Anda di halaman 1dari 14

Geologi Daerah Boba Kecamatan Bungku Utara

Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah

Andi Siti Waiyah Andisa1, Dr. Ulva Ria Irfan S.T., M.T 2
1
Mahasiswa S1, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Indonesia
email: stwaiyahh@gmail.com
2
Dosen, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Indonesia

SARI
Secara administrasi daerah penelitian terletak di daerah Boba Kecamatan Bungku Utara
Kabupatan Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah pada koordinat 121°49'00" - 121°54'00"
Bujur Timur dan 01°37'40" – 01°41'40" Lintang Selatan.
Maksud dari penelitian ini untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara detail
pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah
geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk membuat laporan pemetaan geologi yang
dirancang berdasarkan akumulasi seluruh data yang dikumpulkan di lapangan dan intepretasi
berdasarkan teori pendukung yang disadur dari berbagai literatur geologi.
Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan morfologi, yaitu (1) satuan
bentangalam pegunungan struktural, (2) satuan bentangalam perbukitan struktural, (3) satuan
bentangalam pedataran pantai. Jenis sungai pada daerah penelitian yaitu sungai permanen,
sedangkan secara genetik berupa sungai subsekuen, obsekuen dan insekuen dengan pola aliran
berupa pola menangga (trellis). Stadia daerah penelitian yaitu stadia muda menjelang dewasa.
Berdasarkan litostratigrafi tidak resmi, daerah penelitian terbagi atas tiga satuan, berurutan
dari tua hingga muda yaitu (1) satuan peridotit, (2) satuan rijang (3) satuan batugamping.
Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian adalah lipatan monoklin, kekar
gerus (shear joint), (1) sesar geser Koro Wine bersifat menganan (dekstral) dan (2) sesar geser
Koro Boba yang bersifat mengiri (sinistral).
Potensi bahan galian yang terdapat pada daerah penelitian adalah bahan galian peridotit,
laterit, minyak bumi dan sirtu (pasir dan batu).
Kata Kunci : Pemetaan Geologi, Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi

PENDAHULUAN terungkapkan pula potensi bahan galian dari


Latar Belakang suatu daerah sehingga dapat dikelola dengan
Sulawesi merupakan salah satu pulau baik dan benar.
yang dikenal dengan proses Berdasarkan hal di atas, dilakukanlah
pembentukannya yang sangat kompleks. pemetaan geologi dengan skala 1:25.000
Pada umumnya, wilayah di Pulau Sulawesi yang disusun dalam bentuk laporan sehingga
telah dipetakan dengan cakupan yang sangat dapat menyajikan informasi-informasi
luas berskala regional 1 : 250.000. Hal ini geologi secara lebih detail. Dimana lokasi
menyebabkan, masih banyak potensi yang penelitian berada pada Daerah Boba,
belum terungkapkan dengan jelas. Terdapat Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten
banyak fenomena yang sangat menarik Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah,
untuk diteliti dan dianalisis lebih lanjut. meskipun dengan cakupan luasan daerah
Oleh sebab itu, untuk memperoleh data- yang relatif lebih sempit dan akses yang
data yang lebih akurat dalam skala lokal, terbatas, diharapkan laporan ini dapat
perlu dilakukan penelitian geologi yang menyajikan informasi geologi serta potensi
bersifat detail dengan memperhatikan aspek geologi yang lebih spesifik dan detail yang
geomorfologi, stratigrafi dan struktur diharapkan dapat membantu pemanfaatan
geologi suatu daerah. Sehingga dapat dan pengelolaan sumber daya geologi secara
diketahui proses awal yang membentuk lebih maksimal untuk kemajuan bangsa dan
tatanan geologi suatu daerah. Selain itu negara.

1
2

penelitian selama 30 menit dengan


menggunakan kendaraan roda dua.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian geologi pada
Daerah Boba Kecamatan Bungku Utara
Kabupaten Morowali Utara Provinsi
Sulawesi Tengah adalah untuk melakukan
pemetaan geologi permukaan dengan
menggunakan peta dasar (topografi) skala 1 :
25.000 yang merupakan perbesaran dari peta
rupa bumi Indonesia, Lembar Batui sekala
1 : 250.000 terbitan Bakosurtanal edisi 1
tahun 1999 Cibinong Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kondisi geologi yang meliputi
aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi, sejarah geologi dan potensi bahan
galian pada Daerah Boba Kecamatan
Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara
Provinsi Sulawesi Tengah.

