Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang bumi,
mencakup material penyusunnya, perubahan fisika dan kimia yang terjadi, sejarah
perkembangan dan segala proses yang terjadi dimasa lampau, yang sedang
berlangsung saat ini, serta perkiraan proses geologi dimasa yang akan datang.
Pemetaan geologi merupakan salah satu upaya untuk mengaplikasikan ilmu
geologi guna memahami kondisi geologi suatu daerah, mengetahui potensi
sumber daya dan aspek kebencanaan daerah yang dipetakan.
Lokasi pemetaan berada di Kabupaten Purwakarta yang termasuk dalam
Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949) dan termasuk dalam Peta Geologi Lembar
Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Berdasarkan fisiografi regional dan peta geologi
regional, lokasi pemetaan merupakan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas
gunungapi kuarter dan didominasi oleh batupasir tufaan dan konglomerat berumur
kuarter.
Oleh karena itu peneliti melakukan pemetaan geologi di daerah Kecamatan
Darangdan dan sekitarnya dengan tujuan menyajikan informasi geologi yang lebih
rinci dibandingkan dengan yang ada pada peta geologi regional yang digunakan
sebagai bahan studi pustaka pada pemetaan geologi ini.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa hal yang perlu diidentifikasi
untuk mendapatkan data geologi dan menginterpretasinya. Adapun identifikasi
masalah yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana kondisi geomorfologi dan proses-proses geologi apa saja yang
memengaruhi terbentuknya bentang alam pada daerah pemetaan?
2. Bagaimana persebaran litologi, pembagian satuan litologi serta stratigrafi pada
daerah pemetaan?
3. Bagaimana struktur geologi yang berkembang pada daerah pemetaan?
4. Bagaimana sejarah geologi yang terjadi pada daerah pemetaan?
5. Bagaimana potensi sumber daya dan kebencanaan geologi di daerah pemetaan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari Pemetaan Geologi Lanjut ini yaitu untuk mengaplikasikan
teori yang didapat selama perkuliahan di kelas serta untuk mengetahui kondisi
geologi daerah pemetaan melalui pembuatan peta geologi.
Tujuan dilakukan pemetaan geologi ini adalah:
1. Mempelajari kondisi geomorfologi daerah pemetaan meliputi unsur-unsur
geomorfologi, penentuan satuan geomorfologi serta proses-proses
geomorfologi yang memengaruhinya.
2. Mengetahui jenis litologi, persebaran litologi, karakter fisik batuan (baik secara
megaskopis di lapangan maupun secara mikroskopis di laboratorium),
lingkungan pengendapan serta stratigrafi daerah pemetaan.
3. Mempelajari dan menganalisis struktur geologi yang berkembang pada daerah
pemetaan, serta pola struktur dan sejarah tektoniknya.
4. Mempelajari dan menganalisis sejarah geologi pada daerah pemetaan
berdasarkan data-data yang di peroleh.
5. Mengidentifikasi potensi sumber daya dan kebencanaan geologi daerah
pemetaan.

1.4 Metode Pemetaan


Daerah pemetaan diidentifikasi kondisi geologinya dengan metode
orientasi lapangan dan lintasan. Berikut beberapa hal yang akan dibahas dan
digunakan dalam pemetaan geologi, yaitu:

1.4.1 Objek Pemetaan


Objek pemetaan dalam kegiatan pemetaan geologi adalah:
1. Geomorfologi
Unsur-unsur geomorfologi yang digunakan untuk penentuan proses
geomorfologi meliputi morfografi, morfometri, morfogenetik, bentuk lembah,
dan pola pengaliran sungai.
2. Litologi
Pengamatan dan pendeskripsian jenis batuan yang tersingkap di permukaan.
Dimana batuan-batuan tersebut akan dikelompokkan menjadi satuan-satuan
batuan berdasarkan karakteristiknya serta dilakukannya analisis petrografi di
laboratorium.
3. Stratigrafi
Melakukan pembagian satuan batuan berdasarkan petrologi batuan,
menggunakan prinsip stratigrafi untuk menentukan urut-urutan satuan batuan
termuda-tertua dengan memperhatikan berbagai sumber data (mis. Fosil).
4. Struktur Geologi
Struktur geologi (kekar, sesar, dan lipatan) dan indikasinya yang diamati di
lapangan atau melalui citra satelit (Digital Elevation Model/DEM), aspek-
aspek geomorfologi berupa pola kelurusan lembah, dapat menentukan arah dan
gaya tegasan, serta jenis pola struktur geologi yang berkembang pada daerah
pemetaan.
5. Sejarah Geologi
Rekonstruksi proses geologi berdasarkan data yang didapat di lapangan dan
kesebandingan dengan geologi regional.
6. Potensi Geologi
Sumber daya geologi yang terdapat pada daerah pemetaan baik yang sudah
dimanfaatkan maupun yang belum, serta kebencanaan geologi yang telah atau
berpotensi terjadi.

