Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi berasal dari bahasa latin yakni Geo (bumi) dan Logos (ilmu/studi),
jadi secara harfiah Geologi merupakan salah satu cabang Ilmu Kebumian yang
khusus membahas tentang berbagai aspek dan fenomena yang ada di dalam bumi
dan di atas permukaan bumi. Namun, Geologi mempunyai arti yang lebih
mendalam yaitu suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang terjadi
di bumi baik berupa sifat fisiknya, keadaan di dalam maupun di luar bumi serta
proses yang membentuk bumi itu sendiri.
Daerah Geologi daerah Barru, Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang
memiliki kapasitas yang baik dalam mengenal ilmu geologi. Pada daerah tersebut
terdapat banyak morfologi serta bentukan alam yang dapat diamati serta dipelajari
secara langsung. Namun kurang pengetahuan warga sekitar akan hal tersebut
membuat para ahli geologi harus melakukan penelitian tersebut agar masyarakat
dapat mengamati dan mempelajarinya, sebagai salah satu bentuk pengabdian
kepada masyarakat.
Sebagai salah satu contoh dari penelitian tersebut ialah dengan adanya
kegiatan penelitian dari para mahasiswa di daerah Barru, Sulawesi Selatan.
Dimana para mahasiswa geologi harus dapat memecahkan fenomena serta
kejadian geologi yang ada di daerah tersebut, seperti dengan mengambil beberapa
data geologi yang ditemukannya yang akan dituangkan dalam bentuk laporan.
Oleh karena itu dilakukanlah penelitian paleontologi dan

batuan pada daerah ini sebagai bentuk praktek dari teori ilmu yang telah
didapatkan, yakni pada daerah Dacipong Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1

Maksud
Maksud dari field trip ini adalah sebagai media untuk pengembangan

dasar-dasar ilmu kebumian dan kejadian khusus pada masa lampau melalui
pengamatan secara langsung di lapangan, selain itu penelitian ini ialah untuk
mengaplikasikan segala ilmu yang telah didapatkan khususnya mengenai
paleontologi daerah Bottosowa, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
1.2.2

Tujuan
Adapun tujuan dari field trip ini ialah :

a. Agar dapat mengetahui fosil apa yang ada di daerah Bulu Bottosuwa dan
sekitarnya.
b. Agar dapat mengetahui keadaan geologi daerah Bulu Bottosuwa pada masa
lampau .
1.3 Batasan Masalah
Penulisan laporan ini hanya membahas mengenai keterdapan fosil pada daerah
Bullu Bottosowa dan sekitarnya serta identifikasi fosil dan batuan yang
mengandungnya.

1.4 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah


Kegiatan fieldtrip paleontologi ini berlangsung selama tiga hari. Dimulai
pada hari Jumat tanggal 3 April sampai 5 April 2015 yang di laksanakan di
daerah Bulu Bottosuwa Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi
Selatan.

Gambar 1. Peta tunjuk lokasi

Daerah penelitaian dilakukan di Dusun Daccipong, Kecamatan Barru


Kabupaten Barru tepatnya di Bulu Bottosowa. Kami berangkat jam 07.00 WITA

dan tiba jam 12.00 WITA.


Kabupaten Barru adalah salah satu Kabupaten yang berada pada pesisir
barat propinsi Sulawesi Selatan, terletak diantara koordinat 4 549 4735
lintang selatan dan 119 4935 lintang selatan dan 119 3500 - 119 4916
bujur timur dengan luas wilayah 1.174.72 km berjarak 100 km sebelah utara
kota Makassar, dan 50 km sebelah selatan kota Parepare dengan garis pantai
sepanjang 78 km.
Kabupaten Barru berada pada jalur trans Sulawesi dan merupakan daerah
lintas wisata antara kota Makassar dengan Kabupaten Tanah Toraja sebagai tujuan
wisata serta berada dalam kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET)
Parepare jumlah penduduknya berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2002
sebesar 154.008 jiwa dengan kepadatan rata-rata 131/km. Pendapatan perkapita
penduduk Kabupaten Barru berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 sebesar
Rp 4.410.079,82. Perjalanan dari Makassar ke Kabupaten Barru dapat ditempuh
selama 1,5 jam dan dari kota Parepare ke Kota Barru selama 45 menit.
Kabupaten Barru berbatasan dengan wilayah:
Sebelah utara

: Kota Parepare dan Kabupaten Sidrap

Sebelah timur

: Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone

Sebelah selatan

: Kabupaten Pangkep

Sebelah barat

: Selat Makassar

1.5 Metode dan Tahapan Penelitian


1.5.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode exploratif, yaitu
pengambilan data pada obyek-obyek geologi permukaan. Adapun sistematika
yang diguanakan adalah Sistematika sampling yaitu sistem atau cara pengambilan
sampel batuan di lapangan untuk analisis kandungan fosilnya. Sistematika
sampling yang digunakan pada metode penelitian ini yaitu :
1. Penentuan stasiun untuk pengambilan sampel.
2. Melakukan pengukuran strike dip
3. Melakukan pengambilan sampel.
1.5.2 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan yaitu :
1. Tahap persiapan
2. Tahap penelitian lapangan
3. Tahap pendeskripsian fosil dan batuan
4. Tahap pembuatan laporan
Adapun uraian masing-masing tahap pekerjaan yaitu :
1.Tahap persiapan.
Tahap persiapan ini dilakukan sebelum penelitian lapangan untuk menunjang
kelancaran dalam melakukan penelitian. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Studi literatur tentang geologi regional daerah penelitian dan beberapa
laporan peneliti terdahulu serta literatur yang berhubungan dengan batasan
masalah penelitian. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan

gambaran

umum

tentang

kondisi

geologi

sehingga

permasalahan-

permasalahan yang dijumpai di lapangan maupun dalam pengolahan data


dapat terpecahkan berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian terdahulu.
b. Pengadaan peta dasar dan interpretasi peta topografi daerah penelitian
untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi topografi daerah penelitian.
c. Pengadaan perlengkapan, perincian biaya dan jadwal rencana kegiatan
agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan lancar dan sistematis.
d. Administrasi yang meliputi pengajuan proposal penelitian, pengurusan
surat izin penelitian dan kelengkapan administrasi lain.
2. Tahap penelitian lapangan
Secara teknis pada setiap lokasi pengamatan dilakukan pencatatan,
pengumpulan data dan pengukuran pada gejala-gejala geologi, berupa :
a. Kondisi singkapan, baik fisik bidang kontaknya maupun hubungannya
dengan singkapan batuan lainnya.
b. Keadaan unsur-unsur struktur geologi serta gejala-gejala tektonik dan
sedimentasi pada batuan.
c. Pengamatan kondisi fisik batuan yang dapat diamati langsung dilapangan,
seperti warna, tekstur, komposisi, dan strukturnya.
d. Pengambilan conto batuan dan fosil untuk analisis laboratorium.
e. Pengamatan kondisi geomorfologi.
f. Pengamatan terhadap jenis-jenis soil serta vegetasi disekitar singkapan.
g. Pengambilan dokumentasi, baik berupa sketsa maupun foto.
3. Tahap pengolahan data

4. Tahap analisis laboratorium bertujuan menganalisis data-data yang


diperoleh dari tahapan penelitian lapangan, meliputi beberapa analisis yaitu :
a. Analisis geomorfologi,
b. Analisis paleontologi,
c. Analisis struktur geologi
5. Tahap analisa dan pembuatan laporan
Dalam tahapan ini dilakukan analisa terhadap semua data yang diperoleh
selama penelitian berlangsung baik data primer maupun data sekunder yang
kemudian dirangkum dalam satu bentuk laporan akhir.
1.6 Alat dan Bahan
1.6.1 Alat
Adapun alat yang kami gunakan selama kuliah lapangan berlangsung adalah
1. Palu geologi
2. Roll meter
3. Kompas Geologi
4. Kamera
1. Alat tulis
2.

Clipboard

3. Plastik sampel
4. Busur derajat
5. Kertas A4
6. Pensil warna

7. Pita meter
8. Rol meter
9. Mistar
10. Spidol permanen
1.6.2 Bahan
Adapun bahan yang kami gunakan selama kuliah lapangan berlangsung adalah :
1. Larutan HCl 0,1 M
2. Kertas A4
3. Kertas grafik
4. Peta Topografi

1.7 Peneliti Terdahulu


Secara umum daerah penelitian dan sekitarnya telah diteliti oleh beberapa
peneliti terdahulu, antara lain :
1. Sarasin ( 1901 ), melaukan penelitian geogerafi dan geologi di pulau
Sulawesi
2. Rab Sukamto ( 1975 ), melakukan pemetaan dan membuat peta geologi
lembar Pangkajene dan Wattampone bagian barat
3. Van Leeuwen ( 1979 ) meneliti geologi Sulawesi Selatan dangan studi
khusus daerah Biru
4. Yan Sopaheluwakan, ( 1979 )
5. Sartono dan Astadireja ( 1981 )

6. Rab Sukamto ( 1982 )


7. Rab Sukamto dan Simandjuntak ( 1983 )
8. Nurmaan ( 1991 )
9. M.Saleh Sahabuddin ( 1994 )
10. Wakita K.,dkk ( 1994 )
11. Zulfan Rahimi ( 1998)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Geomorfologi Regional
Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan pada
umumnya terdapat didaerah bagian Timur, wilayah bagian Barat merupakan
pedataran yang relative sempit dan dibatasi oleh selat Makasar. Daerah ini
menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,
kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh
Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan
bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab
dari proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :
1. Tenaga Eksogen
Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angin, suhu, dan air. Dengan
adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,
pelapukan, dan degradasi.
2. Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun, dapat berupa gempa, gaya-gaya
pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka
dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi. Dengan adanya tenaga-tenaga
tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang

berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga yang mempengaruhi


pembentukannya.
Kenampakan bentang alam di daerah Barru umumnya merupakan daerah
perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan
sebagian lagi nampak membulat.Perbedaan tersebut disebabkan oleh karakteristik
masing-masing batuannya.Pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi
yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakan bentang alam
seperti yang nampak sekarang ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pengelompokan satuan morfologi di
daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan
penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan
bumi yang nampak sekarang pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut :
1. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua.
2. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
3. Satuan Morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan atas struktur geologi yang lebih
dominant terdapat pada daerah tersebut dan memberikan pengaruh terhadap
pembentukan bentang alamnya.
A. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua mempunyai
sudut kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan morfologi ini umumnya
membentuk jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah bagian utara daerah

penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan Buludua


dibagian timur.
Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan
gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan adanya
gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang akibatnya material-material hasil
erosi tersebut diendapkan pada dasar tebing.Kenampakan morfologi akibat
pengaruh sesar dapat pula terlihat pada kenempakan permukaan gawir yang
memotong perlapisan batuan dilereng selatan B.Laposso.Kenampakan lainnya
berupa ebing yang terjal dengan dasar-dasar lembah yang sempit dan landai dapat
dijumpai dibeberapa tempat disepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.
Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai
watu dengan beberaa anak sungai yang mengalir dari arah timur ke barat dengan
tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi ini
adalah Breksi,Batugamping,dan Napal.
Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relative besar karena sifat
batuannya yang kurang resisten dan adanya aktivitas penduduk setempat yang
mengadakan

pengolahan

lahan

untuk

diguinakan

sebagai

daerah

permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat terjadinya erosi.


B. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan pada proses geomorfologi serta
bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil dari aktivitas denudasi
yang terjadi dan dominant terdapat pada derah tersebutAktivitas denudasi berupa
proses pelapukan,erosi,dan longsoran merupakan kegiatan yang dapat merombak

dan membentuk permukaan bumi.


Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Musula-B.Pitu menyabar
dibagian timur laut B.Laposso (931 m).Penyebaran satuan morfologi ini meliputi
beberapa daerah pegunungan yang memenjang dari arah barat ke timur yaitu
B.Matjekke

(431 m),B.dua (938 m) danm B.Musula (819 m).B.Matonrong (903

m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 %
Terdapat bebrapa perbukitan disekitar B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan
arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut tenggara.
Aktivitas denudasi dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan danya
sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis senagian pegunungan tersebut.Pada
beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat
adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada bagian puncak
bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adlah S.Birunga dengan
beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran dentritik dengan tipe
genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi
pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada
daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari dari batuan beku
andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi bentuk sill.Satuan morfologi ini
sebagian digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah permukiman dan
persawahan.
C. Pola Aliran Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak

didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak
teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi
batugamping.Sungai urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah
selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai utama.Sungai umpung yang
mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule mengalir dari arah utara ke
selatan.Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi vulkanik batugamping dan
serpih. Berdasarkan pada kenampakan dan data-data yang telah disebutkan maka
dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya adalah aliran rectangular dan
dentritik.
D. Tipe Genetik Sungai.
Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan
aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga
dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.
E. Kuantitas air sungai
Sungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodik
dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau
airnya kecil atau kering.
F. Stadia Daerah
Daerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam
berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan
setempat-setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit. Bentuk lembah
umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses erosi lebih lanjut.

Sebagian sungai nampak menempati dasar lembah dan relative lurus


dengan aliran yang tidak begitu deras, disamping itu pula dataran pedaratan belum
begitu meluas.
Berdasarkan pada kenampakan dari cirri-ciri bentang alam seperti yang
telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa stadia daerah termasuk dalam
stadia muda manjelang Dewasa.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis
bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami gangguan struktur
sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak
beraturan. Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan peremukan hingga
nampak kurang segar terutama pada napal.
Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas ciri-ciri
fisik dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan
dapat dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan dapat dipetakan dalam
skala

1 : 25.000.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan dalam
5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda sampai yang ke tertua yaitu
sebagai berikut :
1. Satuan batuan beku intrusi
2. Satuan breksi
3. Satuan napal

4. Satuan breksi batugamping tonasa


5. Satuan batupasir mallawa
6. Satuan serpih balangbaru
Pembahasan lebih lanjut dari setiap satuan batuan dari yang tertua ke yang
termuda sebagai berikut :
A. Satuan serpih balangbaru
Penyebaran batuan ini tidak terlalau meluas yang menempati bagian
sungai umpung dengan arah umum perlapisan baratdaya-timur laut. Ciri litologi
berwarna segar ungu dan jika lapuk berwarna abu-abu dengan tekstur klastik
halus berukuran lempung, dan ketebalan perlapisan berukuran antara 1-10 cm.
Ukuran butir lempung dan struktur berlapis.
Lingkungan pengendapannya dari satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri
litologi dimana dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang
menunjukkan lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam.
Penentuan umur serpih diperkirakan berumur Kapur termasuk dalam
formasi Balangbaru. Hubungan stratigrafi dengan litologi diatasnya adalah tidak
selaras.
B. Satuan batupasir Mallawa
Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas dominasi dan pelemparan
batuan penyusunnya

serta ciri-ciri litologi. Penyebaran satuan batupasir ini

meliputi bagian barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah UtaraSelatan. Kenampakan satuan batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan,
dalam keadaan segar berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar,

mengandung mineral kuarsa. Dalam satuan ini terdapat angota-anggota berupa


batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar
berupa lensa.
Umur satuan batuan ini diperkirakan antar Paleosen sampai Eosen Bawah,
hubungan stratigrafi dengan satuan batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa
dengan satuan batuan diatasnya.
C. Satuan breksi batugamping
Penamaan satuan batuan ini didasarakan pada dominasi dan pelemparan
batuan penyusunnya. Ciri litologi kompak dan keras serta bersifat karbonatan.
Batruan ini terdiri atas fragmen berupa sekis, glaukonit, kuarsit, batugamping dan
fosil serta matriks berupa lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas maka satuan
batuan ini dinamakan satuan breksi batugamping
Penyebaranm satuan ini meliputi sebelah barat alut dan sebagaian didaerah
Buludua, yang pada umumnya menempati daerah satuan morfologi perbukitana
gawir sesar Aleojang Buludua denga nsudut kemiringan lereng antara 10-20 %.
Arah umum perlapisan batau relatif berarah baratlaut-tenggara dengan sudut
kemiringan 25-37. ketebalan relative satuan breksi batugaming adalah 264 m.
Kenampakan satuan breksi batugamping menunjukkan adanya kesan perlapisan
umum namun adapula yang terdapat dalam bentuk bongkahan. Tebal lapisan
antara 16-60 cm. berwarna putikh kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan
lapuk berwarna abu-abu kehitaman. Klastik kasar dengan sortasi jelek dan
mengandung fosil,mineral glukonit,muskovit,dan sekis.

Fosil yang dijumpai berupa foraminifera besar yaitu Nummulites


gizehensis

TAMARCK dan Discocyline indopacticia

GALLOWAY.

Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang
berbeda, disusun oleh mineral mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan
kehadiran mineral glaukonit.
Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan
fosil yang dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi
antar satuan breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan
menjemari dengan nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik
yang berasda diatasnya. Satuan batuan ini ternmasuk dalam formasi tonasa.
D. Satuan Napal
Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele
dan sebagia

n terdapat di daerah timur laut.Sebagian dar isatuan batuan ini

menempati daerah satuan morfologi perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan


sebagian lagi terdapat pada daerah yang daerahnya relative datar arah umum
perlapisan batuan beraraha baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23840. Kenampakan satuan napal menujukkan adanya perlapisan denga n ketebalan
anatar 25-50 cm. dalam keadaan segar, batuan ini berwarna putih keabuan dan
lapuk berwarna kuning keabuan, tekstur klastik.
Dari hasil analisa secara mikro paleontology dijumpai fosil foraminifera
plantonik yaitu Globigerina boweci HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY
sedang fosil foraminifera bentonik yaitu Textularia agglutinans D` ORBTONY.
Berdasarkan kandungan fosi lini ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada

inner neritik-middle neritik denga n kedalaman 0-100m, atau lingkungna laut


dangkal (TIPSWORD & SITTZER 1975) Umur satuan ini yaitu Eosen Tengah
bagian bawah(POSTUMA 1970) yang ditentukan dari kandungan fosilnya.
Hubungan stratigrafi antara satuan in derngan batuan yang ada disekitarnya yaitu
ssatuan breksi batugamping menjemari dan dengan satuan breksi vulkanik yang
berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam

formasi

Tonasa
E. Satuan Breksi Vulkanik
Satuan breksi vulkanik penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu
B. laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti
menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di
daerah aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan
morfologi pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan
umumnya barat laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 25 %.
Kenampakan dari satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan
denag nkletebalan lapisan antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik
berupa batuan beku yaitu Basalt, andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica
denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut
tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga
satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan stratigrafi dengan batuan yang ada di
atasnya maupun yang ada diaatasnya adalah tidak selaras.

F. Satuan batuan beku intrusi


Satuan in terdiri dar idua anggota yaitu batuan diorite dan batuan andesit.
Batuan beku diorite penyebarannya meliputi daerah B. Matjekke dan sebagian
kecil terdapat disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan
morfologi pegunungan denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini
berwarna abu-abu dengan struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal
subhedral-anhedral ukuran mineral 1-2,3mm.
Penentuan umur batua ndiorit disebandingkan dengan hasil peneliti
terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur Miosen. Kenampakan batuan ini
dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu kehitaman, struktur
vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral plagioklas,hornblend. Umur batuan
beku andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil radiometri K/Ar

terhadap

mineral Hornblende.
2.1.3 Struktur Regional
struktur geologi di daerah penelitian terdiri atas :
a. Struktur lipatan
Struktur

lipatan

adalah

suatu

bentuk

deformasi

pada

batuan

sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu


bentuk yang mbergelombang (MARI AND P. BTLLINGS 1979). Struktur lipatan
yang berkembang di daerah Barru adalah :
Struktur sinklin waruwue Struktur sesar waruwue sebagian besar terletak dibagian
memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km

dan mempunyai benatu kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin
asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi
vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan
breksi batugamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal Miosen
Akhir ingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah
Miosen Akhir.
b. Struktur sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan
dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin 1979). Struktur sesar
yang dijumpai pada daerah Barru bagian timur antar lain :
1.

