PENDAHULUAN
1
ulang data-data geologi dan informasi terbaru secara detail mengenai sebaran
litologi,stratigrafi, struktur geologi, geomorfologi, geologi sejarah, sumberdaya
dan informasi yang telah ada sebelumnya pada daerah penelitian.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
geologi bagi masyarakat terutama masyarakat daerah Desa Tabing sehingga dapat
dijadikan referensi dalam pengembangan insfastruktur serta bermanfaat bagi
kalangan akademisi ahli geografi yang ingin mengetahui kondisi geologi dari
Daerah Desa Tabing.
2
1. Aspek geomorfologi, meliputi unsur-unsur geomorfologi seperti pola aliran
sungai, perbukitan, elevasi dan kontur serta penarikan batas-batas satuan
geomorfologi berdasarkan klasifikasi yang ada.
2. Aspek litostatigrafi, meliputi urut-urutan perlapisan batuan penyusun di
lokasi penelitian yang dihubungkan dengan penamaan satuan batuan yang
ada.
3. Lingkungan pengendapan, meliputi analisis di lingkungan pengendapan
mana batuan tersebut terendapkan. Mengacu pada keterdapatan mikrofosil
yang terdapat pada satuan batuan atau mengacu pada stratigrafi regional.
4. Aspek struktur geologi, mengukur dan menganalisis indikasi struktur yang
terjadi di daerah penelitian.
5. Aspek sejarah geologi, meliputi kronologis peristiwa perkembangan
pembentukan batuan di lokasi penelitian yang dijadikan dalam bentuk 3D
dan di hubungkan dengan tektonik serta skala waktu geologi berdasarkan
analisis data yang ada.
6. Potensi geologi, meliputi keberadaan sumberdaya alam yang berpotensi
untuk dapat di manfaatkan,berupa potensi geowisata.
3
Bagian Utara Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten
Bengkalis
: Daerah penelitiaan
Gambar 1.1 Fisiografi Kabupaten Kampar.
4
1.6 Waktu Penelitian
Pada kegiatan penelitian ini waktu yang diperlukan kurang lebih 7 (Bulan),
dimulai sejak Agustus 2019 hingga November 2019, dengan meliputi beberapa
pekerjaan persiapan, kajian pustaka, pekerjaan lapangan atau pengambilan data,
pengolahan data dan laboratorium dan kolokium pada juli 2020 serta penyelesaian
revisi peta dan laporan.
5
Bulan September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
dan Studi
Pustaka
Survei
Daerah
Penelitian
Persiapan
Pembuatan
Peta dan
Proposal
Perizinan
Kegiatan
Penelitian
Lapangan
Analisis Data
Pembuatan
Laporan
Bimbingan
Kolokium
Tabel 1: Tahap-tahap pemetaan geologi lanjut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah busur vulkanik Barisan membujur pada bagian tengah ini dari
Barat Laut Tenggara, dengan patahan semangko di tengahnya.
Wilayah dataran Tersier yaitu perbukitan lipatan Tersier membentang
dibagian timur pegunungan vulkanik tersebut.
Wilayah dataran rendah Quarter dimana beberapa tempat mengandung
deposit batubara dengan medan berat, Sementara pada posisi barat provinsi
ini terdapat dataran rendah.
7
Keterangan :
: Daerah Penelitian
Gambar 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian.
2.2 Stratigrafi
8
Gambar 2.2 Geologi Regional Daerah Penelitian.
9
Berikut stratigrafi regional yang berada pada daerah penelitian dapat dilihat pada
(Tabel 2.2)
Tabel 2.2 Stratigrafi regional daerah penelitian.
