Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Geologi, Mei 2017

GEOLOGI DAERAH PASSUI KECAMATAN BUNTUBATU


KABUPATEN ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

Aprila Fitriani Parma1, Dr. Ir. Haerany Sirajuddin, M.T2


1
Mahasiswa S1, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2
Dosen, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
Jln. Poros Malino Km 6-Gowa
Telp. 085387781234
e-mail : aprilaparma@gmail.com

SARI

Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam daerah Passui


Kecamatan Buntubatu Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis
daerah ini terletak pada 119°52’00’’- 119°56’00’’ Bujur Timur (BT) dan 03°24’00” -
03°28’00’’ Lintang Selatan (LS).
Maksud dari penelitian ini untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara
detail pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi, sejarah geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk membuat peta
geologi yang dirancang berdasarkan akumulasi seluruh data yang dikumpulkan di
lapangan dan intepretasi berdasarkan teori pendukung yang disadur dari berbagai literatur
geologi.
Geomorfologi daerah penelitian secara morfografi dan morfogenesa terdiri atas
satuan geomorfologi pegunungan struktural dan satuan geomorfologi pegunungan
denudasional. Berdasarkan proses geomorfologi yang terjadi di daerah ini maka stadia
daerah penelitian adalah stadia muda menjelang dewasa.
Berdasarkan litostratigrafi tidak resmi, stratigrafi daerah penelitian dibagi
menjadi tiga 3 satuan batuan berdasar fasies dan dari urutan muda hingga tua yaitu Satuan
batugamping, Satuan batulempung, dan Satuan filit.
Struktur geologi daerah penelitian terdiri dari kekar sistematik, lipatan minor
dragfold dan sinklin, sesar berupa sesar geser naik Katangka dan sesar geser Bontongan
yang bersifat dextral (menganan) di mana blok yang berada pada bagian timur laut
bergerak ke arah utara barat laut, sedangkan blok yang berada pada barat laut bergerak ke
arah tenggara.
Bahan galian pada daerah penelitian masih tergolong dalam golongan bahan
galian batuan berupa batugamping.

Kata Kunci : Struktural, Denudasional, Batugamping, Batulempung, Filit, Dragfold,


Sinklin

ABSTRACT

Administratively, the research area located in Passui area, Buntubatu District,


Enrekang regency, South Sulawesi. At coordinate 119°52’00’’- 119°56’00’’ E dan
03°24’00” - 03°28’00’’ S.
This research aimed to make a detail surface geologic map on the 1 : 25,000
scale map to many aspects, such as geomorphology, stratigraphy, geological structure,

1
2

geological history, and aspects of minerals in order to make geological mapping report
which designed based on the accumulation of all data gathered in the field and
interpretation based on the theory that support from a variety of geological literature.
Geomorphology of the study area based on morfographic and morphogenesa
divided as landscape unit of structural mountainous and denudation mountainous. Based
upon the whole geomorphology process in the studied area, stage area of studied area is
young to the mature stage.
Based on unofficial lithostratigraphy, stratigraphic study area divided into three
(3) rock units from the younger to the older order of the unit of Limestone, Mudstone and
Phyllite.
Geological structure of the studied area consist of systematically joints, minor
folds such as dragfold and sinklin, and a fault that formed in the study area were
Katangka’s thrust fault and Bontongan’s strike-slip fault with dextral direction which
relatively elongate from northwest-southeast
The potential of natural resources in the area of researches is classifying in
rocks category are limestone.

Keywords : Structural, Denudation, Limestone, Mudstone, Phyllite, dragfold, sinklin

PENDAHULUAN geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi,


Latar Belakang sejarah geologi, dan potensi bahan galian
Ilmu geologi sebagai ilmu dan pada Daerah Passui dan sekitarnya
teknologi semakin dirasakan peranannya Kecamatan Buntubatu Kabupaten Enrekang
seiring perkembangan zaman dan ilmu Provinsi Sulawesi Selatan.
pengetahuan yang mampu menciptakan
berbagai fasilitas demi kenyamanan, Batasan Masalah
kemudahan dan kualitas hidup manusia, oleh Penelitian geologi ini dilakukan
karena itu pengembangan sumber daya alam dengan membatasi masalah pada penelitian
dan pengembangan kualitas sumber daya geologi permukaan yang berdasarkan
manusia harus terus ditingkatkan. aspek- aspek geologi dan terpetakan pada
Di Sulawesi Selatan penelitian– sekala 1 : 25.000. Aspek- aspek geologi
penelitian yang menyangkut sumber daya tersebut mencakup geomorfologi, stratigrafi,
alam ini telah banyak dilakukan oleh para struktur geologi, sejarah geologi, dan potensi
peneliti, tapi umumnya masih dalam lingkup bahan galian pada daerah penelitian.
yang regional. Untuk penyediaan data-data
yang lebih detail dalam sekala lokal, perlu Letak, Waktu dan Kesampaian Daerah
dilakukan penelitian geologi di setiap Secara administratif daerah penelitian
daerah. Atas dasar itulah penulis tertarik termasuk dalam daerah Passui Kecamatan
untuk melakukan penelitian pada daerah Buntubatu Kabupaten Enrekang Provinsi
Passui dan sekitarnya Kecamatan Buntubatu Sulawesi Selatan (Gambar 1.1). Secara
Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi geografis daerah ini terletak pada
Selatan. 119o52’00” - 119o56’00” Bujur Timur dan
0324’00” - 0328’00” Lintang Selatan.
Maksud dan Tujuan Daerah ini terpetakan dalam Peta Rupa
Penelitian geologi yang dilakukan Bumi Indonesia Skala 1 : 50.000 Lembar
dimaksudkan untuk melakukan pemetaan Belajen 2012 – 62 Edisi 1 tahun 1991,
geologi permukaan guna mendapatkan data- terbitan Badan Kordinasi Survey dan
data dan informasi geologi dengan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
menggunakan peta berskala 1 : 25.000. Daerah penelitian mencakup wilayah
Adapun tujuan penelitian geologi ini 4’x4’ dengan luas sekitar ±54,71 km2. Untuk
adalah untuk mengetahui kondisi geologi menuju daerah penelitian dapat dicapai
daerah penelitian yang meliputi aspek-aspek dengan menggunakan jalur darat berupa
3