Sesar Normal Bale


Sesar normal terletak disebelah utara dengan panjang sesar sekitar 250 m.
sesar ini memanjang dari arah barat ke timur melalui dusun Bale,Galunsawae dan
Buludua diptong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar normal Bale ini relative
melengkung dimana blok bagian selatan ralatif bergerak turun terhadap blok
bagian utara satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari satuan napal dan breksi
batugamping
Berdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui satuan napal dengan
umur Eosen Tengah maka diperkirakan sesar normal Bale terbentu ksetelah Eosen
Tengah.
2. Sesar geser Aledjang

Sesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan merupakan sesar
geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relative ke
timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar 200 m. sesar geser ini
dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pad
alereng permukaan gawir di dusun Aledjang. Berdasarkan pada umur batuan yang
termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk
setelah Miosen Akhir.
c. Sesar geser Buludua
Sesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan merupakan sesar
geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya relative berarah
baratlaut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km. satuan batuan yang
dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan akibat adanya sesar ini
banyak ditemukan mata air disekitar daerah Bulubua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan breksi
vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhir
2.2 Proses Pemfosilan
Fosil adalah Jejak / sisa kehidupan baik langsung / tidak langsung
terawetkan dalam lapisan kulit bumi, terjadi secara alami dan mempunyai umur
geologi ( > 500.000 tahun ). Fosil dalam Paleontologi terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu :
a. Fosil Makro/besar (Macrofossil) dapat dilihat dengan mata biasa
(megaskopis)

b. Fosil Mikro/kecil (Microfossil) hanya dapat dilihat dengan bantuan alat


mikroskop (mikroskopis)
Fosilisasi adalah semua proses yang melibatkan penimbunan hewan atau
tumbuhan dalam sedimen, yang terakumulasi & mengalami pengawetan seluruh
maupun sebagian tubuhnya serta pada jejak- jejaknya.
Adapun proses pemfosilan yang mempengaruhi terbentuknya fosil :
1. Pertrifaksi adalah berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan adalah
silika, kalsium karbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan
mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati
sehingga menjadi keras/membatu menjadi fosil.
2. Proses Kompresi adalah tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka
air dan gas yang terkandung dalam bahan organic dari tumbuhan itu
tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya.
Akibatnya, karbon dari tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan
menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya.
3. Impresi adalah tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedangkan
fosilnya sendiri hilang.
4. Bekas gigi adalah kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan
hewan karnivora atau hewan pengerat.
5. Koprolit adalah bekas kotoran hewan yang menjadi fosil.
6. Gastrolita adalah batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam
badan hewan yang telah menjadi fosil.

7. Liang di dalam tanah adalah dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai
fosil, merupakan cetakan.
8. Pembentukan Kerak adalah hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsium
karbonat yang berasal dari travertine ataupun talaktit.
9. Pemfosilan di dalam Tuff adalah pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di
daerah yang berudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat
terjadi.
10. Pemfosilan dengan cara pembekuan adalah hewan yang mati tertutup serta
terlindung lapisan es dapat membeku dengan segera. Oleh karena
dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai
tersebut.
11. Mineralisasi adalah Penggantian seluruh bagian fosil dengan mineral lain.
12. Permineralisasi adalah Pergantian sebagian bagian fosil dengan mineral
lain.
13. Mold/Depression adalah Fosil berongga dan terisi mineral lempung.
14. Trail & Track

Trail adalah cetakan / jejak-jejak kehidupan binatang purba yang


menimbulkan kenampakan yang lebih halus

Track adalah sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar

Burrow adalah lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan


binatang purba.

15. Distilasi (karbonisasi), menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang
mudah menguap dalam tumbuhan/hewan karena tertekannya rangka atau

tubuh kehidupan tersebut dalam sedimentasi dan meninggalkan residu


karbon (C) berupa lapisan-lapisan tipis dan kumpulan unsur C yang
menyelubungi atau menyelimuti sisa-sisa organisme yang tertekan tadi.
2.3 Karakteristik Invetebrata
2.3.1

Filum Mollusca

1. Pengertian Molluska
Moluska (filum Mollusca, dari bahasa Latin: molluscus = lunak)
merupakan
hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua
hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai jenis siput, kiton,
kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya.
Moluska merupakan filum terbesar kedua dalam kerajaan binatang setelah
filum Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu jenis, ditambah 35 ribu jenis
dalam bentuk fosil. Moluska hidup di laut, air tawar, payau, dan darat. Dari palung
benua di laut sampai pegunungan yang tinggi, bahkan mudah saja ditemukan di
sekitar rumah kita. Moluska dipelajari dalam cabang zoologi yang disebut
malakologi (malacology).
2. Ciri-ciri filum Molluska

Merupakan hewan multiselular yang tidak mempunyai tulang belakang.

Habitatnya di ait maupun darat

Merupakan hewan triploblastik selomata.

Struktur tubuhnya simetri bilateral

Tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan mantel

Memiliki sistem syaraf berupa cincin syaraf

Organ ekskresi berupa nefridia

Memiliki radula (lidah bergigi)

Hidup secara heterotroph


Molusca terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
1. Kaki
Kaki merupakan perpanjangan/penjuluran dari bagian Ventral tubuh yang
berotot. Kaki berfungsi untuk bergerak. Pada sebagian mollusca kaki telah
termodifikasi menjadi tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa.
2. Massa Viseral
Massa viseral adalah bagian tubuh yang lunak dari mollusca. Di dalam
massa viseral terdapat organ-organ seperti organ pencernaan, ekskresi, dan
reproduksi. Massa viseral dilindungi oleh mantel
3. Mantel
Mantel adalah jaringan tebal yang melindungi massa viseral. Mantel
membentuk suatu rongga yang disebut rongga mantel. Di dalam rongga
mantel berisi cairan. Cairan tersebut adalah tempat lubang insang, lubang
ekskresi dan anus.
Tubuh hewan ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kaki, badan, dan

mantel. Sistem saraf moluska terdiri dari cincin saraf yang memiliki esofagus
dengan serabut saraf yang menyebar. Sistem pencernaannya lengkap, terdiri dari
mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.

Anatomi moluska relatif mirip dengan vertebrata. Hal ini menyebabkan


banyak ahli memperkirakan bahwa vertebrata dan moluska masih memiliki
kedekatan hubungan evolusi. Hal ini diperkuat pula dengan kenyataan bahwa
moluska, terutama Cephalopoda, memiliki otak yang berkembang baik dan
beberapa di antaranya terbukti memiliki kemampuan mengingat yang kuat.
4.

Jenis serta contoh Filum Molluska


Ada kurang dari 80.000 species yang termasuk kedalam filum ini.
Molluska adalah golongan hewan yang bertubuh lunak tidak beruas dan tubuh
dilindungi oleh satu atau lebih cangkang yang terbuat dari kapur (Kalsium
karbonat). Cangkang ini dibentuk oleh lapisan dinding tubuh yang disebut
mantel. Tubuhnya tersusun dari tiga lapisan embrional yaitu ekstoderm,
mesoderm dan endoderm. Hewan ini memiliki coelem yang sempit. Sebagian
besar moluska hidup di laut tetapi banyak juga yang hidup di air tawar bahkan
beberapa hidup di darat. Filum ini dibagi menjadi 5 kelas,yaitu sebagai
berikut :
1.

Kelas Pelecypoda.
Berasal dari bahasa Yunani :
Pelekys = kapak kecil
Pous

= kaki

Binatang yang mempunyai kaki yang mirip kapak kecil


Disebut juga Lamellibranchia = lempeng kecil
Binatang dari Phylum ini memilki insang, test dari kulit kerang
(bivalve) dimana dua valve ini dihubungkan dengan sistem engsel yang

terdiri dari gigi & socket. Bagian dalam test ini dilapisi oleh membrant
yang tipis dimana kearah posteior kulit mantel dapat membentuk saluransaluran
Pada umumnya, Pelecypoda yang hidup di lumpur mempunyai
siphon yang lebih besar dibandingkan yang hidup di laut. Klasifikasi
Pelecypoda didasarkan pada bagian tubuh tertentu, yaitu insang, susunan
gigi dan otot penutup kelopaknya. Bentuk gigi yang sederhana telah
dijumpai pada zaman Ordovisium & terjadi evolusi
Kerang, tiram, simping termasuk dalam kelas ini. Hewan ini
mempunyai dua buah cangkang yang melindungi tubuh (cangkang
setangkup). Pelecypoda simetri billateral, tapi tidak dapat bergerak dengan
cepat. Hewan ini bergerak dengan menjulur kan kaki otot yang besar
melelui celah antara dua cangkang. Semua anggota kelas ini memperoleh
makanan dengan menyaring makanan dari air yang masuk kedalam rongga
mantel.

Gambar 2.1 Bagian Tubuh Palecypoda


Pelecypoda dapat dimakan. Mutiara dihasilkan oleh species tertentu.
Yang merugikan adalah teredo, yang dapat merusak dermaga dan perahu.

Cangkang teredo dapat dipergunakan untuk mengebor bagian kayu yang


terendam air laut.
Ordo pada filum ini yaitu :
1. Ordo Taksodonta
Mempunyai kisaran umur Ordovisium-Resen, mempunyai gigi yang
hampir sama besar dan berjumlah 35 buah
2. Ordo Anisomyaria
Mempunyai kisaran umur Ordovisium-Resen. Mempunyai dua muscle
scar, dimana muscle scar bagian belakang (posterior) lebih besar dari anterior,
serta mempunyai gigi dan socket dua buah
3. Ordo Eulamellibranchiata
Mempunyai anterior muscle scar yang lebih kecil dari posterior muscle
scar, tetapi umumnya sama besar dimana gigi dan susunan giginya tidak sama
besar.
2. Kelas Gastropoda
1. Pengertian Gastropoda
Gastropoda berasal dari kata Gaster : perut dan podos

: kaki.

