PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi berasal dari bahasa latin yakni Geo (bumi) dan Logos (ilmu/studi),
jadi secara harfiah Geologi merupakan salah satu cabang Ilmu Kebumian yang
khusus membahas tentang berbagai aspek dan fenomena yang ada di dalam bumi
dan di atas permukaan bumi. Namun, Geologi mempunyai arti yang lebih
mendalam yaitu suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang terjadi
di bumi baik berupa sifat fisiknya, keadaan di dalam maupun di luar bumi serta
proses yang membentuk bumi itu sendiri.
Daerah Geologi daerah Barru, Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang
memiliki kapasitas yang baik dalam mengenal ilmu geologi. Pada daerah tersebut
terdapat banyak morfologi serta bentukan alam yang dapat diamati serta dipelajari
secara langsung. Namun kurang pengetahuan warga sekitar akan hal tersebut
membuat para ahli geologi harus melakukan penelitian tersebut agar masyarakat
dapat mengamati dan mempelajarinya, sebagai salah satu bentuk pengabdian
kepada masyarakat.
Sebagai salah satu contoh dari penelitian tersebut ialah dengan adanya
kegiatan penelitian dari para mahasiswa di daerah Barru, Sulawesi Selatan.
Dimana para mahasiswa geologi harus dapat memecahkan fenomena serta
kejadian geologi yang ada di daerah tersebut, seperti dengan mengambil beberapa
data geologi yang ditemukannya yang akan dituangkan dalam bentuk laporan.
Oleh karena itu dilakukanlah penelitian paleontologi dan
batuan pada daerah ini sebagai bentuk praktek dari teori ilmu yang telah
didapatkan, yakni pada daerah Dacipong Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1
Maksud
Maksud dari field trip ini adalah sebagai media untuk pengembangan
dasar-dasar ilmu kebumian dan kejadian khusus pada masa lampau melalui
pengamatan secara langsung di lapangan, selain itu penelitian ini ialah untuk
mengaplikasikan segala ilmu yang telah didapatkan khususnya mengenai
paleontologi daerah Bottosowa, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
1.2.2
Tujuan
Adapun tujuan dari field trip ini ialah :
a. Agar dapat mengetahui fosil apa yang ada di daerah Bulu Bottosuwa dan
sekitarnya.
b. Agar dapat mengetahui keadaan geologi daerah Bulu Bottosuwa pada masa
lampau .
1.3 Batasan Masalah
Penulisan laporan ini hanya membahas mengenai keterdapan fosil pada daerah
Bullu Bottosowa dan sekitarnya serta identifikasi fosil dan batuan yang
mengandungnya.
Sebelah timur
Sebelah selatan
: Kabupaten Pangkep
Sebelah barat
: Selat Makassar
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode exploratif, yaitu
pengambilan data pada obyek-obyek geologi permukaan. Adapun sistematika
yang diguanakan adalah Sistematika sampling yaitu sistem atau cara pengambilan
sampel batuan di lapangan untuk analisis kandungan fosilnya. Sistematika
sampling yang digunakan pada metode penelitian ini yaitu :
1. Penentuan stasiun untuk pengambilan sampel.
2. Melakukan pengukuran strike dip
3. Melakukan pengambilan sampel.
1.5.2 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan yaitu :
1. Tahap persiapan
2. Tahap penelitian lapangan
3. Tahap pendeskripsian fosil dan batuan
4. Tahap pembuatan laporan
Adapun uraian masing-masing tahap pekerjaan yaitu :
1.Tahap persiapan.
Tahap persiapan ini dilakukan sebelum penelitian lapangan untuk menunjang
kelancaran dalam melakukan penelitian. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Studi literatur tentang geologi regional daerah penelitian dan beberapa
laporan peneliti terdahulu serta literatur yang berhubungan dengan batasan
masalah penelitian. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan
gambaran
umum
tentang
kondisi
geologi
sehingga
permasalahan-
Clipboard
3. Plastik sampel
4. Busur derajat
5. Kertas A4
6. Pensil warna
7. Pita meter
8. Rol meter
9. Mistar
10. Spidol permanen
1.6.2 Bahan
Adapun bahan yang kami gunakan selama kuliah lapangan berlangsung adalah :
1. Larutan HCl 0,1 M
2. Kertas A4
3. Kertas grafik
4. Peta Topografi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi Regional
Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan pada
umumnya terdapat didaerah bagian Timur, wilayah bagian Barat merupakan
pedataran yang relative sempit dan dibatasi oleh selat Makasar. Daerah ini
menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,
kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh
Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan
bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab
dari proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :
1. Tenaga Eksogen
Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angin, suhu, dan air. Dengan
adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,
pelapukan, dan degradasi.
2. Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun, dapat berupa gempa, gaya-gaya
pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka
dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi. Dengan adanya tenaga-tenaga
tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang
pengolahan
lahan
untuk
diguinakan
sebagai
daerah
m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 %
Terdapat bebrapa perbukitan disekitar B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan
arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut tenggara.
Aktivitas denudasi dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan danya
sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis senagian pegunungan tersebut.Pada
beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat
adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada bagian puncak
bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adlah S.Birunga dengan
beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran dentritik dengan tipe
genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi
pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada
daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari dari batuan beku
andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi bentuk sill.Satuan morfologi ini
sebagian digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah permukiman dan
persawahan.
C. Pola Aliran Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak
didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak
teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi
batugamping.Sungai urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah
selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai utama.Sungai umpung yang
mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule mengalir dari arah utara ke
selatan.Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi vulkanik batugamping dan
serpih. Berdasarkan pada kenampakan dan data-data yang telah disebutkan maka
dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya adalah aliran rectangular dan
dentritik.
D. Tipe Genetik Sungai.
Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan
aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga
dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.
E. Kuantitas air sungai
Sungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodik
dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau
airnya kecil atau kering.
F. Stadia Daerah
Daerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam
berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan
setempat-setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit. Bentuk lembah
umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses erosi lebih lanjut.
1 : 25.000.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan dalam
5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda sampai yang ke tertua yaitu
sebagai berikut :
1. Satuan batuan beku intrusi
2. Satuan breksi
3. Satuan napal
meliputi bagian barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah UtaraSelatan. Kenampakan satuan batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan,
dalam keadaan segar berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar,
GALLOWAY.
Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang
berbeda, disusun oleh mineral mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan
kehadiran mineral glaukonit.
Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan
fosil yang dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi
antar satuan breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan
menjemari dengan nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik
yang berasda diatasnya. Satuan batuan ini ternmasuk dalam formasi tonasa.
D. Satuan Napal
Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele
dan sebagia
formasi
Tonasa
E. Satuan Breksi Vulkanik
Satuan breksi vulkanik penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu
B. laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti
menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di
daerah aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan
morfologi pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan
umumnya barat laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 25 %.
Kenampakan dari satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan
denag nkletebalan lapisan antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik
berupa batuan beku yaitu Basalt, andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica
denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut
tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga
satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan stratigrafi dengan batuan yang ada di
atasnya maupun yang ada diaatasnya adalah tidak selaras.
terhadap
mineral Hornblende.
2.1.3 Struktur Regional
struktur geologi di daerah penelitian terdiri atas :
a. Struktur lipatan
Struktur
lipatan
adalah
suatu
bentuk
deformasi
pada
batuan
dan mempunyai benatu kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin
asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi
vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan
breksi batugamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal Miosen
Akhir ingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah
Miosen Akhir.
b. Struktur sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan
dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin 1979). Struktur sesar
yang dijumpai pada daerah Barru bagian timur antar lain :
1.
Sesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan merupakan sesar
geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relative ke
timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar 200 m. sesar geser ini
dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pad
alereng permukaan gawir di dusun Aledjang. Berdasarkan pada umur batuan yang
termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk
setelah Miosen Akhir.
c. Sesar geser Buludua
Sesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan merupakan sesar
geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya relative berarah
baratlaut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km. satuan batuan yang
dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan akibat adanya sesar ini
banyak ditemukan mata air disekitar daerah Bulubua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan breksi
vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhir
2.2 Proses Pemfosilan
Fosil adalah Jejak / sisa kehidupan baik langsung / tidak langsung
terawetkan dalam lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur
geologi ( > 500.000 tahun ). Fosil dalam Paleontologi terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
a. Fosil Makro/besar (Macrofossil) dapat dilihat dengan mata biasa
(megaskopis)
7. Liang di dalam tanah adalah dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai
fosil, merupakan cetakan.