kendaraan roda dua ataupun roda empat. penelitian dilakukan melalui dua pendekatan
Jarak tempuh dari kota Makassar ke lokasi yaitu morfogenesa dan morfografi.
penelitian sekitar 250 km dengan waktu Berdasarkan pendekatan tersebut maka
tempuh sekitar tujuh (7) jam perjalanan daerah Passui dan sekitarnya Kecamatan
dengan menggunakan sepeda motor dari Buntubatu Kabupaten Enrekang Provinsi
Kota Makassar. Sulawesi Selatan dapat dibagi menjadi dua
satuan geomorfologi yaitu :
1. Satuan Geomorfologi Pegunungan
Struktural
2. Satuan Geomorfologi Pegunungan
Denudasional
Satuan Geomorfologi Pegunungan
Struktural
Satuan geomorfologi ini menempati
wilayah dengan luas sekitar 23,04 km2 atau
sekitar 42 % dari luas keseluruhan daerah
Gambar 1. Peta Tunjuk Lokasi penelitian. Satuan ini berada pada ketinggian
Daerah Penelitian antara 850-1750 meter diatas permukaan
laut dengan kemiringan lereng yang relatif
Metode Penelitian dan Tahapan terjal dengan beda tinggi ± 900 meter.
Penelitian Kenampakan topografi dari satuan ini
Metode yang digunakan dalam memberikan gambaran pola kontur yang
penelitian lapangan adalah metode orientasi rapat, ditandai dengan adanya bentuk puncak
lapangan dan pemetaan geologi permukaan yang runcing, bentuk lembah menyerupai
dengan cara pengamatan yaitu melihat huruf “V” serta bentuk lereng relatif terjal.
secara langsung di lapangan dan di Kenampakan morfologi di lapangan yang
laboratorium. dilihat secara langsung memperlihatkan
Metode penelitian secara umum adanya bentuk topografi pegunungan dan
dibagi dalam 5 tahapan yaitu tahap struktur geologi turut mengontrol
persiapan, tahap pemerolehan data, pembentukan satuan bentangalam ini,
pengolahan data, analisis dan interpretasi dimana satuan geomorfologi yang tersusun
data, tahap penyusunan dan presentasi oleh satuan Filit ini tersingkap ke permukaan
laporan. akibat pengangkatan sesar naik. Oleh karena
itu, berdasarkan karakteristik di atas maka
analisis morfologi daerah ini merupakan
pegunungan struktural.
Proses geomorfologi yang bekerja
pada satuan bentangalam ini adalah proses
pelapukan dan erosi. Proses pelapukan yang
dijumpai berupa pelapukan biologi dan
kimia. Jenis erosi yang berkembang pada
daerah penelitian berupa erosi alur (rill
erosion).

Foto 1. Satuan geomorfologi pegunungan


Gambar 2. Diagram Alir Metode dan struktural pada stasiun 15 daerah Buntubatu
Tahapan Penelitian difoto ke arah N75° E

GEOMORFOLOGI Satuan Bentangalam Pegunungan


Pengelompokan morfologi menjadi Denudasional
satuan-satuan geomorfologi daerah
4

Satuan geomorfologi ini menempati Tipe genetik sungai yang terdapat


wilayah dengan luas sekitar 31,66 km2 atau pada daerah penelitian adalah konsekuen,
sekitar 58 % dari luas keseluruhan daerah yang merupakan tipe genetik sungai yang
penelitian. Satuan bentangalam ini berada arah aliran sungainya mengalir searah
pada ketinggian antara 500-1205 meter kemiringan perlapisan batuan (dip).
diatas permukaan laut dengan kemiringan Secara umum, sungai-sungai yang
lereng yang relatif terjal dengan beda tinggi mengalir pada daerah penelitian memiliki
±705 meter. Kenampakan topografi dari profil lembah sungai berbentuk “V” dan
satuan ini memberikan gambaran pola “U”. Profil lembah sungai “V” pada anak
kontur yang relatif renggang, ditandai sungai Passui dengan penampang yang
dengan bentuk puncak yang tumpul, bentuk curam dan relatif sempit dan pola saluran
lereng landai sebagai akibat dari proses yang berkelok-kelok. Erosi yang
denudasional. Satuan bentangalam yang berkembang pada sungai-sungai daerah
tersusun oleh litologi batulempung, penelitian yaitu erosi lateral yang umumnya
batugamping, dan batulempung karbonatan terjadi pada lereng-lereng bukit yang
ini umumnya dikontrol oleh proses membentuk sungai akibat arus pada sungai
geomorfologi berupa pelapukan, erosi, Passui dan erosi vertikal yang lebih dominan
gerakan tanah dan sedimentasi. Oleh karena bekerja pada daerah yang memiliki
itu, berdasarkan karakteristik di atas maka kemiringan lereng yang relatif besar yang
analisis morfologi daerah ini merupakan umumnya terjadi pada litologi Filit, hal ini
pegunungan denudasional. ditunjukkan dengan keberadaan air terjun
Proses geomorfologi yang dominan yang cukup banyak.
pada satuan bentangalam ini berupa proses Terdapat material sedimen berukuran
pelapukan, erosi, dan gerakan tanah. Proses bongkah hingga kerikil pada tepi sungai
pelapukan yang dijumpai berupa pelapukan akibat aktivitas arus sungai. Dijumpai pula
kimia dan biologi. Jenis erosi yang adanya proses sedimentasi yang ditandai
berkembang pada daerah penelitian berupa dengan adanya endapan sungai berukuran
erosi saluran (gully erosion), jenis gerakan bongkah hingga pasir pada point bar di
tanah berupa debris slide. sungai Passui.
Berdasarkan data-data lapangan
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa stadia sungai pada daerah penelitian
mengarah kepada stadia sungai muda
menjelang dewasa.
Foto 2. Satuan geomorfologi pegunungan
denudasional pada stasiun 6 daerah
Bontongan difoto ke arah N205°E