Batasan Masalah Gambar 1. Peta tunjuk lokasi daerah


Pada penelitian ini penulis membatasi penelitian
masalah pada daerah penelitian berdasarkan
pengamatan pada aspek-aspek geologi yang Metode Penelitian dan Tahapan
terpetakan pada sekala 1:25.000 yang Penelitian
meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi, Metode yang dilakukan pada penelitian
struktur geologi, sejarah geologi dan bahan ini adalah pemetaan geologi permukaan.
galian yang terdapat pada Daerah Boba Pemetaan geologi permukaan merupakan
Kecamatan Bungku Utara Kabupaten pemetaan yang dilakukan dengan cara
Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah. pengambilan data-data geologi yang
tersingkap di permukaan, meliputi aspek-
Letak, Waktu dan Kesampaian Daerah aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
Secara Administratif daerah penelitian geologi dan potensi bahan galian. Peta yang
termasuk dalam wilayah Desa Boba, Desa digunakan pada penelitian ini adalah peta
Kolo Atas dan Desa Kolo Bawah Kecamatan dengan skala 1:25.000 dimana jarak antar
Bungku Utara dan Kecamatan Mamosalato stasiun pengamatan geologi lebih kurang
Kabupaten Morowali Utara Provinsi berjarak 250 meter di lapangan atau sama
Sulawesi Tengah. Secara astronomis daerah dengan 1 cm di peta. Jenis lintasan yang
penelitian terletak pada 121°49'00" - digunakan dalam pengambilan data meliputi
121°54'00" Bujur Timur dan 01°37'40" – 3 jenis, yaitu lintasan sungai, lintasan jalan,
01°41'40" Lintang Selatan. dan lintasan kompas.
Daerah penelitian terpetakan dalam peta Tahap penelitian lapangan terdiri atas
Rupa Bumi Indonesia sekala 1 : 250.000 pemetaan pendahuluan, pemetaan detail dan
Lembar Batui nomor 2214 – 14 terbitan pengecekan ulang.
Bakosurtanal edisi I tahun 1999 (Cibinong
Bogor). Luas daerah penelitian sekitar 37 GEOMORFOLOGI
km2. Daerah penelitian dapat dicapai dengan Penamaan satuan bentangalam daerah
menggunakan jalur darat dari Makassar ke penelitian didasarkan pada pendekatan
Kolonodale dengan menggunakan jalur darat morfometri dengan memperhatikan bentuk
selama ± 23 jam dan melanjutkan perjalanan topografi di lapangan dan pendekatan
ke Desa Siliti dengan menggunakan jalur genetik atau proses geomorfologi yang
laut selama ± 9 jam. Dari ibukota mengontrol daerah penelitian. Berdasarkan
kecamatan, waktu tempuh menuju daerah konsep di atas, maka satuan geomorfologi
3

pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi bentangalam ini memiliki beda tinggi 25-
2 satuan morfologi, yaitu : 500 meter di atas permukaan laut.
1. Satuan bentangalam pegunungan Berdasarkan pendekatan morfogenesa,
struktural pada beberapa daerah dapat dijumpai folded
2. Satuan bentangalam perbukitan mountain (bukit lipatan) yang merupakan
struktural salah satu penciri dari bentangalam
3. Satuan bentangalam pedataran pantai struktural. Satuan morfologi perbukitan ini
disusun oleh peridotit, batugamping dan
1. Satuan Bentangalam Perbukitan Karst rijang.
Satuan bentangalam pegunungan
menempati sekitar 15% dari seluruh daerah
penelitian dengan luas 5.55 km 2. Satuan
bentangalam ini berada di sebelah baratlaut
daerah penelitian memanjang di bagian
baratlaut hingga utara. Secara umum Foto 2. Kenampakan satuan bentangalam
kenampakan topografi dari satuan ini perbukitan struktural difoto pada Kolo Atas
digambarkan oleh bentuk kontur yang agak stasiun 18-BPPB-BP1-046 dengan arah foto
rapat, dengan puncak tertinggi 875 meter N2100 E
diatas permukaan laut.
Berdasarkan pendekatan morfografi yaitu
melalui pengamatan secara langsung di
lapangan daerah ini digolongkan sebagai
bentangalam pegunungan, dimana satuan
bentangalam ini memiliki beda tinggi 500-
875 meter di atas permukaan laut. Foto 3. Kenampakan folded mountain
Sedangkan berdasarkan morfogenesa, satuan dengan litologi rijang di Daerah Boba
morfologi pegunungan ini dikontrol oleh stasiun 18-BPPB-BP1-099 dengan arah foto
litologi penyusunnya yaitu peridotit dan N1230 E
rijang. Dimana indikasi proses struktur pada
daerah tersebut antara lain perlipatan yang 3. Satuan Bentangalam Pedataran Pantai
dijumpai pada rijang, peridotit yang Satuan bentangalam ini berdasarkan atas
memiliki banyak rekahan, breksi sesar serta proses geomorfologi yang terjadi baik proses
cermin sesar. geomorfologi yang masing berlangsung
maupun telah berlangsung. Satuan
bentangalam pedataran menempati sekitar
0.5% dari seluruh daerah penelitian dengan
luas 9.25 km2. Satuan bentangalam ini
berada di sebelah tenggara daerah penelitian
yang terletak pada Desa Kolo Atas dan Desa
Foto 1. Kenampakan bentangalam Kolo Bawah. Daerah ini dimanfaatkan
perbukitan karst difoto dari daerah Wosu sebagai tempat wisata dan dermaga.
dengan arah foto N2350E Berdasarkan pendekatan morfografi yaitu
melalui pengamatan secara langsung di
2.Satuan Bentangalam Perbukitan lapangan daerah ini digolongkan sebagai
Denudasional bentangalam pedataran, dimana satuan
Satuan bentangalam perbukitan bentangalam ini memiliki beda tinggi 0-25
struktural menempati sekitar 75 % dari meter di atas permukaan laut.
seluruh daerah penelitian dengan luas 27.75 Sedangkan berdasarkan pendekatan
km2. Penyebaran dari satuan bentangalam ini morfogenesa, proses geomorfologi yang
memanjang di bagian baratdaya hingga dominan pada satuan pedataran pantai ini
timur laut daerah penelitian. yaitu aktivitas, arus gelombang dan pasang-
Berdasarkan pendekatan morfografi yaitu surut air laut. Morfologi pantai yang
melalui pengamatan secara langsung di dijumpai pada daerah penelitian antara lain
lapangan daerah ini digolongkan sebagai tanjung dan teluk (Gambar 2.18). Tanjung
bentangalam perbukitan, dimana satuan merupakan bentangalam yang daratannya
4