10
2.3 Tektonika dan Geologi Struktur Daerah Penelitian
1. Episode Tektonik F0
2. Episode Tektonik F1
3. Episode Tektonik F2
11
4. Episode Tektonik F3
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
13
1. Kompas geologi
2. Palu geologi (beku dan sedimen)
3. Peta dasar (peta topografi)
4. Lensa lup tangan (perbesaran 10x atau 20x atau lainnya)
5. Buku catatan lapangan (termasuk lembar deskripsibatuan)
6. Alat tulis (pensil 2B, spidol, dan lain-lain)
7. Larutan HCl 0,1 N
8. Komparator batuan dan Stereonet Saku
9. Meteran ukur atau pita ukur (measuring tape)
10. Papan clip
11. Kantong contoh batuan
12. Kamera
13. Tas lapangan
1. Perizinan
Perizinan dilakukan baik dari pihak Universitas Islam Riau maupun
pemerintah daerah di lokasi pemetaan.
2. Studi pustaka
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan
geologi daerah penelitian secara regional. Hasil dari sejumlah pustaka
peneliti terdahulu, didapatkan data–data geologi regional yang
berhubungan dengan daerah penelitian.
3. Pembuatan peta dasar, peta lintasan, peta pola pengaliran.
14
3.4 Tahap Penelitian Lapangan
2. Metode GPS
Cara :
a. Untuk menentukan lintasan perjalanan, aktifkan GPS dari kita memulai
perjalanan dan memasuki daerah penelitan. Selanjutnya ploting di GPS
setiap berapa meter sampai kita selesai melakukan perjalanan.
b. Untuk menentukan posisi kita di peta, aktifkan GPS lalu lakukan ploting
setiap kita akan memplot posisi kita di peta.
Keuntungan :
a. Cepat
b. Arah lintasan bebas
c. Data terpercaya dan mudah dicek
d. Mudah mengetahui data penelitian
Kekurangan :
a. Penggunaannya sangat tergantung pada sinyal dari satelit.
b. Keterbatasan penggunaan pada dearah vegatasi lebat.
c. Cuaca dapat pengaruhi metode ini.
15
3.5 Pengamatan Singkapan
Pada pengamatan setiap singkapan dapat dilakukan pengeplotan lokasi stasiun
pengamatan di peta kerangka serta pendeskripsian singkapan batuan secara
makroskopis. Pengamatan singkapan meliputi :
1. Pengukuran dimensi singkapan, foto, dan sketsa.
2. Deskripsi litologi, strike-dip, ketebalan lapisan, dan struktur sedimen.
3. Pengambilan data struktur geologi berupa sesar, lipatan ataupun kekar.
4. Pengambilan sampel.
Saat pengambilan sampel yang dilakukan ialah mencari batuan yang segar dan
juga tidak terdeformasi atau masif. Selanjutnya singkapan dipukul menggunakan
palu geologi jenis palu batuan beku untuk batuan beku dan palu batuan sedimen
untuk batuan sedimen, dengan bertujuan untuk mendapatkan sampel dengan bener
ideal yaitu sebesar kepal tangan orang dewasa.
16
Tabel 3.1 Pemerian bentuk lahan absolute berdasarkan perbedaan ketinggian
Ketinggian (meter) Keterangan
< 50 Dataran rendah
50 – 200 Perbukitan rendah
200 – 500 Perbukitan
500 – 1.000 Perbukitan tinggi
1.000 – 3.000 Pegunungan
> 3000 Pegunungan tinggi
17
Tabel 3.3 Pola pengaliran dasar sungai dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)
POLA
PENGALIRAN KARAKTERISTIK KETERANGAN
DASAR GAMBAR
Perlapisan batuan sedimen relatif
datar atau paket batuan kristalin yang
tidak seragam dan memiliki
ketahanan terhadap pelapukan.
Secara regional daerah aliran
memiliki kemiringan landai, jenis
pola pengaliran membentuk
DENDRITIK percabangan menyebar seperti pohon
rindang. Pola aliran dendritik di
jumpai pada batuan sedimen dengan
perlapisan yang hampir mendatar
atau dalam batuan beku massif dan
juga batuan yang terlipat kuat atau
dalam batuan yang termetamorfosa
kuat.
