Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan usaha untuk memanfaatkan


potensi sumberdaya lahan semaksimal mungkin untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan pendapatan daerah tanpa meninggalkan aspek konservasi juga tidak
mengurangi kemampuan dan kelestarian daya dukung sumberdaya alam yang berkaitan
dalam ekosistem. Pengembangan wilayah menerapkan konsep geologi dalam
perencanaan pengembangan wilayah suatu daerah, berdasarkan evaluasi geologi.
Diharapkan dengan pengembangan wilayah, suatu daerah dapat berkembang sesuai
dengan kondisi geologi dan lingkungannya, serta dapat memberikan manfaat yang
tepat bagi masyarakatnya.

Informasi geologi berupa bencana dan potensi sumberdaya geologi merupakan


informasi awal untuk analisis risiko terjadinya bencana geologi dan bencana ikutan
lainnya, upaya penanggulangan serta sebagai acuan dasar untuk pembangunan fisik,
pengembangan infrastruktur, dan pengembangan wilayah. Selanjutnya perencanaan
dan pengembangan wilayah industri daerah untuk jangka waktu tertentu dapat
dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan sekaligus mewaspadai
dan memperkecil kerugian terhadap kemungkinan terjadinya bencana geologi atau
dampak-dampak yang ditimbulkan dan kurang menguntungkan di kemudian hari.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi geologi
tata lingkungan di daerah, guna memeberikan informasi antara lain, bantuan airtanah,
tata guna lahan, pemanfaatan bahan galian industri, dan mengetahui kendala geologi.

I.3 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian terletak pada Kabupaten Bogor terletak di Provinsi Jawa
Barat pada koordinat 6.19º – 6.47º LS dan 106º1' – 107º103' BT

1
I.4 Metodologi dan Tahap Penelitian
Metodologi penyusunan tugas ini dilakukan dengan melakukan studi regional
daerah Kabupaten Bogor yaitu mencakup Geologi Regional Lembar Bogor, Cianjur,
Leuwidamar, Jakarta, dan Serang.
Melalui data-data yang termuat pada geologi regional dari lembar-lembar yang
telah disebutkan, kami menginterpolasi lalu menyimpulkan peta-peta yang akan
dijadikan acuan dalam penentuan tata guna lahan. Peta-peta tersebut adalah peta
geologi, peta bahan galian, peta geomorgologi, peta daya dukung, dan peta tata air.
Masing-masing peta yang dijadikan dasar acuan dalam penentuan peta tata
guna lahan memiliki nilai, parameter, serta bobot yang berbeda. Penyusunan parameter
serta penentuan bobot mengacu pada aspek-aspek kelayakan dalam penggunaan lahan
sebagai lokasi tempat tinggal.

1.5 Tahap Analisis Data


Tahap analisis data bertujuan untuk mengkorelasi data-data yang didapatkan,
sehingga dapat menyimpulkan tata guna lahan bagi daerah Kabupaten Bogor. Data-
data ini diperoleh melalui Lembar Regional Bogor, Cianjur, Leuwidamar, Jakarta, dan
Serang.
Dalam tahapan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat Peta
Geologi dan Peta Geomorfologi daerah Kabupaten Bogor dengan dasar acuan peta-
peta regional yang telah disebutkan. Kemudian, peta geologi dan peta geomorfologi
akan diinterpretasi lebih lanjut sehingga kami dapat menyimpulkan peta tata air, peta
bahan galian, dan peta daya dukung.
Tahapan selanjutnya adalah penentuan parameter, nilai, dan bobot dari tiap-tiap
peta serta tiap-tiap satuan pada peta. Penentuan parameter, nilai, dan bobot ini didasari
oleh aspek-aspek yang lebih menunjang dalam tata guna lahan untuk digunakan
sebagai pemukiman. Setelah parameter, bobot, dan nilai telah ditentukan, maka peta-
peta tersebut akan digabungkan sehingga dapat disimpulkan Peta Tata Guna Lahan
Kabupaten Bogor.

2
1.6 Diagram Alir

Guna memperinci tahapan-tahapan yang dilakukan selama penyusunan


penelitian ini, kami menyusun diagram alir sebagai berikut

Studi Pustaka

Studi Regional

Pengolahan Data Peta


Geologi Regional

Peta Satuan Peta Bentang Peta Bahan Peta Tata Air Peta Daya
Litologi Alam Galian Dukung

Penentuan Parameter, Nilai,


dan Bobot

Peta Tata guna


lahan Pemukiman

Gambar 1.1 Diagram Alir penelitian

3
BAB II

PEMBAHASAN
II.2 Geologi Regional
Daerah Penelitian termasuk kedala geologi beberapa lembar peta geologi regional,
sehingga memiliki geomorfologi, geologi da struktur geologi regional yang cukup luas.
Berdasarkan hal tersebut dilakukan penentuan secara umum yaitu mengacu pada
Geomorfologi, Geologi dan Struktur Geologi Jawa Barat.

