Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemetaan geologi adalah rekronstruksi tentang kondisi geologi suatu


daerah yang mana akan menghasilkan sebuah laporan penelitian pemetaan dan
peta yang berguna untuk masyarakat sekitar(Zakaria,2005). Pemetaan geologi
juga berguna untuk mengetahui sebaran batuan dan struktur yang berada disuatu
area penelitian. Tak hanya itu, dengan pemetaan geologi kita bisa mengetahui
informasi detail mengenai kebumian yang sebelumnya belum diketahui.
Allah SWT berfirman dalam Al – Qur’an yang berbunyi :
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam diatas “arsy” Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan, dan
bintang – bintang tunduk kepada perintah-Nya. ingatlah! segala penciptaan dan
urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan Seluruh alam” (Surah AL -
A’raf Ayat 54).
Secara regional Desa Tabing Bagian Selatan dan sekitarnya, Kabupaten
Kampar Hulu, Provinsi Riau termasuk kedalam Cekungan Sumatra Tengah yang
merupakan Cekungan belakang busur. Faktor pengontrol utama struktur geologi
regional di Cekungan Sumatra Tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang
terbentuk pada Zaman Kapur. Pola struktur utama yang berkembang berupa
struktur barat laut-tenggara (diperkirakan berumur Paleogen), sedangkan yang
berarah barat laut-tenggara (diperkirakan berumur Neogen Akhir). Kedua sesar
tersebut berulang kali diaktifkan kembali sepanjang Tersier oleh gaya-gaya yang
bekerja. Daerah penelitian ini berada pada dua Formasi yaitu Formasi Sihapas,
Formasi Telisa,(M.C.G Clark dkk 1982). Kondisi geologi yang berada di daerah
Kampar khususnya di Daerah Desa Tabing Bagian Selatan dan Sekitarnya,
Kecamatan Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau memiliki daerah
yang menarik untuk diteliti karena kondisi geologi. Batuan dan struktur geologi
yang terdapat di daerah penelitian menjadi landasan bagi peneliti untuk mengkaji

1
ulang data-data geologi dan informasi terbaru secara detail mengenai sebaran
litologi,stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi, geologi sejarah, sumberdaya
dan informasi yang telah ada sebelumnya pada daerah penelitian.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
geologi bagi masyarakat terutama masyarakat daerah Desa Tabing sehingga dapat
dijadikan referensi dalam pengembangan insfastruktur serta bermanfaat bagi
kalangan akademisi ahli geografi yang ingin mengetahui kondisi geologi dari
Daerah Desa Tabing.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini ialah:
1. Bagaimana satuan geomorfologi serta pola aliran yang berkembang pada
daerah penelitian?
2. Bagaimana sebaran litologi berdasarkan analisis petrologi dan petrografi
serta stratigrafi daerah penelitian?
3. Bagaimana struktur geologi dan arah tegasan yang terbentuk pada daerah
penelitian?
4. Bagaimana mekanisme dan proses terbentuknya lingkungan
pengendapannya?
5. Bagaimana cara penarikan umur berdasarkan analisis mikro fosil yang ada
pada pada daerah penelitian?
6. Bagaimana proses geologi sejarah daerah penelitian berdasarkan stratigrafi
dan lingkungan pengendapannya?
7. Apa saja potensi geologi pada daerah penelitian?

1.3 Maksud dan Tujuan


Pemetaan geologi lanjut ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan
gambaran tentang gejala dan proses geologi yang terjadi pada daerah penelitian,
dan memberikan informasi kondisi dan proses geologi apa saja yang pernah
terjadi di daerah penelitian dari awal terbentuknya batuan yang tertua hingga saat
terndapkan lapisan yang paling muda. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk mengetahui berbagai aspek geologi yang ada berupa:

2
1. Aspek geomorfologi, meliputi unsur-unsur geomorfologi seperti pola aliran
sungai, perbukitan, elevasi dan kontur serta penarikan batas-batas satuan
geomorfologi berdasarkan klasifikasi yang ada.
2. Aspek litostatigrafi, meliputi urut-urutan perlapisan batuan penyusun di
lokasi penelitian yang dihubungkan dengan penamaan satuan batuan yang
ada.
3. Lingkungan pengendapan, meliputi analisis di lingkungan pengendapan
mana batuan tersebut terendapkan. Mengacu pada keterdapatan mikrofosil
yang terdapat pada satuan batuan atau mengacu pada stratigrafi regional.
4. Aspek struktur geologi, mengukur dan menganalisis indikasi struktur yang
terjadi di daerah penelitian.
5. Aspek sejarah geologi, meliputi kronologis peristiwa perkembangan
pembentukan batuan di lokasi penelitian yang dijadikan dalam bentuk 3D
dan di hubungkan dengan tektonik serta skala waktu geologi berdasarkan
analisis data yang ada.
6. Potensi geologi, meliputi keberadaan sumberdaya alam yang berpotensi
untuk dapat di manfaatkan,berupa potensi geowisata.

1.4 Lokasi dan Kesampaian Wilayah Daerah Penelitian


Secara geografis daerah penelitian terletak pada posisi 0° 16' 02.76" - 0° 18'
44.643’’ LS dan 100° 33' 40.007" - 100° 36' 22.58" BT, dengan jarak 59km dari
kota Pekanbaru dengan waktu jarak tempuh kurang lebih 2,5 jam. Adapun
transportasi yang dapat digunakan berupa transportasi darat. Daerah penelitian
berada pada Desa Tabing bagian Selatan dan Sekitarnya, Kecamatan Kampar
Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Luas daerah penelitian 25.000 .
(Gambar 1.1 ).
Berikut ini batasan wilayah dilihat secara adiministratif :
 Bagian Barat dengan Kabupaten Lima Puluh Koto Provinsi Sumatra Barat
 Bagian Timur berbatasan dengan Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak, dan
Kabupaten Pelalawan
 Bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi

3
 Bagian Utara Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten
Bengkalis

: Daerah penelitiaan
Gambar 1.1 Fisiografi Kabupaten Kampar.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah mencari satuan


Geomorfologi,menentukan urutan stratigrafi,struktur yang terbentuk daerah
penelitan,lingkungan pengendapan,pemodelan untuk geologi sejarah dan potensi
geologi dari daerah penelitian.

