DOSEN PENGAMPU
KELOMPOK 6
JURUSAN GEOGRAFI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah dan karunian-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat waktu. Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai tentang
geologi Jawa Timur.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Bigharta Bekti Susetyo, S.Pd,
M.Pd selaku dosen mata kuliah Geologi Indonesia yang memberikan tugas ini. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran
atau kritikan yang dapat membangun dari pembaca sangat kami harapkan guna
menyempurnakan makalah selanjutnya.
Harapan kami semoga makalah ini bisa menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya lebih baik.
Demikian makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jawa Timur secara geografis terletak di antara 111 00 Bujur Timur – 11404’ Bujur
Timur dan 70 12’Lintang Selatan – 8048”Lintang Selatan , dengan luas wilayah sebesar
47.963 km2 yang meliputi dua bagian utama. Yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan
Madura. Wilayah daratan Jawa Timur sebesar 88,70 persen atau 42.541 km2, sementara
luas Kepulauan Madura memiliki luas 11.30 persen atau sebesar 5.422 km2. Jumlah
penduduknyapadatahun2010mencapai 37.476.757jiwa .
Mayoritas penduduk Jawa Timur adalah Suku Jawa, namun demikian, entitas di
Jawa Timur lebih heterogen. Suku Jawa menyebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur
daratan. Umumnya Suku Jawa menganut agama Islam, sebagian menganut agama
Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Jawa timur memiliki keadaan geologi yang unik
dan akan dibahas dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Timur menjadi beberapa zona dan
subzona fisiografi, yaitu :
1. Zona Pegunungan Utara, terdiri dari Gunung Muria yang tersusun atas
batuan leucite, Gunung Lasem dan Gunung Butak dengan batuan penyusun
andesitik. Gunung Muria pada Kala Holosen merupakan gunung yang berdiri
sendiri tetapi sekarang dihubungkan dengan Pulau Jawa oleh dataran alluvial
Semarang – Demak – Kedu – Pati –Rembang.
2. Zona Perbukitan Rembang-Madura, merupakan sebuah daerah
antiklinorium Rembang Utara dan Cepu yang berada di bagian selatannya,
dengan arah memanjang dari barat ke timur. Kedua antiklinorium ini
dipisahkan oleh Depresi Blora-Kening. Antiklinorium ini merupakan hasil
gejala tektonik Tersier Akhir yang dapat ditelusuri hingga Selat Madura. Zona
ini sejajar dengan Zona Kendeng dan dipisahkan oleh Depresi Randublatung.
Puncak tertinggi yaitu Gunung Gading (535 m). Zona ini tersusun atas
endapan pasir dankerikil.
3. Zona Depresi Randublatung, merupakan zona depresi fisiografi maupun
tektonik yang membentang antara Zona Kendeng dan Rembang. Depresi
initerbentuk pada Kala Plistosen dengan arah barat-timur. Bagian
tersempitnya berada di sekitar Cepu yang melebar kearah timur hingga Selat
Madura.Zona ini juga merupakan sinklinisasi yang tersusun atas berbagai
batuansedimentebal.
4. Zona Kendeng, merupakan antiklinorium dengan panjang 250 kilometer,
lebar kurang lebih 20 kilometer, dan ketinggiannya kurang lebih 500 meter.
Zona ini membentang dari Gunung Ungaran ke arah timur sampai ke daerah
Mojokerto, bahkan dapat ditelusuri hingga Madura. Di dekat Ngawi zona ini
terpotong oleh Sungai Solo yang mengalir dari selatan ke utara. Di bagian
timur terdapat Gunung Pandan yang menembus lapisan berumur Tersier.
Pegunungan Kendeng merupakan tulang punggung dari zona ini. Mulai dari
daerah ini, lebar dan ketinggiannya berangsur-angsur menurun dan antiklinnya
menghilang di bawah endapan delta Brantas di sekitarMojokerto.
Selama Miosen Awal di Jawa Tengah terjadi regresi yang menyebabkan kegiatan
tektonik yang sangat aktif.Keadaan ini menyebabkan pula terjadinya penurunan cekungan
secara cepat. Cekungan ini ditutupi oleh laut dalam sehingga terbentuklah endapan flysh
(Formasi Pelang). Sedangkan di daerah utara terbentuk sesar-sesar aktif yang
menyebabkan Dataran Kujung menjadi tidak stabil. Kondisi ini sangat menghambat
perkembangan terumbu dan di laut dangkal sampai laut dalam diendapkan material-
material klastik halus yang bersifat karbonatan (Formasi Kujung) berupa napal dan
karbonatan.