8. Pembentukan Kerak adalah hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsium
karbonat yang berasal dari travertine ataupun talaktit.
9. Pemfosilan di dalam Tuff adalah pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di
daerah yang berudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
terjadi.
10. Pemfosilan dengan cara pembekuan adalah hewan yang mati tertutup serta
terlindung lapisan es dapat membeku dengan segera. Oleh karena
dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai
tersebut.
11. Mineralisasi adalah Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain.
12. Permineralisasi adalah Pergantian sebagian bagian fosil dengan mineral
lain.
13. Mold/Depression adalah Fosil berongga dan terisi mineral lempung.
14. Trail & Track
15. Distilasi (karbonisasi), menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang
mudah menguap dalam tumbuhan/hewan karena tertekannya rangka atau
Filum Mollusca
1. Pengertian Molluska
Moluska (filum Mollusca, dari bahasa Latin: molluscus = lunak)
merupakan
hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua
hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai jenis siput, kiton,
kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya.
Moluska merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah
filum Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu jenis, ditambah 35 ribu jenis
dalam bentuk fosil. Moluska hidup di laut, air tawar, payau, dan darat. Dari palung
benua di laut sampai pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di
sekitar rumah kita. Moluska dipelajari dalam cabang zoologi yang disebut
malakologi (malacology).
2. Ciri-ciri filum Molluska
mantel. Sistem saraf moluska terdiri dari cincin saraf yang memiliki esofagus
dengan serabut saraf yang menyebar. Sistem pencernaannya lengkap, terdiri dari
mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.
Kelas Pelecypoda.
Berasal dari bahasa Yunani :
Pelekys = kapak kecil
Pous
= kaki
terdiri dari gigi & socket. Bagian dalam test ini dilapisi oleh membrant
yang tipis dimana kearah posteior kulit mantel dapat membentuk saluransaluran
Pada umumnya, Pelecypoda yang hidup di lumpur mempunyai
siphon yang lebih besar dibandingkan yang hidup di laut. Klasifikasi
Pelecypoda didasarkan pada bagian tubuh tertentu, yaitu insang, susunan
gigi dan otot penutup kelopaknya. Bentuk gigi yang sederhana telah
dijumpai pada zaman Ordovisium & terjadi evolusi
Kerang, tiram, simping termasuk dalam kelas ini. Hewan ini
mempunyai dua buah cangkang yang melindungi tubuh (cangkang
setangkup). Pelecypoda simetri billateral, tapi tidak dapat bergerak dengan
cepat. Hewan ini bergerak dengan menjulur kan kaki otot yang besar
melelui celah antara dua cangkang. Semua anggota kelas ini memperoleh
makanan dengan menyaring makanan dari air yang masuk kedalam rongga
mantel.
: kaki.
Jadi Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak, berjalan dengan perut yang
dalam hal ini disebut kaki. Gastropoda adalah hewan hemafrodit, tetapi tidak
mampu melakukan autofertilisasi.
Beberapa contoh Gastropoda adalah bekicot (Achatina fulica), siput air
tawar (Lemnaea javanica), siput laut (Fissurella sp), dan siput perantara
fasciolosis (Lemnaea trunculata). Gastropoda merupakan kelas yang terbesar dari
moluska. Siput dan siput tak bercanggkang termasuk dalam kelas ini. Siput
Test terdiri dari zat gampingan dan terputar secara spiral melalui satu
garis lurus (putaran involut & evolut)
Arah putaran test gastropoda terdiri dari Dextral (searah jarum jam) &
Sinistral (berlawanan putaran jarum jam)
3. Klasifikasi Gastropoda
1.
Subclass Protogastropoda ;
1. Ordo Cynostraca
2. Ordo Cochliostracea
2.
Subclass Prosobranchia ;
1. Ordo Archaeogastropoda
2. Ordo Mesogastropoda
3. Ordo Neogastropoda
3.
Subclass Opisthobranchia ;
1. Ordo Pleurocoela
2. Ordo Pteropoda
3. Ordo Acoela
4.
