Anda di halaman 1dari 19

Stratigrafi Regional Pegunungan Kulon Progo

Berdasarkan stratigrafi regional rangkaian Pegunungan Kulon Progo, dimulai


dari yang paling tua sampai yang paling muda. Menurut Van Bemmelen
adalah sebagai berikut :
1. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan
bergelombang rendah hingga menengah dengan tersebar merata di daerah
Nanggulan (bagian timur Pegunungan Kulon Progo). Secara setempat formasi
ini juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-
lensa atau blok xenolit dalam batuan beku andesit.

Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo, Nanggulan.


Van Bemmelen menjelaskan bahwa formasi ini merupakan batuan tertua
di Pegunungan Kulon Progo dengan lingkungan pengendapannya adalah
litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya terdiri-dari batupasir
dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit,
sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan
moluska, diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini tersusun
oleh endapan laut dangkal, batupasir, serpih, dan perselingan napal dan
lignit. Berdasarkan atas studi Foraminifera planktonik, maka Formasi
Nanggulan ini mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai
Oligosen.

Formasi ini tersingkap di bagian timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo
dan Sungai Puru. Formasi ini terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Axinea Beds
Axinea beds, yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan 40
meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri-dari batupasir,
serpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies
litoral. Axinea beds ini banyak mengandung fosil Pelecypoda.
b. Yogyakarta Beds
Yogyakarta beds, yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di
atas Axinea beds dengan ketebalan 60 meter. Formasi ini terdiri-dari napal
pasiran berselang-seling dengan batupasir dan batulempung yang
mengandung Nummulites djogjakartae.
c. Discocyclina Beds
Discocyclina Beds, yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di
atas Yogyakarta beds dengan ketebalan 200 meter. Formasi ini terdiri-dari
napal dan batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke
atas bagian ini berkembang kandungan Foraminifera planktonik yang
melimpah (Suryanto dan Roskamil, 1975)
2. Formasi Andesit Tua
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan.
Litologinya berupa breksi volkanik dengan fragmen andesit, lapilli tuf, tuf,
lapili breksi, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batupasir volkanik
yang tersingkap di daerah Kulon Progo.

Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara, dan barat daya daerah
Kulon Progo yang membentuk morfologi pegunungan bergelombang sedang
hingga terjal. Ketebalan formasi ini kira-kira mencapai 600 m. Berdasarkan
fosil Foraminifera planktonik yang dijumpai dalam napal dapat ditentukan
umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen Atas.
3. Formasi Jonggrangan
Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara
tidak selaras. Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri-dari
konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan
moluska serta batulempung dengan sisipan lignit. Di bagian atas,
komposisi formasi ini berupa batugamping berlapis dan batugamping
koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini
berupa pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian
utara Pegunungan Kulon Progo. Ketebalan batuan penyusun formasi ini
250 -400 meter dan berumur Miosen Bawah Miosen Tengah.
Formasi ini dianggap berumur Miosen Bawah dan di bagian bawah
berjemari-jemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo (Pringgo
Praworo, 1968:7).
4. Formasi Sentolo
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan, diendapkan juga
secara tidak selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi Sentolo dengan
Formasi Jonggrangan adalah menjari. Foramasi Sentolo terdiri-dari
batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah terdiri-dari konglomerat
yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf kaca. Batuan ini ke arah
atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang
kaya akan Foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.
5. Endapan Aluvial dan Gugus Pasir
Endapan Aluvial ini terdiri-dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang
sungai yang besar dan dataran pantai. Aluvial sungai berdampingan dengan
aluvial rombakan batuan vuokanik. Gugus Pasir sepanjang pantai telah
dipelajari sebagai sumber besi.

Geomorfologi Regional Pegunungan Kulon Progo


Menurut Van Bemmelen (1949, hlm. 596), Pegunungan Kulon Progo
dilukiskan sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap
curam, dikenal sebagai Oblong Dome. Dome ini mempunyai arah utara timur
laut selatan barat daya dan diameter pendek 15 20 km dengan arah barat
laut timur tenggara.

Gambar 1.
Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM
NASA, 2004).

Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh Lembah
Progo, di bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah.
Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan
Pegunungan Serayu.