4
1.6 Waktu Penelitian

Pada kegiatan penelitian ini waktu yang diperlukan kurang lebih 7 (Bulan),
dimulai sejak Agustus 2019 hingga November 2019, dengan meliputi beberapa
pekerjaan persiapan, kajian pustaka, pekerjaan lapangan atau pengambilan data,
pengolahan data dan laboratorium dan kolokium pada juli 2020 serta penyelesaian
revisi peta dan laporan.

5
Bulan September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
dan Studi
Pustaka
Survei
Daerah
Penelitian
Persiapan
Pembuatan
Peta dan
Proposal
Perizinan
Kegiatan
Penelitian
Lapangan
Analisis Data
Pembuatan
Laporan
Bimbingan
Kolokium
Tabel 1: Tahap-tahap pemetaan geologi lanjut.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Secara geologi Kabupaten Kampar berada pada Cekungan Sumatera


Tengah yang merupakan cekungan busur belakang (back arc basin) yang
berkembang di sepanjang pantai barat dan selatan Paparan Sunda di barat daya
Asian Tenggara. Pada Daerah penelitian ini terletak pada Sihapas group dan
Formasi Telisa. Formasi Sihapas dan Formasi Telisa terbentuk pada Tersier
sekitar 40-60 juta tahun yang lalu. Kemudian batuan dari Zaman Tersier
mengalami uplit ke permukaan menghasilkan struktur berupa half dan graben
yang berumur Tersier.

Dari bentuk topografi yang berkembang dapat diperkirakan bahwa daerah


ini dipengaruhi oleh aktifitas tektonik berupa lipatan maupun sesar. Hal ini dapat
dilihat dari bentuk sungai yang menyiku, menandakan bahwa sungai tersebut
terbentuk akibat dari proses terjadinya celah atau rekahan yang relatif merupakan
zona lemah kemudian air mengerosi sepanjang rekahan dan membentuk pola
sungai.

2.1.1 Fisiografi Daerah Penelitian

Daerah Riau terdapat pada tiga wilayah fisiografi utama, yaitu :

 Wilayah busur vulkanik Barisan membujur pada bagian tengah ini dari
Barat Laut Tenggara, dengan patahan semangko di tengahnya.
 Wilayah dataran Tersier yaitu perbukitan lipatan Tersier membentang
dibagian timur pegunungan vulkanik tersebut.
 Wilayah dataran rendah Quarter dimana beberapa tempat mengandung
deposit batubara dengan medan berat, Sementara pada posisi barat provinsi
ini terdapat dataran rendah.

7
Keterangan :

: Daerah Penelitian
Gambar 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian.

Secara fisiografis daerah penelitian termasuk kedalam perbukitan rendah


hingga perbukitan tinggi dengan ketinggian berkisar antara 50 - 250 meter diatas
permukaan laut yang digolongkan ke dalam zona fisiografi Perbukitan Tersier
(Gambar 2.1).

2.2 Stratigrafi

2.2.1 Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pekanbaru Sumatra oleh M.C.G.


Clarke, W.Kartawa, A. Djunuddin, E. Suganda dan M. Bagdja 1982 Di daerah
penelitian terdapat beberapa formasi penyusun,yaitu : (Gambar 2.2)

8
Gambar 2.2 Geologi Regional Daerah Penelitian.

Berikut susunan Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah oleh, ( Clarke, Kartawa


dkk,1982) dilihat di (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Susuna Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah ( Clarke, Kartawa dkk,
1982).

Stratigrafi Daerah penelitian.

9
Berikut stratigrafi regional yang berada pada daerah penelitian dapat dilihat pada
(Tabel 2.2)
Tabel 2.2 Stratigrafi regional daerah penelitian.

1. Formasi Sihapas ( Tms)


Formasi Sihapas tersususn oleh konglomerat batupasir, dan batulanau
dengan ukuran butir dari gravel hingga pasir sedang, secara lateral batupasir
memiliki gradasi ukuran butir dari sedang hingga halus, dengan komposisi
mineral utama berupa kuarsa, dengan struktur sedimen throuh cross bedding.
Berdasarkan litologi penyusun dan struktur sedimen formasi ini diendapkan
pada lingkungan fluvial (darat) pada umur geologi Miosen Awal.
2. Formasi Telisa ( Tmt)
Formasi Telisa terdiri dari batulumpur,gampingan abu abu tipis,batulanau
dan sedikit batu pasir gloukonit yang terbentuk dipengaruhi oleh adanya
proses transgresi, secara regional formasi ini memiliki umur yang sama dengan
formasi sihapas, sehingga kontak antra formasi telisa dibawahnya adalah
transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stragrafi dan tempatnya.
Ketebalan formasi ini kurang lebih 550 m diendapkan pada lingkungan
pengendapan transisi-laut dengan umur Miosen Awal – Miosen Tengah.

10
2.3 Tektonika dan Geologi Struktur Daerah Penelitian

1. Episode Tektonik F0

Basement Pra-Tersier di Sumatera Tengah terdiri dari lempeng-lempeng


benua dan samudera yang berbentuk mosaik. Struktur tersebut terbentuk ketika
lempenglempeng minor Mergui, Malaka dan Mutus menjadi satu dan
membentuk lempeng benua Sunda yang lebih besar. Lempeng - lempeng minor
yang menyusun basement Sumatera Tengah terdiri dari Lempeng Mergui yang
tersusun oleh graywacke, Lempeng Malaka yang tersusun oleh kuarsit dan filit,
Lempeng Mutus yang tersusun oleh ofiolit dan metasedimen serta Kelompok
Tapanuli yang tersusunoleh argilit, sekis dan tuf (Heidrick dan Aulia, 1996).

2. Episode Tektonik F1

Terjadi akibat tumbukan Lempeng Hindia terhadap Asia Tenggara pada


sekitar 45 Ma sehingga terbentuk suatu sistem rekahan transtensional yang
memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan keThailand dan Malaysia
hingga Sumatera dan Kalimantan Selatan (Heidrick danAulia, 1996).
Perekahan ini menyebabkan terbentuknya serangkaian half graben di
Cekungan Sumatera Tengah. Half graben ini kemudian menjadi danau tempat
terendapkannya sedimensedimen dari Kelompok Pematang. Pada akhir episode
F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh
pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan dataran peneplain.
Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi
UpperRed Bed.

