Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
dan kasih karunia-Nya, pantitia dapat menyelesaikan penyusunan Guide book
lapangan dengan judul "Ephitermal high Sulfidation – pantai Wediombo”. 
Guide book ini ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, tim panitia mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hill G. Hartono S.T, M.T, selaku pemateri 1
2. Okky Verdiansyah S.T, M.T, selaku pemateri 2
3. Pihak lain yang membantu penyelesaian guide book ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. 

Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula, tidak ada pekerjaan yang sempurna.
Oleh karena itu, panitia mengharapkan kritik dan saran dari peserta untuk
KAMPUS STTNAS YOGKARTA khususnya demi kemajuan acara ini dan SM –IAGI STTnas pada umunya 
DAN PANTAI WEDIOMBO Akhirnya, tulisan ini diharapkan dapat memberi informasi lebih lanjut mengenai
30 APRIL - 1 MEI 2016 ilmu endapan mineral, khususnya endapan dengan system epithermal beserta cara
menemukan atau eksplorasinya. Diharapka kedepannya ilmu yang didapat bisa
SEKSI MAHASISWA menjadi bekal yang dapat diterapkan dalam dunia kerja nantinya. Sekian, Teram
IKATAN AHLI GEOLOGI INDONESIA kasih.
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKRTA
DAFTAR ISI 4.3. TAHAPAN PERSIAPAN 25

KATA PENGANTAR i
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 32
DAFTAR ISI ii
5.1. HASIL ANALISIS 32
5.2. PEMBAHASAN 38

BAB I STUDI LITERATUR 1


2.1. FISIOGRAFI REGIONAL 1
BAB V KESIMPULAN 44
2.2. STRATIGRAFI 5
2.3. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL 7
2.4. ALTERASI HIDROTHERMAL 10
CATATAN 45
2.5. KONTROL PEMBENTUK SULFIDA TINGGI 20

BAB II MAKSUD DAN MANFAAT PENELITIAN 21


3.1. MAKSUD PENELITIAN 21
3.2. TUJUAN PENELITIAN 21
3.3. MANFAAT PENELITIAN 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24


4.1. METODOLOGI 24
4.2. TAHAPAN PENELITIAN 24
BAB I dengan aluvial. Zona utara ini dibagi lagi menjadi dua sub- zona,
STUDI LITERATUR yaitu : Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang. Kedua
perbukitan ini dipisahkan oleh depresi yang memanjang dengan arah
barat-timur, yang oleh van Bemmelen (1949) depresi ini disebut
sebagai Zona Randublatung.

II.1 Fisiografi regional Dalam pembagian zona fisigrafi tersebut, daerah penelitian masuk dalam
Secara umum Pannekoek (1949) dan van Bemmelen (1949) telah Zona Pegunungan Selatan.
membagi fisiografi Pulau Jawa menjadi beberapa zona fisiografi. Menurut
Pannekoek (1949) dapat dibedakan menjadi tiga zona yang membujur
dari barat sampai timur, yaitu :
1. Zona Selatan/Zona Plato, terdiri dari beberapa plato dengan
kemiringan kearah selatan menuju Samudra Indonesia dan umumnya
di bagian utara dipotong oleh gawir. Di beberapa tempat gawir
tersebut hampir tidak terlihat lagi, untuk kemudian berganti menjadi
dataran alluvial.
2. Zona Tengah/Zona Depresi Vulkanik, merupakan daerah depresi yang
disusun oleh endapan vulkanik muda, hal ini disebabkan karena pada
daerah tersebut banyak tumbuh Gunung Api Kuarter. Gambar 2.1. Fisiografi Pulau jawa dan sekitarnya (modifikasi dari
3. Zona Utara/Zona Lipatan, yang terdiri dari rangkaian pegunungan van Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010)
lipatan yang diselingi oleh beberapa gunung api dan sering berbatasan
Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran
Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat
sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dan menyatu dengan K. Opak. Sebagai endapan permukaan di
dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba,
Baturagung. Di pihak lain, menyatakan bahwa Zona Pegunungan Selatan sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
dapat dibagi menjadi tiga subzona (Harsolumekso dkk, 1997), yaitu
Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu. 3. Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam
1. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping
membentang dari barat (ketinggian Gunung Sudimoro, ± 507 M, membentuk banyak kerucut dengan ketinggian beberapa puluh
antara Imogiri-Patuk), utara (Gunung Baturagung, ± 828 M), hingga meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink
ke sebelah timur (Gunung Gajahmungkur, ± 737 M). Di bagian holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta
timur ni, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang
yaitu Gunung Panggung (± 706 M) dan Gunung Gajahmungkur dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah
(± 737 M). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar timur.
ᴼ ᴼ
dengan sudut lereng antara 10 -30 dan beda tinggi 200 - 700 meter
serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunung api.

2. Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 M) yang


terletak di bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah
Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona
yang terendapkan adalah Formasi Sambipitu merupakan produk sedimen
yang terendapkan di lingkungan transisi, serta Formasi Oyo, Formasi
Wonosari, Formasi Punung dan Formasi Kepek.

I. 2 Stratigrafi
Penelitian mengenai stratigrafi Pegunungan Selatan secara umum
sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti (Tabel 2.1) dan memiliki
susunan stratigrafi yang berbeda-beda menurut versi masing-masing.
Menurut Bothe (1929) dan van Bemmelen (1949).
Dalam penelitiannya, Surono dkk (2009) menyimpulkan bahwa
stratigrafi Pegunungan Selatan dibagi menjadi tiga periode. Periode
pravulkanisme, satuan batuan yang terbentuk adalah batuan malihan,
ditindih tak selaras oleh kelompok Jiwo. Lalu Periode Vulkanisme,
periode ini membentuk kelompok Kebo Butak yang merupakan fase
pembangunan dari kegiatan gunung api yang secara beruntun ditindih
selaras oleh Formasi Semilir yang merupakan dari hasil suatu fase
penghancuran dari kegiatan vulkanik berupa endapan klastika gunung api
dan Formasi Nglanggran. Formasi Semilir disusun oleh tuf, breksi
batuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih. Formasi Nglanggran
tersusun atas breksi gunung api, aglomerat dan lava andesit. Pada periode
pasca vulkanisme dimana matinya era vulkanisme pada tersier satuan
Tabel 2.1. Kolom stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa
peneliti terdahulu (Hartono, 2010 )

U
stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi 3 satuan batuan berupa
1:5000 intrusi dasit
intrusi dasit, lava andesit dan batugamping. Satuan
merupakan satuan tertua di daerah penelitian dimana penyebaran litologi
ini membentuk topografi tinggian berupa bentuk miring kubah yang
dikenal dengan nama Gunung Batur. Satuan ini telah mengalami alterasi
klorit-epidot (propilitik lemah). Satuan lava andesit terbentuk secara
KETERANGAN
selaras setelah terbentuknya intrusi dasit dimana kedua satuan ini
b.gamping
diinterpretasikan
Garis kontur merupakan satu kesatuan dari proses terbentuknya
.breaksi Intrusi Sungai
Gunung
Mikrodiorit api Batur. Sebagian besar satuan ini telah teralterasi argilik
Lava Sesar geser
Andesite Gawir G.api purba
hingga argilik
Zona Kaolin, hemati lanjut dimana terlihat mineral plagioklas telah berubah
Jurus, kemiring

menjadi mineral lempung dan ditemukan adanya mineral sulfida berupa


Zona massif silica/vuggy

pirit pada satuan ini. Satuan paling muda yaitu satuan batugamping yang
pelamparannya meliputi wilayah bagian sebelah utara hingga selatan Gambar 2.2. Peta geologi daerah penelitian (Hartono, 2006)
bagian timur daerah penelitian yang memiliki hubungan ketidakselarasan
dengan lava andesit dan Batugamping serta tidak mengalami alterasi dan I.3 Stuktur Geologi Regional
mineralisasi. Pola struktur pulau Jawa banyak diteliti berdasarkan banyak data,
yaitu geologi permukaan, gaya berat, magnetik, foto udara, citra
satelit dan radar, seismik (Untung dan Wiriosudarmo, 1975; Untung
dan Sato, 1978; Palungguno dan Martodjojo, 1994 dalam Satyana dan Gambar 2.3. Pola struktur Jawa dan sekitarnya

Purwaningsih, 2002). Secara umum, terdapat empat arah dominan pola (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)

struktur Pulau Jawa (Gambar 2.3), yaitu :


