Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Kegiatan pemetaan adalah salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh
seorang geologist untuk mengetahui fenomena geologi dalam suatu daerah.
Seorang geologist ataupun seoerang calon geologist dituntut untuk mampu
menguasai kegiatan pemetaan, bukan hanya teori saja. Oleh karenanya dalam
setiap kurikulum pengajaran geologi di IST AKPRIND YOGYAKARTA
kurikulum pemetaan adalah kegiatan yang esensial untuk dilakukan dan dipahami.

1.1 Latar Belakang


Pemetaan geologi adalah suatu proses ilmiah yang bersifat interpretasi
dan dapat menghasilkan berbagai jenis peta untuk berbagai macam tujuan,
termasuk misalnya untuk penilaian kualitas air bawah tanah dan resiko
pencemaran, memprediksi bencana longsor, gempabumi, erupsi gunungapi,
karakteristik sumber daya mineral dan energi, manajemen lahan dan perencanaan
tataguna lahan, dan lain sebagainya.
Informasi yang ada pada peta geologi sangat dibutuhkan bagi para
pengambil keputusan, baik untuk keperluan sektor publik maupun swasta, seperti
misalnya dalam penentuan rencana rute suatu jalan, sistem cut and fill pada
pembutan jalan di medan yang berbukit-bukit. Peta geologi juga dipakai dalam
benefit-cost analysis untuk memperkecil ketidakpastian dan potensi penambahan
biaya.
Dalam pemetaan geologi, seorang ahli geologi harus mengetahui
susunan dan komposisi batuan serta struktur geologi, baik yang tersingkap di
permukaan bumi maupun yang berada di bawah permukaan melalui pengukuran
kedudukan batuan dan unsur struktur geologi dengan menggunakan kompas
geologi serta melakukan penafsiran geologi, baik secara induksi dan deduksi
yang disajikan diatas peta dengan menggunakan simbol atau warna.

1
2

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pemetaan geologi ini adalah untuk memenuhi persyaratan
kurikulum di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains
& Teknologi AKPRIND Yogyakarta.
Tujuan dari pemetaan geologi ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi
daerah penelitian secara lengkap, di antaranya geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi, sejarah geologi dan geologi lingkungan sehingga dapat dipelajari gejala
dan proses geologi yang pernah ada dan yang sedang terjadi, serta pelaporan
lengkap yang dilampiri dengan Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan, Peta
Geologi, Peta Geomorfologi, Peta Pola Aliran, Peta Kelerengan, dan Peta
Kelurusan

1.3 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah


Daerah penelitian secara administrasi terletak pada daerah Banyurejo dan
sekitarnya, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I Yogyakarta.
Sedangkan secara geografis daerah penelitian terletak pada posisi 07º54'15" –
07º55’15" LS dan 110º25'00" – 110º26'00" BT. Daerah penelitian mempunyai
skala peta 1 : 12.500, terletak pada 2/225 RBI Lembar Imogiri No. 1408-222
dengan luas daerah penelitian 2 km x 2 km. Untuk mencapai lokasi pemetaan
geologi dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua dengan titik start
lokasi keberangkatan awal berada di kampus 1 IST AKPRIND, Yogyakarta
beralamat jalan Kalisahak no 28 dan lama waktu perjalanan ± 50 menit ke arah
Selatan, perjalanan menuju lokasi pengamatan.

Gambar 1.1 peta indeks daerah penelitian


(Modifikasi, Peta Atlas , Penyusun 2021)

1.4 Tahapan Penulisan


Adapun tahap penelitian yang harus dilalui adalah Tahap pendahuluan,
merupakan tahap recognize, persiapan kelengkapan lapangan dan studi pustaka.
Dilanjutkan oleh tahap pelaksanaan, merupakan tahap pengumpulan data
dilapangan, meliputi orientasi medan, pengamatan morfologi, pengamatan
3

singkapan dan lithologi serta penyebarannva, pengukuran ketebalan, pengamatan


struktur geologi yang ada serta pengambilan sampel batuan. Tahap akhir
penyusunan laporan, hasil analisa yang diperoleh kemudian disajikan
dalambentuk draft laporan, peta lintasan, peta geologi, peta geomortolo dan
penampang yang kemudian untuk dipresentasikan dan diuji.

1.5 Peralatan dan Bahan Penelitian


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain peta
topografi skala 1:25.000 dan skala 1:12.500, peta RBI Imogiri lembar 1408-222
skala 1:25.000, palu geologi, lup, kompas geologi, GPS, meteran, clipboard dan
kantong sampel, buku catatan, alat tulis, penggaris (satu set), busur derajat,
kamera, HCI 0,1 N dan ransel. Semua peralatan tersebut sangat diperlukan dan
sangat membantu dalam melakukan pengamatan dan penelitian di lapangan.