Secara geologi, terbentuknya cekungan Jawa Timur Utara dikontrol oleh dua sistem
sesar yaitu sistem sesar mendatar mengiri berarah timurlaut – baratdaya dan arah timur –
barat. Cekungan ini dibentuk oleh beberapa elemen struktur utama dari selatan ke utara,
yaitu :
Cekungan Jawa Timur berada di ujung tenggara Paparan Sunda yang dibatasi
oleh Busur Karimunjawa dibagian barat, Tinggian Meratus dibagian utara, Tinggian
Masalembo dibagian timur, dan Jalur Vulkanik Jawa dibagian selatan (Sribudiyani,
2003). Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural
provinces) dari utara ke selatan (Satyana, 2003), yaitu :
1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan
Paparan Kangean Utara.
2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Barat Laut –
Madura – Kangean – Tinggian Lombok.
3. Bagian selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona
Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.
Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Bagian Utara dibagi menjadi beberapa Formasi
(berdasarkan Mudjiono, et. al, 2001), yaitu :
4. Formasi Kujung
Pada Oligosen akhir – Miosen awal diendapkan Formasi Kujung dengan
batuan yang didominasi oleh batugamping dan marl dengan sisipan tipis
batupasir. Terdapat fosil foraminifera, pecahan koral, dan alga pada batugamping.
Formasi Kujung tersebar luas, meliputi daerah Purwodadi menerus ke arah timur
ke arah Tuban dan Madura.
a. Satuan Kujung III (Oligosen Akhir bagian Awal)
Satuan ini terdiri atas perselingan batupasir konglomeratik, sisipan
batubara, batugamping dan serpih. Pada daerah rendahan di dominasi oleh serpih,
sedangkan daerah tinggian merupakan tempat sedimentasi karbonat paparan
dangkal.
b. Satuan Kujung II (Oligosen Akhir bagian Akhir)
Satuan ini berada selaras diatas satuan Kujung III dan dibedakan
berdasarkan peningkatan kandungan karbonat. Satuan ini terdiri atas
batugamping dan serpih dengan sisipan batupasir dan batulanau. Litologi dan
ketebalan satuan ini bervariasi di tiap tempat sesuai konfigurasi batuan dasar
purba. Pengendapan satuan Kujung II dan Kujung III sebagian besar dikontrol
oleh konfigurasi struktur timurlaut – baratdaya. Pengendapan satuan Kujung I
yang terjadi pada fase transgresi 11 telah menutupi hampir seluruh Jawa Timur
dengan batugamping tebal yang umumnya berupa terumbu.
c. Satuan Kujung I (Oligosen Akhir – Miosen Awal)
Satuan Kujung I batugamping masif dan menerus berada selaras diatas
satuan Kujung II dengan ketebalan bervariasi sesuai perkembangan terumbu
secara lokal. Terumbu berkembang baik pada daerah tinggian batuan dasar purba
tetapi secara cepat berubah menjadi fasies serpih dan mengandung lapisan tipis
batugamping dari fasies sedimen energi rendah yang dibentuk di sekitar
rendahan. Fasies serpih ini menumpu (onlap) terhadap terumbu satuan Kujung I.
Kenampakan paleogeografi yang dominan adalah tepi paparan (shelf edge)
berarah timur – barat kurang lebih sejajar dengan garis pantai utara Madura dan
Jawa sebelum masuk ke daratan Pulau Jawa. Pada beberapa daerah, terlihat
perubahan fasies dari karbonat terumbu tepi paparan satuan Kujung I yang tebal
dan bersih menjadi serpih laut dalam yang diendapkan di daratan Jawa dan
Madura.
5. Formasi Tuban
Bagian bawah dari pengendapan Formasi Tuban didefinisikan sebagai
perubahan fasies dari endapan batugamping Formasi Kujung menjadi silisiklastik
Formasi Tuban yang dipengaruhi regresi. Periode 12 regresi ini merupakan
peristiwa regional terjadi di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Hal ini
menyebabkan pengangkatan daerah sumber sedimen kawasan hulu (hinterland)
di sebelah utara dan erosi sedimen klastik hingga mengalir ke tempat yang lebih
rendah. Setelah itu terjadi transgresi selama pertengahan hingga akhir Miosen
Awal kemudian terendapkan serpih dengan perselingan batugamping, napal, dan
batupasir. Pada akhir Miosen Awal, bagian atas Formasi Tuban terendapkan
batugamping terumbu (Terumbu Rancak) yang dibedakan menjadi fasies terumbu
dengan energi pengendapan tinggi dan energi rendah.
6. Formasi Ngrayong
Pengangkatan daerah sumber sedimen di kawasan hulu menjadi sumber
sedimen di Formasi Ngrayong yang terendapkan selama Miosen Tengah. Formasi
ini terdiri atas satuan batupasir kuarsa dengan perselingan batulempung, lanau,
lignit, dan batugamping bioklastik. Pada batupasir kuarsa terkadang ditemukan
cangkang moluska laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di paparan
laut dangkal hingga lingkungan batial (laut dalam).
