Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi geologi di Kalimantan Timur memiliki tingkat kompleksitas yang menengah hingga
tinggi dengan pengaruh tektonik yang dominan berdasarkan kondisi geologi regional
cekungan kutai. Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh gaya endogen dan gaya eksogen
perlu dipelajari dan mendapat perhatian lebih khususnya dari segi ilmu kebumian. Pemetaan
geologi merupakan proses kerja lapangan untuk menghasilkan peta geologi dengan
memanfaatkan metode geologi lapangan. Pada hakikatnya, proses pemetaan geologi
dilakukan untuk menampilkan berbagai bentuk kondisi geologi yang ada di lapangan. Fokus
utama tersebut misalnya struktur batuan, urutan batuan, bentang alam, dan sebagainya.

Secara umum, pengertian geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari batuan yang
terdeformasi yeng membentuk lapisan atas bumi. Kata struktur berasal dari bahasa latin yang
berarti membangun. Deformasi atau deformation adalah suatu Proses yang menyebabkan
perubahan bentuk atau ukuran hingga meninggalkan hasil yang permanen pada batuan.
Sebagai contoh proses patahan pada kerak bumi dapat menimbulkan proses penyerta lainnya
dalam, batuan seperti perlipatan, rekahan dan patahan patahan kecil. Struktur penyerta ini
dapat digunakan untuk mempelajari perkembangan struktur geologi suatu daerah yang
dimana data yang telah didapatkan akan menjadi acuan penting dalam pemanfaatan wilayah
dari suatu daerah.

Setiap daerah tentu memiliki kawasan kawasan tertentu yang diberdayakan sesuai dengan
kesesuaian kondisi alamnya masing masing. Pemerintah Kota Samarinda sendiri telah
mengatur tata ruang wilayah Kota Samarinda didalam Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang

1
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda. Sehingga regulasi tersebut menjadi acuan
dalam hal pemeberdayaan suatu area.

Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda, kondisi lokasi Gunung Stelling yang
berlokasi di Kecamatan Samarinda Ilir termasuk dalam kawasan rawan bencana, dan bencana
yang dimaksud adalah longsor. Kawasan yang memiliki potensi bencana longsor merupakan
suatu fenomena geologi yang erat kaitannya dengan Struktur Geologi daru suatu area.

Oleh karna itu Studi Struktur Geologi pada kawasan Gunung Stelling yang termasuk dalam
kawasan rawan longsor akan membantu kita untuk dapat mengetahui anomali seperti apa
yang terdapat daerah Gunung Stelling. Sehingga kita dapat mengetahui penyebab dari
kawasan rawan bencana longsor tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian ini yaitu,


1. Bagaimana kondisi geologi pada lokasi penelitian?
2. Bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap daerah penelitian?
3. Bagaimana kaitan RTRW Kota Samarinda dengan struktur geologi pada daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut


1. Mengetahuai kondisi geologi pada lokasi penelitian
2. Mengetahui pengaruh struktur geologi terhadap daerah penelitian
3. Mengetahui kaitan RTRW Kota Samarinda dengan struktur geologi pada daerah penelitian

2
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada daerah ini hanya akan membahas Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Samarinda, khususnya pada Kecamatan Samarinda Ilir pada kawasan Gunung Stelling dan
kaitannya dengan struktur geologi yang berkembang pada derah tersebut dengan analisis
SWOT

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah


1. Memberikan informasi kondisi geologi pada kawasan Gunung Stelling, Kecamatan
Samarinda Ilir, Kota Samarinda
2. Memberikan informasi pengaruh struktur geologi terhadap kawasan Gunung Stelling,
Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda sebagai kawasan yang memiliki potensi
geowisata
3. Memberikan informasi RTRW Kota Samarinda dengan struktur geologi pada kawasan
Gunung Stelling, Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi Gunung Stelling ini berada dalam wilayah Samarinda, bagian dari Kelurahan Selli,
Kecamatan Samarinda Ilir. Tepatnya untuk daa koordinatnya yaitu X : 517835 Y : 9942819
, Z : 50 M. Untuk menuju kawasan ini, bisa dilakukan dengan berkendara menuju Kelenteng
Thien Le Khong atau pelabuhan Samarinda, melewati jembatan Selili yang di bawahnya
adalah Sungai Karang Mumus, menuju persimpangan jalan Gurami- jalan Lumba- Lumba
dan belok kanan masuk jalan Lumba- Lumba. Jalan Lumba- Lumba relatif mengikuti kaki
perbukitan Gunung Stelling. Puncak Gunung Stelling dapat dicapai secara umum lewat dua
jalur. Jalur 1 melewati Gang 02, dan jalur 2 melewati gang 14. Keduanya di jalan Lumba-
Lumba. Waktu yang ditempuh bisa sekitar 30 menit dari kota. Jalan yang ditempuh cukup
ramai dan macet di sore hari.

3
lokasi penelitian. Sumber : Google Earth

Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian. (Tanpa Skala )

1.7 Sistematika Penelitian

Skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab, yaitu sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, masalah perumusan, manfaat yang
diharapkan, tujuan penelitian, dan masalah yang membahas hal-hal yang menjadi
pembatas dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4
Di dalam bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendukung penjelasan pada pokok
bahasan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Pada bab ini berisi uraian tentang penelitian yang mencakup tahap persiapan,
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data, hasil, serta diagram alir dalam
penelitian ini.

BAB IV GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Pada bab ini membahas kondisi geologi daerah penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini membahas hasil dari penelitian yang dilakukan mengenai potensi
geowisata dan dianalisis dengan metode analisis RTRW Kota Samarinda dan Analisis
SWOT kawasan Bukit Stelling.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisikan tentang pernyataan singkat hasil pencapaian penelitian dan
saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku literatur yang digunakan sebagai penunjang penyusunan skripsi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Cekungan Kutai memiliki luas sekitar 43.680 km2. Cekungan ini merupakan salah satu
cekungan tersier terbesar dan terdalam di Indonesia. Cekungan ini termasuk dalam
klasifikasi Paleogene Continental Fracture-Neogene Passive Margin. Secara geografis,
cekungan Kutai terletak dibagian timur Pulau Kalimantan pada koordinat 103o LU – 2o LS,
dan 113o – 118o BT. Batuan dasar dari Cekungan Kutai tersusun oleh kerak kontinen yang
diinterpretasikan sebagai bagian dari Kraton Sunda dan akresi dari lempeng mikro. Adang
Flexure dengan arah umum baratlaut – tenggara (batas patahan Paternosfer) membatasi
bagian selatan dari cekungan ini dengan Cekungan Barito. Di utara, arah utarabaratlaut Busur
Mangkalihat memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan. Cekungan Kutai
berdampingan dengan Cekungan Lariang di bagian timur dan Tinggian Kuching di sebelah
baratnya.