Pada umumnya menunjukkan daerah
yang berlereng sedang sampai agak
curam dan dapat ditemukan pula
pada daerah bentuk lahan perbukitan
yang memanjang. Sering terjadi pola
peralihan antara pola dendritik
PARALEL
dengan pola paralel atau tralis.
Bentuk lahan perbukitan yang
memanjang dengan pola pengaliran
paralel mencerminkan perbukitan
tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
Batuan sedimen yang memiliki
kemiringan perlapisan (dip) atau
terlipat, batuan vulkanik atau batuan
metasedimen derajat rendah dengan
TRELLIS perbedaan pelapukan yang jelas.
Jenis pola pengaliran biasanya
berhadapan pada sisi sepanjang
aliran subsekuen.
Induk sungai dengan anak sungai
memperlihatkan arah lengkungan
menganan, pengontrol struktur atau
sesar yang memiliki sudut
REKTANGULAR kemiringan, tidak memiliki
perulangan perlapisan batuan
sedimen, dan sering memperlihatkan
pola pengaliran yang tidak menerus.
18
Bentuk menyebar dari satu pusat,
biasanya terjadi pada kubah intrusi,
kerucut vulkanik serta sisa-sisa erosi.
Memiliki dua sistem, sentrifugal
RADIAL
dengan arah penyebaran keluar dari
pusat (berbentuk kubah) dan
sentripetal dengan arah penyabaran
menuju pusat (cekungan).
Bentuk seperti cincin yang disusun
oleh anak-anak sungai, sedangkan
induk sungai memotong anak sungai
ANULAR hampir tegak lurus. Mencirikan
kubah dewasa yang telah terpotong
atau terkikis, disusun perselingan
batuan keras dan lunak.
Endapan berupa gumuk hasil
longsoran dengan perbedaan
penggerusan atau perataan batuan
MULTIBASINAL dasar, merupakan daerah gerakan
tanah, vulkanisme, pelarutan
gamping dan lelehan salju
(permafrost).
2.Morfogenetik
Tabel 3.4 Warna satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam,
1985).
19
Bentuk lahan asal laut (marine) Hijau
Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor dari luar
bumi seperti iklim, dan vegetasi. Akibat pengaruh iklim dapat disebut sebagai
pengaruh fisika dan kimia. Proses eksogen cenderung merubah permukaan bumi
secara bertahap, yaitu pelapukan batuan.
3. Morfometri
Merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng
yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan
lereng menurut (van Zuidam 1983, dalam Hindartan, 1994) sehingga diperoleh
penamaan kelas lerengnya.
20
𝑛 − 1 𝐼𝑐
𝑆= × 100%
𝑑𝑥. 𝑠𝑝
Keterangan : S = Kemiringan lereng
n = nilai jumlah kontur yang terpotong (cm)
Ic = interval kontur (cm)
dx = panjang garis potong (cm)
sp = skala peta .
Tabel 3. 5 Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE.
Klasifikasi
Kemiringan Kemiringan Klasifikasi
Keterangan USLE*
lereng (°) lereng (%) USSSM* (%)
(%)
<1 0-2 Datar – hampir datar 0-2 1–2
1–3 3-7 Sangat landai 2-6 2–7
3–6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 – 12
6–9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 – 18
9 – 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 – 24
25 – 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24
> 65 > 140 Terjal
*USSSM = United Stated Soil System Management; USLE = Universal Soil Loss Equation
21
Tabel 3.6 Klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan van Zuidam (1983, dalam
Hindartan, 1994).
22
.
Adalah bidang sentuh antara dua satuan yang berlainan ciri litologinya. Batas
Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut
sebagaimana didefinisikan. Batas Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus
berhimpit dengan batas satuan stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu
sama lain.