Jadi Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak, berjalan dengan perut yang
dalam hal ini disebut kaki. Gastropoda adalah hewan hemafrodit, tetapi tidak
mampu melakukan autofertilisasi.
Beberapa contoh Gastropoda adalah bekicot (Achatina fulica), siput air
tawar (Lemnaea javanica), siput laut (Fissurella sp), dan siput perantara
fasciolosis (Lemnaea trunculata). Gastropoda merupakan kelas yang terbesar dari
moluska. Siput dan siput tak bercanggkang termasuk dalam kelas ini. Siput

bercanggkang tunggal dan spiral. Siput dewasa tidak menunjukan simetri


bilateral tetapi larvanya simetri bilateral.
2. Ciri-ciri Gastropoda
Gastropoda mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Hidup di air laut & air payau

Rumahnya terdiri dari satu test yang terputar (terpilin) memanjang


melalui satu sumbu

Tubuhnya terdiri dari kepala, kaki dan alat pencernaan

Kepala dilengkapi dengan alat pengunyah yang disebut rongga mantel


(berfungsi sebagai insang pada air laut & berfungsi sebagai paru-paru
pada lingkungan darat

Test terdiri dari zat gampingan dan terputar secara spiral melalui satu
garis lurus (putaran involut & evolut)

Arah putaran test gastropoda terdiri dari Dextral (searah jarum jam) &
Sinistral (berlawanan putaran jarum jam)

Gastropoda mempunyai lidah yang panjang dan sempit yang ditutupi


deretan gigi kecil. Lidahnya disebut radula. Hewan ini mempunyai
kepala dan dua pasang tentakel.

Pada ujung tentakel terdapat mata. Sebagian besar spesies gastropoda


hidup di laut tetapi beberapa hidup di air tawar bahkan ada yang hidup di
darat. Yang hidup di darat bernafas dengan paru-paru. Siput tak
bercangkang dapat ditemukan di laut dan di darat. Warna siput darat
sederhana namun siput tak bercangkang yang hidup di laut kebanyakan
berwarna menyolok dan indah.

Beberapa jenis gastropoda dapat dimakan. Kebanyakan siput laut


memakan pelecypoda. Bekecot termasuk gastropoda yang merugikan
pertanian. Berberapa siput merupakan inang perantara bagi cacing.

3. Klasifikasi Gastropoda
1.

Subclass Protogastropoda ;
1. Ordo Cynostraca

2. Ordo Cochliostracea
2.

Subclass Prosobranchia ;
1. Ordo Archaeogastropoda
2. Ordo Mesogastropoda
3. Ordo Neogastropoda

3.

Subclass Opisthobranchia ;

1. Ordo Pleurocoela
2. Ordo Pteropoda
3. Ordo Acoela
4.

Subclass Pulmonata ;
1. Ordo Basommatopora
2. Ordo Stylommatophora

4. Kepentingan Dalam Geologi Khususnya Stratigrafi


Gastropoda berkembang cukup baik di daerah tropis. Beberapa spesies akan
mencirikan lapisan tertentu. Ostingh, seorang ahli paleontologi telah berhasil menyusun
stratigrafi Neogen P. Jawa yang didasarkan atas fosil indeks gastropoda.
3. Kelas Chepalopoda
a. Berasal dari chepal = kepala, podos = kaki

b. Alat geraknya berupa tentakel yang ada di kepala


c. Tentakel juga berfungsi untuk menangkap makanan
d. Di dekat kepala terdapat sifon atau corong. Jika sifon menyemprotkan air, maka
cumi-cumi melesat terdorong ke depan
e. Chepalopoda memiliki kantung tinta yang mengandung kelenjat tinta yang
mengandung pigmen melanin. Nautillus tidak memiliki kantung tinta
f.

Sistem pembuluh darah tertutup

g. Chepalopoda bersifat diesis (ada jantan dan betina)


Chepalopoda dibagi menjadi 2 ordo,
1. ordo Tetrabranchiata ; contohnya Nautillus
2. ordo Dibranchiata
Ordo Dibranchiata dibagi menjadi 2 subordo
1. Subordo Decapoda misalnya cumi-cumi (Loligo), Sepia (ikan sotong);
2. Subordo Octopoda misalnya Octopus (gurita)
4.

Kelas Scaphopoda
Scaphopoda merupakan kelas terkecil dari moluska. Hewan ini mempunyai

kebiasaan membenamkan diri di pasir pantai. Dentalium vulgare adalah salah satu contoh
kelas Scaphopoda. Jika Anda berjalan-jalan di pantai, hati-hati dengan cangkang jenis
Scaphopoda ini. Karena biasanya hewan ini tumbuh di batu atau benda laut lainnya yang
berbaris menyerupai taring. Dentalium vulgare hidup di laut dalam pasir atau lumpur.
Hewan ini juga memiliki cangkok yang berbentuk silinder yang kedua ujungnya terbuka.
Panjang tubuhnya sekitar 2,5 s.d 5 cm. Dekat mulut terdapat tentakel kontraktif bersilia,
yaitu alat peraba. Fungsinya untuk menangkap mikroflora dan mikrofauna. Sirkulasi air
untuk pernafasan digerakkan oleh gerakan kaki dan silia, sementara itu pertukaran gas
terjadi di mantel. Hewan ini mempunyai kelamin terpisah.

5.

Kelas Amphineura
Hewan Mollusca kelas Amphineura ini hidup di laut dekat pantai atau di pantai.

Tubuhnya bilateral simetri, dengan kaki di bagian perut (ventral) memanjang. Ruang
mantel dengan permukaan dorsal, tertutup oleh 8 papan berkapur, sedangkan permukaan
lateral mengandung banyak insang
Hewan ini bersifat hermafrodit (berkelamin dua), fertilisasi eksternal (pertemuan
sel teur dan sperma terjadi di luar tubuh). Contohnya Cryptochiton sp atau kiton. Hewan
ini juga mempunyai fase larva trokoper. Contoh hewan yang termasuk kelas ini adalah
Chilton dan Neopilina. Chilton mirip siput tak bercangkang hidup di daerah pantai
cangkangnya terdiri dari bebarapa (biasanya delapan lempengan yang tersusun secara
tumpang tindih). Meskipun kelihatannya beruas-ruas tetapi organ dalamnya tidak.
Neopilina disebut fosil hidup karena sebelum ditemukan pada tahun 1957 hewan ini
dianggap sudah punah sejak jutaan tahun yang lalu. Moluska ini sangat menarik perhatian
karena di samping memiliki sifat-sifat moluska bagian dalamnya beruas-ruas. Karena
susunan yang beruas-ruas seperti Annelida dianggap bahwa annelida-annelida dan
moluska mempunyai kerabat yang dekat.
Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas
Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea
ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan
dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang
antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah
terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat
pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di
bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell.

Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan
sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban
tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada
dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi.

2.3.2

Filum Brachiopoda
Brachiopoda berasal dari bahasa latin ( Bracchium: lengan (arm), dan Poda:

kaki ( foot), artinya hewan ini merupakan suatu kesatuan tubuh yang difungsikan
sebagai kaki dan lengan. Brachiopoda adalah kerang yang umum ditemukan pada
zaman purba, hewan tersebut hidup di dasar laut dan menyaring makanannya di air.
Makhluk laut ini mempunyai dua cangkang, satu cangkangnya lebih besar dari
yang laion. Cangkang tersebut memberi Brachiopoda bentuk khusus seperti lampu
minyak. Beberapa Brachiopoda masih tetap hidup sampai sekarang, tapi mayoritas
hidup 350-750 juta tahun yang lalu.
Phylum ini merupakan salah satu phylum kecil dari benthic inverterbrates.
Hingga saat ini terdapat sekitar 300 species dari phylum ini yang mampu bertahan
dan sekitar 30.000 fosilnya telah dinamai. Brachiopoda merupakan kelompok
besar tersendiri dan eksklusif dengan organisme laut yang sangat bagus sepanjang
sejarah

geologi.

Brachiopoda

merupakan

penyaring

makanan

yang

mengumpulkan partikel makanan pada organ ciliated yang disebut Lophophore.


Brachiopoda adalah filum hewan laut yang keras "katup" (kulit) pada
permukaan atas dan bawah, tidak seperti pengaturan kiri dan kanan dalam kerang
moluska (seperti remis , kerang , tiram dan kerang ). Katup Brachiopoda adalah
berengsel di bagian belakang, sedangkan bagian depan dapat dibuka untuk makan

atau tertutup untuk perlindungan. Artikulasikan Brachiopoda memiliki engsel


bergigi dan pembukaan sederhana dan otot penutupan, sementara artikulatif
Brachiopoda memiliki engsel untoothed dan otot yang lebih kompleks. Dalam
brachiopoda khas tangkai seperti gagang bunga proyek dari bukaan pada engsel
atau dari lubang di katup yang lebih besar, melampirkan hewan ke dasar laut tapi
yang jelas lumpur yang akan menghambat pembukaan.
Brachiopoda memiliki mantel yang mengeluarkan dan garis shell, dan
membungkus organ-organ internal. Tubuh biasanya menempati sekitar sepertiga
dari ruang internal dalam shell, terdekat engsel. Sisanya mantel membungkus
sebuah ruang yang penuh air berisi lophophore, sebuah mahkota tentakel
yangmenyaring partikel makanan keluar dari air. Dalam semua spesies lophophore
ini didukung oleh tulang rawan dan oleh kerangka hidrostatik .
Semua Brachiopoda memiliki adduktor otot, yang ditetapkan di bagian
dalam gagang bunga katup dan tutup katup dengan menarik pada bagian dari
katup brakialis depan engsel.Otot-otot ini memiliki keduanya "cepat" serat yang
menutup katup dalam keadaan darurat dan "menangkap" serat yang lebih lambat
tetapi dapat menjaga katup tertutup untuk waktu yang lama. Brachiopoda
Artikulasikan membuka katup dengan cara otot penculik, juga dikenal sebagai
diductors, yang terletak lebih ke belakang dan tarik pada bagian dari katup
brakialis balik engsel. Brachiopoda artikulatif menggunakan mekanisme pembuka
yang berbeda, di mana otot mengurangi panjang coelom (rongga tubuh utama)
dan membuat tonjolan keluar, mendorong katup terpisah. Kedua kelas membuka
katup ke sudut sekitar 10. Kompleks yang ditetapkan lebih dari otot-otot yang