Cekungan Kutai merupakan cekungan hidrokarbon terbesar kedua di Indonesia saat ini.
Cekungan Kutai mengandung cadangan minyak sebesar 2,47 MMBO dan 28,1 TCF gas.
Merupakan cekungan tersier yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur, memanjang ke
arah timur menuju lepas pantai Selat Makassar

Cekungan Kutai memiliki tebal sedimen antara 1.500-12.000 m, dengan kedalaman


cekungan antara 0-14.000 m. Sebagian besar wilayah Cekungan Kutai menempati wilayah
daratan dengan sebagian kecil menempati wilayah perairan Selat Makasar.

Nilai anomali gaya berat yang rendah berkorelasi dengan ketetebalan sedimen yang sangat
tebal. Pola distribusi anomali gaya berat ini memperlihatkan pula tinggian-tinggian batuan

6
dasar yang diperlihatkan dengan nilai anomali gaya berat yang tinggi (30-100 mgal), yang
merupakan batas terluar dari cekungan ini.

2.1.1 Fisiografi Cekungan Kutai

Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas
±60.000 km2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan mencapai 14 km.
Cekungan ini merupakan cekungan terbesar dan terdalam di Indonesia Bagian Timur.
Cekungan Kutai terletak di tepi bagian timur dari Paparan Sunda, yang dihasilkan sebagai
akibat dari gaya ekstensi di bagian selatan Lempeng Eurasia (Allen & Chambers, 1998).

Cekungan kutai dibatasi di bagian utara oleh suatu daerah tinggian batuan dasar yang terjadi
pada Oligosen, yaitu Tinggian Mangkalihat dan Sesar Sangkulirang yang memisahkannya
dengan Cekungan Tarakan. Di bagian timur daerah cekungan ini, terdapat Delta Mahakam
yang terbuka ke Selat Makasar. Di bagian barat, cekungan dibatasi oleh daerah Tinggian
Kuching (Central Kalimantan Ranges) yang berumur Kapur. Di bagian Tenggara cekungan
ini, terdapat Paparan Paternoster yang dipisahkan oleh gugusan Pegunungan Meratus. Di
bagian selatan cekungan ini, dijumpai Cekungan Barito yang dipisahkan oleh Sesar Adang.

7
Gambar 2.1 Sketsa Fisiografi Regional Cekungan Kutai
(Paterson dkk., 1997 dalam Mora dkk., 2001)

2.1.2 Tektonik Cekungan Kutai

Struktur tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai berarah timur laut-barat daya (NE-
SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium Samarinda, yang berada di bagian timur – tenggara
cekungan (Supriatna dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda tersebut memiliki karakteristik
terlipat kuat, antiklin asimetris dan dibatasi oleh sinklin-sinklin yang terisi oleh sedimen
silisiklastik Miosen. Secara umum, digambarkan bahwa sesar-sesar dan struktur yang
mempengaruhi pembentukan Cekungan Kutai dapat dilihat dalam gambar 2.2

8
Gambar 2.2 Lokasi Penelitian Pada
Struktur Geologi Cekungan
Kutai (McClay dan K
Ferguson, 1997).

Pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya kolisi dengan mikrokontinen, busur


kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit, membentuk batuan menjadi dasar
Cekungan Kutai selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal. Pada Eosen Tengah, Cekungan
Kutai terbentuk oleh proses pemekaran yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian
utara dan Laut Sulawes. Pada Eosen Akhir, sejumlah half graben terbentuk sebagai respon
dari terjadinya fasa ekstensi regional. Fasa ini terlihat juga di tempat lain, yaitu berupa
pembentukan laut dan Selat Makasar. Half graben ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-
9
rift pada Eosen Tengah-Eosen Akhir dengan variasi dari beberapa fasies litologi. Tektonik
inversi terjadi pada Miosen Awal, menyebabkan pengangkatan pada pusat cekungan yang
terbentuk selama Eosen dan Oligosen, sehingga cekungan mengalami pendangkalan (Allen
dan Chambers, 1998). Inversi berlanjut dan mempengaruhi cekungan selama Miosen Tengah
dan Pliosen. Inversi tersebut mempengaruhi daerah yang terletak di bagian timur Cekungan
Kutai, sehingga mempercepat proses progradasi delta (Allen dan Chambers, 1998).

2.1.3 Stratigrafi cekungan kutai

Litostratigrafi Cekungan Kutai telah ditulis oleh Courtney dkk (1991) dalam kolom
stratigrafi regional Cekungan Kutai (Gambar 2.2). Berikut penjelasan litostratigrafi
Cekungan Kutai dari masa Paleogen, Neogen dan Kuarter.

 Endapan Paleogen Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun atas asosiasi
batuan mafik dan sedimen dengan tingkat metamorfisme yang berbeda. Batuan dasar
volkanik yang dilaporkan tersingkap di Sungai Mahakam merupakan hasil aktivitas
volkanik pada Eosen Awal-Tengah. Batuan ini berbeda dengan batuan dasar volkanik
yang terdapat pada sumur Gendring-1 yang berumur Kapur Awal.

Batuan sedimen Tersier tertua pada stratigrafi Cekungan Kutai adalah Formasi Boh, yang
terdiri dari batu serpih, lanau, dan batupasir sangat halus. Batuan-batuan tersebut
mengandung foraminifera planktonik yang berumur Eosen Tengah. Pada beberapa
lokasi, formasi ini berasosiasi dengan batuan volkaniklastik (daerah Mangkalihat) dan
aliran Lava (ketebalan 1.400 meter). Ketebalan total dari Formasi Boh diperkirakan
sekitar 300 meter, tanpa lapisan lava. Distribusi dari perlapisan batupasir pada formasi
ini tidak diketahui.