Subclass Pulmonata ;
1. Ordo Basommatopora
2. Ordo Stylommatophora
Kelas Scaphopoda
Scaphopoda merupakan kelas terkecil dari moluska. Hewan ini mempunyai
kebiasaan membenamkan diri di pasir pantai. Dentalium vulgare adalah salah satu contoh
kelas Scaphopoda. Jika Anda berjalan-jalan di pantai, hati-hati dengan cangkang jenis
Scaphopoda ini. Karena biasanya hewan ini tumbuh di batu atau benda laut lainnya yang
berbaris menyerupai taring. Dentalium vulgare hidup di laut dalam pasir atau lumpur.
Hewan ini juga memiliki cangkok yang berbentuk silinder yang kedua ujungnya terbuka.
Panjang tubuhnya sekitar 2,5 s.d 5 cm. Dekat mulut terdapat tentakel kontraktif bersilia,
yaitu alat peraba. Fungsinya untuk menangkap mikroflora dan mikrofauna. Sirkulasi air
untuk pernafasan digerakkan oleh gerakan kaki dan silia, sementara itu pertukaran gas
terjadi di mantel. Hewan ini mempunyai kelamin terpisah.
5.
Kelas Amphineura
Hewan Mollusca kelas Amphineura ini hidup di laut dekat pantai atau di pantai.
Tubuhnya bilateral simetri, dengan kaki di bagian perut (ventral) memanjang. Ruang
mantel dengan permukaan dorsal, tertutup oleh 8 papan berkapur, sedangkan permukaan
lateral mengandung banyak insang
Hewan ini bersifat hermafrodit (berkelamin dua), fertilisasi eksternal (pertemuan
sel teur dan sperma terjadi di luar tubuh). Contohnya Cryptochiton sp atau kiton. Hewan
ini juga mempunyai fase larva trokoper. Contoh hewan yang termasuk kelas ini adalah
Chilton dan Neopilina. Chilton mirip siput tak bercangkang hidup di daerah pantai
cangkangnya terdiri dari bebarapa (biasanya delapan lempengan yang tersusun secara
tumpang tindih). Meskipun kelihatannya beruas-ruas tetapi organ dalamnya tidak.
Neopilina disebut fosil hidup karena sebelum ditemukan pada tahun 1957 hewan ini
dianggap sudah punah sejak jutaan tahun yang lalu. Moluska ini sangat menarik perhatian
karena di samping memiliki sifat-sifat moluska bagian dalamnya beruas-ruas. Karena
susunan yang beruas-ruas seperti Annelida dianggap bahwa annelida-annelida dan
moluska mempunyai kerabat yang dekat.
Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas
Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea
ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan
dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang
antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah
terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat
pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di
bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell.
Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan
sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban
tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada
dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi.
2.3.2
Filum Brachiopoda
Brachiopoda berasal dari bahasa latin ( Bracchium: lengan (arm), dan Poda:
kaki ( foot), artinya hewan ini merupakan suatu kesatuan tubuh yang difungsikan
sebagai kaki dan lengan. Brachiopoda adalah kerang yang umum ditemukan pada
zaman purba, hewan tersebut hidup di dasar laut dan menyaring makanannya di air.
Makhluk laut ini mempunyai dua cangkang, satu cangkangnya lebih besar dari
yang laion. Cangkang tersebut memberi Brachiopoda bentuk khusus seperti lampu
minyak. Beberapa Brachiopoda masih tetap hidup sampai sekarang, tapi mayoritas
hidup 350-750 juta tahun yang lalu.
Phylum ini merupakan salah satu phylum kecil dari benthic inverterbrates.
Hingga saat ini terdapat sekitar 300 species dari phylum ini yang mampu bertahan
dan sekitar 30.000 fosilnya telah dinamai. Brachiopoda merupakan kelompok
besar tersendiri dan eksklusif dengan organisme laut yang sangat bagus sepanjang
sejarah
geologi.