Inti dari dome ini terdiri-dari 3 gunung api andesit tua yang sekarang telah
tererosi cukup dalam, sehingga di beberapa bagian bekas dapur magmanya
telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut,
merupakan gunungapi tertua yang menghasilkan andesit hiperstein augit
basaltik. Gunungapi yang kemudian terbentuk yaitu Gunungapi Ijo yang
terletak di bagian selatan. Kegiatan Gunungapi Ijo ini menghasilkan andesit
piroksen basaltik, kemudian andesit augit hornblende, sedang pada tahap
terakhir adalah intrusi dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan Gunung Gajah
berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk Gunung
Menoreh, yang merupakan gunung terakhir pada komplek Pegunungan Kulon
Progo. Kegiatan Gunung Menoreh mula-mula menghasilkan andesit augit
hornblende, kemudian menghasilkan dasit dan yang terakhir yaitu andesit.
Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang
datar ini dikenal sebagai Jonggrangan Platoe yang tertutup oleh
batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi
karst. Topografi ini dijumpai di sekitar Desa Jonggrangan, sehingga litologi di
daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.
Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hlm. 601) mengatakan bahwa
sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-
gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di
bawah aluvial Magelang.

Struktur Geologi Regional Kulon Progo


Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi regional, Pegunungan Kulon
Progo oleh Van Bemmelen (1949, hlm. 596) dilukiskan sebagai kubah besar
memanjang ke arah barat daya timur laut sepanjang 32 km, dan melebar ke
arah tenggara barat laut selebar 15 20 km. Pada kaki-kaki pegunungan di
sekeliling kubah tersebut banyak dijumpai sesar-sesar yang membentuk pola
radial.

Gambar 2.

Skema blok diagram dome Pegunungan Kulon Progo yang digambarkan Van
Bemmelen (1945, hlm. 596).

Pada kaki selatan Gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah
sesar dengan arah barat timur yang memisahkan Gunung Menoreh dengan
Gunung Ijo serta pada sekitar zona sesar.

http://wachidgeologist.wordpress.com/

geologi regional kulon progo

GEOLOGI REGIONAL
II.1. Geomorfologi Regional
Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah
dibagi menjadi 3 zona, yaitu :
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa
Tengah bagian selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato
yang sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van
Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan daerah upliftyang
memebentuk dome yang luas. Dome tersebut relatif berbentuk persegi
panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah
utara - selatan, sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah barat - timur.
Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi
menjadi beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara
100 1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar
150 160. Satuan Pegunungan Kulon Progo penyebarannya memanjang dari
utara ke selatan dan menempati bagian barat wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta, meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Daerah
pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai kebun
campuran, permukiman, sawah dan tegalan.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang
sempit dan terpotong oleh kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten
Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Ketinggiannya berkisar antara 50 150
meter diatas permukaan air laut dengan besar kelerengan rata rata 15 0. Di
wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah Kecamatan Pengasih
dan Sentolo.
C. Satuan Teras Progo
Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo
dan disebelah timur satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan
Nanggulan dan Kali Bawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo
D. Satuan Dataran Alluvial
Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur,
daerahnya meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian
Lendah. Daerahnya relatif landai sehingga sebagian besar diperuntukkan
untuk pemukiman dan lahan persawahan.
E. Satuan Dataran Pantai
a. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai
selatan Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di
pantai selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material
berukuran besar dari hulu. Akibat dari proses pengangkutan dan pengikisan,
batuan tersebut menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari gelombang laut
dan aktivitas angin, material tersebut diendapkan di dataran pantai
dan membentuk gumuk gumuk pasir.
b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan
gumuk pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal
dari subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak
dijumpai gumuk - gumuk pasir sehingga digunakan untuk persawahan dan
pemukiman penduduk.