Sungai
Berdasarkan debit air pada tubuh
sungai, maka jenis sungai pada daerah
penelitian dapat diklasifikasikan menjadi
sungai permanen dan sungai episodik.
Sungai permanen berkembang pada sungai
utama yaitu Salu Passui, sedangkan sungai Foto 3. Sungai Passui dengan penampang
episodik berkembang pada anak-anak sungai sungai berbentuk “U” pada stasiun 14 difoto
Passui. ke arah N 76°E
Berdasarkan kenampakan lapangan
dan interpretasi peta topografi, maka pola
aliran sungai daerah penelitian termasuk
dalam jenis pola paralel. Pola aliran paralel
dibentuk dari aliran cabang – cabang sungai
yang sejajar atau paralel pada bentang alam
yang memanjang serta mencerminkan
kemiringan lereng yang cukup besar.
5

penyusun batuan, maka batuan ini


dinamakan Filit.

Foto 4. Aliran sungai yang searah dengan


kemiringan perlapisan pada litologi
Batupasir pada stasiun 48 difoto ke arah
N56° E.

Stadia Daerah Penelitian


Berdasarkan paremeter analisis
morfografi dan morfogenesa pada daerah
penelitian serta analisis terhadap dominasi
dari persentase penyebaran karakteristik
atau ciri-ciri bentukan alam yang dijumpai
di lapangan maka stadia daerah penelitian
mengarah pada stadia muda menjelang
dewasa.
STRATIGRAFI
Secara umum litologi penyusun Foto 5. Singkapan Filit pada stasiun 11
daerah penelitian merupakan batuan daerah Buttu Tanglah difoto ke arah
metamorf dan batuan sedimen. Berdasarkan N125°E (atas) dan pengamatan petrografi
litostratografi tidak resmi, maka pada daerah Filit pada stasiun 11 yang memperlihatkan
penelitian dijumpai 3 (tiga) satuan batuan mineral Kuarsa (11G), material lempung
yang diurutkan dari muda ke tua, yaitu : (7F), mineral opak (5A) (bawah).
1. Satuan batugamping
2. Satuan batulempung Batugamping dalam keadaan segar
3. Satuan filit memperlihatkan ciri fisik berwarna abu-abu,
1. Satuan filit sedangkan dalam kondisi lapuk berwarna
Satuan ini menempati sekitar 47 % coklat kehitaman. Batugamping ini memiliki
dari keseluruhan luas daerah penelitian atau tekstur klastik dengan struktur berlapis,
sekitar 25,75 km2. Satuan ini tersebar secara komposisi kimia karbonatan.
lateral yang memanjang dari Timur Laut Kenampakan mikroskopis dari
hingga Tenggara daerah penelitian. litologi Batugamping secara umum memiliki
Litologi yang menyusun satuan ini warna absorbsi coklat, warna interferensi
yaitu filit dan batugamping. Litologi filit abu-abu kehitaman, tekstur non klastik,
dijumpai dalam kondisi segar ukuran mineral 0,08 mm – 0,42 mm,
memperlihatkan ciri fisik berwarna abu-abu komposisi mineral berupa kalsit (13%),
kehitaman dan dalam kondisi lapuk material lempung (79%), dan pori (8%).
berwarna coklat, tekstur nematoblastik, Berdasarkan hasil analisis petrografis dan
foliasi dengan arah N 320° E. Secara dengan melihat karakteristik serta persentase
megaskopis mineral-mineral yang dapat dari komposisi material penyusun batuan,
diamati antara lain kuarsa dan muskovit. maka batuan ini dinamakan Crystalline
Kenampakan mikroskopis dari (Dunham, 1962).
litologi Filit secara umum memiliki warna
absorbsi kecoklatan, warna interferensi abu-
abu, tekstur nematoblastik, struktur
schistose, bentuk subhedral-anhedral dengan
ukuran mineral yang tidak seragam antara
0,01 mm – 1,2 mm, komposisi mineral
terdiri dari mineral kuarsa (13% - 21%),
ortoklas (7% - 14%), biotit (2%-6%),
material lempung (57% - 73%), dan mineral
opak (4% - 11%). Berdasarkan hasil analisis
petrografis dan dengan melihat karakteristik
serta persentase dari komposisi mineral
6