Pada batas Eosen Tengah-Akhir, fase regresi ditunjukan oleh terjadinya pembajian
lapisan sedimen klastik yang diikuti oleh endapan laut berumur Eosen Akhir hingga
Oligosen Awal. Lapisan sedimen klastik ini diberi nama Keham Halo Beds, suksesi
10
lapisan batuserpih- batulumpur dikenal sebagai Atan Beds. Di Sungai Muru (Cekungan
Kutai bagian selatan) dan Sungai Atan (bagian barat Kutai Tengah), endapan ini onlap
terhadap batuan dasar dan secara tidak selaras menutupi Formasi Boh. Ketidakselarasan
ini secara progresif menghilang ke arah bagian dalam dari cekungan, seperti yang terlihat
pada Sumur Kariorang dan Sambang yang berlokasi di bagian utara dari cekungan.

Keham Halo Beds terdiri dari batupasir dan konglomerat dengan ketebalan antara 1.400-
2.000 meter. Batupasir pada lapisan ini merupakan suatu batupasir sangat halus dengan
ketebalan 400- 600 meter. Horizon Tufa ditemukan pada lapisan Keham Halo Beds pada
bagian utara dari Cekungan Kutai. Lapisan ini memiliki potensi yang baik sebagai
reservoar, khususnya pada bagian-bagian dangkal dari cekungan.

Atan Beds terdiri dari batuserpih dan batulumpur dan terkadang bersifat karbonatan.
Ketebalan dari lapisan ini sangat sulit ditentukan karena kuat nya deformasi pada lapisan
tersebut, namun dapat diperkirakan bahwa ketebalan lapisan ini berkisar antara 200-400
meter.

Interkalasi batugamping hadir pada lapisan Atan Beds, dengan ketebalan sekitar 70
meter. Selain itu interkalasi tipis batupasir juga hadir pada lapisan ini. Pengendapan dari
Atan Beds diakhiri oleh fase regresi yang diindikasikan oleh kehadiran klastik kasar
(Marah Beds).

 Endapan Oligosen Akhir-Miosen Tengah


Pengendapan sedimen pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah terdiri dari sikuen tunggal
dan beberapa terdiri dari dua siklus transgresi dan regresi yang terpisahkan oleh Klinjau
Beds. Marah Beds secara tidak selaras menutupi endapan yang lebih tua.
Ketidakselarasan ini diakibatkan oleh fase tektonik yang secara intensif mempengaruhi
struktur batuan di daerah dan membentuk keadaan Cekungan Kutai saat ini. Pengendapan
dimulai pada Oligosen Akhir yang ditandai dengan pengendapan klastik dari Marah Beds
yang berubah secara berangsur menjadi serpih dan batulumpur dari Formasi Pamaluan,

11
yang diikuti oleh pengendapan batuan karbonat dari Formasi Bebulu dan pada akhir
pengendapannya diendapkan serpih napal dan batulanau dari Formasi Pulau Balang yang
berumur Miosen Awal-Tengah.

Marah Beds hanya terdapat di bagian barat, dan mencapai ketebalan maksimum hingga
120 meter. Lapisan ini terdiri dari konglomerat dan batupasir dan sedikit kandungan
volkaniklastik. Perlapisan batuserpih dan batubara sering hadir pada lapisan ini. Klastik
Marah Beds secara selaras ditutupi oleh Formasi Pamaluan yang tersusun atas sikuen
serpih-batulanau dengan 36-21 ketebalan mencapai 1000 meter. Kandungan
Foraminifera pada lapisan ini mengindikasikan zona N3-N5. Formasi Pamaluan berubah
secara berangsur menjadi batugamping dari Formasi Bebulu, yang membentuk suatu
paparan di Cekungan Kutai bagian dalam dengan ketebalan 100- 200 m. Umur dari
formasi ini adalah pada interval N6-N7. Formasi Bebulu secara selaras tersuksesi oleh
Formasi Pulau Balang yang terdiri dari batulumpur-serpih dengan perlapisan
batugamping dan batupasir dengan ketebalan berkisar 1.500 meter. Foraminifera
planktonik pada lapisan ini mengindikasikan zona N8-N9.

 Endapan Miosen Tengah-Miosen Akhir


Kelompok batuan pada umur ini pada umumnya tersusun sangat kompleks dan masih
membingungkan. Dalam stratigrafi regional, kelompok batuan ini dinamai Grup
Balikpapan (Marks dkk., 1982). Bagian bawah dari kelompok batuan ini tersusun atas
batuan klastik Formasi Mentawir dan dapat dibedakan dari bagian atasnya yang tersusun
atas serpih-karbonat Formasi Mentawir. Batupasir Formasi Mentawir memiliki ciri
litologi masif, berbutir halus-sedang, berlapis dengan serpih, lanau, dan batubara.
Ketebalan unit batuan ini kurang lebih 450 meter, Secara selaras Grup Balikpapan ini
ditutupi oleh Formasi Klandasan, yang tersusun atas serpih, napal dan karbonat. Ke arah
barat, Formasi Klandasan semakin intensif tererosi. Batupasir basal dengan ketebalan
1000 meter berubah secara berangsur menjadi lanau dan serpih. Formasi Klandasan
dengan interval karbonat dikenal dengan Formasi Meruat, yang berangsur ke arah
basinward menjadi napal.

12
Formasi Sepinggan menutupi Formasi Klandasan secara selaras. Formasi Sepinggan
disusun oleh sikuen serpih-batulumpur dengan ketebalan kurang lebih 1.000 meter. Di
bagian barat laut dari Cekungan Kutai, unit sikuen pengendapan ini menyatu menjadi
sikuen serpih-napal (Birah- 1) yang membentuk unit batuan Bongas Beds. Di daerah
Runtu-Agar dan Sangatta, interkalasi batupasir sangat halus dan batubara mencirikan
endapan delta bagian distal dari bagian timur kompleks delta prograding yang menyatu
dengan klastik anggota Grup Balikpapan. Sikuen ini dikenal dengan Formasi Sangatta
(batubaraan) dengan ketebalan mencapai 2.200 meter.

Pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, siklus sedimentasi ditutup oleh regresi pada
Miosen Akhir, yang diindikasikan oleh pembajian klastik yang membentuk bagian dari
Formasi Kampung Baru.