menjorok ke arah laut sedangkan bagian kiri Pola Aliran Sungai


dan kanannya relatif sejajar dengan garis Pola aliran pada daerah penelitian
pantai dan teluk merupakan bentangalam termasuk dalam jenis pola aliran trellis pada
yang daratannya menjorok ke arah daratan sungai yang terletak pada bagian timur laut
sedangkan bagian kiri dan kanannya relatif dan baratdaya. Pola aliran ini meyerupai
sejajar dengan garis pantai (Noor, 2010). pagar yang dicirikan sungai yang mengalir
Selain itu dijumpai pula erosi rill and swash lurus di sepanjang lembah dengan cabang
marks cabang yang berasal dari lereng yang curam.
yang terbentuk pada daerah pecah Sungai utama membentuk sudut tegak lurus.
gelombang atau pasang-surut. Pola aliran sungai ini dikontrol oleh struktur
geologi berupa perlipatan dan sesar naik,
umumnya melewati satuan peridotit dan
rijang.
Pada bagian selatan daerah penelitian,
dijumpai pula pola pengaliran sungai
subdendritik yang merupakan pola aliran
yang cabang-cabang sungainya menyerupai
Foto 4. Kenampakan satuan bentangalam
ranting pohon. Pola aliran ini terutama
pantai difoto dari Teluk Tolo pada stasiun
dikontrol oleh karakteristik litologi yang
18-BPPB-BP1-041 dengan arah foto N1200E
homogen, yaitu umumnya melewati satuan
batugamping.
Sungai
Sungai adalah tempat air mengalir secara
Tipe Genetik Sungai
alamiah membentuk suatu pola dan jalur
Pada daerah penelitian secara umum
tertentu di permukaan (Thornbury,1954).
termasuk pada tipe genetik sungai insekuen,
Sungai yang mengalir pada daerah penelitian
obsekuen dan subsekuen. Tipe genetik
antara lain Koro Boba yang terdapat
insekuen dicirikan dengan arah aliran sungai
dibagian timur laut daerah penelitian dengan
tidak dikontrol oleh kedudukan batuan
arah aliran baratlaut-tenggara, adapula Koro
disekitar daerah penelitian dan litologi
Wine yang terdapat dibagian baratdaya
penyusun daerah penelitian yang dilalui oleh
daerah penelitian dengan arah aliran utara-
sungai berupa batuan beku, tipe genetik
selatan.
sungai obsekuen dicirikan dengan arah
aliran sungai relatif berlawanan arah
Jenis Sungai
kemiringan batuan. Tipe genetik ini
Berdasarkan kandungan air pada tubuh
dijumpai pada batugamping di Sungai Boba,
sungai (Thornburry,1954) maka jenis sungai
sedangkan tipe genetik subsekuen dicirikan
pada daerah penelitian adalah sungai
dengan arah aliran sungai yang searah
permanen.
dengan arah penyebaran batuan. Tipe
genetik ini dijumpai pada batulempung di
Sungai Boba.

Foto 5. Kenampakan Koro Boba pada


stasiun 18-BPB-BP1-075 yang Foto 6. Kenampakan tipe genetik insekuen,
memperlihatkan sungai permanen dengan dengan arah aliran sungai N120 oE, dengan
arah foto N345ºE arah foto N10oE
5

Pengelompokan dan penamaan satuan


batuan di daerah penelitian didasarkan
litostratigrafi tidak resmi, dengan
memperhatikan ciri-ciri fisik litologi yang
meliputi jenis batuan, kombinasi jenis
batuan, keseragaman gejala litologi,
dominasi batuan, dan posisi stratigrafi antara
batuan yang satu dengan batuan yang lain
serta dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000
(Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Foto 7. Kenampakan tipe genetik obsekuen, Satuan batuan pada daerah penelitian
dengan arah aliran N130oE, dengan arah foto dibagi menjadi 3 satuan batuan, mulai dari
N310oE yang termuda hingga yang tertua yaitu
sebagai berikut:
1. Satuan Peridotit
2. Satuan Rijang
3. Satuan Batugamping
Pembahasan tiap-tiap satuan batuan akan
dimulai dari yang tertua hingga termuda,
dimana akan diuraikan mengenai dasar
penamaan satuan batuan, penyebaran dan
ketebalan, ciri litologi, lingkungan
pembentukan, dan umur serta hubungan
stratigrafi dengan satuan batuan lain yang
ada disekitarnya.
Foto 8. Kenampakan tipe genetik subsekuen,
dengan arah aliran N87oE, dengan arah foto 1. Satuan Peridotit
N183oE Dasar Penamaan
Penamaan batuan satuan ini terbagi atas
Stadia Sungai dua cara yaitu penamaan secara megaskopis
Secara umum, sungai yang berkembang dan penamaan batuan secara mikroskopis
pada daerah penelitian baik Koro Wine dan (petrografis). Penamaan secara megaskopis
Koro Boba banyak dijumpai air terjun ditentukan secara langsung di lapangan
dengan lembah yang cukup sempit, selain itu terhadap sifat fisik dan komposisi
banyak pula dijumpai rock channels. mineralnya dengan menggunakan klasifikasi
Sedangkan pada bagian hilir nampak dasar Fenton (1940) sebagai dasar penamaan.
lembah yang telah dengan profil penampang Adapun analisis petrografis dengan
sungai berbentuk “U” dengan proses menggunakan mikroskop polarisasi, untuk
pengendapan intensif yang terjadi seiring pengamatan sifat fisik dan optik mineral,
dengan melemahnya arus sungai dan serta pemerian komposisi mineral secara
membentuk endapan-endapan di sungai spesifik. Penamaan secara petrografis ini
berupa material yang berukuran lempung menggunakan klasifikasi batuan ultrabasa
hingga kerakal. Berdasarkan parameter di menurut Streckeisen (1974).
atas, stadia sungai pada daerah penelitian
ialah muda menjelang dewasa. Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batuan ini menempati sekitar 68,5
Stadia Daerah Penelitian % dari keseluruhan daerah penelitian atau
Berdasarkan analisis terhadap dominasi luasnya sekitar 24,5 km2. Satuan ini tersebar
dari persentase penyebaran karakteristik pada bagian utara daerah penelitian yang
atau ciri-ciri bentukan alam yang dijumpai tersingkap disekitar daerah Kolo Bawah dan
di lapangan, maka stadia daerah penelitian Koro Wine.
mengarah kepada stadia dewasa. Penentuan ketebalan satuan ini
berdasarkan beda tinggi dengan asumsi
STRATIGRAFI bahwa batas bawah dari satuan ini (0 m) dan
batas atas (850 m) di atas permukaan laut.
6