(1) Arah Meratus (baratdaya – timurlaut), (2) Arah Sumatra  Struktur kekar
(baratlaut – tenggara), (3) Arah Sunda (utara – selatan), dan (4) Arah Pada daerah penelitian dijumpai strukutur kekar yang diakibatkan
Jawa (barat – timur). Secara umum daerah penelitian berada di daerah oleh tektonik berupa kekar gerus (shere joint), serta non tektonik berupa
Pegunungan Selatan bagian barat yang termasuk ke dalam wilayah kekar tiang (columnar joint) yang ditemukan pada puncak Gunung Batur.
administratif Daerah Istimewa Yogyakarta. kekar gerus pada umumnya mempunyai bidang permukaan yang rata
Pada daerah penelitian berdasarkan interpaertasi peta geologi (licin) memotong fragmen batuan dan relatif lurus. kekar gerus ini
regional dan pengindraan serta peta countur menunjukan adanya membentuk akibat adanya tekanan atau kompresi sehingga dapat
perkembangang struktur kekar yang dominan ,yaitu kekar gerus (shere berpasangan dan juga dijumpai batuan yang mengalami pelapukan alterasi
joint) dan kekar tiang (columnar joint ). hidrotermal yang menghasilkan endapan-endapan mineral ikutan pada
urat-urat rekahan alterasi hidrotemal memiliki sebaran mengikuti arah dan
zona zona lemah dan biasanya menunjukan proses terbentuknya alterasi
ditentukan oleh control struktur.
1. Temperatur
2. Sifat kimia larutan hidrotermal
Gambar.2.4 struktur kekar dan retas yang menerobos pada zona lemah dan
3. Konsentrasi larutan hidrotermal
membentuk minerasliasi.
4. Komposisi batuan samping
I.4 Alterasi Hidrotermal
5. Durasi aktivitas hidrotermal
White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan
6. Permeabilitas.
mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan
berinteraksi dengan larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah suatu
Mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan
cairan panas yang berasal dari kulit bumi yang bergerak ke atas dengan
hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari
membawa komponen komponen pembentuk mineral bijih (Bateman dan
larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat; penggantian pada
Jensen, 1981). Larutan hidrotermal pada suatu sistem dapat berasal dari
mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan
air magmatik, air meteorik connate atau air yang berisi mineral yang
lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan
dihasilkan selama proses metamorfisme yang menjadi panas di dalam
pelamparan akibat arus turbulen dari zona didih (Browne, 1991) Suatu
bumi dan menjadi larutan hidrotermal. Ketika terjadi kontak batuan
daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral
dengan larutan hidrotermal, maka terjadi perubahan mineralogi dan
alterasi disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Tabel 2.1
perubahan kimia antara batuan dan larutan, di luar kesetimbangan
memperlihatkan zona alterasi yang ditunjukkan oleh himpunan mineral
kimia dan kemudian larutan akan mencoba kembali membentuk
tertentu dan tipe mineralisasinya berdasarkan hubungan antara temperatur
kesetimbangan.
dan pH larutan yang dibuat oleh Corbett dan Leach (1996). Pemakaian
klasifikasi tersebut sangat penting dalam penentuan zona alterasi
Menurut Browne (1991), perubahan terjadi akibat lingkungan baru.
secara akurat yang berdasarkan himpunan mineral yang terkandung serta
Perubahan-perubahan yang terjadi pada batuan tergantung pada beberapa
hubungan antara tempratur dan pH.
hal, yaitu :
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi
hidrotermal pada menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan
himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto,
2004) membuat model alterasi-mineralisasi juga, menambahkan istilah
zona filik untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil,
kalkopirit. Adapun tujuh macam tipe alterasi antara lain :

1. Propilitik : Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan


beberapa mineral epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit.
Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH mendekati netral,
dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai
permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto,
2004), terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir
pada tipe propilitik, yaitu :
- Klorit-kalsit-kaolinit
- Klorit-kalsit-talk
Tabel 2.1. Himpunan mineral alterasi dalam system hidrotermal - Klorit-epidot-kalsit
berdasarkan temperatur dan pH larutan hidrotermal (Corbett dan Leach, - Klorit-epidot
1996). -
2. Argilik ; Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan
mineral, yaitu muskovot-kaolinit-monmorilonit dan muskovit-
klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin terlihat jelas mineral
pada temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit.
2004), fluida asam-netral, dan salinitas rendah. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral
piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk
3. Potasik : Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.
pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada
bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter. Zona proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sedikitnya
alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, unsur kalsium dan sodium di dalam batuan yang kaya akan
K- Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan biotit mineral aluminosilikat Sedangkan klorit, aktinolite, dan garnet
sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang
terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk
menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen. menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral
Dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan
feldspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta pertimbangan yang relatif sama.
sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene) atau rutil kadang Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai
terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat batuan pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau
beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya
tinggi, dan dengan karakter magamatik yang kuat. intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal) melalui
Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada
zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari rekahan batuan. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral
mineral mafik terutama piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini ubahan pada zona potasik yaitu Actinolite.
disebabkan oleh berkurangnya pengaruh metasomatik yang
4. Filik : Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan
zona potasik. karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta
Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi berkurangnya kedalaman sehingga interaksi membesar dan
zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan
dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal
mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai
sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit
hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi dan galena. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh
serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil mineral ubahan pada zona potasik yaitu serisit.
menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan
5). Propilitik dalam ( inner propilitik ) : zona alterasi pada
penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau
sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH
kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-
mendekati netral) ummnya menunjukkan zona alterasi seperti
serisit-pirit, yang umumnya tidak mengandung mineral-
pada sistem porfir, tetapi menambahkan istilah inner
mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang mengandung
propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi
sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
(>300°C), yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit,
temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral,
klorit, dan ilit.
salinitas beragam, pada zona permeabel, dan pada batas
dengan urat.
6 ). Argilik lanjut : untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida
Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan
kaya asam sulfat), ditambahkan istilah advanced argilic yang
dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan
dicirikan oleh kehadiran alterasi beberapa golongan himpunan
mineral pirofilit, diaspor, andalusit, kuarsa, turmalin, enargit- presipitasi, sehingga di daerah bertekanan rendah siap
luzonit (untuk temperatur tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mengalami pengendapan dari hasil
mineral kaolinit, alunit, kalsedon,kuarsa pirit (untuk
temperatur rendah,< 180 °C).