Brachiopoda
merupakan
penyaring
makanan
yang
Ordo Spiriferida ini adalah kelompok fosil Brachiopoda yang terbesar dan
penting, dimana sebagian besar cangkangnya bersifat impunctate dan sebagian
kecil bersifat punctuate. Memiliki radial ribbed atau cangkang yang terlipat
(folded shell) dan bersifat strongly biconvex. Biasanya terdapat interarea
yang mudah teramati (well developed interarea) pada pedicle valve, tetapi tidak
terdapat pada brachial valve. Penyebaran vertical ordo ini adalah Ordovisium
Tengah ~ Permian Atas, ada beberapa yang berhasil survive sampai Lias.
6. Ordo Terebratulida
Secara umum cangkangnya bersifat punctate (terdapat kanal-kanal kecil
yang menerus sampai permukaan cangkang), permukaan cangkang relatif licin
(smooth), hinge line relatif pendek, foramen (lubang) berbentuk bundar pada
bagian paruh. Diasumsikan merupakan turunan dari Kelompok Dalmanellacea
(Ordo Orthida). Pemunculan pertama-nya diketahui sejak Silur Atas dan mencapai
puncak perkembangannya pada Zaman Kapur.
2.
Klas Inartikulata/Gastrocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan
terdapat socket dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat.
Berikut ini adalah ciri-ciri dari klas Inarticulata :
a. Tidak memiliki gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line).
b. Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah
mati cangkang akan terpisah.
c. Cangkang umunya berbentuk membeulat atau seperti lidah, tersusun oleh
senyawa fosfat atau khitinan.
tahun
1991
Nielsen
telah
mengajukan
hipotesis
tentang
Ini
bahwa: baik Brachiopoda dan bivalvia meningkat sepanjang jalan dari Paleozoic
ke zaman modern, tapi kerang meningkat lebih cepat, the-Trias kepunahan
Permian ini cukup berat untuk kerang tapi dahsyat untuk Brachiopoda, sehingga
Brachiopoda untuk pertama kalinya kurang beragam dari kerang dan keragaman
mereka setelah Permian meningkat dari basis yang sangat rendah, tidak ada bukti
bahwa kerang keluar-bersaing Brachiopoda, dan meningkatkan jangka pendek
atau berkurang untuk kedua kelompok muncul pada saat yang sama kali. Pada
tahun 2007 Knoll dan Bambach menyimpulkan bahwa Brachiopoda adalah salah
satu dari beberapa kelompok yang paling rentan terhadap kepunahan PermianTrias, karena semua memiliki bagian keras mengandung kapur (yang terbuat dari
kalsium karbonat ) dan memiliki rendah tingkat metabolisme dan sistem
pernafasan yang lemah .
Pada akhir zaman Perm, terjadi kepunahan missal yang melibatkan hamper
semua golongan Brachiopoda. Hanya sedikit taxn yang selamat, seperti golongan
Trebratulid dan Lingala, dan maz terdapat ing masa kini ( Holosen ).
Ukuran tubuh coelenterata bervariasi dari yang hanya beberapa milimeter sampai
10 meter. Habitatnya terdapat di air laut maupun tawar.
3. Klasifikasi
Hydrozoa
Scyphozoa
Anthozoa
Ctenophora
Satu-satunya
coelenterata
yang
tidak
memiliki
nematokis.
Tabel 2.1 Kelas-kelas yang termasuk di dalam filum Coelenterata
1. Kelas Hydrozoa
Hydrozoa hidupnya ada yang soliter (terpisah) dan ada yang berkoloni
(berkelompok). Hydrozoa yang soliter mempunyai bentuk polip, sedangkan yang
berkoloni dengan bentuk polip dominan dan beberapa jenis membentuk medusa.
Contoh Hydra dan Obellia.
1. Hydra
Bentuk tubuh Hydra seperti polip, hidup di air tawar. Ukuran tubuh
Hydra antara 10 mm 30 mm. Makanannya berupa tumbuhan kecil dan crustacea
rendah. Bagian tubuh sebelah bawah tertutup membentuk kaki, gunanya untuk
melekat pada obyek dan untuk bergerak. Pada ujung yang berlawanan terdapat
mulut yang dikelilingi oleh hypostome dan di sekelilingnya terdapat 6 10 buah
tentakel. Tentakel berfungsi sebagai alat untuk menangkap makanan. Selanjutnya
makanan dicernakan di dalam rongga gastrovaskuler.