1.4.2 Alat-alat dan Perlengkapan


Perlengkapan yang dibutuhkan dalam pemetaan, yaitu:
1. Peta dasar berskala 1: 12.500.
2. Global Positioning System (GPS) genggam, untuk mengetahui letak
koordinat stasiun pengamatan dan lintasan yang telah disusuri.
3. Kompas geologi, digunakan untuk pengukuran azimuth, jurus serta
kemiringan perlapisan batuan dan unsur struktur geologi lainnya.
4. Palu geologi, terdiri dari palu batuan beku dan sedimen.
5. Pita ukur, untuk mengukur ketebalan lapisan batuan.
6. Plastik sampel atau kantong label, untuk menyimpan sampel batuan dari
setiap stasiun pengamatan dan diberi keterangan atau label menggunakan
spidol.
7. Lup atau kaca pembesar, untuk memperbesar kenampakan objek pengamatan
(mineral dan butiran pada batuan) agar lebih mudah diamati dan diteliti.
8. Komparator batuan, digunakan sebagai pembanding jenis mineral dan ukuran
butir dalam penentuan jenis batuan secara megaskopis maupun mikroskopis.
9. HCl 0,1 N, untuk menguji keterdapatan kandungan karbonat pada sampel
batuan.
10. Kamera, untuk mengambil data visual dari singkapan dan bentuk
geomorfologi.
11. Alat tulis, meliputi buku catatan lapangan, papan dada, spidol permanen,
pulpen, pensil, penggaris, dan busur derajat.
12. Tas lapangan untuk membawa alat-alat dan perlengkapan.
13. Data citra satelit berupa data DEM (Digital Elevation Model) daerah
pemetaan.
14. Laptop yang dilengkapi dengan software untuk mengolah data geologi seperti
ArcGis, Dips, Global Mapper, Sedlog, dan Corel Draw.

1.4.3 Langkah-langkah Pemetaan


Pemetaan geologi dilakukan dengan beberapa tahapan untuk memperoleh
data yang akurat, penyusunan laporan dan pembuatan peta yang benar.
Gambar 1.1 Diagram alir pemetaan

1.4.3.1 Tahap Persiapan


Persiapan perlu dilakukan sebelum melakukan pekerjaan lapangan. Tahap
persiapan meliputi perizinan dan pengumpulan informasi yang digunakan dalam
pemetaan. Kegiatan-kegiatan pada tahapan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Peta Dasar berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia No. 1209-242
Lembar Cikalong Wetan.
2. Studi literatur mengenai kondisi daerah pemetaan dari berbagai sumber
referensi buku maupun hasil pemetaan terdahulu di daerah terkait.
3. Melakukan analisis penginderaan jauh dan analisis geomorfologi berdasarkan
citra satelit berupa data DEM (Digital Elevation Model dari DEMNAS).
4. Membuat peta morfografi, morfometri, dan morfogenetik berdasarkan Van
Zuidam (1975) serta peta pola pengaliran sungai dan peta kerapan sungai
berdasarkan Howard (1976).
5. Identifikasi struktur geologi berdasarkan citra DEM dan peta topografi yang
memperlihatkan pola-pola kelurusan atau pola-pola pembelokan.
6. Planning traverse yaitu perencanaan mengenai kegiatan lapangan serta lintasan
pemetaan yang akan dilalui.
7. Pembuatan laporan pemetaan Bab I Pendahuluan, Bab II Geomorfologi, dan
Bab III Geologi subbab Regional.
8. Perizinan kegiatan pemetaan dari tingkat universitas sampai tingkat
pemerintahan desa di daerah pemetaan.