Litologi yang menyusun satuan ini


yaitu batulempung, batulempung
karbonatan, batupasir, dan batugamping.
Secara megaskopis dijumpai batulempung
dalam keadaan segar memperlihatkan ciri
Foto 6. Singkapan Batugamping pada stasiun fisik berwarna abu-abu dan adapula yang
26 daerah Lamba difoto ke arah N129°E berwarna merah, sedangkan dalam kondisi
(atas) dan pengamatan petrografi Crystalline lapuk berwarna kecoklatan. Batulempung ini
pada stasiun 26 yang memperlihatkan mineral memiliki tekstur klastik dengan struktur
kalsit (9E), material lempung (4A), dan pori berlapis, sortasi baik, kemas tertutup, ukuran
(8B) (bawah). butir lempung, dan komposisi kimia silika.
Kenampakan mikroskopis dari
Berdasarkan pengamatan petrografi, litologi ini memiliki warna absorbsi coklat,
satuan ini terdiri dari kuarsa, ortoklas, biotit, warna interferensi abu-abu, tekstur klastik,
material lempung, dan mineral opak. mud supported. Komposisi material terdiri
Kumpulan mineral-mineral tersebut dari kuarsa (3%), dan material lempung
menunjukkan fasies metamorfisme berderajat (97%). Berdasarkan hasil analisis petrografis
rendah berupa Fasies Sekis Hijau (Green dan dengan melihat karakteristik serta
Schist Facies) yang terbentuk melalui persentase dari komposisi material penyusun
metamorfisme regional zona epizone. Pada batuan, maka batuan ini dinamakan
diagram fasies metamorfisme memperlihatkan Claystone (Selley, 1969).
bahwa fasies ini terbentuk pada zona
kedalaman 5 km – 10 km, dengan temperatur
berkisar antara 3000°C hingga 5000°C dan
tekanan antara 3000 – 8000 bar.
Penentuan umur satuan filit dapat
disebandingkan dengan filit anggota dari
Formasi Latimojong ( Kls ) oleh Djuri,dkk
(1998). Formasi Latimojong terdiri dari
serpih, filit, rijang, marmer, kuarsit dan breksi
terkersikkan, juga dijumpai batulempung yang
mengandung fosil Globotruncana berumur
Kapur Akhir.
Hubungan stratigrafi antara satuan ini
dengan satuan di bawahnya tidak ditemukan,
sedangkan hubungan stratigrafi Satuan filit
dengan satuan yang lebih muda di atasnya
yaitu satuan batulempung yaitu
ketidakselarasan. Foto 7. Singkapan batulempung merah pada
stasiun 19 daerah Rumbia difoto ke arah
2. Satuan Batulempung N54°E (atas) dan pengamatan petrografi
Satuan ini menempati luas sekitar Claystone pada stasiun 19 yang
43% dari luas keseluruhan daerah penelitian memperlihatkan mineral Kuarsa (6G), dan
atau sekitar 24,05 km2. Satuan ini tersebar material lempung (4E) (bawah).
pada bagian barat laut hingga timur dari
utara hingga selatan daerah penelitian. Batulempung karbonatan dalam
Ketebalan dari satuan ini pada lokasi keadaan segar berwarna abu-abu dan
penelitian ditentukan berdasarkan hasil dari adapula yang berwarna merah, sedangkan
perhitungan ketebalan pada penampang dalam kondisi lapuk berwarna kecoklatan.
geologi A – B yang berarah barat daya – Batulempung ini memiliki tekstur klastik
timur laut dengan mengukur batas bawah dengan struktur berlapis, sortasi baik, kemas
dan batas atas lapisan pada penampang tertutup, ukuran butir lempung, dan
geologi, sehingga diperoleh ketebalan satuan komposisi kimia karbonatan.
batulempung sebesar 1025 m. Kenampakan mikroskopis dari
litologi Batulempung karbonatan secara
7

umum memiliki warna absorbsi coklat,


warna interferensi abu-abu, tekstur non
klastik, mud supported. Komposisi material
terdiri dari skeletal grain (9% - 14%),
material lempung (82% - 84%), dan pori
(4% - 6%). Berdasarkan hasil analisis
petrografis dan dengan melihat karakteristik
serta persentase dari komposisi material
penyusun batuan, maka batuan ini
dinamakan Wackestone (Dunham, 1962).

Foto 9. Singkapan Batupasir pada stasiun 41


daerah Kalepe difoto ke arah N122°E (atas)
dan pengamatan petrografi Quartzwacke
pada stasiun 41 yang memperlihatkan
mineral kuarsa (3C), ortoklas (4D), biotit
(11H), piroksin (4C), dan mineral opak (3G)
(bawah).

Batugamping dalam keadaan segar


berwarna abu-abu, sedangkan dalam kondisi
lapuk coklat kehitaman. Batugamping ini
memiliki tekstur bioklastik dengan struktur
Foto 8. Singkapan batulempung karbonatan tidak berlapis, komposisi kimia karbonat,
pada stasiun 1 daerah Kalimbua difoto ke yang tersusun oleh fosil makro dan mineral
arah N355°E (atas) dan pengamatan karbonat.
petrografi Wackestone pada stasiun 1 yang Kenampakan mikroskopis dari
memperlihatkan skeletal grain (5B), material litologi Batugamping secara umum memiliki
lempung (10E), dan pori (7H) (bawah). warna absorbsi kecoklatan, warna
interferensi abu-abu, tekstur bioklastik, mud
Batupasir dalam keadaan segar supported, komposisi material terdiri dari
berwarna abu-abu, sedangkan dalam kondisi grain (sekeletel grain) dan mud. Grain
lapuk berwarna kecoklatan. Batupasir ini berupa foraminifera besar yaitu Pellatispira
memiliki tekstur klastik dengan struktur orbitoidea, Nummulites gizehensis,
berlapis, sortasi baik, kemas tertutup, ukuran Biplanispira inflata, Lepidocyclina
butir pasir halus, dan komposisi kimia silika. papuaensis, Discocyclina javana (78% -
Kenampakan mikroskopis dari 83%) dan mud berupa mikrit (6%- 13%),
litologi batupasir secara umum memiliki sparit (9% - 11%) yang merupakan mineral
warna absorbsi coklat, warna interferensi karbonat berupa kalsit. Berdasarkan hasil
abu-abu kehitaman, tekstur klastik, kemas analisis petrografis dan dengan melihat
terbuka, sortasi buruk, ukuran mineral 0,03 karakteristik serta persentase dari komposisi
mm – 0,4 mm. Komposisi mineral terdiri material penyusun batuan, maka batuan ini
dari kuarsa (44% - 45%), ortoklas (26% - dinamakan Packstone (Dunham, 1962).
30%), biotit (4%- 5%), piroksin (7% - 9%),
dan mineral opak (14% - 16%). Berdasarkan
hasil analisis petrografis dan dengan melihat
karakteristik serta persentase dari komposisi
material penyusun batuan, maka batuan ini
dinamakan Quartzwacke (WTG, 1982).
8