II.2. Stratigrafi Regional


Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan
tinggian yang dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat
dan Yogyakarta di bagian timur, yang didasarkan pada
pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Yang
mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api purba yang
timbul dan tumbuh di atas batuan paleogen, dan ditutupi oleh batuan
karbonat dan napal yang berumur neogen.
Dalam stratigrafi regional mengenai daerah fieldtrip, dibahas umur batuan
berdasarkan batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur
batuan penyusun tersebut. Sistem tersebut antara lain :
1. Sistem eosen
Batuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal,
napal pasiran, batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera
maupun moluska. Sistem eosen ini disebut Nanggulan group. Tipe dari
sistem ini misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan Kulon Progo, yang secara
keseluruhannya tebalnya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi menjadi empat
yaitu Yogyakarta beds, Discoclyina, Axiena Beds dan Napal Globirena, yang
masing - masing sistem ini tersusun oleh batu pasir, napal, napal pasiran,
lignit dan lempung. Di sebelah timur Nanggulan group ini berkembang
facies gamping yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang
mengandung fosil foraminifera, colenterata, dan moluska
2. Sistem oligosen miosen
Sistem oligosen miosen terjadi ketika kegiatan vulkanisme yang
memuncak dari Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang
berupa letusan dan dikeluarkannya material material piroklastik dari kecil
sampai balok yang berdiameter lebih dari 2 meter. Kemudian material ini
disebut formasi andesit tua, karena material vulkanik tersebut bersifat
andesitik, dan terbentuk sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada
sistem eosen, diendapkan pada lingkungan laut dekat pantai yang kemudian
mengalami pengangkatan dan perlipatan yang dilanjutkan dengan
penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut, maka sistem oligosen
miosen dengan formasi andesit tuanya tidak selaras dengan sistem eosen yang
ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m. Formasi andesit tua
ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak puncak miring.
3. Sistem miosen
Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami
penggenangan air laut, sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih
muda secara tidak selaras. Fase pengendapan ini berkembang dengan batuan
penyusunnya terdiri dari batu gamping reef, napal, tuff breksi, batu pasir,
batu gamping globirena dan lignit yang kemudian disebut formasi
jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya
terdiri dari batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi
Sentolo sering dijumpai kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi
Jonggrangan dan formasi Sentolo sama sama banyak mengandung fosil
foraminifera yang beumur burdigalian miosen. Formasi formasi tersebut
memilik ipersebaran yang luas dan pada umumnya membentuk daerah
perbukitan dengan puncak yang relative bulat. Diakhir kala pleistosen daerah
ini mengalami pengangkatan dan pada kuarter terbentuk endapan fluviatil
dan vulkanik dimana pembentukan tersebut berlangsung terus menerus
hingga sekarang yang letaknya tidak selaras diatas formasi yang terbentuk
sebelumnya.

Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi


regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989),
dan Mac Donald dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi
4 formasi, yaitu :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir,
sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit,
batu gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan
ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat
umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi
ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.
Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yait
1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari
abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies
litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras
denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi
nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung
banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi
dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan
batuan arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah
discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili
tuff, tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik
yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak
selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m.
Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa,
napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya,
sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu
bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan
formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi
andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen.
Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan
gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir
napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal
tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras
dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen
bawah sampai pleistosen.
Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo
dikelompokkan menjadi beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya.
Formasi tersebut dimulai dari yang paling tua yaitu sebagai berikut :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir,
sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit,
batu gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan
ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat
umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi
ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.
Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
a. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari
abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies
litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
b. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras
denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi
nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung
banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
c. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi
dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan
batuan arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah
discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili
tuff, tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik
yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak
selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m.
Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa,
napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya,
sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu
bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan
formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi
andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen.
Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan
gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir
napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal
tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras
dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen
bawah sampai pleistosen
e. Forasi Alluvial dan gumuk pasir
Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan
yang umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi
yang juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir
pasir baik yang halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya
terdiri dari batuan sediment yang berukuran pasir, kerikir, lanau dan
lempung secara berselang seling.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri
termasuk dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang
penyusunnya berupa breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran
lava andesit. Dari penelitian yang dilakukan Purmaningsih (1974) didapat
beberapa fosil plankton seperti Globogerina Caperoensis bolii, Globigeria
Yeguaensis weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil
tersebut menunjukka batuan berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan pada bagian terbawah gunung berumur eosin
bawah, maka oleh Van bemellen andesit tua diperkirakan berumur oligosen
atas sampai miosen bawah dengan ketebalan 660 m.
II.3. Struktur Geologi Regional
Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan
yang dikelilingi oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang
bekerja adalah sebagai berikut :
1. Struktur Dome
Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara
keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km
mengarah NE SW dan 20 km mengarah SE NW. Puncak kubah lonjong ini
berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini
memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar
yang berarah tenggara barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang,
sehingga sering disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter
tektonik dari zona selatan jawa menuju zona tengah jawa. Bentuk kubah
tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah mempunyai puncak yang
relative datar dan sayap sayap yang miring dan terjal. Dalam kompleks
pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai
penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan
terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar
dengan arah timur barat yang memisahkan gunung Menoreh denagn
vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan
dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa
dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan
Kulon Progo terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan
terbentuknya sesar radial yang memotong breksi gunung ijo dan Formasi
Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping Jonggrangan. Pada bagian
tenggara kubah terbentuk graben rendah.
2. Unconformity
Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan
ketidakselarasan (disconformity) antar formasi penyusun Kulon Progo.
Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi
andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi
Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan
formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi
Jonggrangan.
sumber

Van Bemmelen, R.W..1970. The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque.