 Endapan Pliosen dan Kuarter


Formasi Kampung Baru dapat dikenali dengan baik pada area tepi pantai di daerah
tenggara dari Cekungan Kutai (daerah Balikpapan), yang secara tidak selaras menutupi
Formasi Balikpapan. Formasi ini tersusun atas batupasir, batulanau dan serpih yang kaya
akan batubara. Klastik yang lebih kasar umumnya lebih banyak terdapat pada bagian
bawah dari formasi ini dengan ketebalan 30-120 meter. Batupasir ini membaji ke arah
timur menjadi unit serpih seluruhnya. Unit klastik pada bagian atas lapisan ini merupakan
sebuah bukti transgresi pada pliosen awal. Ke arah basinward unit ini bergradasi menjadi
fasies karbonat (Batugamping Sepinggan).

13
Gambar 2.3 Stratigrafi regional Cekungan Kutai (Courtney dkk., 1991).

2.2 Geologi Lembar Samarinda

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Samarinda merupakan kawasan yang termasuk
dalam zona cekungan kutai yang terbentuk pada zaman tersier dan berdasarkan statigrafi

14
regional daerah Samarinda dan sekitarnya juga tersingkap berbagai macam batuan dari
beberapa formasi batua, yakni ; Aluvium, Formasi Kampungbaru, Formasi Balikpapan,
Formasi Pulau Balang, Formasi Bebuluh dan Formasi Pamaluan.

2.2.1 Stratigrafi Geologi Lembar Samarinda

Gambar 2.4. Kolom stratigrafi (Supriatna dkk., 1995).

 Aluvium (Qa)
Tersusun atas kerikil, pasir dan lumpur yang terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa,
delta dan pantai.
 Formasi Kampungbaru (Tpkb)
Terdiri atas batupasir kuarsa dengan sisipan lempung dan serpi, lanau dan lignit; pada
umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa berwarna putih setempat kemerahan
atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis
oksida besi kongkresi, tufaan atau lanauan dan sisipan batupasir konglomeratan atau
konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter
0,5 – 1 cm, mudah lepas. Lempung berwarna kelabu kehitaman mengandung sisa
tumbuhan, batubara dank oral. Lanau berwarna kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit
setebal 1 – 2 meter. Formasi ini di duga berumur Miosen Akhir – Plio Plistosen,
lingkungan pengendapan delta – laut dangkal dan tebalnya lebih dari 500 meter. Formasi
ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap formasi Balikpapan.

15
 Formasi Balipapan (Tmbp)
Terdiri atas perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih,
batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa berwarna putih kekuningan, tebal lapisan 1
– 3 meter, disispi lapisan batubara dengan tebal 5 – 10 cm. batupasir gampingan berwarna
coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang silur, tebal lapisan 20 – 40 cm,
mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung berwarna kelabu
kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan –
rekahan, setempat mengandung lensa – lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan
berwarna kelabu, berlapis tipis. Serpih berwarna kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping
pasiran mengandung foraminifera besar, moluska yang menunjukkan umur Miosen Akhir
bagian bawah – Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan paras delta –
dataran delta dengan tebal 1000 – 1500 meter.
 Formasi Pulau Balang (Tmpb)
Tersusun atas perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan
batugamping, batulempung, batubara dan tufa dasit. Batupasir greywacke berwarna
kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir kuarsa berwarna
kelabu kemerahan, setempat tufaan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 – 60 cm.
Batugamping berwarna coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar,
batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan
antara 10 – 40 cm. Di sungai Loa Haur mengandung fosil foraminifera besar antara
lain Austrotrilina howchini, Borelis sp., Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp.,
menunjukkan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Batulempung berwarna kelabu kehitaman dengan tebal lapisan 1 – 2 meter, setempat
berselingan dengan batubara dengan tebal mencapai 4 meter. Tufa dasit berwarna putih,
merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
 Formasi Pamaluan (Tomp)
terdiri atas batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping dan
batulanau yang berlapis baik. Batupasir kuarsa merupakan batuan utama yang berwarna
kelabu kehitaman – kecoklatan, berbutir halus – sedang, terpilah baik, butiran membulat
– membulat tanggung, padat, karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur
16
sedimen silang silur dan perlapisan sejajar, tebal lapisan antara 1 – 2 meter. Batulempung
berwarna kelabu dengan tebal rata – rata 45 cm. Serpih berwarna kelabu kecoklatan –
kelabu tua, padat, tebal lapisan antara 10 – 20 cm. Batugamping berwarna kelabu, pejal,
berbutir sedang – kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar.
Batulanau berwarna kelabu tua – kehitaman. Formasi Pamaluan merupakan batuan
bawah yang tersingkap di lembar ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari
dengan formasi Bebuluh. Tebal formasi ini kurang lebih 2000 meter (Supriatna, dkk,
1995).

2.2.2 Struktur dan Tektonik Geologi Lembar Samarinda

Struktur yang dapat diamati di lembar Samarinda berupa lipatan anticlinorium dan sesar,
lipatan umumnya berarah timurlaut – baratdaya, dengan sayap lipatan curam dibagian
tenggara. Formasi Pamaluan, Bebuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan
kemiringan antara 400 – 750. Batuan yang lebih muda seperti formasi Kampungbaru pada
umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat 3 jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan
sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh
sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sesar turun terjadi pada kala Pliosen (Supriatna, dkk,
1995).

2.2.3 Sumberdaya Mineral dan Energi

Sumberdaya mineral dan energy yang potensi di lembar Samarinda berupa minyak dan gas
bumi serta batubara. Minyak bumi dan gas terdapat di Sangasanga, Muarabadak dan Tanjung
Selatan. Batubara terdapat di Loahaur, Loabukit dan Sebuluh. Semuanya di tepi Sungai
Mahakam (Supriatna, dkk, 1995).