23
1) Selaras (conformity)
Keselarasan (Conformity) adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan
lapisan batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus), tidak
terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan. Secara umum di
lapangan ditunjukkan dengan kedudukan lapisan (strikr/dip) yang sama atau
hampir sama.
2) Tidak Selaras (unconformity)
Ketidakselarasan berhubungan dengan sedimentasi antara satu lapisan
batuan dengan batuan lain. Beberapa macam ketidakselarasan dalam perlapisan
batuan:
i. Angular unconformity, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya
menunjukkan sautu lapisan yang telah terangkat atau terlipatkan dan tererosi,
kemudian di atas lapisan tersebut diendapakan lapisan yang baru.
ii. Disconformity, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya berupa suatu
lapisan yang telah tererosi dan di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan
lapisan.
iii. Paraconformity,ketidakselarasan yang menunjukkan suatu lapisan di atas dan
dibawahnya yang sejajar.
iv. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang terjadi dimana terdapat
kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
24
3.6.5 Analisis Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah suatu tempat pengendapan yang
dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut
diendapkan. Lingkungan pengendapan terbagi menjadi dua macam yaitu
continental dan transisi. Membahas tentang lingkungan pengendapan, akan ada
parameter-parameter yang berkaitan dengan proses terbentuknya lingkungan
pengendapan tersebut. Ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui daerah
diendapkannya lapisan yang akan diteliti.
25
struktur geologi diperlukan beberapa metode seperti hukum v dan pola jurus serta
stereonet. Hukum v (v rule) adalah hukum yang menjelaskan hubungan antara
lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan
menghasilkan suatu pola singkapan yang beraturan, dimana aturan tersebut
dikenal dengan hukum v.
Pola jurus pada dasarnya ialah perlapisan batuan yang merupakan kontur
dari strike/dip (kesamaan arah jurus dan kemiringan batuan). Rekonstruksi pola
jurus perlapisan batuan, data jurus dan kemiringan lapisan batuan ditampilkan
dalam bentuk symbol pada peta topografi. Berdasarkan jurus perlapisan ditarik
garis kelurusannya (setelah dilakukan koreksi topografi).
3.6.6.1 Kekar
Analisa kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan,
dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk
sebelum atau pada saat pembentukan sesar (Gambar 3.6). Cara ini sangat lemah
dan umumnya dipakai pada daerah yang lebih luas (regional) dan data yang
dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga sesar yang dapat diamati dari peta topografi,
foto udara dan citra landsat (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 :(a) Diagram Frekuensi dan Diagram Kontur dari Kekar-Kekar
yang dapat Dipergunakan untuk Menentukan Tegasan Utama (b) Diagram
Blok Pola-Pola Kekar dan Hubungannya dengan Tegasan Regional disuatu
Wilayah.
Cara pendekatan lain untuk menganalisa kekar yaitu dengan melihat gejala
yang terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak dari sesar, struktur
26
kekar juga dapat terbentuk. Beberapa contoh gerak sesar dapat menimbulkan
polakekar “pinnate” (struktur bulu ayam), “enechelon” fractures seperti pada
(Gambar 3.7). Kekar – kekar ini umumnya merupakan kekar regangan yang sudut
lancip searah dengan gerak sesar.
Gambar 3.7 :Pola Kekar Regangan yang dapat Dipakai untuk Menentukan
Gerak Sesar.
3.6.6.2 Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
“pergeseran yang berarti” pada bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa bidang
sesar (fault plain) atau rekahan tunggal. tetapi sesar dapat juga dijumpai sebagai
semacam jalur yang terdiri dari beberapa sesar minor.
Jalur sesar atau jalur penggerusan, mempunyai dimensi panjang dan lebar yang
beragam, dari skala minor sampai puluhan kilometer. Kekar yang memperlihatkan
pergeseran bisa juga disebut sebagai sesar minor.