1.4.3.2 Tahap Pekerjaan Lapangan


Pada pemetaan ini digunakan metode orientasi lapangan dan metode
lintasan. Metode orientasi lapangan dalam pelaksanaannya didukung dengan
penggunaan GPS (Global Positioning System), dilakukan dengan cara menarik
garis-garis terarah pada suatu titik observasi terhadap objek yang jelas dan dapat
diidentifikasi pada peta atau juga dilakukan dengan mencocokkan kenampakan
bentang alam di sekitar daerah yang sedang di observasi seperti sungai, lembah,
punggungan, gunung, jalan, jembatan, pemukiman, dan lain-lain.
Metode lintasan merupakan metode yang akan mengkompilasikan
beberapa lintasan menjadi suatu peta geologi, dimana lintasan yang dimaksud
adalah suatu series titik pengamatan atau stasiun yang terukur dalam arah dan
jarak. Lintasan yang terukur digunakan untuk membuat penampang geologi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pekerjaan lapangan adalah sebagai
berikut:
1. Plotting data koordinat lokasi observasi
2. Pengamatan litologi pada singkapan batuan dan mendeskripsi karakteristik
batuan secara megaskopis. Menentukan arah, jurus, serta kemiringan lapisan
batuan.
3. Pengamatan terhadap adanya indikasi yang menunjukkan perubahan pada
litologi dan struktur geologi.
4. Pengukuran ketebalan dan struktur pada singkapan batuan.
5. Penggambaran sketsa dan pengambilan foto singkapan batuan.
6. Sampling atau pengambilan sampel batuan dengan ukuran yang dapat
diasumsikan mewakili singkapan, lapisan atau satuan batuan.

1.4.3.3 Tahap Pasca Lapangan dan Pekerjaan Laboratorium


Data hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan disusun yang
kemudian diolah dan dianalisis. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah
sebagai berikut:
1. Merekap dan memeriksa kelengkapan data lapangan yang nantinya akan
disusun ke dalam jurnal lapangan.
2. Pembuatan peta kerangka dengan data lapangan yang belum diolah.
3. Pekerjaan laboratorium pada Lab. Petrografi berupa analisis petrografi yang
dilakukan secara mikrokopis untuk menentukan jenis batuan berdasarkan
pendekatan kuantitatif. Berikut langkah-langkah yang dilakukan di
laboratorium:
1) Pembuatan sayatan batuan dari sampel batuan yang akan dianalisis.
2) Sayatan batuan kemudian diamati dan dideskripsi menggunakan mikroskop
polarisator. Parameter pendeskripsiannya adalah: bentuk kristal, warna,
pleikroisme, belahan, inklusi, indeks bias, relief, kembar, zoning, orientasi,
sudut pemadaman, warna interferensi, sumbu optik, tanda optik, dan
persentase jenis mineral penyusun batuan.
3) Persentase jenis mineral penyusun batuan digunakan untuk menentukan
jenis batuan berdasarkan diagram klasifikasi Streckeisen (1976) untuk
batuan beku, klasifikasi Pettijohn (1975) untuk batuan sedimen, klasifikasi
Dunham (1962) untuk batugamping), klasifikasi Fisher (1966) dan
klasifikasi Schmidt (1981) untuk batuan piroklastik dan tuf.
4. Pekerjaan laboratorium pada Lab. Paleontologi berupa analisis paleontologi,
yang dilakukan untuk mengetahui umur relatif satuan batuan beserta
lingkungan pengendapannya. Analisis tersebut dilakukan pada fosil mikrofosil
foraminifera bentonik dan planktonik atau bisa juga pada sayatan foraminifera
bentonik besar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Melakukan preparasi sampel batuan yaitu dengan menumbuk sampel batuan
yang kemudian mencampurkannya dengan H2O2 dan NaOH dengan fungsi
untuk melepaskan material sedimen (menjadi butiran). Selanjutnya sampel
dicuci sambil disaring dengan penyaring khusus lalu dikeringkan dengan
menggunakan oven. Kemudian dimasukkan kedalam wadah plastik sampel
dan diberi label.
2) Picking sampel, mengidentifikasi fosil pada sampel butiran dan kemudian di
“pick”/diambil dengan tujuan memisahkan fosil dengan material sedimen
lainnya.
3) Fosil ditempelkan pada plate dan dikelompokkan berdasarkan morfologinya
pada kotak yang terdapat pada plate.
4) Determinasi fosil mengikuti buku pedoman berdasarkan morfologinya.