1.6 Peneliti Terdahulu


Banyak ahli Geologi yang melakukan penelitian terdahulu di Pulau Jawa,
termasuk daerah penelitian. Salah satunya adalah Surono, dkk. (1992) dalam
deskripsi Geologi Lembar Surakarta - Giritontro, Jawa menyebutkan bahwa
daerah Geologi Lembar Surakarta - Giritontro pada Oligosen Akhir terbentuk
suatu cekungan yang tidak mantap. Cekungan sedimen tersebut kemudian terisi
material sedimen yang menjadi Formasi Kebo. Selanjutnya diendapkan Formasi
Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu. Pada Pliosen Tengah teriadi
pengangkatan yang membentuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Setelah itu
teriadi paling tidak dua deformasi di daerah ini. Deformasi pertama terjadi pada
awal Plistosen awal Plistosen membentuk geser-bongkahan sehingga membentuk
Pegunungan Baturagung dan lipatan serta sesar berarah barat daya - timur laut.
Deformasi kedua terjadi pada kala Plistosen Tengah yang mengubah arah aliran
Sungai Bengawan Solo.
1. Rahardjo,dkk (1977)
Mengemukakan bahwa di daerah Pegunungan Selatan bagian Barat,
pengakatan terjadi pada Kala Miosen Tengah dan kemudian terjadi
4

pengendapan Formasi Wonosari. Selanjutnya pada awal Plestosen, seluruh


daerah terangkat lagi yang mengakibatkan pembentukan morfologi dataran
tinggi, juga mengakibatkan terjadinya penyesaran.Struktur utama mempunyai
arah poros lipatan Timur laut-Barat daya melalui terban Bantul bagian Timur
(Untung, dkk.,1973 dalam Rahardjo,dkk.,1977). Sebagai dari bagian
Pegunungan Selatan, stratigrafi telahbanyak diteliti oleh beberapa ahli seperti
Bothr (1929) dan Marks (1957).
2. Asikin (1974)
Membahas tentang struktur Geologi Jawa Tengah dan sekitarnya
secara regional, dalam bukunya “Evolusi Geologi Jawa Tengah dan sekitarnya
ditunjau dari segi tektonik Dunia yang baru”.
3. Mulyaningsih dkk, (2006)
Dalam penelitiannya Analisis Distribusi Kerusakan Akibat Gempa
bumi 27 Mei 2006 melalui pendekatan kegunungapian di Daerah Wonolelo.
Hasil dari penelitian ini adalah aktivitas gunungapi telah mempengaruhi tingkat
kerusakan yang diakibatkan gempabumi di daerah Wonolelo-Watuadeg. Tiga
fasa aktivitas gunungapi dengan adanya inflasi dan deflasi, cukup berakibat
pada lebih mudahnya reaktifasi sesar saat gempabumi berlangsung. Batuan
yang telah rapuh tersebut, jauh lebih mudah terreaktivasi oleh kegiatan tektonik
yang berulang.
4. Bronto (2006)
Dalam penelitiannya membahas mengenai pembagian fasies
gunungapi. Fasies gunungapi yang diteliti merupakan jenis gunungapi
stratovolkano yang dibagi menjadi 4 bagian utama yakni: fasies sentral, fasies
proksimal, fasies medial, dan fasies distal. Tidak hanya pembagian fasies
gunungapi menjadi 4 bagian namun dijelaskan pula megnenai penciri masing-
masing fasies baik secara litologi maupun gemorfologi.
5. Salahuddin Husein dan Srijono ( 2010 )
Dalam kajianya membahas pemetaan geomorfologi metode ITC dapat
memberi arahan yang cepat dan cukup akurat dalam membuat keluaran peta
skala tinjau. Meskipun tidak menggunakan foto udara sebagaimana yang
5

dianjurkan, peta topografi standar skala 1:50.000 dan skala 1:25.000 yang
dipergunakan dalam kajiannya dapat dimanfaatkan secara efektif dalam
mengidentifikasi dan mendelineasi unit-unit morfogenesa serta tingkatan
morfologinya. Hubungan antar unit morfologi dalam konteks geologi regional
juga dapat dilakukan dengan cepat berdasarkan pada pola pelamparan masing-
masing unit. Pada penelitiannya dijumpai lima bentangalam genetik utama
yang berkembang di Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu bentukan asal volkanik,
struktural, karst, fluvial, dan eolian

Anda mungkin juga menyukai