27
sangat besar yang berdampak getaran bagi sekitarnya saat suatu batuan
mengalami patahan atau yang sering kita sebut dengan gempa. Arah pergerakan
pada suatu patahan tergantung pada kekuatan batuan.
Patahan diakibatkan oleh batuan yang ditekankan atau mendapatkan gaya
yang pada umumnya dalam bentuk tekanan (pada umumnya membentuk lipatan)
yang kemudian batuan dapat pecah. Patahan adalah istilah yang menandai adanya
gaya tekan atau tekanan dan terjadi secara alami yang geometris.
B. Klasifikasi sesar
Para ahli geologi, membagi sesar menjadi dua kelompok besar berdasaran
tipe pergeserannya dan ada tidaknya pitch pada bidang sesar. Slip (pergeseran
relatif) yaitu pergeseran relatif pada sesar, diukur dari jarak blok pada bidang
pergeseran titik-titik yang sebelumnya berhimpit. Jarak total dari pergeseran
disebut dengan Net Slip. Slip Fault terbagi atas:
a. Strike slip fault, sesar yang arah pergerakannya relatif parallel dengan strike
bidang sesar. (Pitch 00 - 100). Sesar ini disebut juga sebagai Sesar Mendatar.
Sesar mendatar terbagi lagi atas :
1. Sesar mendatar sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kirinya lebih
mendekati pengamat.
2. Sesar mendatar dextral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kanannya
lebih mendekati pengamat.
b. Dip slip fault, sesar yang arah pergerakannya relatif tegak lurus jurus bidang
sesar dan berada pada dip bidang sesar. (Pitch 80° - 90°). Dip slip fault
terbagi lagi atas :
1. Sesar normal, yaitu sesar yang pergerakan hanging-wallnya relatif turun
terhadap foot-wall.
2. Sesar naik, yaitu sesar yang pergerakan hanging-wallnya relatif naik terhadap
foot-wall.
c. Oblique fault, yaitu sesar yang vektor pergerakannya terpengaruh arah strike
dan dip bidang sesar. (Pitch 100 - 800). Berdasarkan Pergerakan relatif dari
hanging wall dan footwallnya sesar dibedakan menjadi :
28
1. Normal fault, sewaktu batuan meregang akibat gaya tension, normal fault
terjadi dimana hanging wall bergerak turun relatif terhadap footwall.
Menimbulkan gawir (fault scarp). Umumnya memiliki kemiringan > 45°.
2. Reverse fault, sewaktu batuan mengalami kompresi, reverse fault muncul.
Blok hanging wall bergerak keatas realtif terhadap footwall. Hal ini
menyebabkan pemendekan tubuh batuan dan penebalan lapisan. Umumnya
memiliki dip minimum 45°. Jika kemiringan bidang sesar kurang dari 45o, ini
dinamakan Thrust fault. Hal ini menyebabkan batuan lebih tua pada blok
hanging wall bergerak ke atas dan melewati batuan lebih muda pada foot
wall berkilometer.
3. Strike slip-fault, pergerakan lapisan horizontal dan pararel terhadap jurus
bidang sesar. Umumnya memiliki kemiringan yang vertical dan curam.
d. Separation (pergeseran relatif semu).
Bila pitch tidak dapat ditemukan, maka pergeseran tidak dapat ditentukan,
maka pergeseran disebut separation.
29
D. Indikasi Sesar
Pada kenyataan, struktur sesar tidaklah semuanya utuh. Namun lebih
sering hanya sebagian hangingwall atau footwall saja yang nampak. Beberapa
indikasi umum adanya sesar :
E. Penamaan Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis struktur sesar dilapangan
dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya dragfold
(lipatan seret), offset litologi,kekar-kekar, cermin sesar, breksiasi, zona hancuran,
dan air terjun,juga dengan mengamati dan mengukur data kekar yang
berkembang di lapangan serta menganalisisnya secara statistik melalui bantuan
program DIPS, yang kemudian dimasukkan dalam Tabel 3.7 dan diagram
Gambar 3.8 yang menunjukkan klasifikasi sesar menurut Rickard,1972.