Ketebalan dari satuan ini pada lokasi


penelitian ditentukan berdasarkan hasil dari
perhitungan ketebalan pada penampang
geologi A – B yang berarah barat daya –
timur laut dengan mengukur batas bawah
dan batas atas lapisan pada penampang
geologi, sehingga diperoleh ketebalan satuan
batugamping sebesar 675 m.
Foto 10. Singkapan batugamping pada Litologi yang menyusun satuan ini
stasiun 42 daerah Dadoke difoto ke arah yaitu batugamping. Secara megaskopis,
N64°E (atas) dan Pengamatan petrografi batugamping dalam keadaan segar berwarna
Packstone pada stasiun 42 yang abu-abu sedangkan dalam kondisi lapuk
memperlihatkan grain berupa foraminifera berwarna coklat kehitaman. Batugamping ini
besar (1A), mud berupa mikrit (10A), dan memiliki tekstur bioklastik dengan struktur
sparite (8E) (bawah). tidak berlapis, komposisi kimia karbonat,
yang tersusun oleh fosil dan mineral
Penentuan lingkungan pengendapan karbonat.
satuan batulempung ini menggunakan Kenampakan mikroskopis dari
klasifikasi lingkungan pengendapan oleh litologi Batugamping secara umum memiliki
Boltovskoy dan Wright (1976) pada fosil warna absorbsi kecoklatan, warna
Pellatispira orbitoidea, Nummulites interferensi abu-abu, tekstur bioklastik, mud
gizehensis, Biplanispira inflata, supported, komposisi material terdiri dari
Lepidocyclina papuaensis, Discocyclina grain (sekeletel grain) dan mud. Grain
javana, yaitu pada lingkungan inner neritic berupa foraminifera besar yaitu Miogypsina
(shelf) zone atau pada kedalaman 0-30 m. indonesiensis. dan mud berupa mikrit dan
Penentuan umur dari satuan sparit yang merupakan mineral karbonat
batulempung di daerah penelitian berupa kalsit. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan umur relatif berdasarkan petrografis dan dengan melihat karakteristik
posisi stratigrafi dan kandungan fosil serta persentase dari komposisi material
foraminifera besar (fosil makro) yang penyusun batuan, maka batuan ini
terkandung dalam batuan. Pada pengamatan dinamakan Packstone (Dunham, 1962).
petrografis dijumpai kandungan fosil berupa
Pellatispira orbitoidea, Nummulites
gizehensis, Biplanispira inflata,
Lepidocyclina papuaensis, Discocyclina
javana. Berdasarkan kandungan fosil yang
dijumpai pada pengamatan petrografis, maka
umur dari satuan batugamping pada daerah
penelitian adalah Eosen Awal – Eosen Akhir
(Early Eocene – Late Eocene) yaitu pada
zona Ta – Tb.
Hubungan stratigrafi antara satuan
batulempung dengan satuan yang lebih tua
yaitu satuan filit adalah tidak selaras,
sedangkan dengan satuan batuan yang lebih
muda yaitu satuan batugamping adalah tidak
selaras.

3. Satuan Batugamping
Satuan ini menempati luas sekitar
10% dari luas keseluruhan daerah penelitian
atau sekitar 4,9 km2. Satuan ini tersebar pada Foto 11. Singkapan Batugamping pada
bagian barat daya hingga barat laut daerah stasiun 18 daerah Buttubatu dengan arah
penelitian. foto N37°E (atas) dan pengamatan petrografi
Packstone yang memperlihatkan grain
9

berupa foraminifera besar (5D), mud berupa


mikrit (2C), dan sparit (5B).

Penentuan lingkungan pengendapan


satuan batugamping ini menggunakan
klasifikasi lingkungan pengendapan oleh
Boltovskoy dan Wright (1976) pada fosil
Miogypsina indonesiensis, yaitu pada
lingkungan inner neritic (shelf) zone atau
pada kedalaman 0-35 m. Foto 12. Lipatan minor berupa lipatan
Penentuan umur dari satuan seretan (drag fold) pada litologi
batugamping di daerah penelitian Batulempung pada stasiun 19 difoto ke arah
menggunakan umur relatif berdasarkan N 77°E
posisi stratigrafi dan kandungan fosil yang
terkandung dalam batuan. Pada pengamatan
petrografis dijumpai kandungan fosil
foraminifera besar berupa Miogypsina
indonesiensis. Berdasarkan kandungan fosil
yang dijumpai pada pengamatan petrografis,
maka umur dari satuan batugamping pada
daerah penelitian adalah Miosen Tengah –
Miosen Akhir (Middle Miocene - Late
Miocene) yaitu pada zona f2 - f3.
Walaupun didapatkan fosil pada
batuan, namun yang dapat dideskripsi hanya Foto 13. Lipatan minor berupa sinklin pada
satu, sehingga fosil ini tidak dapat dijadikan litologi Batulempung pada sekitar stasiun 14
sebagai penentu umur batuan. Berdasarkan difoto ke arah N 47°E
hal tersebut, maka satuan batugamping pada
daerah penelitian dapat disebandingkan 2. Struktur Kekar
dengan Formasi Makale yang diketahui Kekar yang dijumpai pada daerah
berumur Miosen Awal – Miosen Tengah penelitian berupa kekar sistematik yang
yang terbentuk pada lingkungan laut dijumpai pada litologi batulempung di
dangkal. daerah Passui pada stasiun 10 dan di
Hubungan stratigrafi antara satuan pinggiran sungai Passui pada stasiun 48.
batugamping dengan satuan yang lebih tua Kedua kekar tersebut secara genetik
yaitu satuan batulempung adalah merupakan kekar gerus atau shear joint.
ketidakselarasan, sedangkan dengan satuan
batuan yang lebih muda tidak diketahui.

