batu pasir dengan batu
lempung dan adanya slump di bagian utara perlapisan. Pada lokasi ini singkapan cukup
terjal dan rapuh sehingga sering terjadi jatuhan-jatuhan batuan yang cukup
membahayakan. Lintasan 1 ini temasuk kedalam Formasi Halang.

Jumlah stasiun yang diperoleh pada lintasan CU yaitu stasiun seperti yang
disajikan pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Stasiun Strike/Dip Litologi Struktur


CU1
CU2
CU3
CU4
CU5

Gambar 3.6. Perlapisan batuan batupasir dan batulempung

Lintasan 2
Lokasi : Sungai Cilutung

Tanggal : 13 Juli 2019

Cuaca : Cerah

Lintasan 2 terletak di koodinat latitude 6°57'47.01"S, longitude 108°15'1.68"E


±1600 meter dari Basecamp. Berangkat dari basecap pada pukul 14:00 WIB di tempuh
dengan kendaraan lalu berjalan kaki ±100 meter dari tempat turun kendaraan. Cuaca di
lintasan 2 Cerah namun lebih berawan dari lintasan 1. Sungai cilutung merupakan Sungai
terbesar pada daerah penelitian. Dengan debit sungai yang lebih besar dari pada Sungai
Ciwaru, sungai Cilutuh juga merupakan sumber air untuk pertanian di wilayah Bantarujeg
dan sekitarnya.

Arah sungai pada lintasan 2 berasal dari arah Tenggara menuju arah Barat laut.
Sungai Cilutung jika dilihat memiliki pola aliran rectangular yang pola aliran sungainya
dikendalikan oleh struktur geologi. Ditandai dengan pola aliran sungainya yang
membentuk sudut siku-siku. namun jika dilihat dari citra google maps sungai terlihat
seperti sungai dendritic. Dengan genetic sungai obsekuen karena mengalir dengan arah
melawan kemiringan lapisan. Pada saat tinjauan sungai sedang surut dikarenakan musim
keamarau namun debit sungai akan naik saat musim penghujan dan menutupi perlapisan
yang tersingkap.

Lintasan 3

Lokasi : Sungai Cijurai - Sungai Cilutung

Tanggal : 14 Juli 2019

Cuaca : Cerah

Pada hari kedua untuk menju lintasan 3 tereletak di koordinat latitude 6°57'43.46"S,
longitude 108°14'46.11"E Jarak ±2170 meter dari Basecamp di tempuh dengan kendaraan
lalu turun di jembatan Sungai Cijurai.
Gambar 3.7. Sungai Cijurai Dari perspektif atas jembatan. Terlihat breksi vulkanik

Diamati pula sungai Cijurey yang mengalir dari arah selatan ke arah utara. Aktivitas
tektonik mengakibatkan sungai Cijurey memiliki pola yang khas dengan ukuran yang
relatif lebih lebar di bagian hulu. Sungai Cijurey ini mengangkut banyak material vulkanik
yang tererosi sehingga terdapat banyak endapan alluvial sepanjang aliran sungai Cijurey.

Pada sungai Cijurey dapat dilihat bahwa terdapat blok breksi vulkanik, Dragfold dan
keterdapatan pelapisan-pelapisan yang tersingkap. Hal- hal tersebut merupakan bukti akan
adanya aktivitas tektonik yang aktif di daerah itu.
Gambar 3.8. Breksi vulkanik

Sungai Cijurei terdapat batuan vulkanik dengan struktur batuan yang keras dan
terdapat struktur kekar yang diakibatkan pendinginan magma dimana struktur kekar terisi
oleh mineral karbonat (kalsit). Terdapat juga perlapisan perselingan batuan pasir dan
lempung dengan arah N95ºE/45 dan arah perlapisan menuju timur laut. di temukan juga
slikenside yang berada di breksi vulkanik dengan arah N81ºE/48. Mengindikasikan ada
pergerakan struktur pada bagian yang dekat dengan jembatan pada Sungai Cijurai.
Gambar 3.9. Slikenside yang di temukan pada Sungai Cijurai

Melanjutkan menyusuri Sungai Cijurai menuju arah utara sejauh ±12 meter di
temukan adanya perlapisan tipis antara batu pasir dan lempung. maka bisa di indikasikan
bahwa ini merupakan Formasi khas dari Baturujeg yaitu dinamai Formasi Bantarujeg.
Formasi Bantarujeg dicirikan dengan perlapisan yang mulai tersisipi oleh batu pasir.
Hubungan stratigrafi terhadap satuan di bawahnya selaras dengan kontak yang berangsur,
hal tersebut di perkuat dengan kemunculan breksi di dekat sungai.