7. Formasi Wonocolo
Pada Miosen Tengah terjadi pengendapan transgresi. Formasi Wonocolo
terdiri dari batulempung karbonat didominasi oleh napal, napal lempungan, dan
napal pasiran dan kalkarenit yang tersebar dengan arah timur – barat dan meinipis
ke arah timur dan utara.13
8. Formasi Ledok (Miosen Awal – Pliosen Awal)
Terdiri atas perulangan napal pasiran, kalkarenit dengan napal dan
batupasir. Semakin atas bagian formasi, ukuran butir batupasir karbonatan
menjadi lebih kasar dengan kandungan mineral glaukonit meningkat. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan neritik. Batugamping terumbu pada formasi ini oleh
sebagian peneliti disebut Karren Limestone.
5. Perangkap (trap)
Jenis perangkap di semua sistem minyak bumi Jawa Timur umumnya
memiliki kesamaan. Hal ini disebabkan evolusi tektonik yang terjadi pada semua
cekungan sedimen di sepanjang batas selatan dari kraton Sunda sehingga tipe
struktur geologi dan mekanisme perangkap menjadi relatif memiliki kesamaan.
Perangkap struktur yang berkembang berupa antiklin dan patahan serta
perangkap stratigrafi ditemukan ketika unit batupasir menumpu (onlap) dan
menutupi bagian tinggian batuan dasar.
Daerah-daerah di Jawa Timur yang mempunyai sudut lereng terjal, jenis tanah
bertekstur halus dengan ketebalan lebih dari 1 meter serta curah hujan yang cukup tinggi
dan pada daerah dengan penutup vegetasi jarang atau gundul dapat berpotensi terjadinya
gerakan tanah atau tanah longsor. Daerah-daerah tersebut tidak disarankan sebagai lokasi
pemukiman, walaupun pada kenyataannya terjadi sebaliknya, seperti peristiwa longsor
yang terjadi di lereng gunung Argopura kecamatan Panti, Balung, dan Sukorambi
kabupaten Jember, Jawa Timur pada awal tahun 2006 mengakibatkan korban yang cukup
besar selain kerugian harta benda dan ekonomi seperti infrastruktur, bangunan rumah,
sekolah. Kawasan yang ditetapkan sebagai daerah kerentanan menengah sampai tinggi
terhadap bencana tanah longsor di Jawa Timur adalah Kabupaten Ngawi, Kabupaten
Tuban, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten
Pacitan.
Jawa timur juga memiliki banyak Gunung api aktif yang sewaktu-waktu meletus
dan menyebabkan bencana alam. Gunung-gunung yang ada di Jawa Timur seperti
Gunung lawu, gunung wilis, gunung kelud, gunung bromo,gunung semeru, gunung
lamongan, gunung argopuro, gunung raung, gunung arjuna-welirang, serta gunung ijen.
Selain dapat menjadi sumber bencana, gunung-gunung di Jawa Timur ini juga berpotensi
besar sebagai tempat wisata ketinggian bagi para pendaki gunung yang menyajikan
keindahan alam yang sangat memukau. Daerah-daerah yang rentan terhadap bencana
gunung merapi di Jawa Timur adalah daaerah-daerah yang berdekatan denan gunung api
seperti daerah bondowoso, banyuwangi,kediri, blitar, madiun, ponorogo, probolinggo,
pasuruan dan lainnya.
Selain bencana alam, jawa Timur juga memiliki bencana sosial yang disebabkan
oleh manusia sendiri seperti bencana lumpur lapindo di Kabupaten Sidoarjo yang terjadi
karena kesalahan manusia dalam mengeksplor sumber daya sehingga menyebabkan
korban harta benda maupun korban jiwa yang cukup besar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Timur menjadi beberapa
zona yaitu zona pegunungan utara, zona perbukitan rembang-madura,zona
depresi randublatung, zona kendeng, zona solo, dan zona pegunungan selatan
jawa timur. Wilayah jawa timur bagian utara berpotensi sumber daya migas serta
gamping, jawa timur bagian selatan berpotensi air tanah, bahan galian konstruksi
serta panas bumi, sedangkan jawa timur bagian selatan berpotensi energi air dan
bahan galian mineral.
Jawa timur rentan terhadap berbagai bencana alam maupun bencana
sosial seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tsunami, tanah longsor dan
lain-lain.
B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
memerlukan saran dan kritik dari pembaca guna menjadikan makalah ini lebih
baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://s.doworkspave.com/d/ACPLoTvXvfYv4WZxuqmFA
http://digilib.unil.ac.id/20671/122/bab%20ll.pdf
http://media.unpad.ac.id/thesis/270110/2012/270110120127_2_9707.pdf
https://www.reseachgate.net/publication/315486479_fieldtrip_geologi_cekungan_jawa_ti
mur_utara