Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN LAPANGAN VULKANOSTARTIGRAFI

PADA PT MDG DESA JATIMULYO, KECAMATAN GIRIMULYO,


KABUPATEN KULON PROGO, DIY

Disusun Oleh :
VICHO FEBRI RAMADHAN (111.160.062)
SWANDARU BAWERO W. (111.160.109)
RICHKEY MUHAMMAD (111.160.187)
VULKANOLOGI KELAS A

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Daerah Jawa bagian selatan merupakan daerah interaksi tektonik
berupa subduksi anatara lempeng benua Eurasia dengan lempeng samudra
Indo-Australia. Interaksi tersebut menghasilkan suatu morfologi berupa
pegunungan di selatan pulau Jawa, sah satunya adalah pengunungan
Kulon Progo. Menurut Van Bemmelen (1949) Pegunungan Kulonprogo
terdiri atas bangunan jajaran Gunung Api Tua. Urutan tua ke muda dari
jajaran Gunung Api itu yakni Gunung Gadjah di bagian tengah, Gunung
Idjo di bagian selatan dan Gunung Menoreh di bagian utara.
Aktifitas vulkanisme di daerah Kulon Progo terjadi dua kali periode.
Pertama magmatisme yang mempunyai kisaran umur 29,63-22,64 juta
tahun yang lalu (Oligosen Akhir-Miosen Awal) (Soeria-Atmadja
dkk.,1994). Kedua magmatisme terjadi antara 8,10–1,19 juta tahun yang
lalu (Miosen Akhir–Kuarter) berupa intrusi mikro diorit Telu dan dasit
Curug. Kelima pusat erupsi tersebut dikelompokkan menjadi tiga pusat
erupsi utama yaitu Khuluk Ijo, Khuluk Jonggrangan dan Khuluk Sigabug
serta dua pusat erupsi parasiter yang dimasukkan dalam satuan Gumuk
gunung api yaitu Gumuk Kukusan dan Gumuk Pencu. Selain itu terdapat
dua intrusi yaitu intrusi dasit Curug dan intrusi mikro diorit Telu.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa daerah Kulonprogo
merupakan salah satu daerah yang baik sebagai tempat pembelajaran
untuk mempelajari ilmu vulkanologi khususnya seperti vulkanostatigrafi.

1.2. Maksud dan Tujuan


Dengan dilakukannya kegiatan lapangan ini dimaksudkan untuk
mengetahui proses vulkanisme manakah yang menghasilkan produk
endapan gunung api pada PT MDG. Selain itu terdapat pula tujuan yang
akan dicapai, antara lain

1
1. Mahasiswa dapat memahami konsep dan menerapkan ilmu
Vulkanostatigrafi di PT MDG.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pola persebaran batuan dari deksripsi
lithologi yang terdapat di PT MDG sehingga dapat dibuat korelasi
antar singkapan.

1.3. Denah dan Pencapaian Lokasi

Gambar I.3 Denah dan Pencapaian Lokasi

Lokasi penelitian terdapat pada salah satu tambang kuari (quarry)


andesit klorit yang tepatnya berada di PT. MDG. Lokasi PT. MDG
terletak di Sonyo, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten
Kulonprogo, Provinsi DIY. Lokasi tujuan penelitian dapat ditempuh dari
UPN “Veteran” Yogyakarta memakan waktu tempuh ± 1,5-2 jam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Geologi Regional Kulonprogo


Van Bemmelen, 1949 membagi Jawa Tengah menjadi enam zona
fisiografi, yaitu Gunung Api Kuarter, Dataran Aluvial Utara Jawa,
Antiklinorium Serayu Utara, Kubah dan Punggungan pada Zona Depresi
Tengah, Zona Depresi Tengah dan Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian
tersebut maka daerah Kulonprogo termasuk bagian dari Zona Depresi Tengah.
Daerah Yogyakarta terutama bagian barat daya - Pegunungan Kulonprogo
merupakan daerah tinggian yang terletak dalam zona poros pematang menurut
pembagian Sujanto dan Roskamil, (1977). Sejumlah tinggian dan rendahan
dapat dibedakan pada poros ini yaitu Tinggian Kulonprogo, Tinggian Kebumen,
Tinggian Karangbolong.