Netherlands.
http://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulon-
progo_13.html

GEOLOGI REGIONAL KULON PROGO

Daerah pemetaan kami, yaitu daerah Wates-Pengasih, secara regional daerah


kami masuk kedalam wilayah kabupaten Kulon Progo , kecamatan pengasih
dan kecamatan wates Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara geologi regional daerah kami termasuk kedalam Kulon Progo, yang
merupakan sebuah plato besar Jongglarangan. Kulon Progo merupakan
bagian dari zona Jawa Tengah bagian selatan, yaitu zona plato. Bagian utara
dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran pantai Samudera Indonesia
dan bagian barat laut berhubungan dengan Pegunungan Serayu Selatan.

Kulon Progo berasal dari daerah up lafi yang luas dan kemudian membentuk
Dome yang luas. Dome tersebut berbentuk relief persegi panjang dengan
diameter berarah utara-selatan mencapai 30km, sedangkan pada arah barat-
timur diperkirakan mencapai 15-20km. Puncak dari dome tersebut berupa
dataran yang sangat luas, disebut plato.

Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi


menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :

Satuan Pegunungan Kulon Progo


Satuan pegunungan ini penyebarannya memanjang dari selatan ke utara dan
menempati bagian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang meliputi kecamatan
Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Kelerengannya berkisar antara 15o-600
daerah yang ditempati pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar
digunakan sebagai kebun, sawah dan pemukiman.

Satuan Perbukitan Sentolo

Satuan Perbukitan ini mempunyai penyebaran yang sempit, karena terpotong


oleh Sungai Progo yang memisahkan wilayah kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo , satuan
pegunungan Sentolo ini meliputi daerah kecamatan Pengasih dan Sentolo.
Ketinggiannya berkisar antara 50-150 m di atas permukaan air laut, dengan
kelerengan 150. Daereh inilah yang menjadi daerah pemetaan kami.

Satuan teras Progo

Satuan Teras Progo terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan
di sebelah timur pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan
Nanggulan, Kalibawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.

Satuan Dataran Aluvial

Penyebaran satuan dataran aluvial ini memanjang dari barat-timur yang


meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Glur, dan sebagian besar
diperuntukan sebagai lahan persawahan dan pemukiman.

Satuan Dataran Pantai

a) Sub satuan Gumuk Pasir

Subsatuan Gumuk Pasir mempunyai penyebaran di sepanjang pantai selatan


Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai
selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material
material berukuran pasir dari hulu ke muara. Oleh sebab itu aktivitas angin
material tersebut terendapkan di sepanjang pantai dan kemudian
membentuk gumuk gumuk pasir.

b) Subsatuan Dataran Aluvial Pantai

Subsatuan dataran aluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan Gumuk


Pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir yang berasal dari
subsatuan Gumuk Pasir oleh kegiatan angin. Pada satuan ini tidak dijumpai
gumuk gumuk pasir dan sebagian berupa persawahan dan pemukiman.

Formasi ini merupakan batuan tertua di pegunungan Kulon Progo dengan


lingkungan pengendapanya adalah litorial pada fase genang laut (van
Bammelen). Litologi penyusunya terdiri dari batu pasir dengan sisipan lignit,
napal pasiran , batu lempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batu
gamping, batu pasir dan tuff kaya akan foriminifera dan moolusca,
diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini tersusun oleh
endapan laut dangkal, batu pasir, serpih dan perselingan napal dan lignit.
Berdasarkan atas studi Foraminifera plankton maka formasi Nanggulan ini
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah hingga Oligosen. Formasi ini
tersingkap di bagian timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo dan Sungai
Puru, terbagi menjadi 3, yaitu :

a. Axinea Beds yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan 40
meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri dari batupasir,
batuserpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies
litoral. Axinea Beds ini banyak mengandung fosil Pelecypoda.

b. Yogyakarta Beds yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di atas


Axinea Beds dengan ketebalan 60 meter. Terdiri dari napal pasiran berselang
seling dengan batupasir dan batulempung yang mengandung Nummulities
Djogjakartae.

c. Discocyclina Beds yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di atas


Yogyakarta Beds dengan ketebalan 200 meter. Terdiri dari napal dan
batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas
bagian ini berkembang, kandungan foraminifera planktonik yang melimpah.