17
Gambar 2.5 Peta Geologi Lembar Samarinda (Supriatna, dkk, 1995)

2.3 Geomorfologi

Menurut Supriatna dkk (1978), secara fisiografi Zona Cekungan Kutai bagian tengah dibagi
menjadi tiga, yaitu Zona dataran berawa pada bagian Barat, zona punggungan perbukitan
(Antiklinorium Samarinda) pada bagian tengah dan zona Delta Mahakam pada bagian Timur,
daerah penelitian terletak pada perbukitan lipatan dengan subsatuan geomorfologi struktural
denudasional. Fisiografi daerah penelitian umumnya menunjukan bentuk punggungan
perbukitan dengan struktur perlipatan (Antiklinorium Samarinda).Secara regional morfologi
daerah penelitian termasuk dalam Cekungan Kutai (Nuay, 1985) Cekungan Kutai merupakan
cekungan pengendapan yang berbatasan dengan Tinggian Kuching disebelah Utara,
Cekungan Melawai Ketungau disebelah Barat, dan Cekungan Barito disebelah Selatan.
Berdasarkan peta geomofologi lembar Samarinda edisi I – 1991 oleh S. Poedjoprajitno,
Suharsono dan Kamawan (1998), maka hal ini dapat dibedakan :

18
 Rawa Buri (Back Swamp)
Merupakan dasar lembah cekung, lembah berbentuk “U” dengan jenis erosi alur, dijumpai
adanya meterial organik, tanaman air, ilalang.
 Dataran Banjir
Kondisi topografi dasar lembah, tipe erosi alur yang berbentuk “U” perkembangan humus
terbatas, khususnya daerah aktif banjir.
 Permatang Sungai
Terletak disebelah timur daerah penelitian lereng berbentuk cembung dengan tipe erosi
alur aktifitas sungai mendatar tanah tanpa material organik dan semak belukar.
 Kipas Alluvial
Dengan bentuk lereng cekung pola aliran subdenritik bentuk lembah “V” tajam, tipe erosi
alur, aktifitas sungai tegak, material organik sedikit, terdiri dari semak belukar.
 Dasar Lembah
Dengan bentuk lereng datar, tipe erosi alur, merupakan daerah akumulasi fragmen batuan
yang berasal dari lereng, terdiri dari tanah hasil penumpukan material organik.
 Gosong Pasir
Letak topografi daerah lembah, dengan jenis erosi alur, dan jarang dijumpai material
organik.
 Bukit Terisolir
Letak topografi daerah perbukitan, bentuk lereng cekung teratur, tidak dijumpai metrial
organik.
 Punggungan Perbukitan
Letak topografi pada bagian tengah lembah, bentuk lereng cekung teratur, bentuk lembah
“U” dangkal, tife erosi alur, sedikit dijumpai materil organik.

2.4 Unsur-unsur geologi struktur

Secara umum dalam geologi ada tiga jenis yang terobservasi di lapangan yaitu: bidang
kontak, struktur primer dan struktur sekunder.

19
2.4.1 Bidang kontak

Bidang kontak adalah batas antar jenis batuan, yang mencerminkan proses geologi. Bidang
kontak ini dapat berupa kontak batuan sedimentasi (normal), Ketidakselarasan, kontak
intrusi, kontak tektonik berupa bidang sesar atau zona sesar atau shear zone
.
2.4.2 Struktur Primer

Struktur primer adalah struktur dalam batuan yang berkembang pada saat atau bersamaan
dengan proses pembentukannya. Pada umumnya struktur ini merefleksikan kondisi lokal dari
lingkungan pengendapan batuan tersebut. Contohnya bidang perlapisan pada batuan
sedimen, struktur sedimen seperti graded bedding, cross bedding, ripple marks,current dan
current ripple. Struktur kekar kolom, ropy dan vesicular (gas vesicle) pada lava. Struktur
primer dalam batuan sedimen akan mengikuti hukum-hukum dasar sedimentologi, misalnya
superposisi dan kesinambungan lateral.

2.4.3 Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk karena gaya (force) setelah proses
pembentukan batuan tesebut, baik itu batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf. Mempelajari proses-proses pembentukan struktur sekunder ini akan menjadi
fokus utama didalam geologi struktur. Tetapi untuk beberapa kasus seringkali sulit untuk
membedakan struktur primer dan sekunder, karena adanya unsur interpretasi misalnya pada
saat pembentukannya sebagai sebuah struktur primer mungkin berkaitan dengan proses
struktur bantal pada lava. Dimana pada saat pembentukannya ssebagai suatu struktur primer
mungkin berkaitan dengan suatu proses tektonik regional yang signifikan. Struktur sekunder
terdiri dari: fracture antara lain joint, shear fracture, slickenlines, vein, fold,
cleavage,foliation,dan linieasi.

20
2.4.3.1 Kekar

Kekar merupakan bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang berarti
(bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Kekar merupakan gejala umum yang
sering dijumpai. Pada umumnya memnunjukkan pola sistematik dan seringkali simetrik.
Walaupun demikian, kekar adalah unsure struktur yang paling sulit dipakai dalam interpretasi
kondisi “strain” dan “stress” dari proses masa lampau.

 Klasifikasi kekar
Kekar dapat dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi (sapiie dkk, 2008. Dalam Altin
2015), yaitu :
 Kekar gerus, yang merupakan kekar yang terbentuk akibat adanyanya tegasan
kompresi.
 Kekar regang, kekar ini dibagi menjadi :
o Kekar ekstensi yang merupakan kekar yang terbentuk akibat adanya pemekaran atau
penarikan.
o Kekar lepas yang merupakan kekar yang terbentuk saat adanya gaya yang telah
berhenti.
Sementara klasifikasi berdasarkan bentuknya terbagi menjadi:
 Kekar yang sistematik dimana kekar ini selalu dalam bentuk sejajar dan berpasangan,
namun dalam bentuk vertikalnya kekar ini belum tentu sejajar.
 Kekar tak sistematik dimana memiliki permukaan yang tidak rata dan saling bertemu
namun tidak saling berpotong antara antar kekar satu dengan yang lainnya.