7 ). Silisifikasi : Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal


yang paling umum dijumpai dan merupakan tipe terbaik.
Bentuk yang paling umum dari silika adalah (E-quartz, atau β-
quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggi
kandungan kuarsanya (>573°C), tridimit, kristobalit, opal,
kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah quartz rendah,
kristobalit, dan tridimit kebanyakan ditemukan di batuan
volkanik. Tridimit terutama umum sebagai produk devitrivikasi
gelas volkanik, terbentuk bersama alkali felspar.
Selama proses hidrotermal, silika mungkin didatangkan dari
Gambar 2.7 Gradasi alterasi hidrotermal, tipe endapan sulfidasi tinggi
cairan yang bersirkulasi, atau mungkin ditinggalkan di
di kontrol oleh struktur dan litologi (Ratte, 1960 & Stoffregen, 1987
belakang dalam bentuk silika residual setelah melepaskan dalam Arribas, 1995
(leaching) dari dasar. Solubilitas silika mengalami
peningkatan sesuai dengan temperatur dan tekanan, dan pengandapan tersebut pada saat kontak dengan batuan yang
jika larutan mengalami ekspansi adiabatik, silika mengalami akan mengalami penyebaran dan pengubahan batuan
mengendapkan mineral mineral logam pada cairan akhir fluida Endapan ephitermal sulfidasi tinggi endapan hidrothermal
. yang terbentuk pada lingkungan dangkal akibat interkasi fluida
Zona silifikasi juga merupakan penciri dari pusat alterasi yang magmatik yang mengaltersi batuan sekitar dan membentuk
mengalami gradasi akibat adanya celah utama berupa zona mineralisasi fluida magmatik tersebut naik ke atas permukaan
lemah dan mengalami penyebaran. melalui permeabiltas batuan dinding ( Aribas ,1995 ).

Secara umum perrmibilitas batuan dinding pembentuk sulfidasi


tinggi dapat di tentukan berdasarkan dua faktor yaitu kontrol
struktur dan kontrol litologi (Corbett dan Leach ,1997).

Gambar 2.5 skema pembentukan alterasi hingga membentuk


hingga membentuk cebakan bijih (Hedenquist, 1994 )
Gambar 2.6 kontrol struktur dan control lithologi pembentuk
endapan Hidrotermal sulfidasi tinggi (corbett dan leach ,1997).
II.5 Kontrol pembentuk alterasi Sulfidasi tinggi
batuan alterasi di daerah penelitian. Adapun hal – hal yang menjadi tujuan dari
penelitian ini secara lebih khusus adalah:
1. Mengethaui penyebaran alterasi dan mineralisasi tipe endapan
2. Mengetahui tipe kontrol pembentuk alterasi
3. Mengetahui system alterasi dengan pendekatan model dari beberapa
peneliti
BAB II 4. Sebagai alternative untuk mengetahui pendekatan fasies gunungapi
MAKSUD TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN keterkaitan dengan alterasi dan mineralisasi serta aplikasinya

2.3. Manfaat penelitian


2.1. Maksud Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mengungkap hal baru
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan observasi geologi mengenai alterasi dan keterkaitan dengan endapan mineral serta aplikasi fasies
geologi berupa kunjungan lapangan dalam rangka melakukan pengamatan, gunungapi dalam pencarian simber daya mineral dan kontrol pembentuk alterasi
pemerian, pengukuran langsung data geologi pembentuk alterasi di daerah hydrothermal didaerah penelitian untuk kepentinggan keilmuan dan
penelitian. Data tersebut dijadikan sebagai data primer penelitian yang kemudian pengembangan ilmu geologi khususnya untuk sumber daya alam.
dibuat sebagai karya ilmiah untuk seminar geologi

2.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengungkap keberadaan penyebaran zona alterasi dan control pembentukan
alterasi di daerah wediombo dengan menekankan pada aspek pengamatan dan jenis
geologi pembentuk batuan alterasi yang berkaitan dengan areal vulkanik

serta kontrol pembentuk alterasi dan mineralisasi.