Gambar 2.1 Geologi Jawa Barat

Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Paparan Sunda dan terbentuk dari batuan
yang berasosiasi dengan suatu aktif margin dari lempeng yang konvergen. Pulau
tersebut terdiri dari komplek busur pluton-vulkanik, accretionary prism, zona
subduksi, dan batuan sedimen. Pada Zaman Kapur, Paparan Sunda yang merupakan
bagian tenggara dari Lempeng Eurasia mengalami konvergensi dengan Lempeng
Pasifik. Kedua lempeng ini saling bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng
Samudra menunjam di bawah Lempeng Benua. Zona tumbukan (subduction zone)
membentuk suatu sistem palung busur yang aktif (arc trench system). Di dalam palung
ini terakumulasi berbagai jenis batuan yang terdiri atas batuan sedimen laut dalam
(pelagic sediment), batuan metamorfik (batuan ubahan), dan batuan beku berkomposisi
basa hingga ultra basa (ofiolit). Percampuran berbagai jenis batuan di dalam palung ini
dikenal sebagai batuan bancuh (batuan campur-aduk) atau batuan melange. Singkapan

4
batuan melange dari paleosubduksi ini dapat dilihat di Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat),
Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah), dan Pegunungan Jiwo di Bayat
(Yogyakarta). Batuan tersebut berumur Kapur dan merupakan salah satu batuan tertua
di Jawa yang dapat diamati secara langsung karena tersingkap di permukaan.

II.2.1 Stratigrafi Regional

Penjelasan stratigrafi regional Jawa Barat dimulai pada jaman pratersier


dimana pada saat itu Jawa Barat merupakan kompleks melange yaitu zona
percampuran antara batuan kerak samudra dengan batuan kerak benua. Terdiri dari
batuan metamorf, vulkanik dan batuan beku, yang diketahui hanya dari data pemboran
dibagian utara laut Jawa barat (Martodjojo,1984).

A. Pada Tersier awal (peleosen) terbentuk kompleks melange pada baratdaya Jawa
barat (Teluk Cileutuh) yang diduga sebagai bagian zona penunjaman ke arah Jawa
Tengah. Di sebelah utara Jawa Barat mulai diendapkan produk hasil letusan
gunung api yang terendapkan sebagai formasi Jatibarang sementara.
B. Pada kala Eosen, Jawa Barat berada pada kondisi benua, yang ditandai oleh
ketidakselarasan, tetapi Rajamandala-Sukabumi merupakan area terestial fluvial
dimana hadir formasi Gunung Walat yang mengisi depresi interarc basin.
C. Pada kala Oligosen Awal ditandai oleh ketidaklarasan pada puncak Gunung
Walat berupa konglomerat batupasir kwarsa, yang menunjukan suatu tektonik
uplift diseluruh daerah. Pada kala Oligosen Akhir diawali dari transgresi marine,
yang terbentuk dari selatan-timur (SE) ke arah utara-timur (NE). Bogor Through
berkembang ditengah Jawa barat yang memisahkan off-shelf platform di selatan
dari Sunda shelf di utara. Pada tepi utara platform ini reef formasi Rajamandala
terbentuk yang didahului oleh pengendapan serpih karbonatan formasi Batuasih.
Kala ini juga diendapkan formasi Gantar pada bagian utara yang berupa terumbu
karbonat dan berlangsung selama siklus erosi dan trangesi yang berulangkali,
pada waktu yang sama terjadi pengangkatan sampai Meosen Awal bersamaan
dengan aktivitas vulkanik yang menghasilkan struktur lipatan dan sesar dengan
arah barat daya timur laut.

5
D. Pada kala Miosen yaitu setelah formasi Rajamandala terbentuk maka pada
cekungan Bogor diisi oleh endapan turbidit dan volcanic debris. Sementara pada
bagian selatan diendapkan formasi Jampang dan Cimandiri. Di sebelah utara
diendapkan formasi Parigi dan formasi Subang. Pengangkatan kala Miosen
Tengah diikuti oleh perlipatan dan pensesaran berarah barat-timur. Pada Pliosen
Akhir mengalami pengangkatan yang diikuti oleh pelipatan lemah, zona
Cimandiri mengalami pensesaran mendatar. Sementara itu berlangsung
pengendapan formasi Bentang.

Pada jaman kuarter peristiwa geologi banyak diwarnai oleh aktivitas


vulkanisme sehingga pada seluruh permukaan tertutupi oleh satuan batuan gunungapi.
Daerah Bandung mengalami penyumbatan sungai Citarum oleh lava erupsi Tangkuban
Perahu sehingga tergenang oleh air yang membentuk Danau Bandung. Selama
tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya seperti Padalarang dan Cimahi banyak
terbentuk endapan-endapan danau. Sampai akhirnya Danau Bandung bocor di daerah
gamping Sang Hyang Tikoro dan selama itu terendapkan lagi produk-produk gunung
api dari Tangkuban Perahu.

Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Jawa Barat (Sampurno, 1976)

6
II.1 Geomorfologi Regional
II.1.1 Fisiografi Regional
Secara fisiografi, van Bemmelen (1970) telah membagi daerah Jawa bagian
barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1). Pembagian zona fisiografi daerah
Jawa bagian barat tersebut yaitu :
1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta
2. Zona Bogor
3. Zona Bandung
4. Zona Pegunungan Bayah
5. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat
Berdasarkan letaknya, maka secara fisiografi, daerah penelitian termasuk kedalam
Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.
Zona Bogor terdapat di bagian selatan Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, dan
membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Subang,
Sumedang, dan berakhir di Bumiayu dengan panjang kurang lebih 40 km. Zona Bogor
ini merupakan daerah antiklinorium yang cembung ke utara dengan arah sumbu lipatan
barat – timur. Inti antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan berumur Miosen
dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda yaitu berumur Pliosen – Pleistosen.
Pada Zona Bogor, terdapat beberapa morfologi intrusi berupa boss. Batuannya terdiri
atas batupasir, batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai
beberapa intrusi hypabisal, konglomerat dan hasil endapan gunungapi.Disamping itu
juga terdapat lensa-lensa batugamping.Endapannya terdiri oleh akumulasi endapan
Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam.

Gambar 2.3 Pembagian Fisiografi Jawa dan Madura (van Bemmelen, 1970)

7
II.1. 1 Zona Jakarta (Pantai Utara)

Daerah ini terletak di tepi laut Jawa dengan lebar lebih kurang 40 Km terbentang
mulai dari Serang sampai ke Cirebon. Sebagian besar tertutupi oleh endapan alluvial
yang terangkut oleh sungai – sungai yang bermuara di laut Jawa seperti Ci Tarum, Ci
Manuk, Ci Asem, Ci Punagara. Ci Keruh dan Ci Sanggarung . Selain itu endapan lahar
dari Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Gede dan Gunung Pangranggo menutupi
sebagai zona ini dalam bentuk vulkanik alluvial fan (endapan kipas alluvial) khususnya
yang berbatsan dengan zona bandung.
II.1.2 Zona Bogor
Zona ini membentang mulai dari Rangkasbitung melalui Bogor,
Purwakarta, Subang, Sumedang, Kuningan dan Manjalengka. Daerah ini merupakan
perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier laut dalam
membentuk suatu Antiklonorium, di beberapa tempat mengalami patahan yang
diperkirakan pada zaman Pliosen-Plistosen sezaman dengan terbentuknya patahan
Lembang dan pengankatan Pegunungan Selatan.Zona Bogor sekarang terlihat sebagai
daerah yang berbukit-bukit rendah di sebagian tempat secara sporadis terdapat-bukit-
bukit dengan batuan keras yang dinamakan vulkanik neck atau sebagai batuan intrusi
seperti Gunung Parang dan Gunung Sanggabuwana di Plered Purwakarta, Gunung
Kromong dan Gunung Buligir sekitar Majalengka. Batas antara zona Bogor dengan
zona Bandung adalah Gunung Ciremai (3.078 meter) di Kuningan dan Gunung
Tampomas (1.684 meter) di Sumedang .
II.1.3 Zona Bandung
Zona Bandung merupakan daerah gunung api, zone ini merupakan suatu
depresi jika dibanding dengan zona Bogor dan Zona Pegenungan Selatan yang
mengapitnya yang terlipat pada zaman tersier . Zona Bandung sebagain besar terisi
oleh endapan vulkanik muda produk dari gunung api disekitarnya . Gunung - gunung
berapi terletak pada dataran rendah antara kedua zone itu dan merupakan dua barisan
di pinggir Zone Bandung pada perbatasan Zone Bogcr dan Zone Pegunungan Selatan.
Walaupun Zone Bandung merupakan suatu depresi, ketinggiannya masih cukup

8
besar, misalnya depresi Bandung dengan ketinggian 650 – 700 m dpl.Zona Bandung
sebagian terisi oleh endapan-endapan alluvial dan vukanik muda (kwarter), tetapi di
beberapa tempat merupakan campuran endapan tertier dan kwarter. Pegunungan tertier
itu adalah :
a) Pegunungan Bayah (Eosen) yang terjadi atas bagian Selatan yang terlipat kuat,
bagian tengah terdiri atas batuan andesit tua (old Andesit)dan bagian Utara yang
merupakan daerah peralihan dengan zone Bogor.
b) Bukit di lembah Ci Mandiri dekat Sukubumi, yang terletak pada ketinggian 570 -
610 m merupakan kelanjutan dari pegunungan Bayah. Antara Cibadak dan
Sukabumi terdapat punggung-punggung yang merupakan horst, yang menjulang
di atas endapan vulkanik daerah itu. Di sebelah Timur Sukabumi terdapat dataran
Lampegan pada ketinggian 700 -750 m, yang mungkin seumur dengan plateau
Lengkong di Pegunungan Selatan.
c) Bukit-bukit Rajamandala (Oligosen) dan plateau Rongga termasuk ke dataran
Jampang (Pliosen) di Pegunungan Selatan. Dibandingkan dengan plateau
Rongga, keadaan Raja- mandala lebih tertoreh-toreh oleh lembah. Plateau
Rongga merupakan peralihan antara zone Bandung dan Pegunungan Selatan
terletak pada ±1.000 m serta merupakan bukit - bukit dewasa dan tua. Daerah ini
melandai ke dataran Batujajar (650 m) di zone Bandung.
d) Bukit-bukit Kabanaran yang terletak di Timur Banjar zone Bandung itu Iebarnya
20- 40 km, terdiri atas dataran-dataran dan lembah-tembah. Bagian Barat Banten
merupakan kekecualian, karena di sana tak terdapat depresi dandaerahnya terdiri
atas komplek pegunungan yang melandai dengan bukit-bukit rendah.
Pegunungan itu telah tertoreh-toreh dan tererosikan dengan kuat, sehingga
merupakan permukaan yang agak datar (peneplain).Peneplain itu terus melandai ke
Barat ke Selat Sunda. Di beberapa tempat di Selatan pantai lautnya curam Zone
Bandung, terdiri atas: depresi Cianjur Sukabumi, depresi Bandung, depresi Garut dan
depresi Ci Tanduy para ahli geologi menyebutnya sebagai cekungan antar pegunungan
(cekungan intra montana).