21
Gambar 2.6 Kekar gerus.

 Genesa kekar
 Kekar terbentuk apabila tekanan yang kepada batuan yang agak rapuh baik berupa
terikan maupun kompresi.
 Sekiranya akibat tarikan, maka kekar tersebur akan memiliki nbukaan pada blok batuan
yang terkekarkan. Apabila kekar tersebut merupakan kekar yang terbentuk akibat
kompresi, maka akan terbentuk kekar yang m,erupakan koyakan pada batuan.
 Beberapa pendapat menyatakan bahwa kebanyakan kekar yang ada di permukaan bumi
adalah kekar akibat tegasan.
o Retakan biasanya terbentuk pada masa perlipatan batuan yang rapuh, yang mungkin
terbentuk secara menegak atau oblik dengan arah lipatan.
o Kekar dapat terbentuk berdekatan dengan sesar rapuh. Pergerakan sepanjang sesar
biasanya membentuk kekar secara sistematik.
o Kekar tektonik dan hidraulik terbentuk pada daerah lapisan kulit bumi yang dalam.
Akibat tekanan benda cair yang abnormal. Kekar hidraulik terbentuk pada waktu
pemampatan yang berarah tegak pada batuan sedimen, pada kedalaman lebih dari 5
km.
o Kekar tektonik terbentuk pada keadaan yang sama, tetapi tegasannya berarah
mendatar. Kekar tektonik dapat terbentuk pada kedalaman kurang lebih dari 3 km.
contohnya kekar yang terbentuk pada batuan yang terlipat dan tersesarkan.

22
o Kekar yang terbentuk akibat pendinginan magma.
o Kekar yang terbentuk akibat pengurangan beban pada lapisan lapisan dekat
permukaan.

2.4.3.2 Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yag telah mengalami pergeseran melalui
bidang rekahnya. Sesar merupakan patahan/rekah tunggal atau zona pecahan pada kerak
bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang cukup besar, pararel dengan rekahan
atau zona pecahan. Sutau permukaan, sisi atau dinding yang bergeser melewati dinding lain
akan mengakibatkan kerusakan dna bergesernya struktur batuan yang sebelumnya menerus
tepat pada sesar. Maka, sebuah sesar adalah nergesernya struktur batuan yang disebabkan
oleh masa batuan yang slip satu sama lain disepanjang bidang atau zona rekahan. Sesar
adalah patahan/rekahan(shearing fracture), dan istilah shearing sering kali digunakan
sebagai sinonimk pensesaran. Sesar terdapat pada batuan yang paling keras dan kuat seperti
granit dan pada batuan yang lebih lunak seperti material bumi tidak seragam, seperti pasir
dan lempung. Sesar terdapat dimana mana, paling tidak beberapa ukuran, sepanjang bagian
kulit terluar bumi yang masih dapat dilihat.

 Geometri sesar
Secara vertikal sesar memiliki dua istilah penting yang digunakan untuk mendeskripsikan
blok dikedua bagian sesar. Definisi yang berlaku untuk sesar naik dan sesar normal adalah
sebagai berikut:
 Hanging wall adalah blok yang berada di atas bidang sesar
 Footwall wall adalah blok yang berada di bawah bidang sesar

23
Gambar 2.7 hanging wall dan footwall.

Geometri bidang sesar tiga dimensi dapat sangant bervariasi antara lain:
 Planar, sesar yang memiliki geometri yang lurus
 Litric sesar yang geometri bidang yang cekung keatas (kemiringan sesar makin dalam
makin berkuarng)
 Steepening downward atau cembung keatas ( kemiringan sesar makin dalam makin
besar)
 Anastomosing sesar dengan bidang bercabang cabang yang tidak beraturan.Secara tiga
dimensi sesar mempunyai permukaan yang tidak beraturan. Semua sesar akan berhenti
oleh salah satu karakteristik di bawah ini:
o Pergeserannya menjadi nol
o Dipotong oleh sesar lainnya
o Memotong permukaan bumi
 Tipline adalah dimana pergeseran sesar menjadi nol, ini adalah garis yang memisahkan
batuan yang bergeser dab yang tidak, atau ujung dari rekahan. Terjadi hanya jika
memotong permukaan bumi atau tidak bercabang.
 Branch line adalh garis dimana sesar berpotong atau bercabang menjadi sesar lain.
 Surface trace adalah garis perpotongan sesar dengan permukaan bumi.

 Unsur-unsur pada struktur sesar

24
Secara umum dapat unsur geometri sesar dapat dibagi menjadi:
 Bidang sesar adalah bidang rekahan tempat terjadinta pergeseran, yang kedudukannya
dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.
 Hanging wall merupakan bagian yang terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.
 Foot wall merupakan bagian yang terpatahkan yang berada dibawah bidang sesar.
 Throw merupakan besaran pergeseran vertikal pada sesar.
 Heave merupakan besaran pergeseran horisontal pada sesar.
 Slip merupakan pergeseran relatif sebenarnya.

lip
Strike-s
Oblique-s
Di lip
p-s
lip
e
lt plan
Fau

mponent
Horizontal co Vertical
component
Throw Di Oblique-s
p- sli lip
p
lip
Hea e-s nt
v e Strik pone
co m

Gambar 2.8. komponen geometri pada bidang sesar (Twiss dan Moore, 1992)

Berdasarkan definisi diatas jenis dan klasifikasi sesar dapat dibagi menjadi:
 Dip slip
Ada dua sesar yang bisa masuk dalam klasifikasi ini, yakni:
 Normal jika hanging wall relatif turun terhadap foot wall. Gerakan ini sebagai hasil dari
regangan pada arah horizontal. Berdasarkan stratigrafi ini memposisikan batuan muda
berada diatas batuan tua. Selanjutnya dip slip dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua
jenis yaitu yang bersudut tinggi >45° dan besudut rendah <45°.
 Naik jika hanging wall relatif naik terhadap foot wall. Gerakan ini dibebabkan
pemendekan pada arah horizontal. Berdasarkan stratigrafi kedudukan ini akan
menghasilkan batuan tua diatas batuan muda. Selanjutnya dip slip jenis ini dapat

25
diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan sudut yakni bersudut kemiringan tinggi >45°
dan rendah <45° atau dikenal juga sebagai thrust.