BAB III

METODE PENELITIAN
3.2. Tahapan Penelitian

3.1.Metodologi Tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi

dalam 5 tahapan, yaitu : tahap persiapan, tahap pengambilan data primer,


Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian geologi yang
tahap analisa, tahap penyusunan laporan dan tahap presentasi.
meliputi pengamatan, pemerian dan pengukuran langsung data di

lapangan dan analisis data laboraturium berupa sayatan petrografi (data


3.3. Tahap Persiapan
sekunder) dan menerapkan konsep uniformitarianisme “the present is
Meliputi studi pustaka untuk mempelajari hasil-hasil dari
tehe key to the past”. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan
beberapa penelitian geologi terdahulu di daerah tersebut dan survey
memperhatikan data dan kondisi geologi batuan yang telah mengalami
pendahuluan untuk mengetahui gambaran secara umum keadaan
ubahan akibat dari proses hidrothermal untuk mengidentifikasi kondisi
geologi daerah penelitian. Penelitian ini juga dilakukan dengan

didukung data lain berupa geomorfologi, litologi, struktur gunugapi daerah


penelitian yang dianalisa secara komprehensif, dengan melakukan studi Penyusunan Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada

pustaka dari beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen

pada daerah tersebut baik secara local maupun regional, meliputi: Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber

Daya Manusia.

. - van Bemmelen (1949) - Hartono dan Bronto (2007)

Mengelompokkan geologi regional Pulau Jawa berdasarkan Melakukan penelitian “Asal-usul Pembentukan Gunung Batur di
fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona Daerah Wediombo, Gunung Kidul Yogyakarta”.
Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian penulis tercakup
didalamnya. - Hartono (2010)

Melakukan penelitian “Peran Paleovolkanisme dalam Produk


- Samodra dkk. (1992)
Batuan Gunung Api Tersier di Gunung Gajahmungkur, Wonogiri,
Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi Pegunungan
Jawa Tengah”, sebagai desertasinya untuk memperoleh gelar
Selatan secara lengkap.
doktor.

- Surono dkk, (1992)


- Prasetia (2013)
Melakukan pemetaan geologi di Daerah Wediombo dan Selain itu, untuk mendukung dalam penelitian dilapangan dibutuhkan

sekitarnya, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi perlengkapan dan alat yang dipergunakan peneliti untuk mendukung

Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai syarat untuk memperoleh gelar pengambilan data dan observasi di lapangan, antara lain :

sarjana. a. Peta Geologi Regional Lembar Surakarta –

Giritontro, b. Citra satelit ( Google Earth dan

Google Map )

c. Kompas geologi,

d. Palu geologi, berupa palu batuan beku dan

- Prihatmoko dkk (2005) palu besar, e. Palu geologi, berupa palu

Melakukan penelitian tentang mineralisasi dan system alterasi batuan sedimen,

pegunungan selatan, Selogiri dan Pegununggan Sewu serta implikasi f. Lup,

terhadap model eksplorasi g. GPS,

h. Kantong sampel,

- Idrus (2013) i. Larutan HCl 0,1 N,

Melakukan penelitian mengenai geologi alterasi di daerah


wediombo KecamatanGirisubo, Kabupaten Gunungkidul, yogyakarta. j. Buku catatan lapangan

3.4.2 Tahapan Pengambilan data primer


3. Selain itu dilakukan pula pengukuran kedudukan batuan jika ada
Dalam tahapan ini dilakukan pengambilan data lapangan primer berupa ataupun kekar dimana dilakukan pengambilan sampel terkait
pengamatan langsung meliputi jenis batuan, warna batuan, teksture batuan,
struktur batuan, komposisi mineral batuan dan identifikasi pengamatan mineral
lempung pada zona pelapukan karena proses alterasi dan berbagai aspek yang
3.2.5. Tahap Analisis Data
menyertainya. Semua data yang diambil dicatat pada buku lapangan dan difoto
untuk dokumentasi. Sebelum dilakukan kerja labotorium, maka terlebih dahulu
Tahapan analisa data ini meliputi tahapan setelah pengambilan data
dilakukan pekerjaan dilapangan untuk pengambilan sampel.
lapangan yang berupa pengelolahan data yang diperoleh dari
lapangan. Data geologi di lapangan yang telah terkumpul dan
Adapun cara kerjanya sebagai berikut:
beberapa data laboraturium dari beberapa peneliti memenuhi
syarat kemudian dilakukan analisis. Untuk menunjang analisis
1. Setelah sampai di lapangan, dilakukan penentuan lintasan
data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, dilakukan juga
yang berdasarkan zona penyebaran gunung api pada setiap fasies analisa dengan membandingkan dan memperhatikan data sekunder
daerah penelitian yang dianalisis. Pada lintasan inilah dilakukan ataupun peneliti terdahulu sehingga dapat dianalisa lebih akurat
mengenai stratigrafi gunung api di daerah penelitian
pengambilan sampel secukupnya di beberapa tempat yang dapat

mewakili . 3.2.6. Tahap Penyusunan Laporan

2. Sampel dimasukkan ke kantong sampel dan selanjutnya diberi Meliputi penulisan akhir laporan dengan memproses data-data primer
yang sudah diambil dan dianalisa kemudian dilakukan pengetikan naskah
nomor sesuai dengan nomor lintasan/ lokasi. dalam bentuk laporan resmi atau laporan akhir seminar.