3. Episode Tektonik F2

Berlangsung pada Miosen Awal sampai MiosenTengah (26-13 jtyl).Pada


awal episode ini atau akhir dari episode F1 terbentuk sesar mendatar menganan
(dextral fault) yang berarah utara-selatan (Gambar 2.1). Dalam periode ini
Cekungan Sumatera Tengah secara umum mengalami transgresi dan sedimen
sedimen dari Kelompok Sihapas diendapkan.

11
4. Episode Tektonik F3

Dalam episode ini terjadi pembalikan struktur(structure inversion) akibat


gaya kompresi. Pada awal episode ini atau akhir episode F2 Cekungan Sumatera
Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen Formasi Petani mulai
diendapkan. Pada episode ini jugadiendapkan Formasi Minas secara tidak selaras
di atas Formasi Petani.

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Pada pemetaan geologi ini yang menjadi objek penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Unsur-unsur geomorfologi, seperti pola kontur, bentuk bukit, elevasi,
sudut lereng, pola aliran sungai, perbukitan, patahan, dan penarikan batas-batas
satuan geomorfologi berdasarkan klasifikasi yang ada.
2. Singkapan batuan, termasuk di dalamnya ciri-ciri litologi, struktur batuan
mendeskripsikan batuan berdasarkan karakteristiknya, seperti warna,
komposisi mineral dan ukuran butir dari seluruh singkapan batuan yang ada di
daerah pemetaan.
3. Stratigrafi daerah penelitian, untuk mempermudah penjelasan, penulis
merujuk kepada satu tata nama satuan litostratigrafi.
4. Unsur tektonik dan struktur geologi regional, yang dapat digunakan untuk
menentukan jenis dan pola struktur yang berkembang di daerah pemetaan, serta
mengukur dan menganalis indikasi yang ada serta menentukan jenis, pola
struktur dan sistem tegasannya..
5. Geologi sejarah daerah penelitian yang berkaitan dengan tatanan
stratigrafi, tektonik dan struktur yang berkembang di daerah penelitian dengan
mengacu kepada geologi regional.
6. Lingkungan pengendapan, bertujuan menentukan di lingkungan mana
litologi yang didapat terendapkan, mengacu pada data mikropaleontologi serta
data regional.
7. Potensi geologi, meliputi keberadaan sumber daya alam yang berpotensi
untuk dapat dimanfaatkan.

3.2 Peralatan yang Digunakan


Peralatan standar lapangan geologi adalah merupakan peralatan geologi yang
umum digunakan di lapangan, antara lain terdiri dari :

13
1. Kompas geologi
2. Palu geologi (beku dan sedimen)
3. Peta dasar (peta topografi)
4. Lensa lup tangan (perbesaran 10x atau 20x atau lainnya)
5. Buku catatan lapangan (termasuk lembar deskripsibatuan)
6. Alat tulis (pensil 2B, spidol, dan lain-lain)
7. Larutan HCl 0,1 N
8. Komparator batuan dan Stereonet Saku
9. Meteran ukur atau pita ukur (measuring tape)
10. Papan clip
11. Kantong contoh batuan
12. Kamera
13. Tas lapangan

3.3 Langkah-Langkah Penelitian

Dalam melakukan penelitian geologi perlu adanya rencana kerja yang


terprogram sebelum kelapangan, selama di lapangan maupun setelah kembali dari
lapangan. Rencana tersebut meliputi beberapa tahap, antara lain : tahap persiapan,
tahap penelitian lapangan, tahap analisis data dan tahap penyusunan laporan.

3.3.1 Tahap Persiapan

1. Perizinan
Perizinan dilakukan baik dari pihak Universitas Islam Riau maupun
pemerintah daerah di lokasi pemetaan.
2. Studi pustaka
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan
geologi daerah penelitian secara regional. Hasil dari sejumlah pustaka
peneliti terdahulu, didapatkan data–data geologi regional yang
berhubungan dengan daerah penelitian.
3. Pembuatan peta dasar, peta lintasan, peta pola pengaliran.

14
3.4 Tahap Penelitian Lapangan

Tahap penelitian lapangan bertujuan memperoleh data lapangan


selengkapnya sesuai dengan yang dilakukan, meliputi penentuan lokasi
pengamatan dan pengamatan materi penelitian untuk dianalisa. Pada tahap ini
dilakukan beberapa pekerjaan singkapan.
3.4.1 Penentuan Lokasi Pengamatan
Beberapa metode yang digunakan selama penelitian :
1.Metode orientasi lapangan
Cara :
a. Plotting stasiun pengamatan berdasarkan orientasi terhadap sungai,
gunung, bukit dan lain-lain, sebagai patokan yang mudah dikenal
dilapangan.
b. Mengandalkan peta topografi dan titik patokan yang mudah dikenal.

2. Metode GPS
Cara :
a. Untuk menentukan lintasan perjalanan, aktifkan GPS dari kita memulai
perjalanan dan memasuki daerah penelitan. Selanjutnya ploting di GPS
setiap berapa meter sampai kita selesai melakukan perjalanan.
b. Untuk menentukan posisi kita di peta, aktifkan GPS lalu lakukan ploting
setiap kita akan memplot posisi kita di peta.
Keuntungan :
a. Cepat
b. Arah lintasan bebas
c. Data terpercaya dan mudah dicek
d. Mudah mengetahui data penelitian
Kekurangan :
a. Penggunaannya sangat tergantung pada sinyal dari satelit.
b. Keterbatasan penggunaan pada dearah vegatasi lebat.
c. Cuaca dapat pengaruhi metode ini.