Berdasarkan selisih antara kontur terendah proses oksidasi dari olivin. Berdasarkan
dan kontur tertinggi pada satuan tersebut Klasifikasi Streckeisen (1974), nama batuan
maka didapatkan ketebalan yang ini adalah Lherzolite (Gambar 3.5). Sebagian
diperkirakan sekitar ±850 meter. telah terserpentinisasi dicirikan dengan
kandungan mineral serpentin jenis krisotil
Ciri Batuan maupun antigorit, dengan menampakkan
Pada daerah penelitian, kenampakan tekstur khusus berupa mesh texture
singkapan peridotit telah terkekarkan dan (kenampakan pola retakan pada olivin dan
mengalami pelapukan yang cukup tinggi, piroksin yang tergantikan oleh serpentin).
ditandai dengan perubahan warna pada
batuan tersebut akibat proses oksidasi.
Setempat, peridotit pada daerah penelitian
telah terserpentinisasi. Peridotit dijumpai
dalam kondisi segar berwarna hijau
kegelapan dan lapuk berwarna cokelat
kemerahan. Tekstur yaitu kristalinitas
holokristalin, granularitas faneritik, bentuk Foto 10. Kenampakan petrografis Lherzolite
anhedral-subhedral, relasi inequigranular, pada sayatan 18-BPPB-BP1-051. Komposisi
komposisi mineral yang dapat diamati antara mineral terdiri dari augite (aug), olivin (olv)
lain piroksin dan olivin, struktur masif. dan hematit (he).

Foto 11. Kenampakan petrografis


Serpentinite pada sayatan 18-BPPB-BP1-
004. Komposisi mineral terdiri dari olivin
(olv), piroksin (px) dan serpentin (serp).

Lingkungan Pembentukan dan Umur


Penentuan lingkungan pembentukan dan
Foto 9. Singkapan peridotit pada stasiun 18-
umur dari satuan peridotit ditentukan
BPPB-BP1-004 di daerah Kolo Bawah
berdasarkan pada ciri fisik litologi, posisi
dengan arah foto N 1450E
stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip
kesebandingan terhadap stratigrafi regional
Kenampakan petrografis dari peridotit
daerah penelitian dari hasil peneliti
adalah berwarna absorbsi abu-abu hingga
terdahulu dengan berlandaskan pada
transparan, dengan warna interferensi abu-
dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi
abu kekuningan hingga biru (Orde II).
yang dijumpai maupun pengamatan
Tekstur batuan adalah kristalinitas
petrografis, serta perbandingan terhadap
holokristalin, granularitas faneritik, bentuk
lokasi tipe formasi yang disebandingkan.
mineral anhedral-subhedral, fabrik
Berdasarkan ciri fisik lapangan dan
inequigranular. Komposisi mineral penyusun
petrografis tersebut, dapat disimpulkan
batuan ini adalah olivin, klinopiroksin jenis
bahwa satuan ini merupakan batuan yang
augite dan hematit. Ukuran mineral berkisar
terbentuk di pemekaran dasar samudra
antara 0.02-0.75mm. Tekstur khusus
(kerak samudra).
intergrowth (kenampakan olivin dan
Penentuan umur satuan didasarkan pada
piroksin yang saling tumbuh bersama).
kesebandingan dengan stratigrafi regional
Kehadiran magnetit menjadi indikasi tingkat
daerah penelitian dengan kesaman ciri fisik
pelapukan dari batuan tersebut sedang,
dan letak geografis batuan di daerah
dicirikan dengan dijumpainya hematit yang
penelitian. Berdasarkan kesebandingan,
mengisi rekahan sebagai mineral sekunder
satuan peridotit termasuk pada Komplek
dalam bentuk veinlet yang terbentuk akibat
7

Ultramafik (Ku) yang berumur Kapur


Bawah.