dipekerjakan oleh artikulatif Brachiopoda juga dapat mengoperasikan katup


sebagai gunting, mekanisme yang digunakan untuk menggali lingulids.
Seperti moluska, Brachiopoda memiliki mantel, sebuah epitelium yang
melapisi kulit dan membungkus organ-organ internal. Tubuh brachiopod
menempati hanya sekitar sepertiga dari ruang internal dalam shell, terdekat
engsel. Sisa ruang dipagari dengan mantel lobus , ekstensi yang diisi
melampirkan-ruang air yang duduk lophophore tersebut. Coelom meluas ke lobus
yang masing-masing sebagai jaringan kanal, yang membawa nutrisi ke tepi
mantel.
Relatif baru sel dalam alur di tepi material mengeluarkan mantel yang
meluas periostracum tersebut. Sel-sel ini secara bertahap mengungsi ke bagian
bawah mantel oleh sel-sel yang lebih baru di alur, dan beralih ke mensekresi
bahan mineral dari katup shell. Dengan kata lain, di tepi katup periostracum ini
diperpanjang pertama, dan kemudian diperkuat oleh perluasan lapisan mineral di
bawah periostracum tersebut. Dalam spesies yang paling pinggir juga mantel bulu
beruang bergerak, sering disebut chaetae atau setae, yang dapat membantu
mempertahankan hewan dan dapat bertindak sebagai sensor . Dalam beberapa
kelompok Brachiopoda membantu chaetae untuk menyalurkan aliran air masuk
dan keluar dari rongga mantel.
Dalam Brachiopoda kebanyakan, diverticula (ekstensi berongga) dari
mantel menembus lapisan mineral dari katup ke periostraca tersebut. Fungsi
diverticula ini tidak pasti dan disarankan bahwa mereka mungkin ruang
penyimpanan untuk bahan kimia seperti glikogen , dapat mengeluarkan repellents

untuk mencegah organisme yang menempel ke shell atau mungkin membantu


dalam respirasi.
Secara umum, Brachiopoda hidup tertambat di dasar laut, lewat suatu
juluran otot yang disebut pedicle. Untuk memenuhi kebutuhan makanan dan
oksigen, Brachiopoda mempunyai Lophophore yang berfungsi menggerakkan air
di sekitarnya sehingga sirkulasi oksigen ke dalam dan keluar tubuh dapat
berlangsung.
Klasifikasi Fillum Brachiopoda dibagi menjadi 2 kelas yaitu klas
Artikulata/Phygocaulina dan klas Inartikulata/Gastrocaulina.
1. Klas Artikulata/Phygocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) dihubungkan dengan otot dan terdapat
selaput dan gigi. Klas Articulata / Pygocaulina memiliki masa hidup dari zaman
Cambrian hingga ada beberapa spesies yang dapat bertahan hidup sampai
sekarang seperti anggota dari ordo Rhynchonellida dan ordo Terebratulida.
Berikut adalah ciri-ciri dari Klas Articulata :
a. Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket yang diperkuat oleh otot.
b. Cangkang umunya tersusun oleh material karbonatan.
c. Tidak memiliki lubang anus.
d. Memiliki keanekaragaman jenis yang besar.
e. Banyak berfungsi sebagai fosil index.
f. Mulai muncul sejak Zaman Kapur hingga saat ini.

Gambar 2.2 Morfologi Internal Brachiopoda

Gambar 2.3 Morfologi eksternal Brachiopoda


Kelas Articulata terdiri dari beberapa ordo :
1. Ordo Ortida (Kambrium- Permian)
a. Engsel panjang lebih kecil dari lebar cangkang umumnya setengah
lingkaran.
b. Pembukaan rahang bunga biasanya segitiga.
c. Katup cangkang dapat tertutup dengan sempurna.
d. Terbentuk pada zaman cambrian.
e. Umumnya memiliki sepasang cangkang sangat biconvex dan straight hinge
line. Impunctate shell = tidak terdapat indikasi perforasi sama sekali.
f. Terdapat 2 suborder:
1) Orthacea (impunctate)

: Orthis dan Platystrophia (Ordovisium).

2) Dalmanellacea (punctate) : Dalmanella (Ordovisium ~ Devonian).


2. Ordo Strophomenidina (Ordovicium-Jura)
a. Cangkang berukuran besar.
b. Bagian katupnya planoconvex atau concaconvex umunya cembung ganda.
c. Stuktur cangkang berupa batang tegak lurus, kalsit kecil pada permukaan
cangkang.
d. Umumnya salah satu cangkangnya cekung (brachial valve) dan cangkang
lainnya cembung dengan radial ribs
3. Ordo: Pentamerida
Ordo Pentamerida ini juga merupakan turunan langsung dari Ordo Orthida
dimana cangkangnya juga bersifat impunctate. Umumnya berukuran besar dan
sangat biconvex, memiliki hinge-line yang pendek dan delthyrium yang terbuka.
Kisaran umurnya adalah Ordovisium ~ Perm.
4. Ordo Rhynchonellida
Genus ini memiliki cangkang impunctate (tidak memiliki perforasi) dan
fibrous, spherical dan hinge line yang pendek. Umumnya dilengkapi dengan
sulcus (lubang pembuangan) dan lipatan yang berbentuk paruh yang menonjol
pada pedicle valve (rostrate).
Diperkirakan merupakan turunan dari Pentamerida sebagai nenek
moyangnya (ancestor). Pertamakali muncul pada Ordovisium Tengah dan
mencapai puncak penyebarannya pada Mesozoikum.
5. Ordo Spiriferida

Ordo Spiriferida ini adalah kelompok fosil Brachiopoda yang terbesar dan
penting, dimana sebagian besar cangkangnya bersifat impunctate dan sebagian
kecil bersifat punctuate. Memiliki radial ribbed atau cangkang yang terlipat
(folded shell) dan bersifat strongly biconvex. Biasanya terdapat interarea
yang mudah teramati (well developed interarea) pada pedicle valve, tetapi tidak
terdapat pada brachial valve. Penyebaran vertical ordo ini adalah Ordovisium
Tengah ~ Permian Atas, ada beberapa yang berhasil survive sampai Lias.
6. Ordo Terebratulida
Secara umum cangkangnya bersifat punctate (terdapat kanal-kanal kecil
yang menerus sampai permukaan cangkang), permukaan cangkang relatif licin
(smooth), hinge line relatif pendek, foramen (lubang) berbentuk bundar pada
bagian paruh. Diasumsikan merupakan turunan dari Kelompok Dalmanellacea
(Ordo Orthida). Pemunculan pertama-nya diketahui sejak Silur Atas dan mencapai
puncak perkembangannya pada Zaman Kapur.
2.

Klas Inartikulata/Gastrocaulina
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan
terdapat socket dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat.
Berikut ini adalah ciri-ciri dari klas Inarticulata :
a. Tidak memiliki gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line).
b. Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah
mati cangkang akan terpisah.
c. Cangkang umunya berbentuk membeulat atau seperti lidah, tersusun oleh
senyawa fosfat atau khitinan.

d. Mulai muncul sejak Zaman Kambrian awal hingga sekarang.


Secara garis besar, jenis Phylum Brachiopoda ini merupakan hewan
hewan yang hidup pada masa Paleozoikum, sehingga kehadirannya sangat penting
untuk penentuan umur batuan sebagai Fosil Index. Jenis fosil ini sangat baik
untuk fosil Index untuk strata pada suatu wilayah yang luas.
Brachiopoda dikonfirmasi paling awal telah ditemukan pada awal
Kambrium, artikulatif bentuk muncul pertama, diikuti segera setelah oleh
mengartikulasikan bentuk. Tiga spesies unmineralized juga telah ditemukan di
Kambrium, dan tampaknya merupakan dua kelompok yang berbeda yang
berevolusi dari nenek moyang mineralisasi. Artikulatif Lingula sering disebut
"fosil hidup", sebagai sangat mirip genera telah sepanjang perjalanan kembali ke
Ordovisium. Disisi lain, mengartikulasikan Brachiopoda telah menghasilkan
diversifikasi besar, dan parah kepunahan massal tetapi mengartikulasikan
Rhynchonellida dan Terebratulida, beragam kelompok hari ini-paling, muncul di
awal Ordovisium dan Karbon masing.
Sejak

tahun

1991

Nielsen

telah

mengajukan

hipotesis

tentang

perkembangan Brachiopoda, diadaptasi pada tahun 2003 oleh Cohen dan


koleganya sebagai hipotesis tentang evolusi awal Brachiopoda. Ini "brachiopod
lipat" hipotesis menunjukkan bahwa Brachiopoda berevolusi dari nenek moyang
yang mirip dengan Halkieria, sebuah siput seperti binatang-dengan "surat
berantai" di punggungnya dan shell di bagian depan dan bagian belakang.
Hipotesis mengusulkan bahwa brachiopod pertama yang dikonversi kerang

menjadi sepasang katup dengan melipat bagian belakang tubuh di bawah


depannya.
Namun, fosil dari tahun 2007 dan seterusnya telah mendukung penafsiran
baru dari awal-Kambrium tommotiids dan hipotesis baru yang Brachiopoda
berevolusi dari tommotiids. The "baju besi mail" dari tommotiids adalah dikenal
baik, tapi tidak dalam bentuk dirakit, dan secara umum diasumsikan bahwa
tommotiids adalah-seperti binatang siput mirip dengan Halkieria, kecuali bahwa
'baju besi tommotiids terbuat dari organophosphatic senyawa sementara itu
Halkieria dibuat dari kalsit . Namun fosil dari tommotiid baru, Eccentrotheca ,
menunjukkan mantel mail dirakit yang membentuk sebuah tabung, yang akan
menunjukkan hewan sessile daripada merayap siput-seperti satu. Eccentrotheca 's
tabung organophosphatic mirip bahwa phoronids, hewan sesil yang pakan
olehlophophores dan dianggap sangat baik keluarga dekat atau sub-kelompok
Brachiopoda. Paterimitra , lain dirakit fosil kebanyakan ditemukan pada tahun
2008 dan dijelaskan di tahun 2009, memiliki dua piring simetris di bagian bawah,
seperti katup brachiopod tetapi tidak sepenuhnya dilampiri tubuh hewan.
Pada puncak mereka di Paleozoic yang Brachiopoda termasuk di antara
yang paling berlimpah filter-feeder dankarang pembangun. Namun, setelah
Permian kepunahan Trias acara, informal dikenal sebagai "Great Dying",
Brachiopoda pulih hanya sepertiga keanekaragaman mereka sebelumnya.