1.4.3.4 Tahap Analisis Data


Hasil data pengamatan di lapangan serta data hasil pekerjaan laboratorium
dilakukan analisis dan pengolahan. Hasil analisis tersebut akan disajikan dalam
bentuk peta dan laporan. Analisis yang dilakukan meliputi:

1.4.3.4.1 Tahap Analisis Geomorfologi


Analisis ini mencakup analisis morfografi, analisis morfometri, dan
analisis morfogenetik yang selanjutnya akan disajikan dalam peta geomorfologi.
1. Analisis Morfografi
Morfografi berasal dari kata morfo (bentuk) dan grafi (gambaran). Analisis
morfografi merupakan aspek deskriptif geomorfologi suatu daerah seperti
dataran, perbukitan, pegunungan dan plato. Analisis morfografi dilakukan
dengan menganalisis kenampakan topografi di lapangan berupa identifikasi
bentuk lahan, pola yang tampak dari kerapatan kontur serta pola pengaliran
sungai. Morfografi ditinjau dari klasifikasi Van Zuidam (1985) berdasarkan
hubungan ketinggian absolut dengan bentuk lahan (Tabel 1.1) dan berdasarkan
genetik bentuk lahan (Tabel 1.2).

Tabel 1.1 Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (Van Zuidam, 1985)
Ketinggian absolut (meter) Morfografi
<50 Dataran Rendah
50-100 Dataran Rendah Pedalaman
100-200 Perbukitan Rendah
200-500 Perbukitan
500-1500 Perbukitan Tinggi
1500-3000 Pegunungan
>3000 Pegunungan Tinggi

Tabel 1.2 Klasifikasi satuan geomorfologi berdasarkan pada morfogenetik atau bentuk
asal lahan (Van Zuidam, 1985)
Kelas Genetik Kode Huruf Simbo Warna
Bentuk Lahan Asal Angin (aeolian) A Kuning
Bentuk Lahan Asal Denudasional D Cokelat
Bentuk Lahan Asal Asal Sungai (fluvial) F Biru Tua
Bentuk Lahan Asal Es (glacial) G Biru Muda
Bentuk Lahan Asal Gamping (karst) K Jingga
Bentuk Lahan Asal Laut (marine) M Hijau
Bentuk Lahan Asal Struktural S Ungu
Bentuk Lahan Asal Vulkanik V Merah

2. Analisis Pola Pengaliran Sungai


Pola pengaliran sungai merupakan suatu kumpulan jaringan sungai pada suatu
daerah yang dapat diidentifikasi dari kenampakan topografi melalui citra satelit
maupun foto udara. Dalam mengidentifikasi pola pengaliran sungai bisa
ditentukan melalui dengan kenampakan lembah, kemiringan lereng, litologi,
struktur geologi, erosi serta genetik atau sejarah terbentuknya daerah tersebut.
Pola pengaliran sungai berdasarkan Howard (1967) dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu poda pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi. Pola
pengaliran dasar adalah pola pengaliran yang karakteristiknya dapat dibedakan
dengan pola dasar lainnya (Gambar 1.1). Pola pengaliran modifikasi berbeda
dengan pola pengaliran dasar dalam beberapa aspek regional.
dendritic parallel trellis rectangular

radial annular multi-basinal contorted

Gambar 1.1 Pola pengaliran dasar Howard (1967)

Berikut adalah pola pengaliran dasar dan karakteristiknya berdasarkan Van


Zuidam (1985):
1) Dendritik
Pola ini memiliki bentuk seperti daun, berkembang pada batuan yang
memiliki kekerasan yang relatif homogen, perlapisan batuan relatif datar
dan tahan akan pelapukan serta kemiringan yang landai. Pola ini kurang
dipengaruhi oleh struktur geologi. Pada umumnya anak sungai (tributes)
memiliki kecenderungan sejajar dengan induk sungai dan bermuara pada
induk sungai dengan sudut lancip.
2) Paralel
Pola ini memiliki bentuk yang cenderung sejajar, berlereng sedang sampai
agak curam, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhi struktur
geologi perlipatan, juga merupakan transisi pola dendritik atau trellis.
3) Trellis
Pola ini memiliki bentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan
sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan
vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan
pelapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.
4) Rektangular
Induk sungainya memiliki lengkungan relatif 90° atau arah anak-anak
sungai terhadap sungai induknya berpotongan relatif tegak lurus. Dikontrol
oleh kekar dan/atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki
perulangan lapisan batuan, dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang
tidak menerus.
5) Radial
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi,
kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi.
Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat
(kubah) dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
6) Annular
Bentuk umumnya seperti cincin yang tersusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus.
Mengindikasikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis dimana
disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga dapat berupa cekungan
dan kemungkinan stocks.
7) Multibasinal
Dicirikan endapan batuan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah
gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan serta lelehan salju atau permafrost.
8) Contorted
Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menujukkan daerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang lebih
panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan
lapisan batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman
antiklin dan sinklin.
3. Analisis Morfometri

Anda mungkin juga menyukai