2. Formasi Andesit Tua

Formasi Andesit Tua mempunyai litologi berupa breksi andesit, tuff,


aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Kepingan tuff napalan yang
merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai di kaki
gunung mudjil, di dekat bagian bawah formasi ini. Ketebalan sekitar 660 m.

3. Formasi Jonggrangan

Litologinya bagian bawah terdiri dari konglomerat, napal tufan, dan


batupasir gampingan dengan kandungan Moluska serta batulempung
dan sisipan lignit. Di bagian atas komposisi Formasi ini berupa batu
gamping berlapis dan batugamping koral. Morfologi yang terbentuk
dari batuan penyusun formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan
kerucut dan tersebar di bagian utara pegunungan Kulonprogo. tebal
lapisan ini 250-400 meter, umurnya miosen bawah- tengah.

4. Formasi Sentolo

Diendapkan secara tidak selaras. Litologinya batugamping dan batupasir


napalan. Bagian bawahnya terdiri dari konglomerat yang ditumpangi oleh
napal tufaan dengan sisipan tuff. Bagian atas batugamping yang kaya
foraminifera. ketebalannya 950 meter.

5. Endapan Aluvial dan Gugus Pasir

Endapan Aluvial ini terdiri dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung
sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Aluvial sungai
berdampingan Aluvial rombakan bahan vulkanik. Gugus pasir sepanjang
pantai telah dipelajari sebagai sumber besi.

6. Vulkanik Merapi Tua


Vulkanik Marapi Tua berumur Pleistosen atas. Vulkanik Marapi Tua
tersusun atas breksi anglomerat dan lelehan lava, termasuk andesit dan
basalt yang mengandung olivin. Vulkanik Merapi Tua berdasarkan metode C-
14 berumur antara 43590 sampai 2870 sebelum tahun 1950.

7. Vulkanik Merapi Muda

Vulkanik Merapi Muda berumur Pleistoen Atas, vulkanik ini tersusun oleh
material hasil rombakan endapan merapi Tua berupa endapan tufa, pasir
dan breksi yang terkonsolidasi lemah. Berdasarkan metode C-14 berumur
sekitar 1700 sampai 340 sebelum tahun 1950

8. Formasi Sleman

Merupakan kenampakan bagian bawah dari unit vulkanik klastik hasil


vulkanik merapi termuda (Mac Donald & Partners, 1984). Batuan penyusun
berupa pasir dan kerikil diselingi bongkah-bongkah. Formasi ini dari utara
ke selatan semakin tebal. Formasi Sleman materialnya berasal dari rombakan
hasil erupsi Merapi.

9. Formasi Yogyakarta-Wates

Formasi Yogyakarta mempunyai penyebaran di bagian timur pegunungan


Kulon Progo dengan kenampakan morfologi berupa daratan. Komonen
penyusun formasi ini berupa material lepas produk Gunung Merapi Tua dan
Merapi Muda

Secara struktur, Pegunungan Kulon Progo merupakan dataran tinggi yang


dicirikan oleh adanya kompleks gunung api purba yang berada di atas batuan
berumur Paleosen dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neosen.

Secara garis besar struktur geologi daerah Kabupaten Kulon Progo dapat
dibagi menjadi dua yaitu Struktur Dome dan Struktur Unconfirmity.

1. Struktur Dome
Kabupaten Kulon Progo termasuk ke dalam daerah dome yang
puncaknya berupa daratan yang luas, biasa disebut Plato Jonggrangan. Proses
geologi yang banyak terjadi yakni orogenesis.

2. Struktur Unconfirmity

Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi Nanggulan dengan


Formasi Andesit Tua yang berumur Oligosen terdapat ketidakselarasan
berupa disconfirmity, karena lapisan lebih muda dengan lapisan lebih tua
terpaut umur yang sangat jauh walaupun lapisannya sejajar. Kenampakan
telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang
diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan
diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi
Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, Van., 1948, The Geologi of Indonesia, Batavia.

http://younggeolog.blogspot.com/2013/01/geologi-regional-kulon-
progo_24.html

Anda mungkin juga menyukai