Penyusuran sungai dilanjutkan hingga ke percabangan antara sungai cijurai dengan


sungai cilutung. Disini di temukan adanya perlapisan yang sama dengan sebelumnya yaitu
perselingan batu pasir dan batu lempung, namun dengan lempung yang lebih
mendominasi dari pada pasir. Di temukan juga kekar terbuka pada bagian bibir sungai.
Dengan sedikit perlapisan konglomerat.
Gambar 3.10. Percabangan antara Sungai CIjurai ( biru ) dengan
Sungai Cilutung ( merah )
Dibagian barat percabangan terdapat singkapan antiklin yang cukup terlihat jelas
Struktur geologi pada daerah penelitian merupakan bagian dari pola struktur lipatan
anjakan jawa. Pola struktur ini dicirikan dengan intenstas struktur lipatan dan sesar naik
yang tinggi, terletak sejajar dari barat ke timur.

Gambar 3.11. struktur antiklin pada bagian barat pecabangan


antara Sungai Cijurai dengan Sungai Cilutung
3.3. Stratigrafi Daerah Penelitian
Satuan batuan pada daerah penelitian terbagi menjadi dibagi menjadi 2 (dua) satuan
batuan, yaitu :
1. Satuan breksi-konglomerat-batupasir
Satuan batuan ini masih menyebar di bagian selatan daerah Majalengka,
dimana singkapan yang baik terlihat di lintasan Sungai Cilutung, Cigunung,
Cipeucang dan Ciwaru. Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan baik
memanjang dengan arah hampir barat-timur. Breksi sebagai penyusun utama satuan
ini berwarna kelabu hingga kelabu gelap, berbutir granul sampai bongkah, terpilah
buruk, menyudut hingga menyudut tanggung, kemas tertutup, kompak. Fragmen-
fragmennya terdiri dari pecahan batuan andesitis, basaltis, batupasir gampingan,
batulempung, nodul napal dan pecahan batugamping koral mengambang dalam
masadasar berupa batupasir lempungan dan bersifat gampingan, berwarna kelabu
hingga kelabu gelap kehijauan, berbutir halus-kasar, terpilah buruk, menyudut-
menyudut tanggung, keras. Breksi yang berukuran kerakalbongkah umumnya
memperlihatkan pengkasaran ke atas, sedangkan yang berbutir granul umumnya
menghalus ke atas. Frgamen-fragmen batuannya tidak memperlihatkan orientasi
yang jelas atau acak. Di bawah mikroskop ternyata masa dasar batupasir ini
termasuk jenis ”volcanic wacke”. 14 Konglomerat sebagai penyusun utama lainnya
berwarna kelabu hingga kelabu gelap, berbutir granul sampai kerakal, terpilah
buruk, membundar hingga membundar tanggung, kemas tertutup, kadang ada juga
yang mempunyai kemas terbuka terutama di bagian bawah. Umumnya
memperlihatkan struktur perlapisan bersusun yang secara vertikal butirannya
menghalus ke atas berukuran pasir kasar-pasir halus, dan dibeberapa tempat
dijumpai adanya struktur Ta, Tb, dan Tc (Bouma, 1962). Masadasarnya tersusun
dari batupasir kasar, terpilah buruk, membundar tanggung-menyudut tanggung dan
keras. Batupasir sebagai penyusun utama lainnya berwarna abu-abu hingga kelabu
kehijauan, umumnya berbutir halus-kasar, terpilah buruk sampai sedang,
membundar tanggung-menyudut tanggung, porositas sedang, keras, dengan batas
bawahnya tegas dengan sisipan batulempung. Batulempungnya memperlihatkan
sifat menyerpih, gampingan, berwarna kelabu dan mengandung fosil plankton dan
benthos. Secara mikroskopis batupasirnya termasuk jenis ”volcanic wacke”,
sedangkan batulempungnya digolongkan sebagai ”calcareous claystone”. Dari
kandungan fosil foraminiferanya menunjukkan bahwa umur dari satuan batuan ini
adalah Miosen Atas sampai Pliosen Bawah, atau N.17-N.18 (zonasi Blow, 1969).
Sedangkan penafsiran lingkungan pengendapannya yang ditentukan dari ciri-ciri
litologi dan susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula oleh hasil analisis
laboratorium berupa analisis paleontologi, analisis petrografi dan granulometri,
menunjukkan bahwa satuan batuan ini diendapkan dalam lingkungan marin dengan
mekanisme arus turbid pada zona bathyal pada sistem kipas bawah laut. 15
2. Satuan batulempung selang-seling batupasir Satuan batuan ini masih menyebar di