15
3.5 Pengamatan Singkapan
Pada pengamatan setiap singkapan dapat dilakukan pengeplotan lokasi stasiun
pengamatan di peta kerangka serta pendeskripsian singkapan batuan secara
makroskopis. Pengamatan singkapan meliputi :
1. Pengukuran dimensi singkapan, foto, dan sketsa.
2. Deskripsi litologi, strike-dip, ketebalan lapisan, dan struktur sedimen.
3. Pengambilan data struktur geologi berupa sesar, lipatan ataupun kekar.
4. Pengambilan sampel.
Saat pengambilan sampel yang dilakukan ialah mencari batuan yang segar dan
juga tidak terdeformasi atau masif. Selanjutnya singkapan dipukul menggunakan
palu geologi jenis palu batuan beku untuk batuan beku dan palu batuan sedimen
untuk batuan sedimen, dengan bertujuan untuk mendapatkan sampel dengan bener
ideal yaitu sebesar kepal tangan orang dewasa.

3.6 Tahap Analisis Data


3.6.1 Analisis Geomorfologi
Analisis ini dilakukan terhadap kenampakan bentuk lahan yang terdapat
pada daerah penelitian. Terdapat aspek utama yang biasa pada peta geomorfologi.
1.Morfografi.
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi. Secara garis besar gambaran bentuk muka bumi dapat
dibedakan menjadi:
1. Bentuk lahan pedataran.
2. Bentuk lahan perbukitan atau pegunungan.
3. Bentuk lahan gunungapi dan lembah.
Pemerian bentuk lahan berdasarkan perbedaan ketinggian dapat dilihat pada
(Tabel 3.1).

16
Tabel 3.1 Pemerian bentuk lahan absolute berdasarkan perbedaan ketinggian
Ketinggian (meter) Keterangan
< 50 Dataran rendah
50 – 200 Perbukitan rendah
200 – 500 Perbukitan
500 – 1.000 Perbukitan tinggi
1.000 – 3.000 Pegunungan
> 3000 Pegunungan tinggi

Selain bentuk-bentuk yang telah disebutkan, terdapat beberapa aspek


pendekatan dalam pemetaan geologi seperti bentuk lereng, pola punggungan dan
pola pengaliran.
Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-
cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya
perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. (van Zuidam, 1985). (Tabel 3.3)
Pola pengaliran modifikasi merupakan pola pengaliran yang agak berbeda
dan berubah dari pola dasarnya, namun pola umumnya tetap tergantung pada pola
dasarnya. (van Zuidam, 1985). (Tabel 3.2).
Tabel 3.2 Pola pengaliran modifikasi
Sub-dendritik Umumnya structural
Pinnate Tekstur batuan halus dan mudah tererosi.
Anastomatik Dataran banjir, delta atau rawa.
Menganyam (Dikhotomik) Kipas alluvium dan delta.
Subparalel Lereng memanjang atau dikontrol oleh
bentuklahan perbukitan memanjang.
Kolinier Kelurusan bentuklahan bermaterial halus
dan beting pasir.
Subtrellis Bentuklahan memanjang dan sejajar.
Direksional Trellis Homoklin landau seperti beting gisik.
Trellis berbelok Perlipatan memanjang.
Trellis Sesar Percabangan menyatu atau berpencar,
sesar paralel.
Angulate Kekar dan/atau sesar pada daerah miring.

17
Tabel 3.3 Pola pengaliran dasar sungai dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)

POLA
PENGALIRAN KARAKTERISTIK KETERANGAN
DASAR GAMBAR
Perlapisan batuan sedimen relatif
datar atau paket batuan kristalin yang
tidak seragam dan memiliki
ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran
memiliki kemiringan landai, jenis
pola pengaliran membentuk
DENDRITIK percabangan menyebar seperti pohon
rindang. Pola aliran dendritik di
jumpai pada batuan sedimen dengan
perlapisan yang hampir mendatar
atau dalam batuan beku massif dan
juga batuan yang terlipat kuat atau
dalam batuan yang termetamorfosa
kuat.
Pada umumnya menunjukkan daerah
yang berlereng sedang sampai agak
curam dan dapat ditemukan pula
pada daerah bentuk lahan perbukitan
yang memanjang. Sering terjadi pola
peralihan antara pola dendritik
PARALEL
dengan pola paralel atau tralis.
Bentuk lahan perbukitan yang
memanjang dengan pola pengaliran
paralel mencerminkan perbukitan
tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
Batuan sedimen yang memiliki
kemiringan perlapisan (dip) atau
terlipat, batuan vulkanik atau batuan
metasedimen derajat rendah dengan
TRELLIS perbedaan pelapukan yang jelas.
Jenis pola pengaliran biasanya
berhadapan pada sisi sepanjang
aliran subsekuen.
Induk sungai dengan anak sungai
memperlihatkan arah lengkungan
menganan, pengontrol struktur atau
sesar yang memiliki sudut
REKTANGULAR kemiringan, tidak memiliki
perulangan perlapisan batuan
sedimen, dan sering memperlihatkan
pola pengaliran yang tidak menerus.

18
Bentuk menyebar dari satu pusat,
biasanya terjadi pada kubah intrusi,
kerucut vulkanik serta sisa-sisa erosi.
Memiliki dua sistem, sentrifugal
RADIAL
dengan arah penyebaran keluar dari
pusat (berbentuk kubah) dan
sentripetal dengan arah penyabaran
menuju pusat (cekungan).
Bentuk seperti cincin yang disusun
oleh anak-anak sungai, sedangkan
induk sungai memotong anak sungai
ANULAR hampir tegak lurus. Mencirikan
kubah dewasa yang telah terpotong
atau terkikis, disusun perselingan
batuan keras dan lunak.
Endapan berupa gumuk hasil
longsoran dengan perbedaan
penggerusan atau perataan batuan
MULTIBASINAL dasar, merupakan daerah gerakan
tanah, vulkanisme, pelarutan
gamping dan lelehan salju
(permafrost).

2.Morfogenetik

Suatu proses terbentuknya permukaan bumi sehingga membentuk dataran,


perbukitan, pegunungan, gunungapi, plato, lembah, lereng, pola pengaliran.
Proses geologi yang telah dikenal yaitu proses endogen dan eksogen.

Berdasarkan morfogenetik adanya warna yang membedakan kelas genetik


masing – masing bentuk lahan dan berikut pembagian kelas genetik dan simbol
warna menurut (Van Zuidam, 1985), (Tabel 3.4).