STRUKTUR GEOLOGI
Struktur geologi yang berkembang
pada daerah penelitian berdasarkan penciri
struktur yang dijumpai di lapangan adalah : Foto 14. Kekar sistematis pada litologi
1. Struktur lipatan Batulempung pada stasiun 10 difoto ke arah
2. Struktur kekar N 220°E (kiri) dan kekar sistematis pada
3. Struktur sesar litologi Batulempung pada stasiun 48 difoto
ke arah N 36°E (kanan).
1. Struktur Lipatan
Struktur lipatan yang terdapat pada Hasil pengukuran kekar pada stasiun
daerah penelitian berupa lipatan minor yaitu 10 diperoleh kedudukan umum kekar yang
lipatan seretan (drag fold) di daerah Rumbia berarah relatif timur laut-barat daya (N92°E
dan lipatan sinklin di pinggir sungai Passui – N 184°E), kemiringan bidang kekar
sekitar 300 m dari stasiun 14. berkisar antara 60°-63°, panjang kekar 2,3
meter, spasi kekar (1-9 cm), bukaan kekar
(0,1-2 cm), tingkat pelapukan tinggi, dengan
10

permukaan yang licin. Hasil analisa data 3. Lipatan Drag fold stasiun 19 pada litologi
dengan menggunakan proyeksi dips batulempung
diperoleh tegasan utama maksimum (σ 1) 4. Pelurusan Sungai Passui yang relatif
N184°E/63, tegasan utama menengah (2) memanjang dari arah timur – barat laut.
N92°E/60° dan tegasan utama minimum (3) Dijumpai pula kekar di stasiun 10 dan
N312°E/37°. stasiun 48 pada litologi batulempung dengan
Hasil pengukuran kekar pada arah relatif tegasan utama timur laut-barat
batulempung pada stasiun 48 diperoleh daya. Berdasarkan hal tersebut dan
kedudukan umum kekar yang berarah relatif pengolahan data kekar, maka
Utara Timurlaut – Selatan Baratdaya diinterpretasikan terdapat sesar geser dengan
(N69°E – N150°E), kemiringan bidang kekar tegasan utama berarah timur-barat laut pada
berkisar antara 65°-68°, panjang kekar 2,3 daerah penelitian. Sesar geser ini melewati
meter, spasi kekar (1-9 cm), bukaan kekar daerah Bontongan sehingga dinamakan sesar
(0,1-2 cm), tingkat pelapukan tinggi, dengan geser Bontongan. Sesar geser Bontongan ini
permukaan yang licin. Hasil analisa data menempati satuan batulempung dan satuan
dengan menggunakan proyeksi dips filit, sehingga dapat disimpulkan sesar ini
diperoleh tegasan utama maksimum (σ1) terbentuk setelah semua batuan terbentuk.
N150°E/68, tegasan utama menengah (2)
N69°E/65° dan tegasan utama minimum (3)
N282°E/29°.

3. Struktur Sesar
Penentuan struktur sesar yang
berkembang di daerah penelitian
berdasarkan pada data-data yang dijumpai di
lapangan baik yang bersifat primer maupun
sekunder berupa perubahan kedudukan Foto 15 Breksi sesar pada litologi
batuan, pergeseran batas litologi, breksi batugamping stasiun 10 difoto ke arah
sesar, arah breksiasi, serta interpretasi pada N178°E
peta topografi berupa pelurusan kontur,
kelokan sungai secara tiba-tiba, arah Sesar Naik Katangka
pelurusan topografi serta perbandingan Sesar naik Katangka memanjang dari
kerapatan kontur. Data yang didapatkan arah Utara Barat Laut – Selatan Meneggara.
dilapangan kemudian dipadukan dengan Penentuan struktur sesar yang berkembang
hasil interpretasi peta topografi dan hasil pada daerah penelitian didasarkan pada
analisis arah tegasan utama yang bekerja di keterdapatan data-data primer dan data-
daerah penelitian dengan menggunakan sekunder sebagai penunjang, yaitu :
proyeksi stereonet. Selain itu identifikasi 1. Memperlihatkan adanya pola kontur
struktur tetap mengacu terhadap setting yang rapat dan adanya batuan tua (filit)
tektonik regional daerah penelitian. yang tersingkap dipermukaan
Berdasarkan hal tersebut, maka struktur 2. Pada lokasi penelitian banyak dijumpai
sesar yang berkembang pada daerah air terjun dengan ketinggian berkisar 5-
penelitian adalah sesar geser dan sesar naik. 30 meter.
Sesar Geser Bontongan
Sesar geser Bontongan memanjang Mekanisme pembentukan struktur
dari arah Barat laut-Timur laut. Penentuan geologi yang terdapat pada daerah penelitian
struktur sesar yang berkembang pada daerah terjadi dalam tiga periode, yaitu pada
penelitian didasarkan pada keterdapatan periode pertama, pada zaman Kapur Akhir
data-data primer dan data-sekunder sebagai setelah terbentuknya filit, dimana aktivitas
penunjang, yaitu : tektonik yang berlangsung pada kala ini
1. Breksi sesar yang dijumpai pada sekitar mengakibatkan adanya suatu hasil gaya
stasiun 10 pada litologi batugamping kompresi yang menyebabkan batuan pada
dengan arah breksiasi N 163°E (Foto 15) daerah penelitian mengalami deformasi
2. Perubahan kedudukan batuan pada litologi membentuk lipatan sinklin maupun lipatan –
batulempung lipatan minor. Kemudian gaya tersebut terus
11