Perkembangan Hydra terjadi secara aseksual
dan
seksual.
Obelia hidup berkoloni di laut dangkal sebagai polip di batu karang atau
berenang di air sebagai medusa. Polip pada Obelia dibedakan menjadi 2 jenis
tentakel panjang, namun ada yang tidak. Ctenophora merupakan predator yang
rakus. Tidak seperti Cnidaria lain, mereka tidak mempunyai nematokis. Pada
beberapa spesies, silia khusus pada mulutnya digunakan untuk menggigit
mangsa.
Posisi filogenetiknya masih dipertanyakan. Ctenophora mempunyai
sepasang lubang dekat anus yang kadang-kadang diinterpretasikan homolog
dengan anus dari anus hewan bilateral (cacing, siput dan ikan). Terlebih lagi
Ctenophora mempunyai lapisan jaringan antara endoderm dan ektoderm. Namun
data ini sering bertentangan dan masih menjadi objek riset yang menarik.
Meski sebagian besar Ctenophora berenang, ada juga kelompok bergerak
merayap di dasar laut. Beberapa hidup pada hewan lain, yaitu dengan
echinodermata, spons, atau Cnidaria benthonik. Banyak Ctenophora merupakan
organsime yang berpendar, seperti beberapa organisme laut lainnya. Hany itulah
sedikit yang diketahui dari biologi dasar ctenophora. Dimana sebenarnya belum
dideskripsikan dan didefinisikan dengan lengkap.
BAB III
IDENTIFIKASI IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL BULU
BOTTOSUWA DAN SEKITARNYA
3.1.1
Stasiun 01
Dijumpai jenis litologi batuan beku pada daerah Bulu Bottosowa dengan jarak 2
km dari kampus lapangan. Yang berarah 2380 , dimensi (3x2), dan terbentuk secara
insitu.
Litologi ini memiliki warna segar abu-abu dan warna lapuk hitam kehijauan
tekstur kristalinitas, hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik bentuk subhedralanhedral, relasi equigranular. Struktur massive. Litologi ini mempunyai komposisi
mineral yaitu horblende 40%, biotite 20%, piroksen 30%, plagioklas 5% dan
orthoklas 5%. Dengan ciri tersebut dapat diketahui bahwa batuan ini adalah
Trakit
Foto 3.1 Litologi Batu Trakit dengan kedudukan batuan N 520 E / 420 pada stasiun 01
Pada singkapan diketahui mempunyai relief miring, soil tebal dan dapat
diketahui tingkat pelapukan tinggi, tata guna lahan sebagai pertanian dan stadia
daerahnya dewasa. Disini dilakukan pengukur kedudukan batuan dengan
kedudukan batuan (N 520 E/420), namun sebenarnya pada batuan beku tidak
dilakukan pengukuran karena batuan beku tidak memiliki kedudukan batuan, hal
ini di lakukan karena hanya simulasi pengukuran strike dan dip. Pada Stasiun ini
juga tidak terindentifikasi adanya penyebaran Fosil.
3.1.2
Stasiun 02
Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 500 m dari stasiun 1. Yang berarah 235 0, dimensi (1x3), dan terbentuk secara
insitu.
Litologi ini memiliki warna segar putih dan warna lapuk hitam dengan tekstur
klastik, sortasi baik, kemaas tertutup memiliki derajat kebundaran Angular dengan
struktur berlapis dan ukuran butir pasir sedang. Dengan ciri tersebut dapat
diketahui bahwa batuan ini adalah Batugamping. Dengan kedudukan batuan N
2050E/400
Foto 3.2 Litologi Batugamping dengan kedudukan batuan N 2050 E / 420 pada stasiun 2
Data singkapan ini reliefnya miring, soil tebal,tingkat pelapukan yang tinggi,
3.1.3
Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 1 km dari stasiun 2 dengan arah 159 0 E, dimensi (1,5x4 m), dan terbentuk
secara insitu.
Litologi ini memiliki warna segar jingga dan warna lapuk cokelat dengan
tekstur klastik, dengan ukuran butir pasir kasar 1/4-1/2, dengan porositas dan
permeabilitas baik, sortasi buruk.memiliki komposisi kimia CaCO 3 yang bereaksi
dengan HCL dengan derajad kebundaran reuded. Dengan ciri tersebut dapat
diketahui bahwa batuan ini adalah Batupasir. Dengan kedudukan batuan N 2730E
/ 110.