Ini

adalah sering berpikir bahwa Brachiopoda sebenarnya penurunan keragaman, dan


bahwa dalam beberapa cara bivalvia keluar-bersaing mereka. Namun, pada tahun
1980 Gould dan Calloway menghasilkan analisis statistik yang menyimpulkan

bahwa: baik Brachiopoda dan bivalvia meningkat sepanjang jalan dari Paleozoic
ke zaman modern, tapi kerang meningkat lebih cepat, the-Trias kepunahan
Permian ini cukup berat untuk kerang tapi dahsyat untuk Brachiopoda, sehingga
Brachiopoda untuk pertama kalinya kurang beragam dari kerang dan keragaman
mereka setelah Permian meningkat dari basis yang sangat rendah, tidak ada bukti
bahwa kerang keluar-bersaing Brachiopoda, dan meningkatkan jangka pendek
atau berkurang untuk kedua kelompok muncul pada saat yang sama kali. Pada
tahun 2007 Knoll dan Bambach menyimpulkan bahwa Brachiopoda adalah salah
satu dari beberapa kelompok yang paling rentan terhadap kepunahan PermianTrias, karena semua memiliki bagian keras mengandung kapur (yang terbuat dari
kalsium karbonat ) dan memiliki rendah tingkat metabolisme dan sistem
pernafasan yang lemah .
Pada akhir zaman Perm, terjadi kepunahan missal yang melibatkan hamper
semua golongan Brachiopoda. Hanya sedikit taxn yang selamat, seperti golongan
Trebratulid dan Lingala, dan maz terdapat ing masa kini ( Holosen ).

2.3.3 Filum Coelentera


Coelentearata berasal dari kata koilos yang berarti rongga tubuh atau selom
dan enteron yang berarti usus. Coelenterata memiliki struktur yang lebih
kompleks daripada porifera. Namun, ia tetap digolongkan ke dalam makhluk
hidup tingkat rendah. Namanya diambil dari rongga yang berfungsi sebagai usus
yakni solenteron. Jadi hewan ini tidak memiliki usus yang sebenarnya.

Coelenterata termasuk hewan diploblastik (tersusun 2 lapisan kulit), yaitu


ektoderma dan mesoderma. Lapisan ektoderma disebut juga lapisan epidermmis.
Sedangkan lapisan endoderma bisa disebut dengan gastrodermis (gaster = perut,
dermis = kulit)
1. Struktur dan Fungsi Tubuh Coelenterata
Tubuhnya bersimetri radial. Antara ektoderma dan endoderma terdapat
rongga yang berbahan dari gelatin, yang disebut mesoglea. Pada tubuh sebelah
atas, terdapat lubang mulut yang dikelilingi oleh lengan-lengan yang disebut
tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat sel knidoblas yang beracun
2. Bentuk Tubuh
Coelenterata mempunyai dua bentuk tubuh yaitu polip dan medusa.
1. Polip adalah bentuk coelenterata yang menempel pada tempat hidupnya. Pada
ujung bebas terdapat mulut yang dikelilingi tentakel. Ujung tubuh lain
digunakan sebagai alat untuk menempel pada benda lain.
2. Medusa adalah bentuk ubur-ubur seperti payung yang dapat berenang bebas.
Mulut terdapat pada bagian pusat yang berbentuk cekung.
Setiap individu coelenterata mempunyai rongga usus. Didalam rongga
inilah makanan yang berupa partikel organik, crustacea tingkat rendah, larva
insekta atau hewan kecil lainnya tercernakan. Jadi pencernaan pada coelenterata
terjadi di luar sel atau ekstraseluler. Rongga usus coelenterata bercabang-cabang
atau dipisahkan oleh sekat. Melalui cabang-cabang usus tadi, zat makanan
diedarkan. Oleh sebab itu, rongga usus coelenterata disebut rongga gastrovaskuler.

Ukuran tubuh coelenterata bervariasi dari yang hanya beberapa milimeter sampai
10 meter. Habitatnya terdapat di air laut maupun tawar.
3. Klasifikasi
Hydrozoa

Contoh jenis dari kelas tersebut adalah Hydra, yang


hidup di dalam air tawar. Ujung tempat letaknya mulut
disebut ujung Oral sedangkan yang melekat pada dasar
disebut ujung aboral. Cara reproduksi hewan disebut
adalah dengan cara vegetatif maupun generatif. Contoh
lain adalah Obelia.

Scyphozoa

Sebagian besar hidup dalam bentuk medusa. Bentuk


polip hanya pada tingkat larva. Contoh jenis dari kelas
tersebut adalah Aurelia sp. (ubur-ubur kuping) yang
sering terdampar di pantai-pantai. Larva disebut planula,
kemudian menjadi polip yang disebut skifistoma. Dari
skifistoma terbentuk medusa yang disebut efira.

Anthozoa

Tidak mempunyai bentuk sebagai medusa (sepanjang


hidupnya Polip). Contoh jenis dari kelas tersebut adalah
anemon laut (Cribinopsis fernaldi). Mempunyai alat
pernafasan sederhana disebut sifonoglifa.

Ctenophora

Satu-satunya

coelenterata

yang

tidak

memiliki

nematokis.
Tabel 2.1 Kelas-kelas yang termasuk di dalam filum Coelenterata

1. Kelas Hydrozoa
Hydrozoa hidupnya ada yang soliter (terpisah) dan ada yang berkoloni
(berkelompok). Hydrozoa yang soliter mempunyai bentuk polip, sedangkan yang
berkoloni dengan bentuk polip dominan dan beberapa jenis membentuk medusa.
Contoh Hydra dan Obellia.
1. Hydra
Bentuk tubuh Hydra seperti polip, hidup di air tawar. Ukuran tubuh
Hydra antara 10 mm 30 mm. Makanannya berupa tumbuhan kecil dan crustacea
rendah. Bagian tubuh sebelah bawah tertutup membentuk kaki, gunanya untuk
melekat pada obyek dan untuk bergerak. Pada ujung yang berlawanan terdapat
mulut yang dikelilingi oleh hypostome dan di sekelilingnya terdapat 6 10 buah
tentakel. Tentakel berfungsi sebagai alat untuk menangkap makanan. Selanjutnya
makanan dicernakan di dalam rongga gastrovaskuler.
Perkembangan Hydra terjadi secara aseksual

dan

seksual.

Perkembangbiakan secara aseksual terjadi melalui pembentukan tunas/budding,


kira-kira pada bagian samping tengah dinding tubuh Hydra. Tunas telah memiliki
epidermis, mesoglea dan rongga gastrovaskuler. Tunas tersebut terus membesar
dan akhirnya melepaskan diri dari tubuh induknya untuk menjadi individu baru.
Perkembangbiakan secara seksual terjadi melalui peleburan sel telur (dari
ovarium) dengan sperma (dari testis). Hasil peleburan membentuk zigot yang
akan berkembang sampai stadium gastrula. Kemudian embrio ini akan
berkembang membentuk kista dengan dinding dari zat tanduk. Kista ini dapat
berenang bebas dan di tempat yang sesuai akan melekat pada obyek di dasar
perairan. Kemudian bila keadaan lingkungan membaik, inti kista pecah dan
embrio tumbuh menjadi Hydra baru.
2. Obelia

Obelia hidup berkoloni di laut dangkal sebagai polip di batu karang atau
berenang di air sebagai medusa. Polip pada Obelia dibedakan menjadi 2 jenis

polip pada cabang-cabang yang tegak, yaitu :


Hydrant, yaitu polip yang bertugas mengambil dan mencernakan makanan.
Gonangium, yaitu polip yang bertugas melakukan perkembangbiakan aseksual,

menghasilkan Obelia dalam bentuk medusa.


Perkembangbiakan Obelia mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) antara
keturunan seksual dengan keturunan aseksual. Perkembangbiakan secara aseksual
dilakukan oleh gonangium. Pada gonangium terbentuk tunas, kemudian setelah
matang tunas memisahkan diri dari induknya dan berkembang menjadi medusa
muda yang dapat berenang bebas. Selanjutnya medusa muda berkembang
menjadi medusa dewasa. Perkembangbikan seksual terjadi pada medusa dewasa.
Hewan Obelia mempunyai dua alat kelamin (hermaprodit). Medusa
dewasa akan menghasilkan sel telur/ovum dan sperma. Pembuahan ovum oleh
sperma terjadi di luar tubuh (eskternal) dan membentuk zigot. Zigot akan
berkembang menjadi larva bersilia disebut planula. Pada tempat yang sesuai
planula akan merekatkan diri menjadi polip muda, lalu polip dewasa., kemudian
tumbuh menjadi hewan Obelia. Selanjutnya, Obelia memulai melakukan
pembiakan aseksual dengan pembentukan tunas/budding, sehingga membentuk

koloni Obelia yang baru.