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan
peridotit pada daerah penelitian dengan
geologi regional memiliki kesebandingan,
dimana hubungan stratigrafi dapat
disebandingkan dengan Kompleks
Ultramafik (Surono dkk., 1994). Hubungan
stratigrafi satuan ini dengan satuan di
atasnya yaitu hubungan kontak tektonik.
Foto 12. Singkapan Rijang pada stasiun 18-
2. Satuan Rijang
BPB-BP1-085 di daerah Boba dengan arah
Dasar Penamaan
foto N1150E
Dasar penamaan satuan rijang
berdasarkan pada litostratigrafi tidak resmi
Secara umum, warna absorbsi abu-abu,
yang bersandikan pada ciri fisik dan
dengan warna interferensi kecokelatan (Orde
penyebaran batuan yang mendominasi
I). Tekstur batuan adalah nonklastik dengan
satuan batuan ini secara lateral serta dapat
komponen material antara lain biota yang
terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000.
melimpah dan kurang beragam, diantaranya
Penamaan batuan satuan ini terbagi atas dua
adalah fosil radiolaria. Mikrokristalin kuarsa
cara yaitu penamaan secara megaskopis dan
dijumpai sangat melimpah akibat radiolaria
penamaan batuan secara petrografis.
yang cenderung bertahan ketika terjadi
Berdasarkan data lapangan, satuan ini
diagenesis silika. Terdapat pula vein yang
disusun oleh penyebaran rijang sehingga
terisi oleh mineral silika, merupakan
penamaan satuan ini adalah satuan rijang.
porositas yang terbentuk setelah terjadinya
deposisi. Berdasarkan klasifikasi Boggs
Penyebaran dan Ketebalan
(1987) nama batuan ini adalah Radiolarian
Satuan batuan ini menempati sekitar 18,5
Chert.
% dari keseluruhan daerah penelitian atau
luasnya sekitar 6,5 km2. Satuan ini tersebar
secara vertikal pada selatan hingga
baratdaya daerah penelitian yaitu pada
Daerah Boba.
Penentuan ketebalan satuan ini
berdasarkan pada perhitungan ketebalan
pada penampang geologi A-B yang berarah
Foto 13. Kenampakan petrografis rijang
baratdaya – timurlaut dengan mengukur
pada sayatan 18-BPB-BP1-085.
batas bawah dan batas atas lapisan pada
penampang geologi, sehingga diperoleh
ketebalan satuan rijang sebesar ±60 m.

Ciri Batuan
Pada kenampakan lapangan, singkapan
rijang pada umumnya telah mengalami
perlipatan. Secara megaskopis, pada daerah
Foto 14. Kenampakan petrografis rijang
penelitian rijang dijumpai dalam kondisi
pada sayatan 18-BPPB-BP1-129.
segar berwarna cokelat dan lapuk berwarna
cokelat kemerahan. Tekstur nonklastik dan
Lingkungan Pengendapan dan Umur
struktur berlapis. Komposisi kimia yaitu
Penentuan umur dan lingkungan
silikaan. Berdasarkan ciri fisik nama batuan
pengendapan satuan rijang pada daerah
ini adalah Rijang.
penelitian ditentukan berdasarkan pada ciri-
ciri fisik litologi dan posisi stratigrafi yang
8

bersendikan pada kesebandingan dengan Kedudukan batuan secara umum berarah


umur relatif batuan secara regional. relatif timur-barat.
Satuan rijang pada daerah penelitian Penentuan ketebalan satuan ini
mempunyai karakteristik berwarna cokelat berdasarkan pada perhitungan ketebalan
kemerahan. Bertekstur nonklastik dengan pada penampang geologi A-B yang berarah
struktur berlapis. Rijang yang dijumpai di baratdaya – timurlaut dengan mengukur
lapangan memiliki kesamaan karakteristik batas bawah dan batas atas lapisan pada
dengan rijang pada Formasi Matano. penampang geologi, sehingga diperoleh
Dimana, karakteristik rijang pada Formasi ketebalan satuan batugamping sebesar ±38
Matano yaitu berwarna merah mengandung meter.
fosil radiolaria.
Berdasarkan kesamaan ciri fisik dan Ciri Batuan
posisi stratigrafinya serta letak geografis Pada kondisi lapangan, setempat
maka satuan rijang pada daerah penelitian batugamping dan batulempung dijumpai
dapat disebandingkan dengan anggota dalam bentuk perselingan. Secara
Formasi Matano yang berumur Kapur Atas. megaskopis, batugamping dijumpai dalam
Lingkungan pengendapan dari satuan ini kondisi segar berwarna hijau terang dan
adalah laut dalam. lapuk berwarna cokelat. Tekstur klastik
dengan ukuran butir lempung dan struktur
Hubungan Stratigrafi berlapis. Komposisi kimia yaitu karbonatan.
Hubungan stratigrafi antara satuan rijang Berdasarkan ciri fisik nama batuan ini
pada daerah penelitian dengan geologi adalah Kalsilutit (Grabau, 1904).
regional memiliki kesebandingan, dimana Secara umum kenampakan petrografis,
hubungan stratigrafi dapat disebandingkan warna absorbsi kecokelatan, dengan warna
dengan Formasi Matano. Hubungan interferensi abu-abu (Orde I ). Tekstur
stratigrafi antara satuan ini dengan satuan batuan adalah bioklastik dengan komponen
batugamping ialah keselarasan menjemari material antara lain grain dan mud. Adapun
sedangkan dengan satuan peridotit ialah grain yang dijumpai meliputi biota yang
kontak tektonik. kurang melimpah dan tidak beragam terdiri
3.Satuan Batugamping atas foraminifera planktonik, bentonik
Dasar Penamaan maupun moluska. Selain itu, kalsit dijumpai
Dasar penamaan satuan batugamping dalam bentuk semen yang mengganti dan
berdasarkan pada litostratigrafi tidak resmi mengisi bagian tubuh dari foraminifera yang
yang bersandikan pada ciri fisik dan telah mengalami pelarutan. Berdasarkan
penyebaran batuan yang mendominasi klasifikasi Dunham (1962), maka batuan ini
satuan batuan ini secara lateral serta dapat dinamakan Mudstone.
terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000.
Penamaan secara megaskopis ditentukan
secara langsung di lapangan terhadap sifat
fisik dan ukuran butirnya dengan
menggunakan klasifikasi Grabau (1904)
sebagai dasar penamaan. Adapun analisis
petrografis menggunakan klasifikasi batuan
karbonat menurut Dunham (1962).
Berdasarkan data lapangan, satuan ini
disusun oleh penyebaran litologi
batugamping sehingga penamaan satuan ini
adalah satuan batugamping.