9
Depresi Cianjur letaknya agak rendah (459 m) dibandingkan dengan depresi
Bandung.Tempat terendah terletak 70 m di atas permukaan taut. Di sebelah Bara, dekat
zone Bogor terdapat kelompok gunung api, dengan Gunung Salak (2.21 1 m) sebagai
gunung berapi termuda, sedangkan di beberapa tempat seperti di Sukabumi,
permukaannya tertutup oleh bahan vulcanic dar( Gunung Gede (2.958 m) dan Gunung
Pangrango (3.019 m), yang menjulang di tengah-tengah dataran. Bahan-bahan
vulkanik tersebut bahkan tersebar di Iembah-lembah zone Bogor.
Depresi Bandung pada ketinggian 650 — 675 m dengan lebar ±25 Km.
merupakan dataran alluvial yang subur, yang dialiri oleh sungai Ci Tarum.Dataran itu
terletak antara dua deretan gunung berapi. Di sebelah Utara pada perbatasan zone Bogor
tertetak Gunung Burangrang yang tua (2.064 m), Gunung Bukittunggul (2.209 m) dan
Gunung Tangkubanperahu yang muda (2.076 m); dan pada perbatasan zone
Pegunungan Selatan terletak Gunung Malabar (2.321 m) dengan beberapa gunung
berapi tua seperti Gunung Patuha (2.429 m) dan Gunung Kendeng (1.852 m). Zona
Bandung memiliki karakteristik banyak memiliki gunungapi baik yang sudah tidak
aktif (gunungapi tipe B dan C) yang ditandai dengan fumarol dan solfatara dan
gunungapi yang masih aktif (gunungapi tipe A). Gunungapi tersebut dapat berperan
sebagai penangkap hujan yang baik karena material – material gunungapi bersifat
porous sehingga dapat menjadi daerah penyimpan air yang baik sumber yang potensial
untuk sungai-sungai disekitarnya .Di dataran Bandung terdapat endapan rawa yaitu
batuan lempung yang kemudian tertutupi oleh endapan danau yang berumur resen,
yaitu danau pra historis yang terbentuk karena pengaliran air di Barat Laut, terbendung
oleh bahan vukcanik (pada kebudayaan Neotithikum), dan selanjutnya kering lagi
karena Ci Tarum mendapat pengaliran baru pada suatu celah sempit yang dinakamakan
Sanghyang Tikoro di daerah bukit Rajamandala.Depresi Garut pada ketinggian 717 m
merupakan daerah yang lebarnya ±50 km dan dikelilingi gunung berapi.Di sebelah
Selatan terletak Gunung Kracak (1.838 m) yang tua dan Gunung Ci Kuray (2.821 m)
yang muda. Di Gunung Papandayan (2.622 m) terdapat solfatara dan di Gunung Guntur
(2.249 m) terdapat aliran Iava yang telah membeku menyebar di lereng Gunung
Calancang (1.667 m) di Utara merupakan batas dengan zone Bogor.Depresi Lembah Ci