Gambar II.1. Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004)

3
Menurut Van Bemmelen (1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan
sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam.

Gambar II.2. Skema blok diagram dome pegunungan Kulonprogo, yang


digambarkan Van Bemmelen (1945, hal.596)

Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah
Progo, dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah.
Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan
Pegunungan Serayu.
1. Struktur Dome

Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulonprogo secara


keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah
NE – SW dan 20 km mengarah SE – NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu
dataran yang luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke
selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara – barat
laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome.
Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona
tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relatif datar dan sayap – sayap yang miring dan terjal.
Dalam kompleks pegunungan Kulonprogo khususnya pada lower bur digalian
terjadi penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan
terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah
timur – barat yang memisahkan gunung Menoreh dengan vulkanik gunung Gadjah.

4
Pada akhir miosen daerah Kulonprogo merupakan dataran rendah dan pada
puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m.
secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulonprogo terkubahkan selama
pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi
gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping
Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.
2. Unconformity

Di daerah Kulonprogo terdapat kenampakan ketidakselarasan


(disconformity) antar formasi penyusun Kulonprogo. Kenampakan telah dijelaskan
dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras
di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras
diatas formasi Andesit Tua dan formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak
selaras diatas formasi Jonggrangan.
Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang sekarang telah
tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur magmanya telah
tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan
gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein augit basaltic. Gunung api
yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang terletak di bagian selatan.
Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian
Andesit augit hornblende, sedang pada tahapterakhir adalah intrusi Dasit pada
bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, di
bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang merupakan gunung terakhir
pada komplek pegunungan Kulonprogo. Kegiatan gunung Menoreh mula-mula
menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian dihasilkan Dasit dan yang terakhir
yaitu Andesit.
Dome Kulonprogo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang
datar ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe” yang tertutup oleh batugamping
koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi “kars”. Topografi ini
dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal
sebagai Formasi Jonggrangan.

5
II.2. Stratigrafi Regional
Secara regional satuan Litostratigrafi dari umur tua ke muda adalah:
Formasi Nanggulan, Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Jonggrangan,
Formasi Sentolo serta endapan gunung api Kuarter dan endapan aluvial.
1. Formasi Nanggulan

Merupakan Formasi tertua di daerah Kulonprogo, Martin (1916)


menamakan sebagai Nanggulan beds (Purnamaningsih dan Pringgoprawiro, 1981).
Formasi Nanggulan dicirikan oleh batupasir sisipan lignit (batubara muda),
batulempung dengan konkresi limonit, napal, batupasir, dan tufa. Wilayah tipe
formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal, batupasir, serpih, dan perselingan
napal dan lignit. Berdasarkan analisis foraminifera plankton, umur Formasi
Nanggulan adalah Eosen Tengah sampai Oligosen Awal (Hartono, 1969). Formasi
ini tersingkap di bagian timur Kulonprogo, di daerah Sungai Progo dan Sungai
Puru. Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa studi yang
dilakukan oleh Martin (1915 dan 1931), Douville (1912), Oppernorth & Gerth
(1928), maka formasi Nanggulan ini dibagai menjadi 3 bagian secara stratigrafis
dari bawah ke atas adalah sebagai berikut :
a. Anggota Axinea Beds, merupakan formasi yang terletak pada bagian yang
paling bawah dari formasi Nanggulan. Merupakan tipe endapan laut dangkal,
terdiri dari batupasir dan batulempung dengan sisipan lignit yang semuanya
berfasies litoral, kemudian tertutup oleh batupasir yang banyak mengandung
fosil Pelcypoda. Ketebalan anggota Axinea beds ini mencapai 40 m.
b. Anggota Djogjakartae (Yogyakarta Beds). Formasi yang terendapkan secara
selaras di atas Axinea beds dengan ketebalan 60 m. Batuan penyususn dari
bagian ini adalah napal pasiran berselang-seling dengan batupasir dan
batulempung. Anggota Djokjakartae ini kaya akan Foraminifera besar dan
Gastropoda. Fosil yang khas adalah Nummulites djokjakartae MARTIN,
bagian ini mempunyai ketenalan sekitar 60 m.
c. Anggota Discocyclina (Discocylina Beds). Formasi yang diendapkan secara
selaras di atas Yogyakarta beds dengan ketebalan 200 m. Formasi ini terdiri
dari napal dan batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin

6
ke atas, bagian ini berkembang kandungan Foraminifera planktonik yang
melimpah (Suryanto dan Roskamil, 1975)

Berdasarkan analisis foraminifera plangton umur Formasi Nanggulan


adalah Eosen Tengah sampai Oligosen Awal (Hartono, 1969)
2. Formasi Andesit Tua

Pringgoprawiro dan Riyanto, (1987) merevisi penamaan Formasi Andesit


Tua menjadi dua formasi, yaitu Formasi Kaligesing dan Formasi Dukuh. Batuan
penyusun dari formasi ini terdiri atas breksi andesit, tuff, tuff lapili, aglomerat
dan sisipan aliran lava andesit. Formasi Andesit Tua ini mempunyai ketebalan
mencapai 600 meter, mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi
Nanggulan. Batuan penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di
daerah tersebut, yaitu beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan
Kulonprogo yang oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api
Andesit Tua. Purnamaningsih (1974), Vide Warttono Rahardjo, dkk, (1977)
menyebutkan telah menemukan kepingan Tuff napalan yang merupakan fragmen
Breksi. Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang
lebih tua, dijumpai di kaki gunung Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu
merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina
ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina
praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas.
1. Formasi Kaligesing

Dicirikan oleh breksi monomik dengan fragmen andesit, sisipan batupasir


dan lava andesit. Raharjo, dkk (1995) menamakan formasi ini sebagai Formasi
Kebobutak. Formasi ini berdasarkan radiometri berumur Oligosen dan
menumpang tidak selaras di atas Formasi Nanggulan. Formasi ini terdapat di
bagian Tengah sisi selatan barat dan barat laut dari kubah Kulonprogo.
2. Formasi Dukuh

Terdiri dari breksi polimik dengan fragmen andesit, batupasir,


batugamping. Litologi satuan ini menunjukkan perlapisan baik dan silang-siur,
sejajar pada batulempung dan batu pasir. Formasi ini tidak selaras diatas Formasi

7
Nanggulan. bersilang jari atau kontak sesar dengan Formasi Kaligesing, dan selaras
diatasnya Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo. (Pringgoprawiro and
Riyanto, 1968). Umur formasi tersebut adalah Oligosen Akhir - Miosen Awal
dengan hadirnya fosil Ga.selli, Ga.senilis, Ga.nana, Ga.tripartita, dan Miosen
Awal Bagian Bawah (N4 – N5) dan dijumpainya fosil Ga.binaensis, Grt.dissimillis,
Gs.primordius, Gt.kugleri. pelamparan di daerah Dukuh Kecamatan Samigaluh.
3. Formasi Jonggrangan

Litologi Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa


Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air
laut dan disebut sebagai Plato Jonggrangan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari
Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batu pasir gampingan
dengan sisipan Lignit. Formasi Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di
atas Formasi Andesit Tua. Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai
sekitar 250 m - 400 m (Van Bemmelen, (1949). Formasi Jonggrangan dan
Formasi Sentolo keduanya merupakan Formasi Kulonprogo (“Westopo Beds”)
diduga berumur Miosen Tengah.
4. Formasi Sentolo

Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari


Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi batugamping berlapis
dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan
umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat, umur
Formasi Sentolo adalah lebih muda dan mempunyai ketebalan sekitar 950 meter.
5. Satuan Endapan Vulkanik Kuarter

Satuan endapan Vulkanik Kuarter merupakan endapan hasil letusan


Gunung Merapi yang tersusun oleh breksi sisipan laca dan endapan lahar.
Satuan ini berumur Pliosen-Pleistosen dan terdapat di atas semua formasi di bagian
timur
6. Satuan Endapan Aluvial

Tersusun oleh endapan kerikil, pasir, lanau dan lempung dan bongkah
sepanjang sungai dan dataran pantai.