Penyebaran dan Ketebalan


Foto 15. Singkapan Batupasir pada stasiun 6
Satuan batuan ini menempati sekitar 13%
di daerah Wosu difoto relatif ke arah
dari keseluruhan daerah penelitian atau
N3150E
luasnya sekitar 9 km2. Satuan ini tersebar
pada sebelah barat daerah penelitian yaitu
pada Sungai Boba dan Daerah Kolo Atas.
9

Foto 18. Kandungan fosil foraminifera


bentonik yang dijumpai pada Satuan
Batulempung (Chusman,1983)

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan
Foto 16. Kenampakan petrografis Mudstone batugamping pada daerah penelitian dengan
pada sayatan stasiun 18-BPB-BP1-080. geologi regional memiliki kesebandingan,
dimana fosil yang dijumpai pada geologi
regional juga dijumpai pada daerah
penelitian yaitu Globotruncanella sp. dan
Heterohelix sp., sehingga dapat
disebandingkan dengan Formasi Matano.
Hubungan stratigrafi antara satuan ini
dengan satuan rijang ialah keselarasan
Foto 17. Kenampakan petrografis Mudstone menjemari akibat persamaan umur dan
pada sayatan stasiun 18-BPB-BP1-080. cekungan pengendapan.

Lingkungan Pengendapan dan Umur STRUKTUR GEOLOGI


Dilakukan analisis mikropaleontologi Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
pada stasiun 18-BPB-BP1-080, 18-BPPB- yang dilakukan di lapangan maka diperoleh
BP1-043, dan 18-BPPB-BP1-042. data penciri struktur berupa data kekar dan
Dikarenakan pejalnya sampel batuan, cermin sesar. Melalui data penciri struktur
sehingga setelah beberapa kali preparasi yang ditemukan di lapangan tersebut maka
sulit dijumpai mikrofosil, hanya pada dapat diasumsikan struktur geologi yang
batugamping di stasiun 18-BPB-BP1-080 berkembang pada darah penelitian berupa:
yang dijumpai mikrofosil. Adapun fosil yang 1. Struktur lipatan
dijumpai antara lain Globotruncanella 2. Struktur kekar
havanensis, Hedbergella holmdelensis 3. Struktur sesar
Olsson, Alanlordella subcarinatus
(Bronniman), Globotruncanella minuta 1.Struktur Lipatan
(Caron and Gonzales), Kuglerina rotundata Lipatan merupakan penyimpangan
(Bronniman), Rugotruncana subpennyi volume dari material batuan yang
(Gandolfi) dan Heterohelix striata menunjukan suatu pelengkungan batuan itu
(Ehrenberg). Berdasarkan kandungan fosil sendiri baik elemen garis maupun bidang
yang dijumpai, umur satuan ini adalah (Ragan, 1973). Pada daerah penelitian
Kapur Atas bagian Atas dengan lingkungan dijumpai perlipatan pada singkapan rijang
pengendapan adalah Outer Neritic (Fadel, di stasiun 18-BPB-BP1-092 dengan nilai
2015). sayap kiri N315E°/30°. Berdasarkan
kenampakan dan hasil pengukuran
kedudukan batuan di lapangan, maka dapat
diinterpretasi bahwa jenis lipatan adalah
lipatan monoklin, dimana lipatan ini ditandai
dengan kemiringan yang landai dan
menyerupa tangga (steplike).
10

Foto 19. Lipatan pada singkapan rijang


stasiun 18-BPB-BP1-092 di Koro Boba Foto 21. Kekar pada singkapan peridotit
dengan arah foto N212o E stasiun 18-BPKW-BP1-50 di Koro Wine
dengan arah foto N 320o E
2.Struktur Kekar Berdasarkan hasil pengolahan data kekar
Batuan secara karakteristik merekah oleh dalam diagram kipas memperlihatkan sumbu
retakan-retakan halus yang dikenali sebagai tegasan maksimum pada stasiun 18-BPB-
kekar. Kekar merupakan rekahan pada BP1-076 berarah timurlaut-baratdaya (N270
batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali E), sedangkan pada stasiun 18-BPKW-BP1-
mengalami pergeseran (Billings,1968). Pada 050 memperlihatkan sumbu tegasan
daerah penelitian, banyak dijumpai kekar. maksimum berarah timurlaut-baratdaya
Beberapa diantaranya di daerah Boba pada (N670 E).
batugamping stasiun 18-BPB-BP1-076 dan
di Koro Wine pada peridotit stasiun 18- 3.Struktur Sesar
BPKW-BP1-50. Sesar Geser Koro Wine
Kekar ini pada umumnya memiliki Penamaan sesar pada daerah penelitian
bukaan antara 0.1 cm – 0.5 cm, dan tidak berdasarkan atas dimana daerah sesar itu
dijumpai adanya isian pada rekahan. Jarak dijumpai yaitu pada Koro Wine. Adapun
antara kekar antara lain 0.1 cm -10 cm. indikasi penciri sesar yang dijumpai pada
Ketiga kekar tersebut secara genetis daerah penelitian antara lain, cermin sesar,
merupakan kekar gerus atau shear joint. pelurusan topografi, breksi sesar dan mata
Kekar gerus dicirikan dengan dijumpainya air.
bidang yang licin atau slicken line, bidang Berdasarkan gejala primer maupun
rekahannya relatif lebih besar dan pola yang sekunder di lapangan diketahui bahwa sesar
tidak teratur. geser Koro Wine memanjang dari baratlaut-
tenggara daerah penelitian. Menurut
pengolahan data kekar stasiun 18-BPKW-
BP1-050 diketahui tekanan berasal dari
tegasan maksimum yang berarah timur
timurlaut-barat baratdaya (N670 E) sehingga
menyebabkan terjadinya pergeseran yang
relatif menganan (dekstral) berumur Kapur
Bawah atau Post Kapur Bawah.