Tabel 3.4 Warna satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam,
1985).

Kelas Genetik Simbol Warna

Bentuk lahan asal struktural Ungu / violet

Bentuk lahan asal vulkanik Merah

Bentuk lahan asal denudasional Coklat

19
Bentuk lahan asal laut (marine) Hijau

Bentuk lahan asal sungai (fluvial) Biru tua

Bentuk lahan asal es (glacial) Biru muda

Bentuk lahan asal angin (aeolian) Kuning

Bentuk lahan asal gamping (karst) Jingga (Orange)

Proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh kekuatan atau


tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk permukaan bumi. Proses
dari dalam kerak bumi antara lain intrusi, tektonik dan volkanisme. Proses intrusi
akan menghasilkan perbukitan intrusi, proses tektonik akan menghasilkan
perbukitan terlipat, tersesarkan dan terkekarkan, proses volkanisme akan
menghasilkan gunungapi dan gumuk tephra.

Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor dari luar
bumi seperti iklim, dan vegetasi. Akibat pengaruh iklim dapat disebut sebagai
pengaruh fisika dan kimia. Proses eksogen cenderung merubah permukaan bumi
secara bertahap, yaitu pelapukan batuan.

3. Morfometri
Merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng
yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan
lereng menurut (van Zuidam 1983, dalam Hindartan, 1994) sehingga diperoleh
penamaan kelas lerengnya.

Pembagia kemiringan lereng berdasarkan klasifiksi USSSM dan USLE dapat


dilihat pada (Tabel 3.5).

20
𝑛 − 1 𝐼𝑐
𝑆= × 100%
𝑑𝑥. 𝑠𝑝
Keterangan : S = Kemiringan lereng
n = nilai jumlah kontur yang terpotong (cm)
Ic = interval kontur (cm)
dx = panjang garis potong (cm)
sp = skala peta .
Tabel 3. 5 Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE.
Klasifikasi
Kemiringan Kemiringan Klasifikasi
Keterangan USLE*
lereng (°) lereng (%) USSSM* (%)
(%)
<1 0-2 Datar – hampir datar 0-2 1–2
1–3 3-7 Sangat landai 2-6 2–7
3–6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 – 12
6–9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 – 18
9 – 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 – 24
25 – 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24
> 65 > 140 Terjal
*USSSM = United Stated Soil System Management; USLE = Universal Soil Loss Equation

Van Zuidam (1983, dalam Hindartan, 1994) membuat klasifikasi


pembagian kelas lereng, proses karakteristik kondisi lahan dan symbol warna
untuk membedakan dan membagi penjelasan secara rinci kemiringan lereng.
Dapat dilihat pada (Tabel 3.6).

3.6.2 Analisis Petrologi


Aspek litologi ini digunakan sebagai pengontrol dalam menentukan batas-
batas satuan geomorfologi. Litologi dapat mempengaruhi morfologi sungai dan
jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan
terhadap erosi.

21
Tabel 3.6 Klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan van Zuidam (1983, dalam
Hindartan, 1994).

3.6.2.1 Batuan Sedimen


Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang
kemudian mengalami pembatuan, batuan sedimen merupakan batuan yang
terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas (Pettijohn
1975). Biasanya dalam batuan sedimen menggunakan 2 klasifikasi yaitu
klasifikasi batupasir menurut Pettijohn (1975) dan klasifikasi batugamping
menurut Dunham (1962) (Gambar 3.1)

22
.

Gambar 3.1 Klasifikasi batupasir (Pettijohn, 1975).

3.6.3 Analisis Stratigrafi

Pembagian satuan batuan berdasarkan pada satuan lithostratigrafi tidak


resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang didasarkan pada ciri fisik batuan serta
kenampakan posisi satu sama lainnya yang dapat diamati di lapangan, meliputi
jenis batuan, kumpulan jenis batuan, serta keseragaman gejala litologi.

3.6.3.1 Batas Satuan Stratigrafi

Adalah bidang sentuh antara dua satuan yang berlainan ciri litologinya. Batas
Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut
sebagaimana didefinisikan. Batas Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus
berhimpit dengan batas satuan stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu
sama lain.

3.6.3.2 Hukum Stratigrafi

Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya


atau perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya. Hubungan stratigrafi dapat dibagi dua yaitu:

23
1) Selaras (conformity)
Keselarasan (Conformity) adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan
lapisan batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus), tidak
terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan. Secara umum di
lapangan ditunjukkan dengan kedudukan lapisan (strikr/dip) yang sama atau
hampir sama.
2) Tidak Selaras (unconformity)
Ketidakselarasan berhubungan dengan sedimentasi antara satu lapisan
batuan dengan batuan lain. Beberapa macam ketidakselarasan dalam perlapisan
batuan:
i. Angular unconformity, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya
menunjukkan sautu lapisan yang telah terangkat atau terlipatkan dan tererosi,
kemudian di atas lapisan tersebut diendapakan lapisan yang baru.
ii. Disconformity, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya berupa suatu
lapisan yang telah tererosi dan di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan
lapisan.
iii. Paraconformity,ketidakselarasan yang menunjukkan suatu lapisan di atas dan
dibawahnya yang sejajar.
iv. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang terjadi dimana terdapat
kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.

3.6.4 Analisis Mikropaleontologi

Analisis ini dilakukan setelah pekerjaan di laboratorium mikropaleontologi.


Analisis fosil dilakukan untuk mendapatkan informasi umur dan lingkungan
pengendepan. Untuk penafsiran umur satuan batuan, dilakukan analisis fosil
foraminifera planktonik berdasarkan Zonasi Blow (1969). Untuk penentuan
lingkungan pengendapan dilakukan analisis foraminifera bentonik maupun
planktonik, pada satuan batuan yang tidak terdapat fosil, lingkungan pengendapan
dianalisis berdasarkan tekstur dan struktur sedimen yang terdapat pada tubuh
batuan. Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan fosil foraminifera.