8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Lintasan Lokasi Pengamatan

Lokasi Pengamatan dibagi menjadi 10 lintasan dimana pada setiap lintasan


tersebut dilakukan suatu detil section. Kemudian dilakukan korelasi antara
litologi pada singkapan satu dengan yang lainnya. Singkapan sendiri
merupakan produk dari aktifitas gunung api dengan keterdapatan struktur
sheeting joint. Selain itu terdapat juga batuan yang mengalami alterasi dan
dicirikan dengan munculnya himpunan mineral ubahan seperti mineral silika,
mineral lempung, dan klorit. Diperkirakan bahwa kemunculan dari aktifitas
gunung api yang terjadi pada daerah ini dicirikan dengan adanya perubahan
mineral pada beberapa lokasi pengamatan, walaupun memang belum terlalui
intens terjadinya alterasi pada daerah ini.

Gambar 3.1. Lintasan lokasi pengamatan.


III.2. Litologi Batuan
Pada daerah telitian atau PT MDG dijumpai beberapa litologi seperti Breksi
Vulkanik, Andesit, dan Lava.

9
Gambar 3.2.1 Breksi Vulkanik

Deskripsi Batuan
 Jenis batuan : Batuan sedimen klastik
 Warna : Fresh : Abu-abu Lapuk :Hitam
 Struktur : Masif
 Tektur
Ukuran butir :kerakal-brangkal (4-256 mm)
Derajat Pembundaran :menyudut
Derajat Pemilahan : buruk
Kemas : terbuka
 Komposisi mineral
Fragmen :Andesit
Matriks : Batupasir kasar, Litik andesit
Semen : Silika
 Nama batuan : Breksi Vulkanik

10
Gambar 3.2.2 Andesit

Deskripsi Batuan

 Jenis batuan : Batuan beku intermediet vulkanik


 Warna : fresh hitam, lapuk coklat
 Struktur : Sheeting Joint
 Tektur
Derajat Kristalisasi : hipokristalin
Derajat Granularitas : afanitik-fanerik sedang(1mm-5mm)
Bentuk kristal : Subhedral
Kemas : Inequigranular vitroverik
 Komposisi mineral : Massa dasar gelas 50%, Plagioklas
35%, Kuarsa 7%, Hornblende 8%, Piroksen 5%
 Nama batuan : Andesit

11
III.3. Struktur Batuan

Pada daerah telitian atau PT MDG dijumpai Struktur batuan berupa


Sheeting Joint.

Gambar 3.3 Sheeting Joint

III.4. Detail Section

Berdasarkan hasil detail section yang dilakukan didapatkan 2 lithologi yang


mendominasi pada lokasi penelitian, antara lain Breksi Vulkanik dan Andesit klorit
dengan struktur Sheeting joint. Dari data litologi tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa litologi pada daerah telitian merupakan daerah yang terjadi akibat adanya
aktifitas vulkanik yang sangat intens pada oligosen akhir – miosen awal. Satuan
batuan yang terdapat pada daerah telitian termasuk kedalam Formasi Kaligesing
(Pringgoprawiro dan Riyanto, 1987). Hal ini dikarenakan sesuai dengan ciri-ciri
dari formasi tersebut. Formasi Kaligesing dicirikan oleh breksi monomik, dengan
fragmen andesit, sisipan batupasir dan lava andesit (Pringgoprawiro dan Riyanto,
1987)

12
Gambar 3.4. Profil Daerah Telitian

12
BAB IV
KESIMPULAN

Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada daerah telitian secara
garis besar terdapat 2 litologi yang ditemukan yaitu berupa Breksi Vulkanik dan
Andesit klorit dengan struktur Sheeting Joint yang digolongkan termasuk kedalam
Formasi Kaligesing dan dicirikan oleh breksi monomik, dengan fragmen andesit,
sisipan batupasir dan lava andesit (Pringgoprawiro dan Riyanto, 1987).

13

Anda mungkin juga menyukai