Foto 3.3 Litologi Batupasir dengan kedudukan batuan N 2730 E / 110 pada stasiun 3
Batuan ini memiliki relief miring soil transpored dengan tingkat pelapukan
sedang dan stadia dewasa dan digunakan sebagai lahan pertanian.
Di stasiun 3 kami menemukan fosil yang dapat diidentifikasi. Seperti Conus
brocchi BRON, Plagiostoma Cardiformis, Griphaea dilatata SOW, Retikularia cf.
currata (Molluska), Cyclolites polymos phia GOLDF (Coelenterata).
3.1.4 Stasiun 4
Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 500 m dari stasiun 3 dengan arah 154 0 E, dimensi (2x3 m), dan terbentuk
secara insitu.
Litologi ini memiliki warna segar jingga dan warna lapuk cokelat dengan
struktur yang berlapis dan tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, porositas
buruk. Dengan ukuran butir pasir halus (1/8-1/4), dan berkomposisi kimia SiO 2
sortasi buruk, Derajat kebundaran angular. Dengan ciri tersebut dapat diketahui
bahwa batuan ini adalah Batupasir. Dengan kedudukan batuan N 770E / 310.
Foto 3.4 Litologi Batupasir dengan kedudukan batuan N 2730 E / 110 pada stasiun 4
Batuan ini memiliki relief singkapan relatif bergelombang, dengan tipe perbukitan
soil tebal dengan tingkat pelapukan tinggi dan stadia dewasa dan digunakan
sebagai lahan pertanian.
3.2 Stasiun Measuring Section (MS)
litologi yang berbeda-beda dan pada litologi ini dijumpai singkapan berupa batuan
sedimen.Pada litologi bagian bawah didapatkan data singkapan sebagai berikut :
Ciri-ciri fisik batuan tersebut, yaitu warna segar jingga dan warna lapuk
coklat kehitaman, komposisi kimia SiO2. Berdasarkan ciri fisik tersebut nama
batuan ini, yaitu batupasir. Pada litologi ini tidak dijumpai adanya fosil.
Pada litologi bagian tengah sampai atas didapatkan data singkapan sebagai
berikut:
Ciri-ciri fisik batuan tersebut, yaitu warna segar putih dan warna lapuk
hitam, tekstur klastik, ukuran butir 1/2-1/4 m komposisi mineral karbonatan.
Berdasarkan ciri fisik tersebut nama batuan ini, yaitu Batugamping. Pada litologi
ini di jumpai beberapa fosil.
NO FILUM
1
Molluska
STASIUN
0-1a, 3c3d, 4a-4b
0-1a, 1a1b, 1c-1d
1a-1b
1b-1c
1b-1c
1c-1d
1d-1e
2a-2b, 3b3c, 3c-3d
2d-2e, 3a3b, 3c-3d
3a-3b
3a-3b
3c-3d
3a-3b, 3d3e
Coelenterata
Brachyopoda
17
18
7
Bathrotomarai reticulata
Porpites porpita L
3d-3e
1b-1c, 2d2e, 3d-3e
1c-1d
9
11
19
Neptunea Contraria
Schizophoria cf. Schnuria
Minatothyris concentria
var.tumida KAAYSER
2a-2b
2d-2e
1a-1b, 2b2c, 4a-4b
di
perlukan
adanya
idntifikasi
fosil.
Dimana
dilakukan
dengan
dan
proses
pemfosilan
Petrifikasi.
Sorbeoconcha,
Filum
Moluska.
LAM,
Genus
Vanericardia,
Family
Family
MSTR,
Genus
Trachactaeon,
Family
reticulata,
Genus
Bathrotomarai,
Family
21. Spesies
Plagiostoma
Cardiformis,
Genus
Plagiostoma,
Family
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat kita tarik dari Laporan Lapangan
Yang telah dibuat ini antara lain :
Pada penelitian yang kita lakukan disekitar daerah Bulu Bottosua, yang
dibagi atas lima stasiun, dijumpai tiga macam batuan yaitu : Batubeku
Batugamping, dan batu pasir.