2. Kelas Scyphozoa (Skyphos = cawan, zoon = binatang)
Bentuk tubuh Scyphozoa menyerupai mangkuk atau cawan, sehingga
sering disebut ubur-ubur mangkuk. Contoh hewan kelas ini adalah Aurellia
aurita, berupa medusa berukuran garis tengah 7 10 mm, dengan pinggiran
berlekuk-lekuk 8 buah. Hewan ini banyak terdapat di sepanjang pantai.
Seperti Obelia, Aurellia juga mengalami pergiliran keturunan seksual dan
aseksual. Aurellia memiliki alat kelamin yang terpisah pada individu jantan dan
betina. Pembuahan ovum oleh sperma secara internal di dalam tubuh individu
betina.

Hasil pembuahan adalah zigot yang akan berkembang menjadi larva


bersilia disebut planula. Planula akan berenang dan menempel pada tempat yang
sesuai. Setelah menempel, silia dilepaskan dan planula tumbuh menjadi polip
muda disebut skifistoma. Skifistoma kemudian membentuk tunas-tunas lateral
sehingga Aurellia tampak seperti tumpukan piring dan disebut strobilasi. Kuncup
dewasa paling atas akan melepaskan diri dan menjadi medusa muda disebut efira.
Selanjutnya efira berkembang menjadi medusa dewasa.
3. Kelas Anthozoa
Anthozoa berasal dari kata anthos=bunga, zoon=binatang. Anthozoa
berarti hewan yang bentuknya seperti bunga atau hewan bunga. Anthozoa dalam
daur hidupnya hanya mempunyai polip. Bila dibandingkan, polip Anthozoa
berbeda dengan polip pada Hydrozoa. Mari kita lihat perbedaannya dengan
mengamati gambar di bawah ini.
Macam-macam Anthozoa:
Mawar Laut (Anemon Laut)
Mawar laut menempel pada dasar perairan. Pada permukaan mulut
Mawar Laut terdapat banyak tentakel berukuran pendek. Tentakel ini berfungsi
untuk mencegah agar pasir dan kotoran lain tidak melekat sehingga Mawar Laut
tetap bersih.
Koral (Karang)
Koral atau karang cara hidupnya berkoloni membentuk massa yang kaku
dan kuat. Massa itu sebenarnya karang kapur yang dibentuk oleh generasi
polip. Koral yang sudah mati, rangka kapurnya akan menjadi batu
karang/terumbu. Ada tiga tipe batu karang, yaitu karang pantai, karang
penghalang dan karang atol.
4. Kelas Ctenophora
Ctenophora mempunyai 8 baris silia, seperti sisir yang tersusun
sepanjang sisinya, terlihat jelas sepanjang garis merah. Silia tersebut bergetar
secara sinkron menggerakkan ctenophora dalam air. Beberapa mempunyai 2

tentakel panjang, namun ada yang tidak. Ctenophora merupakan predator yang
rakus. Tidak seperti Cnidaria lain, mereka tidak mempunyai nematokis. Pada
beberapa spesies, silia khusus pada mulutnya digunakan untuk menggigit
mangsa.
Posisi filogenetiknya masih dipertanyakan. Ctenophora mempunyai
sepasang lubang dekat anus yang kadang-kadang diinterpretasikan homolog
dengan anus dari anus hewan bilateral (cacing, siput dan ikan). Terlebih lagi
Ctenophora mempunyai lapisan jaringan antara endoderm dan ektoderm. Namun
data ini sering bertentangan dan masih menjadi objek riset yang menarik.
Meski sebagian besar Ctenophora berenang, ada juga kelompok bergerak
merayap di dasar laut. Beberapa hidup pada hewan lain, yaitu dengan
echinodermata, spons, atau Cnidaria benthonik. Banyak Ctenophora merupakan
organsime yang berpendar, seperti beberapa organisme laut lainnya. Hany itulah
sedikit yang diketahui dari biologi dasar ctenophora. Dimana sebenarnya belum
dideskripsikan dan didefinisikan dengan lengkap.

BAB III
IDENTIFIKASI IDENTIFIKASI KANDUNGAN FOSIL BULU
BOTTOSUWA DAN SEKITARNYA

3.1 Stasiun Pengamatan


Pada praktikum Field Trip ini, agar dapat menetukan atau mendeskripsi
fosil, kami melakukan metode observasi dengan sistematika sampling
pengambilan secara langsung fosil yang terdapat pada permukaan. Sebelum
melakukan pengambilan sampel, kami terlebih dahulu melakukan pengambilan
sampel batuan yang dominan di daerah penelitian kami. Dasar penamaan batuan
pada daerah penelitian Bullu Bottosowa sebagai obyek penelitian, yaitu pada ciri
litologi, baik ciri fisik, ciri kimia maupun biologinya. Ciri fisik meliputi warna,
tekstur, struktur, ukuran butir, dan bentuk butir. Sifat kimia meliputi komposisi
kimia batuan dan ciri biologi mencakup kandungan biota atau organisme dan
jejak-jejak organisme yang telah membatu yang terkandung dalam batuan. Selain
itu penamaan batuan juga didasarkan pada dominasi batuan yang menyusunnya di
lapangan baik ketebalan maupun intensitas dari persilangannya sendiri.

3.1.1

Stasiun 01
Dijumpai jenis litologi batuan beku pada daerah Bulu Bottosowa dengan jarak 2
km dari kampus lapangan. Yang berarah 2380 , dimensi (3x2), dan terbentuk secara
insitu.

Litologi ini memiliki warna segar abu-abu dan warna lapuk hitam kehijauan
tekstur kristalinitas, hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik bentuk subhedralanhedral, relasi equigranular. Struktur massive. Litologi ini mempunyai komposisi
mineral yaitu horblende 40%, biotite 20%, piroksen 30%, plagioklas 5% dan
orthoklas 5%. Dengan ciri tersebut dapat diketahui bahwa batuan ini adalah
Trakit
Foto 3.1 Litologi Batu Trakit dengan kedudukan batuan N 520 E / 420 pada stasiun 01

Pada singkapan diketahui mempunyai relief miring, soil tebal dan dapat
diketahui tingkat pelapukan tinggi, tata guna lahan sebagai pertanian dan stadia
daerahnya dewasa. Disini dilakukan pengukur kedudukan batuan dengan
kedudukan batuan (N 520 E/420), namun sebenarnya pada batuan beku tidak

dilakukan pengukuran karena batuan beku tidak memiliki kedudukan batuan, hal
ini di lakukan karena hanya simulasi pengukuran strike dan dip. Pada Stasiun ini
juga tidak terindentifikasi adanya penyebaran Fosil.
3.1.2

Stasiun 02
Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 500 m dari stasiun 1. Yang berarah 235 0, dimensi (1x3), dan terbentuk secara
insitu.
Litologi ini memiliki warna segar putih dan warna lapuk hitam dengan tekstur
klastik, sortasi baik, kemaas tertutup memiliki derajat kebundaran Angular dengan

struktur berlapis dan ukuran butir pasir sedang. Dengan ciri tersebut dapat
diketahui bahwa batuan ini adalah Batugamping. Dengan kedudukan batuan N
2050E/400
Foto 3.2 Litologi Batugamping dengan kedudukan batuan N 2050 E / 420 pada stasiun 2

Data singkapan ini reliefnya miring, soil tebal,tingkat pelapukan yang tinggi,
3.1.3

memiliki stadia dewasa dan tata guna lahan sebagai pertanian.


Stasiun 03

Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 1 km dari stasiun 2 dengan arah 159 0 E, dimensi (1,5x4 m), dan terbentuk
secara insitu.
Litologi ini memiliki warna segar jingga dan warna lapuk cokelat dengan

tekstur klastik, dengan ukuran butir pasir kasar 1/4-1/2, dengan porositas dan
permeabilitas baik, sortasi buruk.memiliki komposisi kimia CaCO 3 yang bereaksi
dengan HCL dengan derajad kebundaran reuded. Dengan ciri tersebut dapat
diketahui bahwa batuan ini adalah Batupasir. Dengan kedudukan batuan N 2730E
/ 110.
Foto 3.3 Litologi Batupasir dengan kedudukan batuan N 2730 E / 110 pada stasiun 3

Batuan ini memiliki relief miring soil transpored dengan tingkat pelapukan
sedang dan stadia dewasa dan digunakan sebagai lahan pertanian.
Di stasiun 3 kami menemukan fosil yang dapat diidentifikasi. Seperti Conus
brocchi BRON, Plagiostoma Cardiformis, Griphaea dilatata SOW, Retikularia cf.
currata (Molluska), Cyclolites polymos phia GOLDF (Coelenterata).
3.1.4 Stasiun 4

Dijumpai jenis litologi batuan sedimen pada daerah Bulu Bottosowa dengan
jarak 500 m dari stasiun 3 dengan arah 154 0 E, dimensi (2x3 m), dan terbentuk
secara insitu.
Litologi ini memiliki warna segar jingga dan warna lapuk cokelat dengan
struktur yang berlapis dan tekstur klastik, sortasi baik, kemas tertutup, porositas
buruk. Dengan ukuran butir pasir halus (1/8-1/4), dan berkomposisi kimia SiO 2

sortasi buruk, Derajat kebundaran angular. Dengan ciri tersebut dapat diketahui
bahwa batuan ini adalah Batupasir. Dengan kedudukan batuan N 770E / 310.
Foto 3.4 Litologi Batupasir dengan kedudukan batuan N 2730 E / 110 pada stasiun 4

Batuan ini memiliki relief singkapan relatif bergelombang, dengan tipe perbukitan
soil tebal dengan tingkat pelapukan tinggi dan stadia dewasa dan digunakan
sebagai lahan pertanian.
3.2 Stasiun Measuring Section (MS)