10
Tanduy tertutupi oleh endapan alluvial, dan sporadis terdapat bukit- bukit dari-batuan
yang terlipat. Gunung Sawal (1.733 m) endapannya tersebar ke sebelah Barat yang
menutupi plateau Rancah, yang melandai ke Selatan. Agak ke Barat terletak dataran
Tasikmalaya yang mempunyai komplek gunung berapi tua, dengan gunung berapi
muda Gunung Galunggung (2.241 m) yang meletus terakhir tahun 1982. Di sekitar Kota
Tasikmalaya terdapat bukit-bukit kecil yang sebagai pruduk letusan Gunung
Galunggung purba yang membentuk morfologi Hillloc atau disebut juga Bukit Sepuluh
Ribu (Ten Thausand Hill).Di sebelah Timur Banjar, lembah Ci Tanduy itu terbagi dua
oleh bukit Kabanaran. Di bagian Selatan sepanjang lembah Ci Tanduy dan menerus di
bagian Utara melalui Majenang bersambung dengan depresi Serayu di Jawa Tengah.
II.1.4 Zona Pegunungan Selatan.
Pegunungan Selatan (menurut Pennekoek; Zona Selatan) terbentang mulai
dari tetuk Pelabuhan ratu sampai Pulau Nusakambangan. Zone ini mempunyai lebar
±50 km, tetapi di bagian Timur menjadi sempit dengan lebar hanya beberapa km.
Pegunungan Selatan telah mengalami pelipatan dan pengangkatan pada zaman
Miosen. dengan kemiringan lemah ke arah Samudera lndonesia.
Pegunungan Selatan dapat dikatakan suatu plateau dengan permukaan batuan
endapan Miosen Atas, tetapi pada beberapa tempat permukaannya tertoreh-toreh
dengan kuat sehingga tidak merupakan plateau lagi. Sebagian besar dari pegunungan
Selatan mempunyai dataran erosi yang letaknya lebih rendah, disebut dataran
Lengkong yang terletak di bagian Baratnya dan sepanjang hulu sungai Ci Kaso. Pada
waktu pengangkatan Pegunungan Selatan (Pleistosen Tengah) dataran Lengkong ikut
terangkat pula, sehingga batas Utara mencapai ketinggian ± 800 m dan bukit-bukit
pesisir mencapai ± 400 m. Di pegunungan Selatan terdapat bagian-bagian Plateau
Jampang, Plateau Pangalengan dan Plateau Karangnunggal.
a) Plateau Jampang bentuknya khas sekali bagi Pegunungan Selatan karena dibatas
Utara mempunyai escarpment, dan pegunungan itu melandai ke Selatan. Plateau
Pesawahan (menurut Pannekoek; Pegunungan Hanjuang) merupakan permukaan
Pliosen, yang telah terangkat. Di sebelah Selatan Plateau Pesawahan terdapat suatu
dataran yang lebih rendah dan rata sekali yang disebut plateau Jampang Selatan

11
yang mungkin dahulu dibentuk oleh abrasi waktu daerah tersebut tergenang air laut.
Dataran Lengkong letaknya 200 m lebih rendah dari permukaan plateau
Pesawahan. Di beberapa tempat dataran Lengkong terangkat lebih tinggi. Puncak
tertinggi adalan Gunung Malang (909 m).
b) Plateau Pangalengan (1.400 m) telah terangkat lebih tinggi daripada plateau
Jampang dan plateau Karangnunggal. Sungai Ci Laki di plateau Pangalengan
mengalir ke Selatan ke Samudera lndonesia. Di sebelah Barat Laut terdapat
plateau Ciwidey - Gununghalu dengan sebuah danau Telaga Patenggang, yang
mempunyai morfologi gunung longsor (depresi). Sedangkan di bagian Utara
tertutupi oleh gunung berapi muda, misalnya Gunung Ma-labar.
c) Plateau Karangnunggal Plateau inipun melandai ke Selatan dan di beberapa
tempat mempunyai topografi karst. Sungai Ci Wulan berhulu di zone Bandung
kemudian mengalir melintasi Pegunungan Selatan ke Samudera lndonesia.
Sepanjang sungai itu terdapat teras-teras lahar vulkanis.Di Tenggara Sukaraja
terdapat bukit Pasirkoja setinggi 587 m. di daerah ini perbatasan antara zone
Bandung dan pegunungan Selatan (yang berupa flexure) tertimbun oleh endapan
muda alluvial dan vulkanis. Di sebelah Timur Gunung Bongkok (1.114 m), suatu
bukit intrusi terdapat pula escarpment sebagai batas plateau itu dengan lembah
Ci Tanduy di zone Bandung. pegunungan Selatan itu di Timur tertimbun dataran
alluvial yang sempit, karena sebagian masuk ke laut dan berakhir di dekat Pulau
Nusakambangan.
II.3 Struktur Geologi Regional
Secara regional daerah Jawa Barat merupakan daerah yang terletak pada alur
volkanik-magmatik yang merupakan bagian dari Busur Sunda (Soeria-Atmaja, 1998
op.cit Martodjojo, 2003). Busur Sunda ini membentang dari Pulau Sumatera ke arah
timur hingga Nusa Tenggara yang merupakan manifestasi dari interaksi antara lempeng
Samudera Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Interaksi ini bergerak ke arah utara
dan menunjam ke bawah tepian benua Lempeng Eurasia yang relatif tidak bergerak
(Hamilton, 1979 op.cit Fachri, 2000). Akibat dari interaksi lempeng-lempeng tersebut
di daerah Jawa terdapat tiga pola struktur yang dominan (Martodjojo, 2003), yaitu:

12
II.3.1 Pola Meratus

Mempunyai arah timurlaut-baratdaya (NE-SW). Pola ini tersebar di daerah lepas pantai
Jawa Barat dan Banten. Pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri, Sesar naik
Rajamandala, dan sesar-sesar lainya. Meratus lebih diartikan sebagai arah yang
mengikuti pola busur umur Kapuas yang menerus ke Pegunungan Meratus di
Kalimantan (Katili, 1974, dalam Martodjojo, 1984).

II.3.2 Pola Sumatera

Mempunyai arah baratlaut-tenggara (NW-SE). Pola ini tersebar di daerah Gunung


Walat dan sebagian besar bagian selatan Jawa Barat. Pola ini diwakili oleh Sesar
Baribis, sesar-sesar di daerah Gunung Walat, dan sumbu lipatan pada bagian selatan
Jawa Barat. Arah Sumatera ini dikenal karena kesejajaranya dengan Pegunungan Bukit
Barisan (Martodjojo, 1984).

