Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses

penambangan. Dengan eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik dan

dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil dalam

proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan layaknya

suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan mengetahui

sampel dari area yang akan ditambang dan untuk mendapatkan sampel yang baik

diperlukan suatu proses pengambilan sampel yang sering disebut pengeboran pada

eksplorasi ini menggunakan pengeboran dengan jenis directional drilling.

Pengeboran dengan jenis directional drilling adalah pengeboran inti (core

drilling) yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi

batuan yang dibor. Persyaratan utama dalam directional drilling adalah

mendapatkan arah azimuth dan dip sesuai dengan yang telah ditentukan dan

mendapatkan inti bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin

recovery > 90%).

Pada aktivitas ini kami melakukan kerjasama berupa kerja praktek dengan PT.

Indodrill Indonesia yang berperan sebagai konsultan pertambangan di Indonesia.

Lokasi pengeboran pada PT. Bumi Suksesindo tepatnya terletak di daerah Kec.

Pesanggaran Kab. Banyuwangi Prov. Jawa Timur.

1.2. Maksud dan Tujuan

1
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahap & mekanisme

metode directional drilling eksplorasi serta operasional terkait setelahnya di PT.

Bumi Suksesindo. Diketahui metode directional drilling ini baru diterapkan

pertama kali di Indonesia, khususnya didalam eksplorasi tambang mineral. Adapun

tujuan penelitian ini untuk memahami proses dan tahap – tahap pengeboran

directional drilling serta operasional terkait setelahnya.

1.3. Manfaat Kerja Praktek Pada PT. Bumi Suksesindo

1. Menambah wawasan tentang pengeboran & operatsional terkait, terutama di

pengeboran dengan jenis directional drilling pada tambang mineral.

2. Memahami kegiatan pengeboran yang di lakukan pada PT. Bumi Suksesindo.

3. Bagi perusahaan dan Jurusan Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta,

terjalinnya kerjasama dengan adanya mahasisiwa yang melakukan kerja

praktek pada perusahaan PT. Bumi Suksesindo.

1.4. Batasan Masalah

Dalam pembahasan kerja praktek pada PT. Bumi Suksesindo ini penulis

membatasi beberapa masalah saja, yakni:

1. Proses & tahap dalam melakukan pengeboran metode directional drilling dan

operasional terkait setelahnya.

2. Tahap pendataan sampel coring di drilling site

3. Tahap pendataan sampel coring di coreshed

1.5. Lokasi Penelitian

2
Penelitian terletak di walayah IUP PT BSI, Dusun Pesanggaran, Kec.

Pesanggaran, Kab. Banyuwangi, Prov Jawa Timur. Ada dua titik lokasi fokus

penelitian, Pertama di titik drilling site & titik kedua di Coreshed (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Peta

wilayah penelitian.

Terdiri dari dua lokasi

yang berbeda.

1.6. Geologi Regional Daerah Penelitian

3
1.6.1. Fisiografi Regional

Gambar 1.2`. Peta Fisiografi Jawa Tengah & Jawa Timur (van Bemmelen, 1949).

Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur secara fisiografi dapat

dikelompokkan kedalam lima zona (van Bemmelen, 1949), dari selatan ke utara :

1. Zona PegununganSelatan

2. Zona Solo

3. Zona Kendeng

4. Zona Randublatung

5. Zona Rembang

Zona fisiografi ini mencerminkan elemen struktur dari hasil penafsiran

anomali gayaberat di bagian utara Jawa Timur (Sutarso dan Suyitno, 1976). Elemen

struktur dengan anomali positif adalah Zona Kendeng dan Zona Rembang,

sedangkan elemen struktur anomali negatif adalah Depresi Semarang-Pati, Depresi

Randublatung dan depresi Kening-Solo. Struktur utama Jawa Tengah-Jawa Timur

disamping arah barat timur yang mengikuti zona tersebut, juga terdapat struktur

4
yang berarah NE-SW memotong disekitar batas zona Rembang dan volkanik

Muria.

1.6.2. Statigrafi regional

Gambar 1.3. Kolom Korelasi Peta Lembar Blambangan (A. Achidan & S. Bachri,

1993).

- Formasi Batuampar (Tomb).

Batuan sedimen Formasi Batuampar (Tomb) misalnya breksi gunungapi, batupasir

tufan, konglomerat, batulempung, lava dan batugamping. Batuan ini umumnya

telah mengalami ubahan, menyebabkan berwarna kelabu kehijauan, menghasilkan

mineral-mineral klorit, epidot, serisit, kalsit dan mineral opak.