3.2.7. Tahap Presentasi


Data yang didapat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yakni
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian
kegiatan penelitian. Pada tahap ini laporan yang telah disusun dalam bentuk data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini
laporan akhir seminar kemudian dibuat “power point” kemudian
merupakan data murni yang didapat langsung di lapangan dengan
dipresentasikan di hadapan dosen pembimbing dan audien untuk
mempertanggungjawabkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
pengamatan langsung secara megaskopis meliputi jenis batuan, warna

batuan, tekstur batuan, struktur batuan, komposisi mineral batuan,

ketebalan, nama batuan dan berbagai aspek yang menyertainya. Data

sekunder merupakan data pendukung lainnya yang tidak langsung didapat


BAB IV
di lapangan, meliputi penelitian yang dilakukan oleh peneliti berupa data
HASIL ANALISIS DAN
PEMBAHASAN sayatan petrografi dan analisis geokimia pada baik secara lokal maupun

regional.

Dalam bab ini djelaskan hasil koleksi data dan analisis di


4.1.1. Data lapangan
laboraturium maupun studio. Selanjutnya diolah menjadi tiga pokok

bahasan yang saling terkait satu sama lain secara komperehensif. Ketiga Data yang didapat langsung dari lapangan kemudian dianalisa secara

pokok bahasan tersebut yaitu data (primer dan sekunder), hasil analisa dan megaskopis dengan pendekatan petrologi dan tekstur khas pada mineral

pembahasan. mineral lempung yang sudah mengalami alterasi. Dari beberapa lokasi

pengamatan yang didapatkan pada daerah penelitian, kemudian dibuat peta

4.1 Hasil analisis lokasi pengamatan (gambar 5.1) yang berdasarkan peta geologi peneliti
terdahulu (gambar 5.2) diplotkan dari tiap lokasi pengamtan dilapangan. 2. Alterasi argilik
Zona alterasi berikutnya yaitu argilik dicirikan oleh kehadiran mineral
Hal ini bertujuan untuk memudahkan analisa secara utuh mengenai pola
dikit, kaolin, alunit, jarosit karaekteristik mineral mineral tersebut dapat di
penyebaran alterasi pada daerah penelitian. Kemudian, dari tiap lokasi
bedakan dengan tekstur lempung dan indra pengecapan . Keterdapatan dikit
pengamnatan terpilih tersebut dipaparkan deskripsi litologi maupun data dan alunit menandakan bahwa akterasi ini terbentuk pada kondisi pH
yang rendah/asam (Corbett &Leach, 1996). Intensitas teralterasi mulai dari
lain yang didapati kedalam kedalam bentuk table 5.1 untuk memudahakan
perpasive hingga selektiv
dalam menganalisa.

1. Alterasi silifikasi (vuggy silica)

Alterasi ini di jumpai pada sebelah selatan dan utara areal gunung
manjung dan sebelah barat gunung manjung. pada kondisi singkapan
nampak teralterasi sangat baik Atau pervasive secara deskriptif Alterasi silika
vuggy - silika masif Secara geometri singkapan ini berupa bongkah bongkah yang
bersifat insitu berukuran > 1 m yang menyerupai batuan beku. Kenampakan fisik
dari batuan yang mengalami alterasi ini adalah batuan berwarna abu-abu hingga
merah kecoklatan berstruktur masif – vuggy dengan komposisi dominan mineral
kuarsa nampak berlubang . Batuan induk (host rock) alterasi yang dijumpai di
lapangan adalah lava andesit. Mineral bijih yang diidentifikasi berupa pirit ,
kalkopirit yang termineralisasi sangat baik pada vein gray.
1.2 Data laboratorium

Dari hasil data laboraturium berupa data petografi dan fotografi dari
hasil peneliti terdahulu dan coba dikorelasikan (data sekunder),
menunjukan dari analisis petrografi dan fotografi sayatan poles pada batuan
alterasi argilik menunjukan adanya penciri mineral plagioklas yang terubahkan
Gambar 5.1 menjadi lempung dan adanya kenampakan kuarsa serta mineral opak pada
a. Singkapan alterasi argilik pada areal parkir sayatan dari contoh batuan silifikasi . selian itu pada sayatan fotograf
b. Singkapan alterasi argilik di pantai
c. Singkapan argilik teralterasi kuat menunjukan adanya kenampakan mineral mineral logam sulfida berupa
d Alunit dan kaolin kalkopirit, enargit, pirit, dan hematit pada gambar serta di ambil pada batuan
e. Singakapan Argilitik alunite kaolin
ubahan alterasi silifikasi.