Sesar Geser Koro Boba


Penamaan sesar pada daerah penelitian
berdasarkan atas dimana daerah sesar ini
dijumpai yaitu pada Koro Boba. Adapun
indikasi penciri sesar yang dijumpai pada
Foto 20. Kekar pada singkapan batugamping
daerah penelitian antara lain, cermin sesar,
stasiun 18-BPB-BP1-076 di Koro Boba
pergeseran aliran sungai dan pelurusan
dengan arah foto N 172o E
topografi.
Berdasarkan gejala primer maupun
sekunder di lapangan diketahui bahwa garis
11

liniasi sesar geser Koro Boba memanjang pelapukan, erosi, dan sedimentasi. Proses-
dari timurlaut-baratdaya daerah penelitian. proses tersebut masih masih berlangsung
Menurut pengolahan data kekar stasiun 18- hingga sekarang yang kemudian mengontrol
BPB-BP1-076 diketahui tekanan berasal dari pembentukan bentangalam pada daerah
tegasan maksimum yang berarah timurlaut- penelitian.
baratdaya (N270E), sehingga menyebabkan
terjadinya pergeseran yang relatif mengiri
(sinistral) berumur Kapur Atas atau Post
Kapur Atas. BAHAN GALIAN
Berdasarkan penggolongan komoditas
SEJARAH GEOLOGI tambang menurut Peraturan Pemerintah RI
Sejarah geologi daerah Boba dimulai dari No. 27 Tahun 1980 maka bahan galian pada
Zaman Kapur Bawah, terjadi proses daerah penelitian termasuk dalam bahan
magmatisme di pemekaran lantai samudra galian golongan komoditas tambang batuan.
yang terjadi di pematang tengah samudra Keberadaan bahan galian pada daerah
(mid oceanic ridges) disertai dengan penelitian tidak terlepas dari jenis litologi
pembentukan material baru membentuk penyusunnya serta aktivitas geologi yang
satuan peridotit. berlangsung di daerah penelitian. Bahan
Pada Zaman Post Kapur Bawah setelah galian berupa peridotit terdapat pada bagian
terbentuk satuan peridotit, terjadi aktivitas timur daerah penelitian yaitu daerah Kolo
tektonik yang menyebabkan batuan Bawah.
melewati batas plastisnya sehingga terjadi Selain itu dijumpai pula laterit yang
pergeseran membentuk sesar geser Koro merupakan tanah yang terbentuk karena
Wine yang bersifat menganan (dekstral) proses pelapukan batuan yang mengandung
dengan arah tegasan utama timurlaut hingga ferromagnesium. Bahan galian ini dijumpai
baratdaya. pada daerah Kolo Bawah dan Kolo Atas,
Aktivitas tektonik terus berlanjut, hingga dimana laterit pada daerah penelitian
memasuki Zaman Kapur Atas terjadi merupakan residual soil dari peridotit yang
subsidences sehingga membentuk mengalami pelapukan. Kenampakan fisik
lingkungan pengendapan laut dalam dimana dari bahan galian ini umumnya berwarna
terendapkan sedimen pelagos yang merah kecokelatan. Pada daerah penelitian
terakumulasi dan terlitifikasi membentuk pemanfaatan, laterit belum dimanfaatkan
satuan rijang. dan dieksploitasi.
Bersamaan dengan pengendapan
sedimen pelagos, terjadi kembali penurunan
dasar cekungan setempat sehingga
menyebabkan cekungan terisolir yang
membentuk pengendapan laut dangkal,
dimana terendapkan material sedimen
karbonat yang berukuran lempung sampai
pasir sangat halus membentuk satuan
batugamping.
Pada Zaman Post Kapur Atas aktifitas
tektonik pada daerah penelitian terus bekerja
menyebabkan batuan melewati batas
plastisnya sehingga terjadi pergeseran Foto 22. Kenampakan potensi bahan galian
membentuk sesar geser Koro Boba yang peridotit daerah Kolo Bawah dengan arah
bersifat mengiri (sinistral) dengan arah foto N2930E.
tegasan utama timurlaut hingga baratdaya.
Selanjutnya pada Zaman Post Kapur
Atas hingga sekarang, daerah penelitian
mengalami pengangkatan dasar cekungan
yang merubah daerah penelitian menjadi
daratan, kemudian berlangsung proses-
proses geologi muda berupa proses
12