bagian selatan daerah Majalengka, singkapan yang baik terlihat di lintasan Sungai
Cihikeu, Cilengkrang, Cigunung, Cijurai, Ciwaru, Cilesang dan Sungai Cilutung
dekat Bantarujeg. Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan baik memanjang
dengan arah hampir barat-timur agak ketenggara terdiri dari perselingan
batulempung dan batupasir yang berulang dengan interval 3-15 meter dan
memperlihatkan penebalan ke arah atas. Di beberapa tempat kadang-kadang
dijumpai konglomerat sebagai sisipan dengan ketebalan 2-4 meter seperti terlihat di
Sungai Cihikeu. Batulempung sebagai penyusn utama bersifat gampingan, berwarna
kelabukelabu gelap kehijauan, masif, tidak menunjukkan perlapisan yang baik,
mengandung fosil foram besar dan kecil, serta tidak menunjukkan struktur sedimen
yang baik. Dari hasil pengamatan petrografi batuan ini termasuk jenis ”calcareous
claystone”. Batupasir sebagai penyusun utama bersifat tufaan, berwarna kelabu
kehijauan, berbutir halus-kasar kadang-kadang hingga berukuran granul pada dasar
lapisan, terpilah buruk, menyudut tanggung-membundar tanggung, porositas buruk-
sedang, masif dan keras. Secara mikroskopis batupasir ini termasuk jenis ”volcanic
wacke”. Konglomerat sebagai sisipan, berwarna kelabu, fragmennya terdiri dari
batuan andesit, batupasir, batulempung, batugamping koral dan nodul lempung
gampingan. Besar butir berkisar dari kerikil sampai bongkah, terpilah buruk,
membundar tanggung, kemas terbuka. Sedangkan masa dasarnya terdiri dari
batupasir lempungan dan 16 gampingan, berwarna kelabu kehijauan, berbutir halus-
kasar, terpilah buruk, membundar tanggung dan keras. Dari kandungan fosil
foraminiferanya menunjukkan bahwa umur dari satuan batuan ini adalah Miosen
Atas bagian atas hinga Pliosen Bawah bagian bawah, atau N.18 (zonasi Blow,
1969). Sedangkan penafsiran lingkungan pengendapannya yang ditentukan dari ciri-
ciri litologi dan susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula oleh hasil
analisis laboratorium berupa analisis paleontologi, analisis petrografi dan
granulometri, menunjukkan bahwa satuan batuan ini diendapkan dalam lingkungan
marin dengan mekanisme arus turbid pada zona kedalaman lebih kurang antara 500-
1200 meter pada sistem kipas bawah laut.
3.4. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Struktur yang teramati pada daerah penelitian terdapat lipatan, sesar naik, sesar
mendatar, kekar dan slump yang terbagi dibeberapa tempat. Pada daerah penelitian, terjadi
deformasi yang bersifat ductile yaitu berupa perlipatan besar dan deformasi yang bersifat
“brittle” yang menghasilkan shear fracture berupa sesar-sesar dan extensional fracture
berupa gash fracture, kekar dan lain-lain. Umumnya struktur yang berkembang adalah
pada umur Miosen Akhir atau lebih.
 Sesar Naik Sungai Ciwaru
Di daerah ini terdapat 2 sesar dimana di daerah ini tidak dilakukan analisis
kinematik namun cukup terlihat ofsidenya dengan arah N85E/84 dan N270E/80.

 Slump Sungai Ciwaru


Ditemukan Slump di Sungai Ciwaru yang terjadi akibat adanya longsoran
sehingga batuan yang diendapkan menjadi tidak teratur.

 Sesar Mendatar Cilutung


Memiliki arah slikenside N100E, dengan gash umum N63E/23 dan shear umum
N261E/66. Setelah dilakukan analisis kinematik maka hasilnya adalah sesar mendatar
mengiri dengan kedudukan N280E/80.

 Slump Sungai Cijurai


Ditemukan 2 Slump di Sungai Ciwaru dimana slump yang pertama dengan slump
kedua memiliki kedudukan yang sama yaitu N100E/45 tapi terdapat ditemat yang
berbeda dimana 2 slump ini terletak di 2 tempat yang saling bersebrangan dimana bisa
diindikasikan bahwa adanya pergeseran yang mengakibatkan slump ini berbeda tempat.
 Sesar Mendatar Mengiri Sungai Cijurai
Ditemukan sesar mendatar mengiri di sungai Cijurai dimana di daerah ini tidak dilakukan
analisis kinematik namun cukup terlihat ofsidenya dengan arah N61E/62.
 Lipatan Antiklin dan Sinklin Sungai Cijurai

Anda mungkin juga menyukai