3. Alterasi porfilitik lemah (klorit-epidote)

Alterasi porpilitik umumnya di jumpai pada kekar kekar seperti


membentuk vein. Secara megaskopis batuan teralterasi ini berwarna abu-abu
terang hingga kehijauan dengan kenampakan fisik masih seperti batuan asalnya.
Dari hasil analisa sayatan tipis menunjukkan bahwa batuan tersusun oleh
mineralkuarsa, plagioklas, mineral lempung, klorit, epidot dan mineral opak.
Kehadiran mineral penciri alterasi yaitu klorit dan epidot tidak terlalu signifikan,
sehingga batuan ini teralterasi lemah klorit±epidot (propilitik lemah) namun
tidak terpetakan di peta hal ini di karenakan alterasi ini hanya di jumpai pada
urat rekahan dengan skala kecil.

Gambar 5.2
Fotomikrograf dari batuan yang teralterasi argilik (a & c nikol sejajar, b silifikasi, alterasi argilik ,dan porpilitk lemah. Pembagian penyebaran batuan
& d nikol silang). (Ket: clay=mineral lempung, opq=mineral opak, alterasi pada penelitian ini menggunakan pendekatan indeks mineral mineral
qz=kuarsa) (Idrus dkk, 2013. alterasi,dan beberapa penciri karekteristik singkapan dengan batuan dasar
adalah batuan beku gunung api
4.2.1 kontrol pembentukan alterasi mineralisasi daerah
penelitian

Pada hasil interpertasi dan observasi bahwa pemetaan yang di lakukan


oleh peneliti hanya terfokus pada daerah pantai wediombo dan gunung manjung
hal ini di karenakan kenampakan mineralisasi lebih banyak nampak di
sebaran zona alterasi silifikasi dan lebih kompleks serta faktor kenampakan
singkapan alterasi yang lebih bagus untuk di amatai dan belum terpetakan secara
detail oleh peneliti terdahulu untuk pemetaan alterasi. Dari hasil pengamatan
di lapangan dan beberapa peneliti terdahulu menunjukan bahwa alterasi di
daerah wediombo terbentuk kurang intensif dengan status intesitas ubahan
pervasive – selectiv namun masi nampak adanya proses mineralisasi walupun
hanya sedikit hal ini dipengaruhi mengenai lamanya alterasi yang diduga
Gambar 5.3 Fotomikrograf mikroskopi bijih pada batuan yang teralterasi kuarsa- hanya terjadi cepat dan singkat dan hal ini ada hubungannya dengan jenis
dikit alunit yang menujukan kehadiran pirit (py), hematit (hem), enargit (eng) dan mekanisme terjadinya gunungapi wediombo yang bersifat monogenesis
kalkpirit (ccp) (Idrus,2013) (Hartono & brontoq,2008) artinya gunung api tersebut mempunyai umur yang
pendek dan proses magmatik terhenti.
4.2 Pembahasan Lamanya dan tidaknya suatu aktivitas gunung api sangat mempengaruhi

Berdasarkan dari hasil data yang didapat baik itu data primer maupun syetem fluidasi magma yang keterkaitannya dengan seberapa besar tingkat
data sekunder dari peneliti terdahulu pada daerah penelitian, maka peneliti alterasi dan ubahan batuan yang terjadi serta mineral mineral logam. Sebagian
membagi 3 jenis batuan alterasi pada daerah penelitian yaitu alterasi besar batuan yang teralterasi merupakan satuan lava andesit Sebagian satuan ini
telah teralterasi argilik hingga silifikasi dimana terlihat mineral plagioklas berkembang antara lain alterasi silika vuggy – silika masif (silisifikasi kuat),
telah berubah menjadi mineral lempung dan ditemukan adanya mineral sulfida alterasi kuarsa-dikit-alunit (silisifikasi – argilik dan alterasi klorit lemah
berupa pyrite halus. satuan batugamping yang pelamparannya meliputi wilayah epidot (propilitik lemah). Alterasi-alterasi tersebut merupakan karakteristik
bagian sebelah utara hingga selatan bagian timur daerah penelitian yang memiliki alterasi pada endapan sulfidasi tinggi. Menurut peneliti sebelumnya (Idrus,2013)
hubungan ketidakselarasan dengan lava andesit. Batugamping tidak mengalami dari hasil analisis XRD ditemukan juga mineral dikit, jarosit, enargit yang
alterasi dan mineralisasai. Struktur geologi yang berkembang pada daerah terbentuk pada kondisi pH rendah. Mineralisasi bijih di daerah penelitian hadir
penelitian berupa kekar dan sesar, struktur kekar banyak dijumpai di daerah berupa mineral sulfida pirit, kalkopirit dan enargit. Plot pada diagram
pantai Wediombo dengan arah umum utara-selatan. Berdasrkan geometri dan log ƒS2 -1000/T (cf.Einaudi, 2003) seperti pada Gambar 5.8 menunjukan high
pola penyebaran batuan ubahan yang tersingkap, pembentukan alterasi sulfidation state. Berdasarkan ha tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
intensif di daerah distrik pemetaan menunjuakan terbentuknya alterasi mineralisasi di daerah penelitian merupakan system epitermal sulfidasi tinggi
mineraisasi karena di akibatkan adanya kontrol struktur dimana pada data faktual (HS epithermal system).
terbentuknya alterasi sering di jumpai pada zona zona struktur (gambar5.7)
sebagai jalur fluida utama pembentuk pusat alterasi serta besaran dimensi
cebakan utama.