3.6.6.3 Lipatan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis
atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam
lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan
merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat dari deformasi
terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan bentuk
30
(distorsi) dan perputaran (rotasi). Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada
sebelumnya terubah menjadi bentuk bidang lengkung atau garis lengkung.
Penamaan sesar berdasarkan nomor yang ada pada tabel adalah sebagai
berikut :
31
15. Sesar sinistral normal dengan dip < 45° ( Lag left slip fault ).
16. Sesar sinistral normal dengan dip > 45° ( Normal left slip fault ).
17. Sesar normal sinistral dengan dip < 45° ( Left normal slip fault ).
18. Sesar sinistral ( Left slip fault ).
19. Sesar sinistral naik dengan dip < 45° ( Thrust left slip fault ).
20. Sesar naik sinistral dengan dip < 45° ( Left thrust slip fault ).
21. Sesar naik sinistral dengan dip > 45° ( Left reverse slip fault ).
22. Sesar sinistral naik dengan dip > 45° ( Reverse left slip fault ).
32
6. Axial plane
Axial plane (bidang sumbu) merupakan bidang yang dibentuk melalui garis-
garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini tidak selalu berupa bidang lurus
(planar), tetapi dapat melengkung lebih umum dapat disebutkan sebagai axial
surface.
7. Fold limb
Fold limb (sayap lipatan) secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang
terlipat, yang berada diantara daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas
pelengkungan (inflection line).
Fleuty (1964) membuat klasifikasi yang didasarkan pada kedua sifat
kedudukan tersebut, dan secara lebih tepat menyatakan besaran kecondongannya
kemiringan dan penunjamannya. Deskripsi yang diberikan merupakan gabungan
dari kedua kriteria yang ada, yaitu kemiringan dari bidang sumbu dan penunjaman
dari garis sumbu dapat dilihat pada (Tabel 3.8).
Didalam analisa struktur lipatan, hubungan sudut antara garis dan bidang
dapat diselesaikan dengan deskripsi geometri. Cara yang lebih praktis adalah
dengan menggunakan jaring stereografi, terutama bila kita berhadapan dengan
33
struktur yang kompleks. Suatu hasil pengukuran kedudukan bidang-bidang
perlapisan diplot pada jaring stereografi (Gambar 3.9).
N
N N
3 3
1 1
2
P5
P4
P6
P3
5 P1
4 P2
(a) (b)
Gambar 3.9 Proyeksi Stereografi dari Bidang - Bidang pada Suatu Lipatan.
3.6.6.4 Hukum V
34
5. Lapisan dengan dip searah dengan slope dan besarnya dip sama dengan
slope, maka pola singkapannya terpisah oleh lembah.
6. Lapisan dengan dip yang searah dengan slope, dimana besar dip lebih kecil
dari slope, maka pola singkapannya akan membentuk huruf “V” yang
berlawanan dengan arah slope .
35
3.6.8 Potensi Geologi
Pada tahap ini dapat diketahui apakah wilayah penelitian memiliki potensi
geologi sumber daya alam yang dapat lihat dari litologi-litologi yang terbentuk
pada daerah penelitian. Selain itu juga dapat dilihat berdasarkan aspek dari
kondisi geomorfologi daerah setempat.
Pada tahap ini hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan rekonstruksi
data yang diperoleh dari lapangan serta hasil dari studi regional yang disajikan
dalam bentuk laporan pemetaan. Pada laporan ini, disertakan juga peta kerangka,
peta geomorfologi, peta pola jurus perlapisan batuan, dan peta geologi.
Diantara 3 tahap berikut ada pembagiannya secara rinci dapat dilihat pada
(Gambar 3.11).
36
Gambar 3.11 Diagram Alir Penelitian.
37