Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Daerah Penelitian

2.1.1 Fisiografi

Daerah Sidorejo termasuk ke dalam Perbukitan Godean dan merupakan

bagian dari Pegunungan Kulon Progo dimana secara fisiografi regional termasuk

bagian dari Zona Kubah dan Perbukitan dalam Depresi Sentral. Bentang alam

Pegunungan Kulon Progo membentuk struktur kubah agak lonjong (oblong dome)

(van Bemmbelen, 1949, dalam Bronto, 1999). Sumbu panjang kubah Kulon Progo

itu berarah utara timurlaut – selatan baratdaya sepanjang 32 kilometer dan sumbu

pendeknya berarah barat barat laut – timur tenggara sepanjang 15 – 20 kilometer.

Lokasi Penelitian

Gambar 2.1 Fisiografi Pegunungan Kulon Progo dan sekitarnya (Van Bemmelen, 1949

dalam Budiadi, 2008 dengan modifikasi)

4
Fisiografi Pegunungan Kulon Progo dikelilingi oleh dataran rendah dengan

ketinggian di atas muka air laut kurang lebih 200 meter disebelah utara dan

menurun hingga mencapai garis pantai ke arah selatan, berbatasan dengan Lautan

India. Ke arah utara Pegunungan Kulon Progo dibatasi oleh dataran Kedu –

Magelang yang tersusun oleh endapan Gunung api Merapi dan Gunung api

Sumbing. Disebelah timur dibatasi oleh lembah Sungai Progo dan dataran

Yogyakarta yang menerus ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa. Dataran

Yogyakarta ini tersusun oleh endapan aluvium yang berasal dari Gunung Api

Merapi. Di sebelah selatan, Pegunungan Kulon Progo dibatasi oleh dataran aluvium

pantai selatan Pulau Jawa. Di sebelah barat pegunungan ini berbatasan dengan

dataran aluvium Bagelen – Purworejo dan sebagai aliran sungai utama di antaranya

adalah Kali Bogowonto. Endapan aluvium Bagelen – Purworejo ini merupakan

hasil pengerjaan kembali dari Pegunungan Kulon Progo dan Pegunungan Serayu

Selatan di sebelah baratlautnya.

Dataran tinggi Jonggrangan (± 750 mdpl) merupakan daerah tertinggi yang

terletak di bagian tengah Pegunungan Kulon Progo. Dataran ini di bagian atasnya

tersusun oleh batugamping terumbu. Secara dominan Pegunungan Kulon Progo

tersusun oleh batuan hasil kegiatan gunung api.

Pola aliran utama di Pegunugan Kulon Progo adalah radier menjauhi pusat

kubah. Namun di beberapa tempat aliran sungai berkembang menjadi dentritik

maupun trelis karena terpengaruh oleh faktor–faktor endogen (litologi dan struktur)

serta faktor eksogen (pelapukan dan erosi) secara setempat.

5
2.1.2. Stratigrafi

Stratigrafi daerah penelitian termasuk kedalam stratigrafi Pegunungan Kulon

Progo yang dimana Pegunungan Kulon Progo dibagi menjadi empat formasi,

berturut-turut dari kelompok batuan tertua hingga termuda adalah formasi

Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, dan Formasi Sentolo

(Rahadjo, dkk., 1977, dalam bronto 1999). Keempat formasi batuan tersebut

kemudian ditutupi oleh endapan aluvium.

Formasi Nanggulan merupakan kelompok batuan tertua yang tersingkap di

Pegunungan Kulon Progo. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit,

napal pasiran, batulempung mengandung konkresi limonit, sisipan napal dan

batugamping, batupasir serta tuff kaya foraminifera dan moluska. Ketebalan

seluruh formasi ini adalah 300 m. Pringgoprawiro (1968) dan Purnamaningsih

(1974) dalam Bronto (1999) menyatakan bahwa, bagian bawah Formasi Nanggulan

tersusun terutama oleh endapan laut dangkal berupa batupasir, serpih dengan

perselingan napal dan lignit. Bagian atas formasi ini dicirikan oleh batuan yang

bersifat napalan yang menunjukkan endapan laut yang lebih dalam dengan fasies

neritik. Berdasarkan atas studi foraminifera plangton, Formasi Nanggulan ini

mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Awal (Rahardjo,

dkk., 1977, dalam Bronto 1999).

Formasi Andesit Tua (Old Andesite Formation) terletak tidak selaras diatas

Formasi Nanggulan (van Bemmelen, 1949, dalam Bronto 1999). Formasi Andesit

Tua ini terdiri dari breksi andesit, tuff, tuff alpili, aglomerat, dan sisipan lava

andesit. Lavanya terutama terdiri dari andesit hiperstene dan andesit augit-

hornblenda. Ketebalan Formasi Andesit Tua ini kurang lebih 660 m. Kepingan tuff

6
napalan, yang merupakan hasil rombakan dari lapisan batuan andesit tua bagian

bawah mengandung fosil foraminifera yang telah diteliti oleh Purnamaningsih

(1974). Fosil tersebut berupa Globigerina ciperoensis BOLLI, Globigerina

yeguaensis WEINZIERL dan APPLIN, dan Globigerina praebullioides BLOW

yang menunjukkan umur Oligosen Atas. Oleh karena Formasi Andesit Tua ini di

daerah Kulon Progo ditutupi oleh Formasi Sentolo yang berumur Miosen Bawah,

maka Formasi Andesit Tua diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Miosen

Bawah.Berdasarkan metode kalium argon (40K – 40Ar isotopic dating) Sutanto

dkk. (1994) dalam Bronto (1999) telah melaporkan analisis umur mutlak batuan

Andesit Tua dan batuan terobosan di daerah Kulon Progo yang berumur Oligosen

(29-22 juta tahun).

Formasi Andesit Tua kemudian diterobos oleh magma yang membentuk batuan

beku intrusi andesit, dasit dan diorit (van Bemmelen, 1949; Raharjo dkk., 1977,

dalam Bronto 1999). Formasi Andesit Tua dan batuan intrusi tersebut merupakan

hasil kegiatan tiga buah gunung api yang terdapat di wilayah Pegunungan Kulon

Progo, yaitu Gunung api Gajah, Gunung api Ijo, dan Gunung api Menoreh.

Formasi Jonggrangan terletak tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua

dengan litologi penyusun formasi ini terutama batugamping terumbu yang pada

bagian alasnya terdapat konglomerat napalan, batupasir tuff yang mengandung

fosil-fosil moluska, dan batulempung dengan lensa-lensa lignit.Di bagian atas

formasi ini terdapat batugamping Globigerina. Formasi Jonggrangan ditentukan

berumur Miosen Awal (Bawah) dalam fasies litoral.

Formasi Sentolo terdiri dari batupasir, serpih, tuff gelas, breksi,

konglomerat, dan batulempung. Kedudukan stratigrafi Formasi Sentolo ini menurut

7
van Bemmelen (1949) dalam Bronto (1999) adalah tidak selaras diatas Formasi

Jonggrangan. Sedangkan menurut Pringgoprawiro (1968) dalam Bronto (1999

kedudukan kedua formasi tersebut adalah menjari yang dimulai sejak Miosen

Bawah hingga Pliosen.

Endapan Aluvium merupakan endapan masih sangat lepas, berupa fasies

bongkah berlapis yang tersusun oleh endapan piroklastik, aliran lava dan endapan

rombakan.Endapan ini dapat terawetkan karena membentur dan tertahan oleh

perbukitan batuan Tersier Godean.Dari Gunung Merapi sampai Godean, endapan

longsoran itu bergerak sejauh 30-35 km dengan volume mencapai 10km³ dan

daerah terlanda mencapai 300 km².

Gambar 2.2 Daerah Penelitian (dalam Peta Geologi Regional Lembar Yogyakarta

(Wartono Rahardjo; Sukandarrumidi; H.M.D. Rosidi, 1977)).

8
2.2 Geologi Struktur

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang

bentuk atau arsitektur batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses –

proses pembentukkannya (Davis, 1984). Proses deformasi ini adalah perubahan

bentuk, lokasi, ukuran, dan orientasi suatu batuan akibat gaya (force) yang terjadi

di dalam bumi.

Dalam geologi dikenal 3 jenis struktur yang dijumpai pada batuan sebagai

produk dari gaya gaya yang bekerja pada batuan, yaitu: Kekar (fractures) dan

Rekahan (cracks), lipatan (folding) dan Patahan/Sesar (faulting).

2.2.1 Kekar (Fractures)

Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu

gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara

umum dicirikan oleh:

a). Pemotongan bidang perlapisan batuan

b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb

c) kenampakan breksiasi.

Kekar juga umumnya menjadi penyerta pada pembentukan struktur geologi

lain seperti sesar maupun lipatan. Secara kejadiannya (genetik), kekar dapat

dibedakan menjadi 2 jenis ( Hobs, 1976 ) yaitu:

A. Kekar gerus (shear joint) adalah rekahan yang bidang - bidangnya terbentuk

karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing). Beberapa

referensi menyebut tipe kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih kurang

60o sebagai shear joint, dan kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih

9
kurang 30o hybrid joint. Namun dalam McClay, 1987 menyatakan bahwa

hybrid joint secara genetik adalah perpaduan antara extension dan shear

joint yang menampakan pergerakan dari kedua kekar tersebut, yaitu

merenggang dan bergeser. Ciri – ciri kekar gerus: Biasanya bidangnya licin,

memotong seluruh batuan, biasanya ada gores garis, bidangnya rata (licin)

dan memotong seluruh batuan (fragmen), pada umumnya dijumpai tertutup,

dan berpasangan.

B. Kekar tarik (extention joint) adalah rekahan yang bidang - bidangnya

terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang).

Extension joint sendiri dapat dibedakan sebagai extension joint yang bidang

rekahnya searah dengan arah tegasan utama, dan release joint yang

terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan dan tegak lurus

terhadap gaya utama. Pembedaan kedua jenis kekar ini terutama didasarkan

pada sifatnya. Ciri- ciri kekar tarik: Tidak teratur, bidang - bidangnya tidak

rata, selalu terbuka, dapat terisi (mineral sekunder), tidak beraturan;

mengikuti bagian litologi yang berubah.

10
Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan genetiknya yang menunjukkan

hubungan pola tegasan dengan pola kekar yang terbentuk (Hobs, 1976).

Gambar 2.4 Hubungan antara pola tegasan dan jenis-jenis sesar yang

terbentuk

11
Didalam analisa, kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan

pola tegasan, dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada

keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar.

Cara ini sangat lemah dan umumnya dipakai pada daerah yang lebih luas

(regional) dan data yang dipakai tidak hanya kekar, tetapi juga sesar yang

dapat diamati dari peta topografi, foto udara dan citra landsat.

Cara pendekatan lain untuk menganalisa kekar yaitu dengan melihat

gejala yang terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak dari

sesar, struktur kekar juga dapat terbentuk. Beberapa contoh gerak sesar

dapat menimbulkan pola kekar “pinnate” (struktur bulu ayam), “en echelon”

fractures seperti pada gambar .Kekar-kekar ini umumnya merupakan kekar

regangan yang sudut lancip searah dengan gerak sesar.

2.2.2 Lipatan (Folds)

Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya

tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk

lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu

lipatan sinklin dan lipatan antiklin. Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang

cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke

arah atas. Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan bentuknya, lipatan dapat

dikelompokkan menjadi :

12
a. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang tetap.

b. Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu

utama.

c. Lipatan harmonik atau disharmonik adalah lipatan berdasarkan menerus

atau tidaknya sumbu utama.

d. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya.

e. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar.

f. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar.

g. Lipatan Klin Bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh

permukaan planar.

Disamping lipatan tersebut diatas, dijumpai juga berbagai jenis lipatan,

seperti Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk sebagai akibat

seretan suatu sesar.

Gambar 2.5 Mekanisme gaya penyebab terbentuknya suatu lipatan (Prastistho,

1993).

Dalam rekontruksi lipatan dilakukan berdasarkan hasil pengukuran

kedudukan lapisan dari lapangan, atau pembuatan penampang dari peta geologi.

13
Metode yang digunakan adalah metode busur lingkar (arc methode), dasar dari

metode ini adalah anggapan bahwa lipatan merupakan bentuk busur dari suatu

lingkaran dengan pusatnya adalah perpotongan antara sumbu-sumbu kemiringan

yang berdekatan. Rekontruksi lipatan bisa dilakukan dengan menghubungkan

busur lingkaran secara langsung apabila data yang ada hanya kemiringan dan

batas lapisan hanya setempat (Busk, 1928, dalam Prastistho, 1993). Apabila

batas-batas lapisan dijumpai berulang pada lintasan yang akan direkonstruksi,

maka pembuatan busur lingkaran dilakukan dengan metode interpolasi, yaitu

berdasarkan data yang telah didapat di lapangan ataupun dengan menggunakan

metode rekontruksi lainnya (Prastistho, 1993).

Gambar 2.6 Unsur – unsur lipatan (Fleuty, 1964).

2.2.2.1 Klasifikasi Lipatan

Untuk analisis penentuan jenis lipatan menggunakan dapat menggunakan

klasifikasi Fleuty (1964) bedarsarkan hinge surface dan hinge line nya, atau

menggunakan klasifikasi Rickard (1972) berdasarkan dip, rake, plunge dari

hinge line, serta sumbu lipatan.

14
Tabel 2.1 Klasifikasi lipatan berdasarkan kemiringan hinge surface dan

hinge line (Fleuty, 1964).

Gambar 2.7 klasifikasi lipatan berdasarkan dip, rake, plunge dari hinge

line, serta sumbu lipatan (Rickard, 1972)

2.2.3 Patahan/Sesar (Faults)

Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan

bumi yg menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain.

15
Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar

terhadap blok yg lain. Pergerakan yg tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa

mengakibatkan gempa bumi. Sesar (fault) merupakan bidang rekahan atau zona

rekahan pada batuan yang sudah mengalami pergeseran (Williams, 2004). Sesar

terjadi sepanjang retakan pada kerak bumi yang terdapat slip diantara dua sisi

yang terdapat sesar tersebut (Williams, 2004). Beberapa istilah yang dipakai

dalam analisis sesar antara lain:

a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar

dengan bidang horisontal dan biasanya diukur dari arah utara.

b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang

sesar dengan bidang horisontal, diukur tegak lurus strike.

c. Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit pada

bidang sesar akibat adanya sesar.

d. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip

(pergeseran horisontal searah jurus) pada bidang sesar.

Unsur geometri sesar dapat dibagi menjadi:

1. Bidang sesar : Bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang

kedudukannya dinyatakan dengan jurus dan kemiringan

2. Hanging wall : Bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.

3. Foot wall : Bagian terpatahkan yang berada dibawah bidang sesar.

4. Throw : Besaran pergeseran vertikal pada sesar

5. Heave : Besaran pergeseran horisontal pada sesar

6. Slip : Pergeseran relatif sebenarnya

7. Separation : Pergeseran relatif semu

16
Gambar 2.8 Komponen geometri pada bidang sesar (Twiss dan Moore, 1992)

Dalam penjelasan sesar, digunakan istilah hanging wall dan foot wall

sebagai penunjuk bagian blok badan sesar. Hanging wall merupakan bagian tubuh

batuan yang relatif berada di atas bidang sesar. Foot wall merupakan bagian batuan

yang relatif berada di bawah bidang sesar.

Gambar 2.9 Hanging wall dan foot wall.

Sesar dapat dibagi kedalam beberapa jenis/tipe tergantung pada arah relatif

pergeserannya. Selama patahan/sesar dianggap sebagai suatu bidang datar, maka

17
konsep jurus dan kemiringan juga dapat dipakai, dengan demikian jurus dan

kemiringan dari suatu bidang sesar dapat diukur dan ditentukan.

a. Dip Slip Faults – adalah patahan yang bidang patahannya menyudut

(inclined) dan pergeseran relatifnya berada disepanjang bidang patahannya

atau offset terjadi disepanjang arah kemiringannya. Sebagai catatan bahwa

ketika kita melihat pergeseran pada setiap patahan, kita tidak mengetahui

sisi yang sebelah mana yang sebenarnya bergerak atau jika kedua sisinya

bergerak, semuanya dapat kita tentukan melalui pergerakan relatifnya.

Untuk setiap bidang patahan yang yang mempunyai kemiringan, maka

dapat kita tentukan bahwa blok yang berada diatas patahan sebagai

“hanging wall block” dan blok yang berada dibawah patahan dikenal

sebagai “footwall block”.

b. Normal Faults – adalah patahan yang terjadi karena gaya tegasan tensional

horisontal pada batuan yang bersifat retas dimana “hangingwall block” telah

mengalami pergeseran relatif ke arah bagian bawah terhadap “footwall

block”.

c. Horsts & Gabens – Dalam kaitannya dengan sesar normal yang terjadi

sebagai akibat dari tegasan tensional, seringkali dijumpai sesar-sesar normal

yang berpasang pasangan dengan bidang patahan yang berlawanan. Dalam

kasus yang demikian, maka bagian dari blok-blok yang turun akan

membentuk “graben” sedangkan pasangan dari blok-blok yang terangkat

sebagai “horst”. Contoh kasus dari pengaruh gaya tegasan tensional yang

bekerja pada kerak bumi pada saat ini adalah “East African Rift Valley”

suatu wilayah dimana terjadi pemekaran benua yang menghasilkan suatu

18
“Rift”. Contoh lainnya yang saat ini juga terjadi pemekaran kerak bumi

adalah wilayah di bagian barat Amerika Serikat, yaitu di Nevada, Utah, dan

Idaho.

d. Half-Grabens – adalah patahan normal yang bidang patahannya berbentuk

lengkungan dengan besar kemiringannya semakin berkurang kearah bagian

bawah sehingga dapat menyebabkan blok yang turun mengalami rotasi.

e. Reverse Faults – adalah patahan hasil dari gaya tegasan kompresional

horisontal pada batuan yang bersifat retas, dimana “hangingwall block”

berpindah relatif kearah atas terhadap “footwall block”.

f. A Thrust Fault adalah patahan “reverse fault” yang kemiringan bidang

patahannya lebih kecil dari 150. . Pergeseran dari sesar “Thrust fault” dapat

mencapai hingga ratusan kilometer sehingga memungkinkan batuan yang

lebih tua dijumpai menutupi batuan yang lebih mud

g. Strike Slip Faults – adalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah

horisontal mengikuti arah patahan. Patahan jenis ini berasal dari tegasan

geser yang bekerja di dalam kerak bumi. Patahan jenis “strike slip fault”

dapat dibagi menjadi 2(dua) tergantung pada sifat pergerakannya. Dengan

mengamati pada salah satu sisi bidang patahan dan dengan melihat kearah

bidang patahan yang berlawanan, maka jika bidang pada salah satu sisi

bergerak kearah kiri kita sebut sebagai patahan “left-lateral strike-slip

fault”. Jika bidang patahan pada sisi lainnya bergerak ke arah kanan, maka

kita namakan sebagai “right-lateral strike-slip fault”. Contoh patahan jenis

“strike slip fault” yang sangat terkenal adalah patahan “San Andreas” di

California dengan panjang mencapai lebih dari 600 km.

19
h. Transform-Faults adalah jenis patahan “strike-slip faults” yang khas terjadi

pada batas lempeng, dimana dua lempeng saling berpapasan satu dan

lainnya secara horisontal. Jenis patahan transform umumnya terjadi di

pematang samudra yang mengalami pergeseran (offset), dimana patahan

transform hanya terjadi diantara batas kedua pematang, sedangkan dibagian

luar dari kedua batas pematang tidak terjadi pergerakan relatif diantara

kedua bloknya karena blok tersebut bergerak dengan arah yang sama.

Daerah ini dikenal sebagai zona rekahan (fracture zones). Patahan “San

Andreas” di California termasuk jenis patahan “transform fault”.

Secara umum pengenalan dan gejala umum adanya sesar dapat dilihat dari:

1. Dari peta topografi, foto udara atau citra satelit : Berupa kelurusan gawir,

bukit, lembah, sungai.

2. Pergeseran bentuk morfologi/geologi (bukit, lembah, sungai, lapisan)

3. Gambaran fisik di lapangan :

 Kelurusan gawir, bukit, lembah, sungai

 Gawir dengan Triangular Facet, bentuk segitiga dari muka

punggungan akibat terpotong sesar (terutama pada sesar aktif)

 Mata air panas

 Kelurusan mata air atau mata air panas

 Hancuran (breksiasi, milonit, gouge)

 Rekahan-rekahan (rekahan gerus, rekahan tarikan)

 Lipatan (minor)

20
 Bidang sesar dan cermin gores-garisnya (slikencsides, striation,

groove)

 Lipatan seretan (drag fold)

 Ketidak teraturan stratigrafi; terpotongnya lapisan, hilang atau

berulangnya lapisan atau kedudukan yang tidak teratur.

2.2.3.1 Klasifikasi Sesar

Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu.

Mengingat struktur sesar adalah rekahan di dalam bumi yang ditimbulkan karena

pergeseran sehingga untuk membuat analisis strukturnya diusahakan untuk

mengetahui arah pergeseran tersebut. Mengingat arah dari pergeseran memiliki

beberapa kemungkinan, dan “pitch” yang berkisar 00 – 900, maka Rickard

(1972) membuat pengelompokan sesar yang termasuk pada “strike-slip” dan

“dip-slip”.

Gambar 2.10 Gambar Diagram klasifikasi sesar (Rickard, 1972)

21
1. Thrust Slip Fault 12. Lag Slip Fault

2. Reverse Slip Fault 13. Normal Slip Fault

3. Right Thrust Slip Fault 14. Left Lag Slip Fault

4. Thrust Right Slip Fault 15. Lag Left Slip Fault

5. Reverse Right Slip Fault 16. Normal Left Slip Fault

6. Right Reverse Slip Fault 17. Left Normal Slip Fault

7. Right Slip Fault 18. Left Slip Fault

8. Lag Right Slip Fault 19. Thrust Left Slip Fault

9. Right Lag Slip Fault 20. Left Thrust Slip Fault

10. Right Normal Slip Fault 21. Left Reverse Slip Fault

11. Normal Right Slip Fault 22. Reverse Left Slip Fault

2.3 Analisa Struktur Geologi

Dalam mempelajari struktur geologi yang berkembang pada daerah

penelitian dan untuk mencoba menerangkan proses dan mekanisme struktur pada

daerah penelitian dilakukan pendekatan dengan model struktur Mulai dari model

struktur yang berskala mikro hingga kewilayahan/regional. Maka dari itu perlu

adanya pemahaman lebih lanjut untuk menerapkan model yang ada sesuai dengan

fakta yang ada. Walaupun demikian dalam penerapan model tersebut akan lebih

sulit apabila ada beberapa struktur yang terbentuk dalam waktu yang berbeda.

Sehingga kejadian dari struktur tersebut merupakan kejadian yang berbeda dari

sejarahnya. Maka dari itu struktur-struktur yang berlainan waktu kejadiannya

memiliki sejarah tektonik yang berbeda.

22
Berikut model struktur yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya

sebagai berikut:

2.3.1 Permodelan Patahan Anderson (1951)

Anderson (1951) klasifikasi suatu sesar didasarkan atas fakta bahwa tidak

ada shearing stress dapat dijumpai pada permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk

penyesaran yang keberadaannya dekat dengan permukaan bumi, suatu dari tegasan

yang utama ( σ1, σ2, atau σ3) harus tegak lurus terhadap permukaan bumi, oleh

karnanya vertikal dengan kesimpulan :

1. Sesar normal σ1 vertikal dan σ2 atau σ3 horizontal. dengan kemiringan

bidang sesar umumnya 600.

2. Sesar mendatar σ2 vertikal dan σ1 atau σ3 horisontal. Pada kasus ini bidang

sesar vertikal dan arah pergerakan horizontal.

3. Sesar naik σ3 vertikal dan σ1 atau σ1 horisontal. Bidang kemiringan sesar

kurang lebih 300 sampai horisontal.

Gambar 2.11 klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (dalam M Tomas,2006)

berdasarkan analisa sesar dalam bentuk streogram dan sistem tegasannya.

23
2.3.2 Permodelan Sesar Mendatar Moody and Hill (1956)

Sesar mendatar adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh

tegasan kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar ini adalah horizontal,

Sama dengan posisi tegasan minimumnya, sedangkan posisi tegasan menengah

adalah vertikal.

Umumnya bidang sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal,

sehingga istilah hanging wall dan foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem

sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya, sesar ini dibedakan menjadi sinistral

(mengiri) dan dekstral (menganan).

Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang

dikaitkan dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar

orde I membentuk sudut kurang lebih 30° terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik

dekstral maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat

terjadi bersamaan atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran

yang lebih kecil dan membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I. Lebih lanjut

lagi dijumpai orde sesar yang lebih kecil lagi.

24
Gambar 2.12 Pemodelan Sesar Mendatar (Moody and Hill, 1956).

Berdasarkan percobaan laboratorium, pembentukan rekahan yang

diakibatkan oleh adanya tekanan diawali oleh rekahan yang berukuran kecil dan

apabila peoses ini berlangsung terus rekahan kecil tersebut berkesinambungan dan

akhirnya membentuk rekahan utama. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, maka

penamaan sesar orde I, II dst, bukan menunjukan urutan pembentukan sesar,

melainkan menunjukan ukuran serta hubungan sudut satu sesar dengan sesar

lainnya.

1) Jika suatu materi yang homogen dikenai suatu gaya kompresi akan

menggerus pada sudut 300 terhadap arah tegasan maksimum yang

mengenainya, bidang gerus maksimum sejajar terhadap sumbu tegasan

menengah dan berada 450 terhadap tegasan kompresi maksimum. Rentang

25
sudut 150 antara 450 bidang gerus maksimum dan 300 bidang gerus yang

terbentuk akibat adanya sudut geser dalam (internal friction)

2) Suatu kompresi stress yang mengenai suatu materi homogen, pada umumnya

dipecahkan ke dalam tiga arah tegasan (sumbu tegasan maksimum,

menengah, dan minimum). Kenampakan bumi dari udara adalah suatu

permukaan dengan tegasan gerusnya nol, dan seringkali tegak lurus atau

normal terhadap salah satu arah tegasan, akibatnya salah satu dari tiga arah

tegasan tersebut akan berarah vertikal.

3) Orde kedua dari sistem ini muncul dari tegasan orde kedua yang berarah 450

dari tegasan utama orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang gerus

maksimal orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola sama

dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.

4) Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde

pertama, sehingga tidak mungkin atau sangat sulit untuk membedakan orde

keempat dan seterusnya dari orde pertama, kedua, dan ketiga.

Ada persyaratan tertentu dalam menerapkan konsep Moody dan Hill (1954),

yaitu model ini berlaku apabila pembentukan sesarnya bukan merupakan akibat

reaktivasi sesar pada batuan dasar atau dengan kata lain sesarnya merupakan sesar

primer.

2.3.3 Konsep Harding 1973

Konsep yang dikembangkan Tchalenko (1970) dan Harding (1973) yang

menjelaskan bahwa pada gerak sesar mendatar, gejala yang terdapat pada jalur sesar

26
adalah hasil dari 2 tegasan utama yang bekerja pada sesar tersebut. 2 Tegasan utama

tersebut menghasilkan komponen tarik atau extension (E) dan komponen tekan atau

compression (C).

Perbedaan yang paling mendasar dari model Moody dan Hill ,dan Harding

adalah arah gaya pembentuknya. Jika Moody dan Hill lebih meyakini pure shear

sebagai gaya penyebab terbentuknya shear. Sedangkan konsep Harding lebih

condong ke simple shear.

Pure Shear merupakan deformasi yang terjadi hanya pada satu sumbu saja

yang arah gayanya berlawanan. Selama terjadi pure shear elipsoid tidak mengalami

rotasi sama sekali sehingga kenampakan yang terjadi hanyalah memipih. Simple

shear merupakan deformasi yang terjadi pada sumbu yang parallel dan memiliki

arah gaya yang berlawanan. Pada simple shear terjadi rotasi. Walaupun pada kedua

teori tersebut belum dapat memenuhi semua kejadian struktur geologi yang ada.

Tetapi apabila dengan menggunakan pendekatan yang tepat dengan demikian maka

kita dapat menjelaskan kejadian struktur geologi.

Pada Pure shear terjadi sesar yang bersilangan dan berpasangan akibat dari

tegasan utama yang arahnya utara-selatan dan adanya ekstension yang arahnya

barat-timur yang mengakibatkan elipsoid berbentuk demikian. Pada Simple shear

terjadi 2 tegasan utama yang paralel yang mengakibatkan terpecahnya tegasan

tersebut menjadi 2 arah yaitu ekstension dan compression .Ekstension yang

mengarah ke timur laut-barat daya sehingga membuat elipsoid berbentuk lonjong.

Dan compression yang mengarah ke tenggara-barat laut mengakibatkan adanya

sesar yang berpasangan.

27
Gambar 2.13 Perbedaan pure shear dan simpel shear ( Harding 1973)

Gambar 2.14 Konsep simpel shear untuk menjelaskan hubungan struktur geologi

(Harding1973)

28

Anda mungkin juga menyukai