24
3.6.5 Analisis Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah suatu tempat pengendapan yang
dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut
diendapkan. Lingkungan pengendapan terbagi menjadi dua macam yaitu
continental dan transisi. Membahas tentang lingkungan pengendapan, akan ada
parameter-parameter yang berkaitan dengan proses terbentuknya lingkungan
pengendapan tersebut. Ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui daerah
diendapkannya lapisan yang akan diteliti.

Terdapat beberapa tipe lingkungan pengendapan yang ada, yaitu:


a. Lingkungan pengendapan daratan
1. Kipas alluvial
2. Lingkungan aluvial
3. Danau
4. Gurun
5. Rawa
b. Lingkungan pengendapan transisi adalah semua lingkungan pengendapan
yang berada atau dekat pada daerah peralihan darat dengan laut.
Pembagiannya adalah:
1. Delta
2. Pantai dan barier islands
3. Lagoons
4. Tidal flats
c. Lingkungan pengendapan laut adalah semua lingkungan pengendapan
yang berada di laut atau samudera.
1. Reefs
2. Continental shelf
3. Continental slope dan continental rise
4. Abyssal plain
3.6.6 Analisis Struktur Geologi

Analisis struktur geologi diperlukan untuk memperkirakan gaya atau


deformasi yang telah terjadi pada batuan di suatu singkapan. Untuk menganalisa

25
struktur geologi diperlukan beberapa metode seperti hukum v dan pola jurus serta
stereonet. Hukum v (v rule) adalah hukum yang menjelaskan hubungan antara
lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan
menghasilkan suatu pola singkapan yang beraturan, dimana aturan tersebut
dikenal dengan hukum v.

Pola jurus pada dasarnya ialah perlapisan batuan yang merupakan kontur
dari strike/dip (kesamaan arah jurus dan kemiringan batuan). Rekonstruksi pola
jurus perlapisan batuan, data jurus dan kemiringan lapisan batuan ditampilkan
dalam bentuk symbol pada peta topografi. Berdasarkan jurus perlapisan ditarik
garis kelurusannya (setelah dilakukan koreksi topografi).

3.6.6.1 Kekar
Analisa kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan,
dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk
sebelum atau pada saat pembentukan sesar (Gambar 3.6). Cara ini sangat lemah
dan umumnya dipakai pada daerah yang lebih luas (regional) dan data yang
dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga sesar yang dapat diamati dari peta topografi,
foto udara dan citra landsat (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 :(a) Diagram Frekuensi dan Diagram Kontur dari Kekar-Kekar
yang dapat Dipergunakan untuk Menentukan Tegasan Utama (b) Diagram
Blok Pola-Pola Kekar dan Hubungannya dengan Tegasan Regional disuatu
Wilayah.

Cara pendekatan lain untuk menganalisa kekar yaitu dengan melihat gejala
yang terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak dari sesar, struktur

26
kekar juga dapat terbentuk. Beberapa contoh gerak sesar dapat menimbulkan
polakekar “pinnate” (struktur bulu ayam), “enechelon” fractures seperti pada
(Gambar 3.7). Kekar – kekar ini umumnya merupakan kekar regangan yang sudut
lancip searah dengan gerak sesar.

Gambar 3.7 :Pola Kekar Regangan yang dapat Dipakai untuk Menentukan
Gerak Sesar.

3.6.6.2 Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
“pergeseran yang berarti” pada bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa bidang
sesar (fault plain) atau rekahan tunggal. tetapi sesar dapat juga dijumpai sebagai
semacam jalur yang terdiri dari beberapa sesar minor.
Jalur sesar atau jalur penggerusan, mempunyai dimensi panjang dan lebar yang
beragam, dari skala minor sampai puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan
pergeseran bisa juga disebut sebagai sesar minor.

A. Faktor Penyebab terjadinya sesar


Sesar terjadi ketika suatu batuan mengalami retakan terlebih dahulu yang
kejadian ini berkaitan erat dengan tekanan dan kekuatan batuan yang
mendapatkan gaya sehingga timbul adanya retakan (fracture). Tekanan yang
diberikan mampu memberikan perubahan pada batuan dengan waktu yang sangat
lama dan hingga memberikan gerakan sebesar seperseratus sentimeter dan bahkan
sampai beberapa meter. Ketika ini terjadi, maka akan timbul sebuah gaya yang

27
sangat besar yang berdampak getaran bagi sekitarnya saat suatu batuan
mengalami patahan atau yang sering kita sebut dengan gempa. Arah pergerakan
pada suatu patahan tergantung pada kekuatan batuan.
Patahan diakibatkan oleh batuan yang ditekankan atau mendapatkan gaya
yang pada umumnya dalam bentuk tekanan (pada umumnya membentuk lipatan)
yang kemudian batuan dapat pecah. Patahan adalah istilah yang menandai adanya
gaya tekan atau tekanan dan terjadi secara alami yang geometris.

B. Klasifikasi sesar
Para ahli geologi, membagi sesar menjadi dua kelompok besar berdasaran
tipe pergeserannya dan ada tidaknya pitch pada bidang sesar. Slip (pergeseran
relatif) yaitu pergeseran relatif pada sesar, diukur dari jarak blok pada bidang
pergeseran titik-titik yang sebelumnya berhimpit. Jarak total dari pergeseran
disebut dengan Net Slip. Slip Fault terbagi atas:
a. Strike slip fault, sesar yang arah pergerakannya relatif parallel dengan strike
bidang sesar. (Pitch 00 - 100). Sesar ini disebut juga sebagai Sesar Mendatar.
Sesar mendatar terbagi lagi atas :
1. Sesar mendatar sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kirinya lebih
mendekati pengamat.
2. Sesar mendatar dextral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kanannya
lebih mendekati pengamat.
b. Dip slip fault, sesar yang arah pergerakannya relatif tegak lurus jurus bidang
sesar dan berada pada dip bidang sesar. (Pitch 80° - 90°). Dip slip fault
terbagi lagi atas :
1. Sesar normal, yaitu sesar yang pergerakan hanging-wallnya relatif turun
terhadap foot-wall.
2. Sesar naik, yaitu sesar yang pergerakan hanging-wallnya relatif naik terhadap
foot-wall.
c. Oblique fault, yaitu sesar yang vektor pergerakannya terpengaruh arah strike
dan dip bidang sesar. (Pitch 100 - 800). Berdasarkan Pergerakan relatif dari
hanging wall dan footwallnya sesar dibedakan menjadi :