- Formasi Jaten

Lokasi tipe satuan ini terdapat dikali Jaten (Sartono, 1964), 4 km disebelah timur

Donorejo, Pacitan. Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir kuarsa dan

batulempung dengan sisipan batubara. Pada batulempung dijumpai adanya fosil

5
Gastropoda, Pelecypoda, Koral, Bryozoa, Foraminifera, baik planktonik maupun

bentik. Formasi Jaten mempunyai ketebalan sekitar 67 meter, diendapkan pada

lingungan transisi hingga neritik dangkal pada umur Zona N9-N10, Miosen Tengah

Gambar 1.4. Kolom Keterangan Formasi Geologi Peta Lembar

Blambangan (A. Achidan & S. Bachri, 1993).

- Formasi Jaten

Lokasi tipe satuan ini terdapat dikali Jaten (Sartono, 1964), 4 km disebelah timur

Donorejo, Pacitan. Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir kuarsa dan

batulempung dengan sisipan batubara. Pada batulempung dijumpai adanya fosil

Gastropoda, Pelecypoda, Koral, Bryozoa, Foraminifera, baik planktonik maupun

bentik. Formasi Jaten mempunyai ketebalan sekitar 67 meter, diendapkan pada

lingungan transisi hingga neritik dangkal pada umur Zona N9-N10, Miosen Tengah

6
- Formasi Wuni (Tmw)

Batuan sedimen formasi wuni (Tmw) terdiri atas breksi gunungapi, konglomerat,

batupasir tufan, tuf, napal dan batugamping tufan. Secara Stratigrafi Formasi Wuni

menjemari dengan Formasi Batuampar dan menindih selaras Formasi Jaten,

sehingga umurnya ditafsirkan Miosen Tengah bagian tengah dengan lingkungan

pengendapan laut dangkal.

- Formasi Punung

Lokasi tipenya dijumpai didaerah Punung, Kabupaten Pacitan. Formasi Punung di

daerah ini dapat dipisahkan menjadi 2 Litofasies yaitu: Fasies Klastika dan Fasies

Karbonat (Sartono, 1964). 16 Fasies Karbonat tersusun atas batugamping terumbu,

batugamping bioklastik, batugamping pasiran dan napal yang kesemuanya ini

merupakan sistem endapan karbonat paparan. Ketebalan mencapai 200 meter,

mengandung fosil, selain organisme pembentuk trumbu juga didapatkan fosil

foraminifera planktonik yang memberikan petunjuk umur Zona N9-N16, Miosen

Tengah – Miosen Atas. Fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufaan,

batupasir gampingan, batulanau dan serpih, mempunyai ketebalan 76 hingga 230

meter.

- Batuan terobosan

Batuan terobosan yang diketahui meliputi andesit porfir dan intrusi granodiorit

yang menerobos Formasi Batuampar di sekitar gunung Tumpangpitu.

- Aluvium (Qa)

Tersusun endapan lepas berupa kerikil, pasir, lanau, koral dan lumpur yang

terendapkan secara tidak selaras, terbentuk pada lingkungan sungai, rawa dan

7
pantai. proses pengerjaan kembali (reworking) endapan tersebut masih terus

berlansung hingga saat ini.


Gambar 1.5.

Blambangan

& S. Bachri,
Peta geologi

(A Achidan
regional

1993).

8
1.6.3. Struktur Geologi Regional

Zona Pegunungan Selatan Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari

wilayah Jawa Tengah, di selatan Yogyakarta hingga Jawa Timur. Zona ini dibentuk

9
oleh dua kelompok besar batuan yaitu batuan volkanik dan batugamping. Dari

kenampakan morfologi. zona Pegunungan Selatan dapat dipisahkan menjadi tiga

sub-zona yaitu; Baturagung, Wonosari dan Gunung Sewu. Pembentukan struktur

geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Oligosen Akhir (periode Paleogene

Extensional Rifting Dally, dkk,1991) struktur yang terbentuk adalah sesar

mendatar. Akibat gaya extensional ini juga menghasilkan bentukan lipatan antiklin

yang ditunjukan dengan kimiringan dip yang berlawanan yaitu pada Formasi

Semilir dan Formasi Wonosari.

10

Anda mungkin juga menyukai