 Strike-slip
Berikut ini sesar yang temasuk dalam sesar geser:
 Sesar geser menganan atau Right-lateral (dextral) apabila bidang atau blok yang
berada didepan bergerak kearah kanan.
 Sesar geser mengiri atau left-lateral (sinistral) apabila bidang atau blok yang berada
didepan bergerak kearah kiri.
 Oblique slip apabila sesar merupakan kombinasi dari kedua gerakan tersebut.
 Pengenalan dan gejala umum sebagai bukti sesar

Dari peta topografi, foto udara atau citra satelit :


 Berupa kelurusan gawir, bukit, lembah, sungai.
 Pergeseran bentuk morfologi/geologi ( gawir, lembah, bukit, sungai)
Gambaran fisik di lapangan :
 Kelurusan gawir, bukit, lembah, sungai.
 Gawir dengan Triangular Facet.
 Mata air panas
 Lipatan (minor)
 Kelurusan Mata air atau mata air panas
 Hancuran (Breksiasi, Milonit, Gouge)
 Rekahan Rekahan (Rekahan gerus, rekahan tarik)
 Bidang sesar dan cermin sesar
 Lipatan seretan
 Ketidakteraturan Stratigrafi, terpotongnya lapisan, hilang atau berulangnya lapisan atau
kedudukan tidak teratur.

 Sesar Turun

26
Pergerakan di ssepanjang sesar seperti pelepasan tegasan degan memperpanjang kerak
secara horizontal pada arah tegasan normal terkecil dan pemendekan pada arah tegasan
normal terbesar, misalnya pergerakan dapat berupa dip slip normal saat hanging wall
bergerak relatif turun terhadap footwall, dan sesar dapat berupa sesar normal. Karena arah
vertikal merupakan arah dasasr dari bidang gravitasi bumi, suatu sesar dapat menjadi sesar
grafitasi, tetapi sesar normal dengan orientasi serupa bisa saja berasal dari kekuataan sealin
kekuatan gravitasi. Sesar gravitasi dipercaya oleh kebanyakan ahli geologi dari penyebab
terbentuknya graben dan rift valley di seluruh dunia.
Keterdapatan umum:
 Didaerah dengan keadaan geologi beragam
 Didaerah dengan gejala tektonik tarikan
 Pegunungan lipatan
 Bagian luar jalur orogen
 Bagian puncak atau kubah lipatan
 Sebagai pencerminan yang timbul permukaan dari gejala sesar yang letaknya lebih dalam.

Sifat sifat umum :


 Mempunyai kemiringan bidang sesar yang besar <45°
 Terdapat bersejajaran dengan berbentuk tangga
 Bidang dengan cermin sesar dan gores garis, agak umum
 Terdapat gawir sesar
 Sering memperlihatkan adanya “reverse drag”
 Terdapatnya “antithetic fault”

27
FONDATIONS OF STRUCTURAL GEOLOGY

KM
0 5 10

5
10

Hanging wall
anticline Hanging wall
Rollover
e syncline

A ve r
Roll-O
Ramp
B Hanging wall block a Hanging wall
Flat
Foot wall Ramp
Foot wall block

B Listric Fault
Detachment
C Flat

2 3
Horsetall Faults or
1 Listruc Fan

RI
DE
R
Foot wall "R Hanging wall
So RI oo
le o DE tF
Hanging wall rF
loo
R au
lt"
rF
ault
s
D E

Listric Fan Control High


5 Hanging wall
4 Counter Fan
4 Shortcut Fault 2
3 3
2 1 1 2 1

Floo
r Fa
ult Root
F ault
4
3
2 1
F Extensional Duplex
G

Gambar 2.9 Geometri dan model sesar turun


(Park,1989)

 Sesar naik ( Reverse & Thrust)


Pergerakan yang terjadi pada sesar naik melepaskan tegasn dengan cara ekspansi kearah
atas kerak bersamaan dengan pemendekan secara horizontal, pergerakan berupa reverse slip
dimana hanging wall bergerak relative naik terhadap foot wall, dan sesar berupa sesar
naik/reverse fault. Sesar ini telah lama disebut sebagai thrust, atau lebih spesifik sebagai
low-angle thrust fault, untuk membedakannya dengan up thrust atau high-angle thrusts,
yang terbentuk dari rejim tegasan yang berbeda. Perlipatan biasanya terjadi bersamaan
dengan thrust faulting. Sunbu lipatan berorientasi sejajar dengan arah sumbu tegasan normal

28
menengah dan sejajar dengan strike dengan thrust fault. Transisi dari lipatan dan thrust
diobservasi di berbagai dataran geologi suatu lipatan terbalik pada arah tertentu dan sayap
yang terbalik tersebut tertarik dan menjadi rekahan/lipatan kemudian membentuk thrust.
Keterdapatan umum:
 Daerah pengaruh tekanan pegunungan lipatan yang muda
 Daerah dengan endapan cekungan yang tebal (Back-arc basin).

Sifat sifat dan gejala di lapangan:


 Kebanyuakan sesar naik mempunyai kemiringan bidang sesar <45° sampai mendekati
horizontal atau sering disebut sebagai “ low-angle fault”.
 bidang sesarnya merupakan zona kompleks dan jarang merupakan bidang yang halus
dengan jalur sesar sebanyakan berupa garis lengkung.
 Sesar naik dicirikan oleh pola sesar ganda sub-pararel fault, dengan bidamg sesar masing-
masing searah dengan sumbu perlipatan.
 Adanya batuan yang lebih tua menumpang diatas batuan yang lebih muda.
 Adanya seretan akibat dari pergerakan blok-blok sesar yang menunjukkan gerakan relatif
naik.
 Gejala seretan dan pembentukan sesar-sesar sekunder.
 Sesar naik umumnya berasosiasi dengan lipatan dan mempunyau hubungan yang erat
dengan pembentukan lipatan. Adapun jenis lipatan adalah lipatan simetris atau lipatan
rebah dengan posisi bidang sesar pada sayap yang curam.
 Perulangan dari beberapa lapisan.

29
FAULTING

Hangingwall ramp

ramp
Hangingwall flat

Footwall
Footwall ramp

A B

1 2 3
3 2 1

C
D

roof thrust

imbricate zone floor thrust


E triangle zone

pop up
3 2
non slip 1

frontal ramp back thrust G

Gambar 2.10 Geometri dan Model Sesar Naik


(Park, 1989).