Pada stasiun kali ini, teknik pengambilan data di lakukan dengan


menggunakan tabel measuring section. Pada hasil pengamatan ini didapatkan

litologi yang berbeda-beda dan pada litologi ini dijumpai singkapan berupa batuan
sedimen.Pada litologi bagian bawah didapatkan data singkapan sebagai berikut :
Ciri-ciri fisik batuan tersebut, yaitu warna segar jingga dan warna lapuk
coklat kehitaman, komposisi kimia SiO2. Berdasarkan ciri fisik tersebut nama
batuan ini, yaitu batupasir. Pada litologi ini tidak dijumpai adanya fosil.
Pada litologi bagian tengah sampai atas didapatkan data singkapan sebagai
berikut:
Ciri-ciri fisik batuan tersebut, yaitu warna segar putih dan warna lapuk
hitam, tekstur klastik, ukuran butir 1/2-1/4 m komposisi mineral karbonatan.
Berdasarkan ciri fisik tersebut nama batuan ini, yaitu Batugamping. Pada litologi
ini di jumpai beberapa fosil.
NO FILUM
1
Molluska

NO. SAMPEL SPESIES


1
Ostrea cucularis LAM
2
3
4
5
6
8
10
12
13
14
15
16

Brotia (timyea) ninquinata


DEFR
Bourguetianstriata SOW
Bellatara palaeochroma
BAYAN
Conus brocchi BRON
Dreissena spathulata
(PARTSCH)
Seratocerithium serratum
BRUS
Vanericardia imbricata
LAM
Clarilthes parislensin MAY
EYM
Athleta (volustispina)
spinosa LAM
Strorthingocrinus fritillus
WIRTG
Cucullaea oblong SOW
Trachactaeon conicus
MSTR

STASIUN
0-1a, 3c3d, 4a-4b
0-1a, 1a1b, 1c-1d
1a-1b
1b-1c
1b-1c
1c-1d
1d-1e
2a-2b, 3b3c, 3c-3d
2d-2e, 3a3b, 3c-3d
3a-3b
3a-3b
3c-3d
3a-3b, 3d3e

Coelenterata

Brachyopoda

17

Bourguetia steriate SOW

18
7

Bathrotomarai reticulata
Porpites porpita L

3d-3e
1b-1c, 2d2e, 3d-3e
1c-1d

9
11
19

Neptunea Contraria
Schizophoria cf. Schnuria
Minatothyris concentria
var.tumida KAAYSER

2a-2b
2d-2e
1a-1b, 2b2c, 4a-4b

Tabel 3.1 Tabel keterdapatan fosil

3.2 Identifikasi Fosil


Setiap fosil memiliki perbedaa berdasarkan kelas maupun bentuk maka dari
itu

di

perlukan

adanya

idntifikasi

fosil.

Dimana

dilakukan

dengan

membandingkan fosil yang di dapatkan di Lapangan dengan fosil yang ada di


Laboratorium Paleontologi. Setelah membandingkan, dapat diketahui jenis fosil
yang didapatkan di lapangan.Dimana fosil yang didapatkan mengandung
komposisi kimia CaCO3 berarti lingkungan pengendapannya di laut dangkal.
Berikut identifikasi fosil yang didapatkan di lapangan :
1. Spesies Ostrea cucularis LAM, Genus Ostrea,
Family Ostreanidae, Ordo Eulamellibracia,
Filum Moluska. Bentuk Konveks, umur Eosen
Atas

dan

proses

pemfosilan

Petrifikasi.

Bagian tubuh terdiri dari body whorl, umbo,


aperture, suture dan septa.

Foto 3.5 Ostrea cucularis


LAM

2. Spesies Brotia (timyea) inquinata DEFR,


Genus brotia, Family brotianidae, Ordo
Sorbeoconcha, Filum Moluska. Bentuk
Konikal, umur Paleosen Atas dan proses
pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh
terdiri dari body whorl, umbo, aperture,

Foto 3.6 Spesies Brotia (timyea)


inquinata DEFR

suture dan septa.


3. Spesies Bourguetia striata SOW, Genus Bourguetia, Family Bourguetia, Ordo
Basomatophora, Filum Moluska. Bentuk
Konikal, umur Jura Tengah dan proses
pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh
terdiri dari body whorl, umbo, aperture,
suture dan septa.
4. Spesies Bellatara palaeochroma BAYAN,

Foto 3.6 Bourguetia striata SOW

Genus Bellatara, Family Bellataranidae,


Ordo

Sorbeoconcha,

Filum

Moluska.

Bentuk Konikal, umur Jura Tengah dan


proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl,
umbo, aperture, suture dan septa.

5. Spesies Conus brocchi BRON, Genus Conus, Family Conusnidae, Ordo


Neogastropoda, Filum Moluska. Bentuk Konikal, umur Pliosen Atas dan
proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl,
umbo, aperture, suture dan septa.
6. Spesies Dreissena spathulata PARTSCH, Genus Dreissena, Family Dreissena,
Ordo Basomatophora, Filum Moluska. Bentuk Konikal, umur Paleosen Bawah
dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl,
umbo, aperture, suture dan septa.
7. Spesies Porpites porpita L, Genus Porpites, Family Porpitesidae, Ordo
Cystiphyllida, Filum Coelenterata. Bentuk plate, umur Silur Atas dan proses
pemfosilan Mineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body talk, mouth, ektoderm
dan endodrm

8. Spesies Seratocerithium serratum BRUS, Genus Seratocerithium, Family


Seratocerithiumidae, Ordo Neogastropoda, Filum Moluska. Bentuk Konikal,
umur Paleosen Bawah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh
terdiri dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
9. Spesies Neptunea contraria, Genus Neptunea, Family Neptuneanidae, Ordo
Gastropoda, Filum Brachyopoda, bentuk bikonveks, umur Paleosen Bawah
dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl,
umbo, aperture, suture dan septa.
10. Spesies Vanericardia imbricata

LAM,

Genus

Vanericardia,

Family

Vanericardianidae, Ordo Cardiida, Filum Brachyopoda, bentuk bikonveks,


umur Paleosen Bawah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh
terdiri dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
11. Spesies Schizophoria cf. Schnuria, Genus Schizophoria,

Family

Schizophorianidae, Ordo Ortida, Filum Brachyopoda, bentuk bikonveks, umur


Devon Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri
dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
12. Spesies Clarilthes parislensin MAY EYM, Genus Clarilthes, Family
Clarilthesidae, Ordo Basomatophora, Filum Moluska. Bentuk Konveks, umur
Eosen Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari
body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
13. Spesies Athleta (volustispina) spinosa LAM, Genus Athleta, Family
Athletanidae, Ordo Neagasropoda, Filum Moluska. Bentuk Konikal, umur
Eosen Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari
body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
14. Spesies Strorthingocrinus fritillus WIRTG, Genus Strorthingocrinus, Family
Strorthingocrinusidae, Ordo Neagasropoda, Filum Moluska. Bentuk Konveks,

umur Devon Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh


terdiri dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
15. Spesies Cucullaea oblong SOW, Genus Cucullaea, Family Cucullaeanidae ,
Ordo Palecypoda, Filum Moluska. Bentuk Bikonveks, umur Jura Tengah dan
proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl,
umbo, aperture, suture dan septa.
16. Spesies Trachactaeon conicus

MSTR,

Genus

Trachactaeon,

Family

Trachactaeonidae, Ordo Neogastropoda, Filum Moluska. Bentuk Konikal,


umur Karbon Atas dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri
dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
17. Spesies Bourguetia steriate SOW, Genus Bourguetia, Family Bourguetianidae,
Ordo Basomatophora, Filum Moluska. Bentuk Konikal, umur Jura Atas dan
proses pemfosilan Mold. Bagian tubuh terdiri dari body whorl, umbo,
aperture, suture dan septa.
18. Spesies Bathrotomarai

reticulata,

Genus

Bathrotomarai,

Family

Bathrotomarai reticulata, Ordo Pleurotomarioidea, Filum Moluska. Bentuk


Konikal, umur Jura Atas dan proses pemfosilan Mold. Bagian tubuh terdiri
dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
19. Spesies Minatothyris concentria var.tumida KAAYSER, Genus Minatothyris,
Family Minatothyrisidae, Ordo Speriferida, Filum Brachyopoda, bentuk
bikonveks, umur Devon Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi.
Bagian tubuh terdiri dari body whorl, umbo, aperture, suture dan septa.
20. Spesies Cyclolites polymos phia GOLDF, Genus Cyclolites, Family
Cyclolitesidae, Ordo Speriferida, Filum Coelenterata, bentuk konikal, umur
Kapur Atas dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari
body whorl, aperture, suture dan septa.

21. Spesies

Plagiostoma

Cardiformis,

Genus

Plagiostoma,

Family

Plagiostomanidae, Ordo Palecypoda, Filum Molluska, bentuk bikonveks,


umur Jura Tengah dan proses pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri
dari body whorl, aperture, suture dan septa.
22. Spesies Gryphaea dilatata SOW, Genus Gryphaea, Family Gryphaeanidae,
Ordo Ostreida, Filum Molluska, bentuk konveks, umur Jura Atas dan proses
pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl, aperture,
suture dan septa.
23. Spesies Reticularia cf. currata, Genus Reticularia, Family Reticularianidae,
Ordo Spiriferida, Filum Molluska, bentuk konveks, umur Jura Atas dan proses
pemfosilan Permineralisasi. Bagian tubuh terdiri dari body whorl, aperture,
suture dan septa.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat kita tarik dari Laporan Lapangan
Yang telah dibuat ini antara lain :

Pada penelitian yang kita lakukan disekitar daerah Bulu Bottosua, yang
dibagi atas lima stasiun, dijumpai tiga macam batuan yaitu : Batubeku
Batugamping, dan batu pasir.

Pada batuan Sedimen dijumpai adanya kandungan fosil yang tersebar

sepanjang perlapisan batuan. Sedangkan pada Batubeku tidak dijumpai


adanya kandungan fosil.
4.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dianggap perlu diberikan untuk mnyempurnakan
pelaksanaan Penelitian ataupun lapangan Paleontologi berikutnya, yaitu antara
lain
Sebaiknya jalan menuju kampus lapangan di perbaiki agar peneliti selajutna lebih
nyaman jika ingin melakukan penelitian

Anda mungkin juga menyukai