28
1. Normal fault, sewaktu batuan meregang akibat gaya tension, normal fault
terjadi dimana hanging wall bergerak turun relatif terhadap footwall.
Menimbulkan gawir (fault scarp). Umumnya memiliki kemiringan > 45°.
2. Reverse fault, sewaktu batuan mengalami kompresi, reverse fault muncul.
Blok hanging wall bergerak keatas realtif terhadap footwall. Hal ini
menyebabkan pemendekan tubuh batuan dan penebalan lapisan. Umumnya
memiliki dip minimum 45°. Jika kemiringan bidang sesar kurang dari 45o, ini
dinamakan Thrust fault. Hal ini menyebabkan batuan lebih tua pada blok
hanging wall bergerak ke atas dan melewati batuan lebih muda pada foot
wall berkilometer.
3. Strike slip-fault, pergerakan lapisan horizontal dan pararel terhadap jurus
bidang sesar. Umumnya memiliki kemiringan yang vertical dan curam.
d. Separation (pergeseran relatif semu).
Bila pitch tidak dapat ditemukan, maka pergeseran tidak dapat ditentukan,
maka pergeseran disebut separation.

C. Unsur – Unsur Sesar


Dalam mengenali dan memahami sesar, para ahli geologi membuat
beberapa unsur-unsur yang dimiliki oleh struktur sesar, meliputi :
a. Bidang sesar, yaitu bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran yang
kedudukannya dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.
b. Hanging-wall, yaitu blok bagian terpatahkan yang berada relatif diatas bidang
sesar.
c. Foot-wall, yaitu blok bagian terpatahkan yang relatif berada dibawah bidang
sesar.
d. Throw, yaitu besarnya pergeseran vertikal pada sesar.
e. Heave, yaitu besarnya pergeseran horizontal pada sesar.
f. Pitch, yaitu besarnya sudut yang terbentuk oleh perpotongan antara gores
garis (slicken line) dengan garis horizontal (garis horizontal diperoleh dari
penandaan kompas pada bidang sesar saat pengukuran jurus bidang sesar).

29
D. Indikasi Sesar
Pada kenyataan, struktur sesar tidaklah semuanya utuh. Namun lebih
sering hanya sebagian hangingwall atau footwall saja yang nampak. Beberapa
indikasi umum adanya sesar :

1. Kelurusan pola pengaliran sungai.


2. Pola kelurusan punggungan.
3. Kelurusan gawir.
4. Gawir dengan triangular facet.
5. Keberadaan mata air panas.
6. Keberadaan zona hancuran.
7. Keberadaaan kekar.
8. Keberadaan lipatan seret (dragfolg).
9. Keberadaan bidang gores garis (slicken side) dan (slicken line).
10. Adanya tatanan stratigrafi yang tidak teratur.

E. Penamaan Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis struktur sesar dilapangan
dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold
(lipatan seret), offset litologi,kekar-kekar, cermin sesar, breksiasi, zona hancuran,
dan air terjun,juga dengan mengamati dan mengukur data kekar yang
berkembang di lapangan serta menganalisisnya secara statistik melalui bantuan
program DIPS, yang kemudian dimasukkan dalam Tabel 3.7 dan diagram
Gambar 3.8 yang menunjukkan klasifikasi sesar menurut Rickard,1972.

3.6.6.3 Lipatan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis
atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam
lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan
merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat dari deformasi
terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan bentuk

30
(distorsi) dan perputaran (rotasi). Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada
sebelumnya terubah menjadi bentuk bidang lengkung atau garis lengkung.

Gambar 3.8 Klasifikasi Penamaan Sesar Menurut Rickard (1972)

Penamaan sesar berdasarkan nomor yang ada pada tabel adalah sebagai
berikut :

Tabel 3.7. Penamaan Sesar (Rickard,1972)

1. Sesar naik dengan dip < 45° ( Thrust slip fault ).


2. Sesar naik dengan dip > 45° ( Reverse slip fault ).
3. Sesar naik dekstral dengan dip < 45° ( Right thrust slip fault ).
4. Sesar dekstral naik dengan dip < 45° ( Thrust right slip fault ).
5. Sesar naik dekstral dengan dip > 45° ( Right reverse slip fault ).
6. Sesar dekstral naik dengan dip > 45° ( Reverse right slip fault ).
7. Sesar dekstral ( Right slip fault ).
8. Sesar dekstral normal dengan dip < 45° ( Lag right slip fault ).
9.Sesar Normal dekstral dengan dip < 45° ( Right lag slip fault ).
10. Sesar normal dekstral dengan dip < 45° ( Right normal slip fault ).
11. Sesar dekstral normal dengan dip > 45° ( Normal right slip fault ).
12. Sesar normal dengan dip < 45° ( Lag slip fault ).
13. Sesar normal dengan dip > 45° ( Normal slip fault ).
14. Sesar normal sinistral dengan dip < 45° ( Left lag slip fault ).

31
15. Sesar sinistral normal dengan dip < 45° ( Lag left slip fault ).
16. Sesar sinistral normal dengan dip > 45° ( Normal left slip fault ).
17. Sesar normal sinistral dengan dip < 45° ( Left normal slip fault ).
18. Sesar sinistral ( Left slip fault ).
19. Sesar sinistral naik dengan dip < 45° ( Thrust left slip fault ).
20. Sesar naik sinistral dengan dip < 45° ( Left thrust slip fault ).
21. Sesar naik sinistral dengan dip > 45° ( Left reverse slip fault ).
22. Sesar sinistral naik dengan dip > 45° ( Reverse left slip fault ).