Foto 23. Kenampakan potensi bahan galian


laterit daerah Kolo Atas dengan arah foto
N3540E. Foto 23. Kenampakan rembesan minyak di
daerah Kolo Atas dengan arah foto N1050E.
Selain kedua bahan galian di atas, pada
daerah penelitian dijumpai pula potensi KESIMPULAN
bahan galian sirtu. Bahan galian ini tersebar Dari hasil analisis pada pembahasan
disepanjang sungai pada daerah penelitian bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik
seperti Koro Boba dan Koro Wine berupa kesimpulan sebagai hasil dari penelitian ini,
material sedimen berukuran bongkah- yaitu :
lempung. Berdasarkan keterdapatan, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
penyebaran dan akses menuju daerah bahan pada Daerah Boba Kecamatan Bungku Utara
galian yang mudah, maka bahan galian ini Kabupaten Morowali Utara, dapat
ekonomis untuk dilakukan penambangan. disimpulkan bahwa:
1. Satuan bentangalam yang berkembang
pada daerah penelitian adalah satuan
bentangalam pegunungan struktural,
satuan bentangalam perbukitan
struktural dan satuan bentangalam
pedataran pantai. Jenis sungai pada
daerah penelitian yaitu sungai
permanen, sedangkan secara genetik
berupa sungai subsekuen, obsekuen dan
insekuen dengan pola aliran berupa pola
menangga (trellis) dan subdendritik.
Stadia daerah penelitian yaitu stadia
Foto 23. Kenampakan potensi bahan galian muda menjelang dewasa.
sirtu pada Koro Wine dengan arah foto 2. Stratigrafi daerah penelitian tersusun
N3540E. atas tiga satuan batuan, dari yang tua
hingga termuda, yaitu :
Berdasarkan penggolongan komoditas  Satuan Ultramafik
tambang menurut Peraturan Pemerintah  Satuan Rijang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010  Satuan Batugamping
maka bahan galian minyak bumi pada 3. Struktur geologi yang berkembang di
daerah penelitian termasuk dalam Golongan daerah penelitian berdasarkan data
bahan galian yang strategis (Golongan A). lapangan, pengolahan dan analisa data
Kenampakan fisik dari minyak bumi ini kekar serta interpretasi peta dasar dibagi
ialah berwarna kecokelatan hingga hitam menjadi dua, yaitu :
dengan tingkat kekentalan (viskositas) a. Struktur lipatan, yaitu lipatan
sedang. Diduga minyak ini merembes dari monoklin
batugamping. Rembesan minyak ini b. Struktur kekar, yaitu kekar gerus
dijumpai pada tiga titik di daerah penelitian (shear joint)
yang saling berdekatan pada daerah Kolo c. Struktur sesar, struktur sesar yang
Atas. dijumpai merupakan Sesar Geser
Koro Wine berarah menganan
13

(dekstral) dan Sesar Geser Koro Lobeck, A.K. 1939. Geomorphology An


Boba mengiri (sinistral). Introduction to the Study of
5. Bahan galian yang terdapat pada daerah Landscapes. New York: McGraw-
penelitian adalah bahan galian peridotit, Hill Book Company, Inc
laterit, minyak bumi dan sirtu (pasir dan Mubroto, B. 1988. A Paleomagnetic Study
batu). of the East and Southwest Arms of
Sulawesi, Indonesia. Oxford:
University of Oxford
DAFTAR PUSTAKA Munasri. 2012. Penggunaan Fosil
Radiolaria dalam Sintesa Geologi.
Asikin, S., 1979. Dasar–Dasar Geologi Bandung: Pusat Penelitian
Struktur. Bandung: Departemen Teknologi LIPI
Teknik Geologi, Institut Teknologi Pangebean, H., dan Surono. 2011. Tektono-
Bandung, Indonesia Stratigrafi Bagian Timur Sulawesi.
Bakosurtanal. 1991. Peta Rupa bumi Bandung: Badan Geologi
Lembar Batui 2214-14. Bogor: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Bakosurtanal Nomor 23 tahun 2010 tentang
Billings, MP. 1968. Structural Geology- Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Second edition. New Delhi: Pertambangan Mineral dan
Prentice of India Private Limited Batubara.
Boggs, S. 1987. Principles of Sedimentology Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
and Stratigraphy – Fourth Edition. Nomor 27 tahun 1980 tentang
New Jersey: Pearson Education Inc Bahan Galian.
Clay, Mc, K.R.. 1987. The Mapping of Ragan, D.M. 1973. Structural Geology and
Geology Structures. New York: Introduction to Geometrical
University of London, Halsted Techniques, Second Edition. New
Press, Toronto – New York. 161p. York: John Wiley and Sons
Dunham, R. J. 1962. Classification of Inc,.p.91-171.]
Carbonate Rocks According to Sukamto, R. 1975. The Structure of
Depositional Texture. Ham: W. E. Sulawesi in the Light of Plate
(ed.), Classification of Carbonate Tectonics. Paper presented in the
Rocks: AAPG Memoir 1, pp. 108– Regional Conferences of Geology
121. and Mineral Resources, Southeast
Fadel, MKB. 2015. Biostratigraphic and Asia, Jakarta.
Geological Significance of Sukandarrumidi., 1999. Bahan Galian
Planktonic Foraminifera Second Industri. Yogyakarta: Bulaksumur
Edition. London: UCL Press Press.
Hendrayana, H. 1994. Dasar-Dasar Surono, Simandjuntak, T.O., Situmorang,
Hidrologi. Yogyakarta: Teknik R.L., dan Sukido. 1994. Peta
Geologi UGM Geologi Lembar Batui Skala
Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 1996. Sandi 1:250.000. Bandung: Pusat
Stratigrafi Indonesia. Jakarta: Penelitian dan Pengembangan
Bidang Geologi dan Sumber Daya Geologi.
Mineral
Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama,
S., Parkinson, C.D., dan Ishikawa,
2004. A Petrology, geochemistry
and paleogeographic
reconstruction of the East Sulawesi
Ophiolite. Indonesia: Tectono-
physic, 392, h.55-83.
Kaharuddin, M.S. 1988. Field Geologi
Identifikasi dan Analisis
Singkapan. Ujung Pandang: Teknik
Geologi UNHAS
14

Thornbury, W. D. 1954. Principles of


Geomorphology. New York: John
Willey & Sons, Inc, USA
Travis, R.B. 1955. Classification of Rock
Volume 50.Coloradp: Colorado
School of Mines.
Twiss, R.J. & Moores, E.M.2000. (6th
edition): Structural Geology. W.H.
Freeman co.
Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo –
Interpretationin Terrain Analysis
and Geomorphologic Mapping.
Netherlands:Smith Publisher – The
Hague, Enschede

Anda mungkin juga menyukai