bekerja sehingga menyebabkan batas Selama proses pengendapan berlangsung,


elastisitas batuan yang berada pada daerah terjadi pula keseimbangan antara proses
penelitian terlampaui dan mengakibatkan pengendapan dan penurunan dasar cekungan
batuan tersebut mengalami fase deformasi sehingga dijumpai batuan yang lebih tebal.
plastis sehingga batuan akan mengalami Pada saat terjadi pengendapan material
patahan membentuk sesar naik Katangka. berukuran lempung, terjadi pula
Periode kedua terjadi pada kala pengendapan material berukuran pasir
Eosen Akhir diawali oleh kegiatan tektonik membentuk batupasir dan pengendapan
secara regional akibat gaya kompresi yang material karbonat berukuran pasir kasar
berarah timur laut – barat daya membentuk batugamping. Proses
menghasilkan tegasan utama maksimum pegendapan ini berakhir pada kala Eosen
(σ1) yang berarah N 184°E, gaya kompresi Akhir.
tersebut terus bekerja hingga melampaui Pada kala Post Eosen setelah
batas elastisitas batuan, sehingga terbentuk satuan batulempung, terjadi
mengakibatkan batuan mengalami fase aktivitas tektonik yang menyebabkan satuan
deformasi plastis sehingga terbentuknya Filit mengalami deformasi membentuk
kekar gerus pada batuan. Selanjutnya lipatan sinklin maupun lipatan – lipatan
tekanan pada batuan terus meningkat minor. Kemudian gaya tersebut terus bekerja
sehingga batuan mencapai fase deformasi sehingga menyebabkan batas elastisitas
plastis, dimana rekahan pada batuan batuan yang berada pada daerah penelitian
mengalami pergeseran menghasilkan sesar terlampaui dan mengakibatkan batuan
geser Bontongan yang sifatnya Dextral. tersebut mengalami fase deformasi plastis
Penentuan umur struktur geologi sehingga batuan akan mengalami patahan
daerah penelitian ditentukan secara relatif membentuk sesar naik Katangka.
melalui pendekatan umur satuan batuan Selanjutnya, kembali terjadi aktivitas
termuda yang dilewati. Struktur sesar naik tektonik dimana gaya kompresi tersebut
Katangka dan sesar geser Bontongan terus bekerja hingga melampaui batas
melewati Satuan filit dan Satuan elastisitas batuan, sehingga mengakibatkan
batulempung sehingga dapat disimpulkan batuan mengalami fase deformasi plastis
bahwa umur relatif dari sesar naik Katangka sehingga terbentuknya kekar gerus pada
dan sesar geser Bontongan adalah post batuan. Selanjutnya tekanan pada batuan
Eosen. terus meningkat sehingga batuan mencapai
fase deformasi plastis, dimana rekahan pada
batuan mengalami pergeseran menghasilkan
sesar geser Bontongan yang sifatnya Destral.
Selanjutnya pada kala Miosen Awal,
pada lingkungan laut dangkal dimana
terbentuk terumbu-terumbu koral yang
Gambar 3. Mekanisme pembentukan disertai dengan pengendapan material-
struktur geologi daerah penelitian, material karbonat yang berasal dari
menunjukkan gaya kompresi yang berarah cangkang-cangkang organisme laut dangkal
timurlaut – baratdaya yang secara berangsur-angsur terendapkan
membentuk batugamping. Selama proses
SEJARAH GEOLOGI pengendapan berlangsung, terjadi pula
Sejarah geologi daerah penelitian keseimbangan antara proses pengendapan
dimulai pada zaman Kapur Akhir dimana dan penurunan dasar cekungan sehingga
pada zaman tersebut terjadi proses dijumpai batuan yang lebih tebal. Proses ini
metamorfisme pada batulempung sehingga berakhir pada kala Miosen Tengah.
membentuk satuan filit. Satuan ini terbentuk Setelah terjadi aktifitas tektonik
pada kedalaman ± 5-10 km. tersebut, kemudian berlangsung proses-
Memasuki kala Eosen Awal terjadi proses geologi muda berupa proses erosi,
pengangkatan dasar cekungan menjadi pelapukan dan sedimentasi. Proses inilah
lingkungan laut dangkal dimana terjadi yang kemudian mengontrol pembentukan
pengendapan material sedimen berukuran bentangalam pada daerah penelitian dimana
lempung membentuk Satuan batulempung.
12

proses-proses tersebut masih berlangsung ekonomis untuk ditambang karena secara


hingga sekarang. kuantitatif penyebarannya sangat luas.
Tambang bahan galian di atas dijalankan
secara semi-modern dimana penduduk lokal
sudah mulai menggunakan alat berat untuk
BAHAN GALIAN mengangkut bahan galian berupa truk, namun
Keberadaan bahan galian pada daerah masih ada juga yang masih menggunakan cara
penelitian tidak terlepas dari jenis litologi tradisional.
penyusunnya serta aktivitas geologi yang
berlangsung di daerah penelitian. Kedua hal
tersebut sangat mempengaruhi proses
pembentukan, penyebaran, jumlah atau
volume serta mutu bahan galian tersebut.
Pemetaan bahan galian daerah
penelitian didasarkan atas beberapa faktor
yaitu keterjangkauan lokasi oleh sarana
transportasi, ketersediaan bahan galian dalam
jumlah yang cukup untuk dikelola dan
pemanfaatannya oleh penduduk setempat.
Bahan galian yang dijumpai pada daerah Foto 16. Potensi bahan galian Batugamping
penelitian yaitu bahan galian Batugamping. pada stasiun 7 daerah Passui, difoto ke arah
Keterdapatan Batugamping ini pada daerah N81°E
penelitian dijumpai pada sekitar daerah Desa
Lunjen dan Desa Passui. PENUTUP
Penyebaran indikasi bahan galian 1. Kesimpulan
Batugamping terletak pada sebelah barat Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
hingga selatan daerah penelitian dengan luas pada daerah Passui dan sekitarnya, maka dapat
wilayah ±10 % dari seluruh luas daerah diketahui kondisi geologi daerah penelitian
penelitian yaitu sekitar 4,9 km2. Tubuh batuan secara umum adalah sebagai berikut :
batugamping yang terdapat pada daerah 1. Daerah penelitian tersusun oleh dua satuan
penelitian pada umumnya dijumpai dalam geomorfologi yaitu satuan geomorfologi
bentuk bukit dan beberapa berupa bongkah- pegunungan struktural dan satuan
bongkah. geomorfologi pegunungan denudasional.
Genesa pembentukan Batugamping Jenis sungai yang berkembang adalah
yaitu terbentuk melalui proses sedimentasi sungai permanen dan periodik, sedangkan
baik secara mekanik dan kimiawi dari secara genetik berupa sungai konsekuen,
organisme di laut yang mengandung mineral dengan pola aliran berupa pola aliran
karbonat misalnya koral dan alga. paralel. Stadia daerah adalah muda
Batugamping pada daerah penelitian terdiri menjelang dewasa.
atas batugamping klastik dan nonklastik 2. Stratigrafi daerah penelitian tersusun atas
dengan ciri fisik kenampakan segar secara tiga satuan batuan, dari yang termuda ke
umum berwarna abu-abu dan pada keadaan yang tertua yaitu :
lapuk berwarna coklat kehitaman, tekstur - Satuan batugamping
bioklastik, komposisi kimia karbonat, struktur - Satuan batulempung
tidak berlapis, memiliki tingkat kekerasan - Satuan filit
yang tinggi dan masif. Untuk keperluan 3. Struktur geologi yang berkembang pada
komersil, bahan galian ini berpotensi untuk daerah penelitian adalah lipatan minor
digunakan sebagai bahan bangunan, terutama berupa sinklin dan dragfold, kekar
untuk dijadikan sebagai pondasi rumah. sistematik, serta sesar naik Katangka dan
Kesampaian daerah untuk bahan galian sesar geser Bontongan dengan arah relatif
batugamping pada daerah penelitian yaitu ± 20 tegasan utama timur laut - barat daya.
m dari jalan raya dan dapat dilalui oleh 4. Indikasi bahan galian pada daerah
kendaraan roda dua dan roda empat. penelitian berupa batugamping.
Berdasarkan dimensi serta penyebaran
dari bahan galian ini maka bahan galian ini 2. Saran
13