II.3.3 Pola Sunda

Mempunyai arah utara-selatan (N-S). Pola ini tersebar di daerah lepas pantai utara Jawa
Barat berdasarkan data-data seismik. Arah ini juga terlihat pada Sesar Cidurian, Blok
Leuwiliang. Arah sunda ini diartikan sebagai pola yang terbentuk pada Paparan Sunda
(Martodjojo, 1984).

13
BAB III

HASIL PENELITIAN

III.1 Analisis Data

Dalam Pembuatan peta Rekomendasi Tata Guna Lahan Pemukiman daerah


Kabupaten Bogor, Jawa Barat dilakukan analisis terhadap beberapa faktor meliputi
litologi dari kekerasan, sifat fisik yang mengacu pada Peta Geologi Regional Lembar
Bogor (A.C Effendi, Kusnama dan B. Hermanto ,(1998)), Peta Geologi Regional
Lembar Cianjur (Sudjamiko, (1972)), Peta Geologi Regional Lembar Jakarta dan
Kepulauan Seribu (T. Tukardi, Sidarto, D. Agustianto, M.M Purbo Hadiwijoyo
(1992)), Peta Geologi Regional Lembar Leuwidamar (Sujatmiko dan S. Sentosa
(1992)), Peta Geologi Regional Lembar Serang ( R Rusmana, K. Suwitodirdjo dan
Suharsono (1991)), bentang alam melihat pada relief dan kelerengan mnegacun pada
kontur dan peta hillshade, peta tata air berdasarkan litologi yang dapat menjadi akuifer
(batupasir) maupun tidak dapat (batulempung), daya dukung berdasarkan kekuatan
daerah tersebut ketika diberikan beban berdasarkan litologi dan morfologi daerah
penelitian dan yang terakhir yaitu peta bahan galian yang didapat berdasarkan litologi
penyusun yang kemungkinan membawa bahan galian maupun hanya menjadi urugan.
Setelah mengelompokkan kerdasarkan klasifikasi yang digunakan dilakukan
pembonbotan guna peta rekomendasi tata guna lahan pemukiman yaitu melihat faktor
yang paling berpengaruh pada tema tersebut. Tema yang ditentukan Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat di lakukan pembobotan dari 5 – 1 yaitu sebagai berikut : Peta
satuan litologi, Peta bentang alam, Peta tata air, Peta daya dukung, Peta bahan galian.
Kemudia dari kelima peta tersebut dilakukan penilaian berdasarkan faktor yang
mempengaruhi tata guna lahan pemukiman mulai dari baik (3), sedang (2), dan buruk
(1).Berdasarkan pembobotan tersebut kemudian dilakukan Union atau penggabungan
peta dan bobotnya guna menghasilkan Peta rekomendasi tata guna lahan pemukiman.

14
III.3.1 Peta Litologi

Gambar 3.1 Peta Satuan Litologi

Pembagian Satuan Litologi Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengacu pada Peta
Geologi Regional yaitu lembar Bogor, Leuwidamar, Jakarta dan Kepulauan Seribu,
Serang dan Cianjur.Satuan Litologi Ini dibagi berdasarkan tingkat kekompakan dari
tiap batuan yang ada secara keseluruhan. Umumnya batuan yang memiliki
kekompakan sama dan sifat fisik yang sama dijadikan satu jenis batuan. Penentuan
tidak dilakukan terlalu detail karena daerah penelitian yang memilki skala besar yaitu
1 ; 150.000. Daerah penelitian beberapa litologi seperti aluvial, batugamping,

15
batupasir, batupasir tufaan, breksi, intrusi, lanau, lava, lempung, serpih dan tuff.
Kemudian dari batuan tersebut dilakukan pembobotan yang berbeda beda berdasarkan
sifat fisik batuan tersebut mulai dari Batuan memiliki sifat fisik baik, sedang hingga
buruk.

Daerah dengan satuan litologi yang baik memiliki luasan berkisar 397, 5452 Km2
dari luas total daerah penelitian tersusun atas satuan batupasir dan batupasir tufaan.
Batuan ini memilki sifat yang fisik yang baik / baik khususnya untuk daerah
pemukiman meliputi daerah Jasinga, Tenjo, Parungpanjang, Leuwiliang, Carui dan
Jonggol dan sekitarnya

Daerah dengan satuan litologi yang sedang memiliki luas berkisar 1291,828 Km2
dari luas total daerah penelitian, dimana tersusun atas litologi lava, intrusi, breksi dan
batugamping. Batuan ini memiliki sifat fisik yang sedang khususnya untuk tata guna
lahan pemukiman meliputi daerah Cigudeg, Leuwiliang, Nanggung, Cibungbuklang,
Ciampea, Cijerus, Ciawi, Cisarua, Jonggl, Carui dan sekitarnya.

Daerah dengan satuan litologi yang buruk memiliki luas berkisar 1602,638 Km2
dari luas total daerah penelitian, dimana tersusn atas litologi aluvial, lempung, lanau
serpih, tuff. Batuan ini memiliki sifat fisik yang buruk/kurang baik khususnya untuk
tata guna lahan pemukiman meliputi daerah Cibinong, Cimanggis, Sawangan, Beji,
Pancoranmas, Bojonggede, Semplak, jonggol, Citereup, Cisarua, Tenjo, Cigudeg dan
lainnya.

Tabel 3.1 Nilai dan Bobot Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Tengan

16
III.3.2 Peta Bentang Alam

Gambar 3.2 Peta Bentang Alam

Penentuan bentang alam didaerah penelitian berdasarkan kenampakan morfologi di


daerah penelitian dimana dibagi menjadi tiga jenis yaitu pegunungan, bergelombang
dan dataran dan mengacu pada tata guna lahan pemukiman di daerah Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Analisis yang dilakukan berdasarkan kerapatan kontur dan elevasi
daerah penelitian, Kelerengan daearah penelitian dan dibantu dengan peta Hillshade.
Berdasarkan kenampakan morfologi peneliti menentukan daerah yang baik untuk

17
pemukiman yang luas dan daerah padat penduduk yang tepat yaitu di daerah dataran,
sedang di daerah bergelombang dan daerah buruk/ kurang baik di daerah pegunungan.

Daerah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan Klasifikasi baik untuk tata
guna lahan pemukiman memilki luas berkisar 984,6694 Km2 mencakup wilayah
Parungpanjang, Tenjo, Beji, Pancoranmas, Cibinong, Gunung Sindur dan lainnya.
Memiliki Slope < 14%.

Darerah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan Klasifiakasi sedang untuk
tata guna lahan pemukiman memiliki luas berkisar 1453,99 Km2, mencakup wilayah
Cileungsi, Jonggol, Cisarua, Ciomas, Ciampea, Jasinga, Cigudeg dan daerah lainnya.
Memilki slope berkisar 15 - 21 %.

Daerah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawabarat dengan klasifikasi buruk/tidak baik


untuk tata guna lahan pemukiman yang luas, memiliki luas daerah berkisar 853,0329
Km2 mencakup daerah Nanggung, Leuwiliang, Cibungbulang, Jasinga, Cisarua, Carui,
Jonggo, dan Rumpin slope daerah Penelitian berkisar > 21 %.

Tabel 3.2 Nilai dan Bobot Bentang Alam Kabupaten Bogor

Gambar 3.3 Hillshade Daerah Penelitian

18
III.3.3 Peta Tata Air

19
Gambar 3.4 Peta Tata Air
Tata air daerah penelitian dibagi atas tiga kategori berdasarkan litologi yang
mampu menyimpan dan mengalirkan air pada daerah penelitian serta kajian terhadap
daerah yang memiliki kriteria penyimpan air. Kabupaten Bogor dibagi atas tiga
kategori yaitu daerah dengan akuifer baik, akuifer sedang dan akuifer buruk.

Daerah dengan akuifer baik tersebar dengan luas daerah berkisar 397,5431 Km2
tersusun atas batu pasir dan batupasir tufaan yang memiliki kemungkinan menjadi
akuifer yang baik meliputi daerah Jasinga, Tenjo, Parungpanjang, Leuwiliang, Carui
dan Jonggol dan sekitarnya.

Daerah dengan akuifer sedang dengan luas daerah 2274,024 Km2 tersusun atas
batuan lava, aluvial, batugamping, intrusi, tuff dll meliputi daerah Cigudeg,
Leuwiliang, Cibungbuklang, Nanggung, , Ciampea, Ciawi, Cisarua, Jonggl, dan
sekitarnya.

Daerah dengan akuifer buruk dengan luas daerah 619.8336 Km2 tersusun atas
batuan yang impermeable seperti batulempung, batu serpih, lanau dan lainnya.
Meliputi daerah Jonggol, Citereup, Cigudeg yang umumnya batuan dengan ukuran
butir sangat halus.

Tabel 3.3 Nilai dan Bobot Tata Air Kabupaten Bogor

20
III.3.4 Peta Daya Dukung

21
3.5 Gambar Peta Daya Dukung
Daya dukung pada daerah penelitian berdasarkan litologi yang menyusun dan di
gabungkan dengan kondisi morfologi dan kelerengan daerah penelitian sehingga
didapatkan lokasi dengan daya dukung ini. Pada Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
terbagi atas tiga lokasi dengan daya dukung baik, daya dukung sedang, dan daya
dukung buruk.

Daya dukung baik di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat memiliki


penyebaran wilayah berkisar 1051.413 Km2 memiliki litologi memliki sifat fisik yang
baik dan keras seperti Intrusi, Lava, Breksi dan geomorfologi pegunungan hingga
bergelombang, meliputi daerah Cibungbulang, Cijeruk, Caringin, Cisarua, Ciomas,
Leuwiliang, Nanggung, Ciawi dan lainnya.

Daya dukung sedang di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat memiliki


penyebaran wilayah berkisar 1659,841 Km2 memiliki litologi yang sifat fisiknya
sedang mulai dari kekompakan seperti berupa batupasir, batugamping, tuff, aluvial dan
geomorfologi dataran hingga bergelombang tersebar didaerah Cibinong, Beji,
Gunungputri, Parung, Parungpanjang dan lainnya.