Perlipatan adalah deformasi yang tak seragam (inhomogeneous) yang


terjadi pada suatu bahan yang mengandung unsur garis atau bidang. Walaupun
demikian, suatu deformasi yang menghasilkan lipatan pada suatu keadaan, tidak
selalu demikian pada kondisi yang lain. Suatu masa batuan yang tidak mempunyai
unsur struktur garis atau bidang, tidak menunjukkan tanda perlipatan.
Perlu juga dipertimbangkan bahwa, suatu unsur yang sebelumnya
berbentuk lengkungan dapat berubah menjadi bidang atau garis lurus, atau suatu
unsur dapat tetap sebagai struktur bidang atau garis lurus setelah terjadi
deformasi.
Secara sederhana unsur-unsur dalam anatomi struktur dapat dijelaskan
secara sederhana, sebagai berikut:
1. Hinge point
Hinge point merupakan titik maksimum pelengkungan pada lapisan yang
terlipat.
2. Crest
Crest merupakan titik tertinggi pada lengkungan.
3. Trough
Trough adalah titik terendah pada pelengkungan.
4. Inflection point
Inflection point merupakan titik batas dari dua pelengkungan yang berlawanan.
5. Fold axis
Fold axis (sumbu lipatan / hinge line) merupakan garis maksimum
pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.

32
6. Axial plane
Axial plane (bidang sumbu) merupakan bidang yang dibentuk melalui garis-
garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini tidak selalu berupa bidang lurus
(planar), tetapi dapat melengkung lebih umum dapat disebutkan sebagai axial
surface.
7. Fold limb
Fold limb (sayap lipatan) secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang
terlipat, yang berada diantara daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas
pelengkungan (inflection line).
Fleuty (1964) membuat klasifikasi yang didasarkan pada kedua sifat
kedudukan tersebut, dan secara lebih tepat menyatakan besaran kecondongannya
kemiringan dan penunjamannya. Deskripsi yang diberikan merupakan gabungan
dari kedua kriteria yang ada, yaitu kemiringan dari bidang sumbu dan penunjaman
dari garis sumbu dapat dilihat pada (Tabel 3.8).

Tabel 3.8 Penamaan lipatan berdasarkan kedudukan lipatan (Fluety, 1964).

Sudut Istilah Kemiringan Penunjaman garis sumbu


bidang sumbu
0 Horizontal Recumbent fold Horizontal fold
1-10 Subhorizontal Recumbent fold Horizontal fold
10-30 Gentle Gently inclined fold Gently plunging fold
30 - 60 Moderate Moderately Moderately plunging fold
inclined fold
60 - 80 Steep Steeply inclined Steeply inclined fold
fold
80 - 89 Subvertical Upright fold Vertical fold
90 Vertical Upright fold Vertical fold

Didalam analisa struktur lipatan, hubungan sudut antara garis dan bidang
dapat diselesaikan dengan deskripsi geometri. Cara yang lebih praktis adalah
dengan menggunakan jaring stereografi, terutama bila kita berhadapan dengan

33
struktur yang kompleks. Suatu hasil pengukuran kedudukan bidang-bidang
perlapisan diplot pada jaring stereografi (Gambar 3.9).

N
N N

3 3

1  1 

2
P5
P4
P6

P3
5 P1
4 P2

(a) (b)

Gambar 3.9 Proyeksi Stereografi dari Bidang - Bidang pada Suatu Lipatan.

3.6.6.4 Hukum V

Hukum ini menyarakan hubungan antara lapisan yang mempunyai


kemiringan dengan relief topografi yang menghasilkan suatu pola singkapan
(Gambar 3.10). Hukum tersebut sebagai berikut :

1. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola


garis kontur.
2. Lapisan dengan dip berlawanan arah dengan slope akan membentuk pola
singkapan “V” yang memotong lembah dimana pola singkapannya
berlawanan dengan arah kemiringan lembah.
3. Lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus, dimana
pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
4. Lapisan dengan dip searah dengan arah slope dimana dip lapisan lebih
besar dari pada slope, akan membentuk pola singkapan dengan huruf “V”
mengarah sama (searah) dengan arah slope.

34
5. Lapisan dengan dip searah dengan slope dan besarnya dip sama dengan
slope, maka pola singkapannya terpisah oleh lembah.
6. Lapisan dengan dip yang searah dengan slope, dimana besar dip lebih kecil
dari slope, maka pola singkapannya akan membentuk huruf “V” yang
berlawanan dengan arah slope .

Gambar 3.10 Hukum “V” yang menunjukkan hubungan kedudukan lapisan

3.6.7 Analisis Geologi Sejarah


Pada tahap ini cara yang digunakan untuk menentukan geologi sejarah dari
daerah penelitian adalah dengan mengacu kepada geologi regional peneliti
terdahulu. Berdasarkan litostratigrafinya, dapat diketahui kronologis peristiwa
perkembangan pembentukan batuan di lokasi penelitian yang dihubungkan
dengan tektonik serta skala waktu geologi kemudian didapatkan hasil dari satu
kesatuan dari data-data tersebut sehingga bisa diinterpretasikan bagaimana sejarah
pembentukan geologi pada daerah tersebut.

35
3.6.8 Potensi Geologi
Pada tahap ini dapat diketahui apakah wilayah penelitian memiliki potensi
geologi sumber daya alam yang dapat lihat dari litologi-litologi yang terbentuk
pada daerah penelitian. Selain itu juga dapat dilihat berdasarkan aspek dari
kondisi geomorfologi daerah setempat.

3.7 Tahap Penyusunan Laporan

Pada tahap ini hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan rekonstruksi
data yang diperoleh dari lapangan serta hasil dari studi regional yang disajikan
dalam bentuk laporan pemetaan. Pada laporan ini, disertakan juga peta kerangka,
peta geomorfologi, peta pola jurus perlapisan batuan, dan peta geologi.

3.8 Diagram alir pemetan

Kegiatan ini dilakukan agar berjalan secara sistematis dan terperinci


dengan tujuan memperlancar dan mempermudah kegiatan. Pada diagram alir
pemetaan ini memiliki 3 tahap yaitu

1. Tahap Persiapan : Pembuatan sk dan proposal, Studi Literatur, Survey dan


perizinan.
2. Tahap Proses : Kegiatan lapangan dan Kegiatan analisis
3. Tahap Hasil : Laporan

Diantara 3 tahap berikut ada pembagiannya secara rinci dapat dilihat pada
(Gambar 3.11).

36
Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian.

37

Anda mungkin juga menyukai