Berdasarkan pendekatan dan pengembangan model alterasi serta di


korelasikan dengan kondisi geologi alterasi di lapangan menunjukan penggunaan
pengembangan model alterasi yaitu berdasarkan Ratte, 1960 & Stoffregen, 1987
dalam Arribas, 1995 dimana alterasi silifikasi merupakan inti alterasi hidrotermal
dan membentuk kerekteristik alterasi yang bersifat asam (high sulfide)
pada
Alterasi dan mineral yang ditemukan pada daerah penelitian dapat menentukan
karakteristik endapan mineral tertentu. Pada daerah penelitian alterasi yang
Selain itu juga Informasi keberadaan gunung api purba ini sangat penting untuk
memahami kondisi geologi suatu daerah, perkembangan vulkanisme
dan
kemungkinan alterasi mineralisasi bentukan asalnya (volcanogenic minerals)
Dengan mengacu kepada konsep pusat gunung api sebagai strategi
eksplorasi emas (volcanic center concept for gold exploration strategy; Bronto
dan Hartono, 2003) maka penelitian ini juga dapat membantu sebagai
aplikasi menemukan sumber baru endapan mineral asal gunung api
(volcanogenic mineral deposits) di daerah penelitian berdasarkan pendekatan
fasies.. Berdasarkan pada pengamatan data lapangan daerah penelitian secara
umum masuk dalam 2 fasies gunung api yaitu fasies pusat dan fasies proksimal
dimana tipe endapan mineral yang diidentifikasi di daerah penelitian
berdasarkan interpertasi data lapangan batuan alterasi adalah tipe endapan high
sulfida Tipe endapan dan jenis batuan ubahan alterasi ini berkembang pada
fasies proksimal fasies gunung api batur wediombo, sedangkan pada fasies
pusat pada areal gunung batur juga di duga dijumpai diatreme atau breksi
hidrotermal pada gunung areal gunung batur hanya saja tingkat alterasi
hanya bersifat selektiv – non pervasive dan belum mengalamai mineralisasi hal
Gambar 5.9. High sulfidation state dari mineralisasi hidrotermal di daerah
ini di karenakan kegiatan gunung api purba wediombo bersifat monogenesis
penelitin berdasarkan diagram log ƒS2 -1000/T (cf. Einaudi, 2003)
dan proses aktivitas vulkanisme yang singkat mempengaruhi proses besarnya
intensitas pembentukan mineralisasi.
Dari hasil interpertasi pengamatan di lokasi penelitian menunjukan
kesimpulan bahwa endapan ephitermal berasosiasi dengan gunung api purba
yang berumur tersier, pada fasies pusat berkaitan dengan tipe endapan High KESIMPULAN
sulfida yang terbentuk berasosiasi dengan breksi diatreme yang terletak di atas
kawah dan di bawah dapur magma selain itu pada fasies pusat gunung juga
kemungkinan di jumpai tipe endapan porfiri. Pada zona proksimal
gunung api seringkali Keseimpulan yang dapat di ambil dari penelitian mengenai

berasosias idengan tipe endapan High sulfida baik terbentuk karna identifikasi tipe kontrol mineralisasi dan alterasi di wediombo

kontrol struktur atau kontrol litologi. kecamatan Girisibo kabupaten Gunungkidul.

1. Pada daerah penelitian terdapat tiga jenis batuan alterasi berupa ;


alterasi silifikasi ,argilik ,dan porpilitik (lemah)
2. Intensitas batuan yang teralterasikan dari pervasive dan selektiv
dengan penyeberan hanya 30 – 40 % dari lokasi pemetaan
alterasi.
3. Intensitas alterasi dan mineralisasi di pengahuri oleh cepat atau
lamanya kegiatan megmatisme, semakin lama maka semakin
baik.
4. Pada daerah penelitian cebakan mineralisasi yang intensif hanya
terdapat pada pusat utama alterasi. Dan urat urat silika masiv
bertekstur vuggy

BAB V CATATAN:
……………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………………
………. ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………… …………………………………………………………..............................

Anda mungkin juga menyukai