Daerah penelitian memiliki potensi Dunham, R.J., 1962. Classification of


bahan galian yang ekonomis sehingga penulis Carbonate Rocks According to
menyarankan sebaiknya ditunjang oleh sarana Depositional Textures, Amer.Assn.
dan prasarana yang baik seperti aspek Pet. Geol. Mem. No: 1, pp 108-121.
keterjangkauan yang baik pula dalam hal ini
perbaikan jalan menuju daerah Bontongan dan Endarto, Danang., 2005. Pengantar Geologi
lokasi-lokasi penambangan. Saran ini Dasar, Lembaga Pengembangan
ditujukan untuk pihak terkait dalam hal ini Pendidikan (LPP) UNS, Surakarta,
pemerintah setempat dan pihak perusahaan Jawa Tengah, Indonesia.
yang melakukan kegiatan penambangan di
sekitar daerah penelitian. Graha, S.D., 1985. Batuan dan Mineral.
Bandung, Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, R., Wilson, M.E.J., 2000. Neogen
Asikin, Sukendar., 1979. Dasar-Dasar Sutures in Eastern Indonesia. SE
Geologi Struktur. Jurusan Teknik Asia Reserach Group, Department
Geologi Institut Teknologi of geology, Royal Halloway
Bandung, Bandung. University of London, Egham,
Surrey TW20 0EX, UK. Journal of
Bakosurtanal., 1991. Peta Rupa Bumi Asian Earth Sciences 18 (2000)
Lembar Belajen nomor 2012-62, 781-808.
Cibinong, Bogor.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia., 1996. Sandi
Basuki, W., 2010. Undang – Undang Stratigrafi Indonesia. Bidang
Republik Indonesia Nomor 4 Geologi dan Sumber Daya Mineral.
tahun 2009 Tentang Jakarta. Indonesia.
Pertambangan Mineral Dan
Batubara, Counsellor at law Keer, P.F.,1958. Optical Mineralogy, Mc
(ABNR), Jakarta. Graw – Hill Book Co.Inc.,New
York.
Bauman P., 1971. Summaries of Lectures
in Larger Foraminifera. Lemigas, Lobeck, A.K., 1939. Geomorphology An
Jakarta, Indonesia. Intruduction to the Study of
Landscapes, McGraw-Hill Book
Billings, M. P., 1968. Structural Geology, Company, Inc New York and
Second edition, Prentice of India London.
Private Limited, New Delhi.
McClay, K. R.., 1987. The Mapping of
Boggs, Sam.,1987. Principles of Geological Structures, University
Sedimentology and Stratigraphy of London, John Wiley & Sons Ltd,
– Fourth Edition. Pearson Chichester, England.
Education. Inc: New Jersey.
Pettijohn, F., 1956, Sedimentary Rocks,
Djauhari., 2011, Geologi untuk Second Edition, Oxford & IBH
Publishing Co., Calcuta – New
Perencanaan, Edisi Pertama. Delhi.
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Ragan, D. M., 1973. Structural Geology :
Djuri dan Sudjatmiko, S.Bachri dan Sukido., An Introduction to Geometrical
1998. Peta Geologi Lembar Techniques, Second Edition, John
Majene dan Bagian Barat Wiley & Sons, Inc., New York.
Lembar Palopo. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Sompotan, A.F., 2012. Struktur Geologi
Bandung. Sulawesi. Perpustakaan Sains
Kebumian Institut Teknologi
Bandung.Bandung .
14

Sukandarrumidi., 1999. Bahan Galian


Industri, Gajah Mada University
Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

Thornburry, William. D., 1969. Principles


of Geomorphology, Second
edition, John Willey & Sons, Inc,
New York, USA.

Travis, R. B., 1955, Classification of Rocks,


Volume 50, Number 1, Quarterly of
The Colorado School of Mines, U.
S. A.

Van Zuidam, R. A., 1985. Aerial Photo-


Interpretation in Terrain
Analysis and Geomorphologic
Mapping, Smith Publisher – The
Hague, Enschede, Netherlands.
Vlerk, Van Der., 1931. Stratigraphy Of
Caenozoic Of The East Indies
Based On Foraminifera,
Netherlands.

, 2010, Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan
Batubara, PemerintahRepublik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai