Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR

PEMETAAN GEOLOGI DAERAH KARANGSAMBUNG,


KEBUMEN, JAWA TENGAH

Disusun Oleh:

Denti Fiqriana
15117016

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kuliah lapangan yang
berjudul “PEMETAAN GEOLOGI DAERAH KARANGSAMBUNG,
KEBUMEN, JAWA TENGAH”. Terselesaikannya laporan ini dengan baik tentu
saja berkat bantuan dari berbagai pihak yang turut serta dalam memberikan
bantuan, baik dalam bentuk bimbingan, saran, ide dan dorongan. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral dan
meteril.
2. Bapak Mochamad Iqbal, S.T., M.T. selaku Koordinator Program Studi Teknik
Geologi Institut Teknologi Sumatera sekaligus dosen pengampu mata Kuliah
Lapangan.
3. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera
yang terlibat langsung sebagai pembimbing Kuliah Lapangan Karangsambung.
4. Semua pihak yang turut membantu sehingga terselesaikannya kuliah lapangan
dan laporan akhir ini.
Karena keterbatasan pengetahuan, wawasan dan pengalaman, penulis
menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penyajian laporan ini,
oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun
sebagai bahan evaluasi penulis untuk dapat memperbaikinya.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini bisa memberikan
manfaat, inspirasi dan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Lampung Selatan, 15 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah merupakan daerah
kawasan tropis yang tidak luas namun menyimpan fenomena geologi dan aneka
batuan unik dan langka. Teori tentang lempeng tektonik dapat diuji kebenarannya
disini. Pada lokasi ini juga luput dari kegiatan gunung api muda dan relatif
terhindar dari disintegrasi iklim tropis. Daerah Karangsambung memiliki ciri khas
geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Pada daerah ini terdapat batuan Pra-
Tersier dengan jenis batuan yang beragam serta tatanan dan struktur geologi yang
kompleks. Kondisi geologi yang kompleks ini terbentuk karena pada daerah
Karangsambung merupakan zona meratus, yaitu daerah pertemuan antara lempeng
(subduksi) yang terangkat.
Salah satu bukti dari adanya subduksi pada daerah ini adalah
tersingkapnya batuan campuran, yaitu Kompleks Melange Luk-Ulo yang berumur
Kapur Akhir sampai Paleosen. Satuan batuan ini dianggap sebagai produk jalur
subduksi purba pada Pre-Tersier yang memiliki umur Kapur, yang dapat diamati
mulai dari Jawa Barat selatan (Ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan
Laut Jawa bagian timur ke Kalimantan Tenggara akibat proses subduksi antara
lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng benua Asia Tenggara
(Asikin, 1974). Kompleks Melange Luk-Ulo ditutupi oleh sedimen-sedimen
Paleogen yang terdiri dari Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan. Kedua
satuan batuan ini terdiri dari batulempung dengan fragmen-fragmen atau
bongkah-bongkah batuan asing yang tercampur di dalamnya, yang dianggap
sebagai olistostrom.
Pemetaan geologi adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi
geologi yang terdapat dalam suatu daerah penelitian yang menggambarkan
penyebaran batuan, struktur, kenampakan morfologi bentang alam. Dalam
kesempatan ini dilakukannya kegiatan kuliah lapangan pemetaan geologi untuk
mengimplementasikan pengetahuan geologi yang telah diperoleh di kelas dan
diterapkan secara langsung di lapangan untuk menghasilkan calon-calon tenaga
kerja geologist yang cakap baik secara teori ataupun terapan.
I.2. Maksud Dan Tujuan
Kegiatan pemetaan geologi dan penyusunan laporan ini dimaksudkan
untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Geologi Lapangan (GL 3202) di
Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknologi Produksi dan Industri, Institut
Teknologi Sumatera.
Tujuan dari kegiatan kuliah lapangan ini adalah untuk
mengimplementasikan pengetahuan geolologi yang telah diperoleh dengan
melakukan pengamatan secara langsung di lapangan, sehingga data pengamatan
yang diperoleh nantinya akan dituangkan dalam sebuah peta untuk
menggambarkan tatanan geologi mencakup geomorfoogi, stratigrafi, geologi
struktur serta sejarah geologi daerah Karangsambung

I.3. Lokasi Penelitian


Daerah pemetaan dilakukan di Daerah Karangsambung yang secara
administratif termasuk Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan secara geografisnya daerah ini terletak pada
koordinat 109037’00” - 109044’00” BT, 7034’00” - 7036’30” LS. Secara geografis
wilayah pemetaan terletak di koordinat (UTM) 352800-355800, 9161600-
9166400. Daerah pemetaan melingkupi seluas 5 x 3 km2 mencakup daerah
Karangsambung dan sekitarnya seluas 15 km2.

Gambar I.1. Daerah Penelitian


Adapun batas-batas wilayah pemetaan ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Bagian utara : Gunung Paras
2. Bagian selatan : Bendungan Kaligending
3. Bagian barat : Gunung Brujul dan Kali Luk Ulo
4. Bagian timur : Kali Poh

I.4. Pencapaian Lokasi


Pemetaan geologi di Daerah Karangsambung dan sekitarnya dengan
luasan 15 km2 dilaksanakan dalam waktu selama 5 hari, dimana satu hari pertama
dianggap sebagai pra-mapping dan empat hari berikutnya mapping mandiri yang
terhitung dari tanggal 16 Desember – 19 Desember 2020.
Sedangkan untuk lokasi daerah pemetaan ini berjarak 19 km dari pusat
Kota Kebumen. Sehingga akses yang digunakan untuk mencapai daerah pemetaan
dapat dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat, namun lain
halnya ke lokasi singkapan yang harus dicapai dengan berjalan kaki.
Adapun rincian waktu dan kegiatan lintasan mapping digambarkan dalam
tabel I.1. berikut.

Tabel I.1. Lintasan Daerah Pemetaan


No Tanggal Cuaca Kegiatan
Kali Luk Ulo- Geosite Bukit
1. 16 Desember 2020 Berawan
Waturanda- Bendungan Kaligending
Kali Langkung- Kali Penggung-Kali
2. 17 Desember 2020 Berawan Terus-Clebok- Kali Wayu- Karang
Gude
Kali Salak- Banioro- Gunung Bujil-
3. 18 Desember 2020 Hujan
Kali Pelikon-Dukuh Kulon- Sumbersari
Kali Gending- Puncak Bukit Salaranda-
4. 19 Desember 2020 Hujan
Bukit Jatibungkus (Gunung Perwaton)
Melengkapi data-data lintasan yang
5. 20 Desember 2020 Cerah
kurang

I.5. Keadaan Umum


Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

I.6. Ucapan Terimakasih


Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
BAB II
STUDI PUSTAKA

II.1. Fisiografi Regional


Secara regional seluruh Pulau Jawa memiliki perkembangan tektonik yang
sama, namun karena pengaruh jejak tektonik yang lebih tua mengontrol struktur
batuan dasar khususnya lebih muda maka terdapat perbedaan antara daerah Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk daerah Jawa Tengah sendiri terbagi
menjadi empat zona fisiografi yaitu: Dataran Pantai Selatan, Pegunungan Serayu
Selatan, Pegunungan Serayu Utara dan Dataran Pantai Utara (Bammelen, 1949).
Daerah Karangsambung berada di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia. Batas wilayah di sebelah utara daerah ini adalah dengan
wilayah Banjarnegara, di timur berbatasan dengan wilayah Wadaslintang, di
sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kebumen dan di sebelah barat
berbatasan dengan daerah Gombong. Secara geografis, daerah Karangsambung
mempunyai koordinat 7⁰34’00” - 7⁰36’30” LS dan 109⁰37’00” - 109⁰44’00” BT.
Secara administratif, daerah pemetaan Gunung Paras termasuk kedalam
Kecamatan Karangsambung dan Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah. Secara fisiografis, daerah Karangsambung termasuk
kedalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.

Gambar II.1. Fisiografi Jawa Tengah – Jawa Timur (Bemmelen, 1949)


II.2. Geomorfologi Regional
Geomorfologi merupakan studi mengenai bentuk-bentuk permukaan bumi
dan semua proses yang menghasilkan bentuk-bentuk tersebut. Morfologi daerah
Karangsambung merupakan perbukitan struktural, disebut sebagi kompleks
melange. Tinggian yang berada di daerah ini antara lain adalah Gunung
Waturanda, bukit Sipako, Gunung Paras, Gunung brujul, serta bukit Jatibungkus.
Penyajian melange di lapangan Karangsambung merupakan dalam bentuk blok
dengan skala ukuran dari puluhan hingga ratusan meter, selain itu juga terdapat
melange yang membentuk sebuah rangkaian pegunungan.
Daerah Karangsambung oleh para ahli geologi sering disebut sebagai
lapangan terlengkap di dunia. Karangsambung merupakan jejak-jejak tumbukan
dua lempeng bumiyang terjadi 117 juta tahun sampai 60 juta tahun yang lalu. Ia
juga merupakan pertemuan lempeng Asia dengan lempeng Hindia. Ia merupakan
saksi dari peristiwa subduksi pada usia yang sangat tua yaitu pada zaman Pra-
Tersier. Di daerah ini terjadi proses subduksi pada sekitar zaman Paleogene
(Eosen, sekitar 57,8 juta sampai 36,6 juta tahun yang lalu). Oleh karena itu, pada
tempat ini terekam jejak-jejak proses paleosubduksi yang ditunjukan oleh
singkapan-singkapan batuan dengan usia tua dan merupakan karakteristik dari
komponen lempeng samudera. Karangsambung merupakan tempat singkapan
batuan terbesar batuan-batuan dari zaman Pre-Tersier yang terkenal dengan
sebutan Luk Ulo Melange Complex , suatu melange yang berhubungan dengan
subduksi pada zaman Crateceous (145.5 ± 4.0 hingga 65.5 ± 0.3 juta tahun yang
lalu) yang diperkirakan berumur 117 juta tahun.
Tersingkapnya batuan melange di daerah Karangsambung ini disebabkan
oleh adanya tektonik kompresional yang menyebabkan daerah tersebut dipotong
oleh sejumlah sesar-sesar naik disamping adanya pengangkatan dan proses erosi
yang intensif. Apabila diperhatikan bahwa posisi batuan melange ini dijumpai di
sekitar inti lipatan antiklin dan di sekitar zona sesar naik dan kenyataannya pada
saat sekarang posisi inti lipatan ini berada di bagian lembah yang didalamnya
mengalir aliran sungai Luk Ulo yang menunjukan bahwa di daerah tersebut proses
erosi berlangsung lebih intensif.
Melange Luk Ulo didefinisikan oleh Asikin (1974) sebagai percampuran
tektonik dari batuan yang mempunyai lingkungan berbeda, sebagai hasil dari
proses subduksi antara Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah
Lempeng Benua Asia Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen.
Melange tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan basa dan
ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic) yang seluruhnya
mengambang di dalam masa dasar lempung hitam yang tergerus (Scally clay).
Selanjutnya penulis ini membagi kompleks melange menjadi dua satuan
berdasarkan sifat dominansi fragmenya, yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Kedua satuan tersebut mempunyai karakteristik yang sama yaitu masa dasarnya
merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally clay). Bongkah yang berada di
dalam masa dasar berupa boudin dan pada bidang permukaan tubuh bongkahnya
juga tergerus. Beberapa macam dan sifat fisikkomponen melange tektonik ini,
antara lain batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan beku.
Morfologi perbukitan disusun oleh endapan melange, batuan beku, batuan
sedimen dan endapan volkanik Kuarter, sedangkan morfologi pedataran disusun
oleh batuan melange dan aluvium. Seluruh batuan penyusun yang berumur lebih
tua dari Kuarter telah mengalami proses pensesaran yang cukup intensif terlebih
lagi pada batuan yang berumur Kapur hingga Paleosen.
Morfologi perbukitan dapat dibedakan menjadi dua bagian yang
ditentukan berdasarkan bentuknya (kenampakannya), yaitu perbukitan memanjang
dan perbukitan prismatik. Perbukitan memanjang umumnya disusun oleh batuan
sedimen Tersier dan batuan volkanik Kuarter, sedangkan morfologi perbukitan
prismatik umumnya disusun oleh batuan yang berasal dari melange tektonik dan
batuan beku lainnya (Intrusi). Perbedaan kedua morfologi tersebut akan nampak
jelas dilihat, apabila kita mengamatinya di puncak bukit Jatisamit.
Bukit Jatisamit terletak di sebelah barat Karangsambung (Kampus LIPI).
Tubuh bukit ini merupakan bongkah batuan sedimen terdiri atas batulempung
merah, rijang, batugamping merah dan chert yang seluruhnya tertanam dalam
masa dasar lempung bersisik. Pada bagian puncak bukit inilah kita dapat melihat
panorama daerah Karangsambung secara leluasa sehingga ada istilah khusus yang
sering digunakan oleh para ahli geologi terhadap pengamatan morfologi di daerah
ini yaitu dengan sebutan “Amphitheatere”. Istilah ini mengacu kepada tempat
pertunjukan dimana penonton berada di atas tribune pertunjukan. Istilah ini
digunakan karena di tempat inilah kita dapatmengamati seluruh morfologi secara
lebih jelas.
Terdapat beberapa fenomena geologi yang dapat dijelaskan di tempat ini,
yaitu :
1. Daerah bermorfologi pedataran
Terletak di sekitar wilayah aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini merupakan
sungai utama yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi batuan melange
tektonik, melange sedimenter, sedimen Tersier (F. Panosogan. F. Waturanda,
F. Halang ). Di sekitar daerah Karangsambung, morfologi pedataran ini terletak
pada inti antiklin sehingga tidak mengherankan apabila di daerah ini tersingkap
batuan melange yang berumur tua, terdiri atas konglomerat, lava bantal, rijang,
lempung merah, chert dan batugamping fusulina. Bongkah batuan tersebut
tertanam dalam masa dasar lempung bersisik (Scally clay).
2. Morfologi perbukitan
Tersusun oleh batuan melange tektonik, batuan beku, batuan sedimen Tersier
dan batuan volkanik Kuarter. Perbukitan yang disusun oleh melange tektonik
dan intrusi batuan beku umumnya membentuk morfologi perbukitan dimana
puncak perbukitannya terpotong-potong (tidak menerus/terpisah-pisah). Hal ini
disebabkan karena masing-masing tubuh bukit tersebut (kecuali intrusi)
merupakan suatu blok batuan yang satu sama lainnya saling terpisah yang
tertanam dalam masa dasar lempung bersisik (Scally clay). Morfologi
perbukitan dimana batuan penyusunnya terdiri atas batuan sedimen Tersier dan
batuan volkanik Kuarter nampak bahwa puncak perbukitannya menerus dan
relatif teratur sesuai dengan sumbu lipatannya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan bentuk perbukitan antara batuan melange
dengan batuan sedimen Tersier/volkanik. Satuan morfologi ini dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
a. Di bagian selatan menunjukkan struktur sinklin pada puncak Gunung Paras.
b. Di bagian timur sebelah barat memperlihatkan kenampakan lembah yang
memanjang dan melingkar menyerupai tapal kuda membentuk amphiteatre.
c. Di bagian utara sampai selatan merupakan rangkaian pegunungan seperti
Gunung Paras, Dliwang, Perahu, dan Waturondo. Setelah dilakukan
interpretasi proses pembalikan topografi, secara detail, bentuk bentang alam
dari Gunung Paras ke selatan sampai Gunung Waturondo, direkonstruksi
awalnya merupakan antikline pada lembahnya, dengan memposisikan
kelurusan puncaknya, dan Bukit Bujil sebagai pilarnya. Namun saat ini telah
mejadi puncak Gunung Paras dengan struktur sinkilin dan antikilinnya,
tersusun oleh batuan Sedimentasi Breksi Volkanik. Selain itu juga, terdapat
bukit-bukit seperti Bukit Pesanggrahan, Bukit Bujil, dan Bukit Jati
Bungkus. Satuan daerah perbukitan ini, tampak bergelombang lemah dan
terisolir pada pandang luas cekungan morfologi amphiteatre. Batuan yang
mengisi satuan ini, menunjukkan Breksi Volkanik yang tersebar dari
Gunung Paras sampai Gunung Waturondo dan sinklinnya yang terlihat pada
puncak Gunung Paras kearah timur.
3. Satuan Perbukitan-Pegunungan Kompleks Melange (Campur Aduk Batuan)
Satuan morfologi ini memperlihatkan bukit-bukit memanjang dengan DAS
Sungai Gebong dan Sungi Cacaban yang membentuk rangkaian Gunung
Wangirsambeng, Gunung Sigedag dan Bukit Sipako. Puncak Gunung
wangirsambeng berupa bentukan panorama bukit memanjang dengan
perbedaan ketinggian antara 100-300 M di atas permukaan laut. Di daerah ini
juga, nampak bentang alam yang memperlihatkan bukit- bukit prismatic hasil
proses tektonik.
4. Lajur Pegunungan Serayu Selatan
Bagian utara kawasan geologi Karangsambung merupakan bagian dari Lajur
Pegunungan Serayu Selatan. Pada umumnya daerah ini terdiri atas dataran
rendah hingga perbukitan menggelombang dan perbukitan tak teratur yang
mencapai ketinggian hingga 520 m. Musim hujan di daerah ini berlangsung
dari Oktober hingga Maret, dan musim kemarau dari April hingga September.
Masa transisi diantara kedua musim itu adalah pada Maret-April dan
September-Oktober. Tumbuhan penutup atau hutan sudah agak berkurang,
karena di beberapa tempat telah terjadi pembukaan hutan untuk berladang atau
dijadikan hutan produksi (jati dan pinus).

II.3. Stratigrafi Regional


Stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan
batuan serta hubungannya dengan lapisan batuan yang lainnya, yang bertujuan
untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi.
Berdasarkan peta geologi lembar Kebumen, Jawa Tengah (S. Asikin, A.
Handoyo, H. Busono, dan S. Gafoer, 1992), dapat diketahui bahwa batuan di
Karangsambung ini tersusun dari formasi tertua ke muda, yaitu:
1. Komplek Melange Luk Ulo atau Formasi Melange berumuran Pra-tersier.
2. Formasi Karangsambung yang terdiri atas lempung hitam.
3. Formasi Totogan dengan batuan utamanya lempung bersisik ’Scaly Clay.
4. Formasi Waturanda, terdiri atas perlapisan batu pasir dan batuan breksi.
5. Formasi Penosongan, terdiri dari perselingan lempung dan pasir karbonat.

Gambar II.3. Kolom Stratigrafi Daerah Karangsambung (Hadiyansyah, 2005)

1. Batuan Pra Tersier/Kompleks Melange Luk Ulo


Luk Ulo merupakan formasi tertua berupa melange yang sangat kompleks,
berumur Pre-Tersier. Batuannya meliputi graywacke, lempung hitam, lava
bantal yang berasosiasi dengan rijang dan gamping merah, tirbidit klastik, dan
ofiolit yang tersisipkan diantara batuan metamorfose berfasies sekis. Batuan-
batuan tersebut merupakan hasil dari pencampuran secara tektonik pada jalur
penunjaman (zona subduksi) yang juga telah melibatkan batuan-batuan asal
kerak samudra dan kerak benua. Kompleks ini dibagi menjadi 2 satuan
berdasarkan dominasi fragmen pada masa dasarnya, yaitu satuan Jatisamit di
sebelah barat dan satuan Seboro di sebelah utara.
Satuan Jatisamit merupakan batuan yang berumur paling tua. Satuan ini terdiri
bongkah asing di dalam masa dasar lempung hitam. Bongkah yang ada adalah
batuan beku basa, batupasir graywacke, serpentinit, rijang, batugamping merah
dan sekis mika. Batuan tersebut membentuk morfologi yang tinggi seperti
Gunung Sipako dan Gunung Bako.
2. Formasi Karangsambung
Karakteristik litologi dari formasi Karangsambung yaitu terdiri dari
batulempung abu-abu yang mengandung concression besi, batugamping
numulites, konglomerat, dan batu pasir kuarsa polemik yang berlaminasi.
Batupasir graywacke sampai tanah liat hitam menunjukkan struktur yang
bersisik dengan irisan ke segala arah dan hampir merata di permukaan. Struktur
tersebut diperkirakan sebagai hasil mekanisme pengendapan yang terjadi di
bawah permukaan air dengan volume besar, estimasi ini didukung oleh gejala
merosot yang dilihat pada inset batupasir. Umur Formasi Karangsambung ini
adalah dari Eosen Tengah (45 juta tahun) sampai Eosen Akhir (36 juta tahun)
dilihat dari adanya foraminifera plankton.
3. Formasi Totogan
Formasi Totogan mempunyai karakteristik yang sama dengan Formasi
Karangsambung. Ditandai dengan litologi berupa batulempung dengan warna
coklat, dan kadang-kadang ungu dengan struktur scaly (menyerpih). Juga
terdapat fragmen berupa batukarang yang terperangkap pada batulumpur,
batupasir, batukapur fossil dan batuan beku. Umur dari Formasi Totogan
adalah Oligosen (36-25 juta tahun), yang didasarkan pada keberadaan
Globoquadrina Praedehiscens dan Globigeriona Binaensis.
4. Formasi Waturanda
Usia formasi Waturanda ini hanya dapat ditentukan secara langsung
berdasarkan posisi statigrafi ke bawah diperkirakan sebagai usia Meocene
(25,2-5,2 juta tahun) yang terdiri dari breksi vulkanik dan batupasir wacke
dengan sisipan batu lempung dibagian atas. Masa dasar batupasir berwarna
abu-abu dengan butir sedang hingga kasar, terdiri atas kepingan batuan beku
dan obsidian.
5. Formasi Penosogan
Formasi Penosogan diendapkan diatas Formasi Waturanda dengan litologi
berupa perubahan secara berangsur dari satuan breksi ke arah atas menjadi
perselingan batupasir tufan dan batulempung merupakan ciri batas dari
Formasi Penosogan yang terletak selaras di atasnya. Secara umum formasi
terdiri dari perlapisan tipis sampai sedang batupasir, batulempung, sebagian
gampingan, kalkanerit, napal-tufan dan tuf.Bagian bawah umumnya dicirikan
oleh pelapisan batupasir dan batulempung, ke arah atas kadar karbonatnya
semakin tinggi. Bagian atas terdiri atas perlapisan batupasir gampingan, napal
dan kalkanerit. Bagian atas didomonasi oleh batulempung tufan dan tuf.
6. Formasi Halang
Formasi Halang selaras di atas Formasi Penosogan dengan litologi terdiri dari
perselingan batu pasir, batu lempung, napal, tufa dan sisipan breksi. Formasi
ini memiliki umur Miosen Awal hingga Pliosen.

II.4. Struktur Geologi Regional


Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh
subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Mikro-Sunda (Sunda
Microcontinental). Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian
lapangan, citra satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik dan data
pemboran migas) dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa ada 3
struktur dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda dan arah Jawa.
Arah yang pertama adalah arah Timur Laut-Barat Daya (NE-SW) yang
disebut dengan arah Meratus. Pola Struktur dengan arah Meratus ini merupakan
pola dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono, 1994) terbentuk
pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal). Arah yang
kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah Utara-
Selatan. Pola ini disebut dengan Pola Sunda. Pola Sunda berarah Utara-Selatan
(N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah Barat-Timur yang umumnya dominan berada di
dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah Barat-
Timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar
naik seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam zona Bogor (Van Bemmelen, 1949).

Gambar II.4. Tatanan Tektonik Pulau Jawa (Sujanto dan Sumantri, 1977)

Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa Pola Meratus


merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini
berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam Jalur Tinggian Karimun Jawa
menerus melalui Karangsambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar
ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih
muda dari Pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah
mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir
hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan
kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994).
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1. Geomorfologi
III.2. Stratigrafi

III.3. Geologi Struktur

III.4. Sejarah Geologi

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari kegiatan Kuliah Lapangan “Pemetaan Geologi
Daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”, yang telah dilakukan.
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Aaaaaa
2. Bbbbb
3. Cccccc
4. Dddddd
5. Eeeee

DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., 2013. Buku Pedoman Geologi Lapangan. Matasak, T., Handoyo, A.,
Sapiie, B., Priadi, B., editor. Bandung (ID): Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB.

Asikin, S., Harsolumakso, A. A., Busono H., dan Gafoer S, 1992. Geologic Map
Of Kebumen Quadrangle, Java, Scale 1:100.000. Geologycal Research
and Development Centre, Bandung.

Bemmelen, Van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque, Nederland.

Hadiyansyah, Dian, 2005. Karakteristik Struktur Formasi Karangsambung,


Daerah Karangsambung dan Sekitarnya, Kecamatan Karangsambung –
Karangayam, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Skripsi S-1
Dept. Teknik Geologi ITB.

Harsolumakso, Agus Handoyo dan Dardji Noeradi, 1996. Deformasi pada


Formasi Karangsambung, di Daerah Luk Ulo, Kebumen, Jawa Tengah.
Buletin Geologi 26, 45-54.

Pulunggono, A. Dan Martodjojo, S., 1994. Perubahan Tektonik Paleogen –


Neogen Merupakan Peristiwa Terpenting di Jawa. Proccedings
Geologi
dan Geotektonik Pulau Jawa: 37-50.

Simandjuntak, T.O. & Barber, A.J., 1996. Contrasing Tectonic Style in the
Neogene Orogenic Belts of Indonesia, in: Tectonic Evolution of Southeast
Asia, eds. Hall & Blundell, Geological Society Spec. Publ. No. 106: 185-
201.

Soeria-Atmadja, R. Bellon, R.C., Pringgoprawiro, H., Polve, M. Dan Priadi, B.,


1994. Tertiary Magmatic Belt in Java, J. SE Sci., v.9, n.1-2: 13-27.

Sujanto, F.X. dan Sumantri, Y.R., 1977. Preliminary Study on the Tertiary
Depositional Patterns of Java. Proceeding Indonesian Petroleum
Association, 6th Annual Conv., h. 183-213.
LAMPIRAN
No. Kode Singkapan Deskripsi Foto

Batu Basalt
Berwarna abu gelap kehitaman, afanitik, equigranular, vesikuler,
1. KS 1.1
terdapat vein yang terisi lempung merah, ekstrusif, terdapat mineral
putih (silika) yang mengisi rongga.

Batu Basalt
2. KS 1.2 Berwarna hitam keabu gelapan, afanitik, equigranular, pelapukan kulit
bawang (Speroidal).

Breksi Andesit
Berupa bongkahan besar berwarna hitam (segar) dan hitam
kecokelatan (lapuk), sortasi buruk, sub-angular, kemas terbuka,
3. KS 1.3 porositas baik, tidak kompak, pasir sedang-bongkah, fragmen:
- Basalt (abu gelap, afanitik, mineral mafik)
- Andesit (abu gelap, porfiritik, inequigranular, masif, euhedral,
komposisi: hornblenda, plagioklas)
4. KS 1.4
5. KS 1.5
6. KS 1.6
7. KS 1.7
8. KS 2.1
9. KS 2.2
10. KS 2.3
11. KS 2.4
12. KS 2.5
13. KS 2.6
14. KS 2.7
15. KS 3.1
16. KS 3.2
17. KS 3.3
18. KS 3.4
19. KS 3.5
20. KS 3.6
21. KS 3.7
22. KS 3.8
23. KS 3.9
24. KS 3.10
25. KS 4.1
26. KS 4.2
27. KS 4.3
28. KS 4.4
29. KS 4.5
30. KS 4.6
31. KS 4.7
32. KS 4.8
33. KS 4.9
34. KS 4.10
35. KS 5.1
36. KS 5.2
37. KS 5.3
38. KS 5.4
39. KS 5.5
40. KS 5.6
41. KS 5.7
42. KS 5.8
43. KS 5.9
44. KS 5.10
45. KS 5.11
46. KS 5.12
47. KS 5.13
48. KS 5.14

Anda mungkin juga menyukai