Daya dukung buruk di Kabupaten Bogor, Provinis Jawa Barat memiliki


penyebaran wilayah berkisar 584.457 dimana tersusun atas litologi yang memilki sifat
fisik buruk untuk tata guna lahan dan geomorfologi dataran hingga bergelombang
mencakup wilayah Citereup, jonggol, parung dan lainnya.

Tabel 3.4 Nilai dan Bobot Daya Dukung Kabupaten Bogor

22
III.3.5 Peta Bahan Galian

23
Gambar 3.6 Peta Bahan Galian
Penentuan Bahan galian daerah penelitian berdasarkan litologi yang ada dan
informasi dari geologi regional dimana dapat membantu penentuan sumber daya bahan
galian daerah penelitian, seluruh daerah penelitian memilki potensi bahan galian
berupa bahan galian guna penegerasan seperti batuan andesit dari breski dan intrusi dan
batuan beku lainnya, bahan galian untuk semen dari batugamping, dan urugan dari
litologi seperti breksi, batupasir, batulempung, serpih, aluvial dan lainnya.

Daerah Penelitian yang memiliki potensi bahan galian guna pengerasan tersebar
di daerah Cigudeg dan Carui memiliki luas penyebaran berkisar 196 Km2.

Daerah Penelitian yang memiliki potensi bahan galian guna semen yaitu didaerah
Cileungsi, Jonggol dan Gunung Putri, memiliki penyebaran berkisar 72 Km 2.

Daerah penelitian yang memiliki potensi bahan galian tanah yaitu sisa dari daerah
penelitian lainnya seperti beji, pancoranmas, cibinong, cisarua dan lainnya dengan
penyebaran 3024 Km2.

Tabel 3.5 Nilai dan Bobot Bahan Galian Kabupaten Bogor

24
III.3.6 Peta Rekomendasi Tata Lingkungan Daerah Bogot

Gambar 3.7 Peta Rekomendasi Tata Lingkungan Pemukiman

25
Penentuan Lokasi tata guna lahan pemukiman yang tepat pada Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat bersarkan pembobotan dan nilai dari beberapa peta di lokasi
penelitian yaitu mulai dari peta satuan litologi, peta bentang alam, peta tata air, peta
daya dukung dan peta bahan galian daerah penelitian, dimana daerah ini dibagi menjadi
3 yaitu dengan bobot baik (43-33), Sedang (32 -24) dan buruk (23-15). Berdasarkan
Kelima Peta tersebut dihasilkan satu peta gabungan berupa peta SKL atau Peta Union
yang memiliki Nilai akhir yang dapat menentukan potensi Kabupaten Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Berikut merupakan penjabaran dari ketiga daerah penelitian berdasarkan
litologi, geoomorfologi, tata air, daya dukung dan bahan galian.

Daerah dengan nilai dan bobot akhir baik (43-33) memiliki satuan litologi dengan
sifat fisik yang baik seperti batupasir, batupasir tufaan, breksi, batugamping, intrusi,
lava dan batuan dengan sifat fisik baik – menengah, bentang alam berupa dataran –
bergelombang, tata air akuifer baik, daya dukung baik dan memiliki potensi bahan
galian pengerasan, semen dan urugan. Daerah ini mencakup Tenjo, Carui, Bogor dan
lainnya dengan luasan 20 % dari daerah penelitian.

Daerah dengan nilai dan bobot akhir sedang (32-24) memiliki litologi dengan sifat
fisik dari baik hingga sedang seperti lava, breksi, intrusi, batupasir, batupasir tufaan,
tuff, endapan aluvial dan lainnya, memilki bentang alam dataran- bergelombang, tata
air akuifer baik- sedang, daya dukung baik – sedang, dan potensi dari pengerasan,
semen dan urugan. Daeerah ini tersebar dari Utara dan Selatan Kabupaten Bogor
seperti Gunung putri, Ciawi, Cijeruk, Ciampea, Bogor Cisarua, Megamendung dan
lainnya dengan luas penyebaran 65 %

Daerah dengan nilai dan bobot akhir buruk (23 -15) memiliki litologi dengan sifat
fisik sedang – buruk seperti lava, breksi, intrusi, lempung, serpih, aluvial, tuff. Bentang
alam bergelombang – pegunungan, tata air akuifer sedang hingga buruk, daya dukung
sedang hingga buruk, potensi bahan galian berupa pengerasan, semen dan urugan
daerah ini terletak di jonggol, Citereup dan Cigudeg dengan luas penyebaran 15 %.

26
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan Analisis yang dilakukan pada Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa


Barat guna mengetahui Tata Guna Lahan Pemukiman dapat disimpulkan sebagai
berikut :

1. Peta Rekomendasi Tataguna Lahan didasarkan atas bobot dan nilai tertinggi
– terendah yaitu : Peta Litologi, Peta Bentang Alam, Peta Tata Air, Peta Daya
Dukung dan Peta Bahan Galian.
2. Daerah dengan nilai dan bobot akhir sedang (32-24) memiliki luasan 20 %
dari daerah penelitian.
3. Daerah dengan nilai dan bobot akhir sedang (32-24) dengan luas penyebaran
65 %.
4. Daerah dengan nilai dan bobot akhir buruk (23 -15) dengan luas penyebaran
15 %.

27

Anda mungkin juga menyukai