 Sesar geser mendatar

Pergerakan sepanjang sesar geser terjadi dengan pelepasan tegasan secara lateral pada arah
sumbu tegasan normal terkecil dan pemendekan pada arah sumbu tegasan normal terbesar,

30
pergerakan yang terjadi berupa stike-slip/ pergeseran. (Anderson 1951) menamakan sesar
ini sebagai sesar transcurrent fault, namun kemudian istilah wrench fault yang digunakan
kennedy diterima penggunaannya. Flaws dan tear fault merupakan sinonim yang kurang
lebih sama dengan artinya. Lipatan dan thrust diakibatkan oleh suatu bidang tegasan
sebelumnya dan berbeda atau rejim yang sebelumnya wrench fault. Pada dataran yang
seperti itu, sumbu lipatan thrust fault terpotong secara oblique sesar wrench. Sumbu
lipatan dan thrust berada pada sumbu tegasan normal menengah dari orientasi tegasan
sebelumnya. Dimana arah relief tegasan kearah atas dan tidak berdampingan seperti pada
rejim wrench terakhir. Perubahan rejim tegasan seperti ini biasa terdapat di mountain build
belt sebagai bentukan orogenik. Sifat sifat umum :
 Panjang, lurus atau lengkung garis datarlebar, sepanjang jejaknya
 Kemiringan terjal atau curam yang beragam.
 Lebar jalur terayam dengan gouge/ milonit dan gores garis horizontal
 Berukuran panjang dan arahnya hampir lurus- mudah dikenal di foto udara.
 Sembul dan terban yang tak sistematis.
 Lipatan lipatan seretan yang menunjam dan merencong.
 Tatanan stratigrafi yang saling menindih dan tidak sama.
 Merupakan jalur peka erosi.
 Yang berukuran besar, mempunyai jumlah pergeseran yang besar.
 Diatas permukaan, jalur pengerusan atau pelenturan-lebar beberapa ratus kilometer.
 Pembentukan depresi dan pembubungan akibat penyimpangan pada arah secara
merencong.
 Struktur penyerta; rekahan, lipatan, struktur bentuk bunga (flower structure)

31
FONDATION OF STRUCTURAL GEOLOGY

SYNTHETIC
STRIKE-SLIP
FAULT
S
LD
FO
NORMAL
FAULT

THRUST
OR REVERSE fault termination
FAULT
ANTITHETIC
STRIKE-SLIP
FAULT

A
B fault overlap

Before movement After movement

(A) (B)
1
2 3 3 2 1

1 1
POSITIF FLOWER STRUCTURE

2 2

Out of page Into page

NEGATIF FLOWER STRUCTURE

3 3
D E

Gambar 2.11` Geometri dan model sesar geser


(Park,1989).

 Proses Pensesaran

Sebuah pertanyaan sangat penting adalah “bagaimana memulai sebuah sesar?” pengetahuan
yang berkaitan proses rangkaian struktur didapatkan dari hasil percobaan shear
menggunakan lempung berlapis .

Hasil percobaan diatas menyimpulkan bahwa strike-slip melibatkan dua proses yaitu:

1. Struktur sebelum proses pensesaran (pre-rupture structure)

32
Sudut yang membentuk sintetik dan antitetik shear dikontrol oleh koefisien fiksi
didalamnya. Sudut-sudut dan geometri yang dihasilkan menyimpulkan bahwa kompresi
maksimum dan sumbu utama pemendekan dari strain infinitesimal, keduanya mempunyai
orientasi 45° terdapat batas dari zona sesar.

Dengan bertambahnya pergeseran, rekahan-rekahan tersebut akan mengalami rotasi searah


jarum jam menbentuk sudut yang lebih besar. Karena R’-shear asalnya mempunyai sudut
yang tinggi dengan shear zone, mereka akan terorotasi lebih cepat dan akan menjadi tidak
aktif lebih cepat juga dibandingkan R-shear. Secara umum, R-shear yang paling umum
didapatkan dari observasi mungkin karena rekahan ini mempunytai pergeseran yang lebih
besar. Riedel shear akan sangat berguna memnentukan arah pergerakan pada zona brittle.

2. Struktur sesudah proses pensesaran (post-rupture structure)


Rupture didefinisikan pada proses pensesaran atau proses dimana sesar muncul
dipermukaan. Pada saat rupture, pasangan rekahan baru terbentuk yang dinamakan sebagai
P-shear sebagai simetri dari R-shear dimana rekahan ini terdetensi untuk bersatu dengan R-
shear membentuk zona sesar yang menerus.

 Mekanisme Pensesaran

Gambar 2.12 Mekanisme Sesar Harding 1974

33
Dasarnya model Moody dan Hill membagi struktur geologi menjadi beberapa orde. Jika gaya
orde 1 sangat kuat maka, mengkasikan gaya kompresi orde 2 dan orde 3. Tapi jika gaya orde
1 lemah, maka hanya orde 1 yang akan terbentuk. Model ini bisa diaplikasikan di area
denganbatuan homogen dan struktur geologi yang bekerja dengan gaya Pure shear.

Gaya-gaya model elipstroid adalah model analisa struktur yang dikemukakan Harding 1974.
Analisa struktur digunakan untukmenetukan arah dari gaya kompresi yang terbentuk dari
struktur temasuk urat dan patahan. Model tekanan elipstroid bisa juga memperkirakanarah
dari sesar turun dan sesar anjak yang terjadi dan arah lipatan. Interpretasi dari arah gaya
menggunakan model harding karena model ini bisa digunaakan di batuan heterogen dengan
gaya simple shear.

2.4.3.3 Lipatan

Lipatan adalah perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai
lengkungan dari lengkungan pada unsur garis bidang didalam bahan tersebut. Lipatan
merupakan salah satu tipe struktur geologi yang paling biasa terdapat.

lipatan merupakan struktur 3 dimensi, dan setiap lipatan biasanya mempengaruhi banyak
sekali permukaan batuan sehingga bentuk lengkap suatu lipatan bisa sangat kompleks.
Deskripsi sebuah lipatan melibatkan geometri ( bentuk, ukuran) dan orientasi, ditentukan
oleh keterangan dari penampakan geometri sampai koordinat geografi. Deskripsi detil suatu
lipatan membutuhkan deskripsi kompleks, sehingga yang telah digunakan pada tulisan
sebelumnya kini tidak memadai (Fluenty, 1964 dalam Sapiie,2011). Secara serupa, teori
modern dan percobaan (Ramsay, 1967 dalam Sapiie, 2011) telah memperlihatkan bahwa ide
ide terdahulu nengenai mekanisme pembentukan lipatan merupakan penyederhanaan yang
sangat berlebihan.

Kejadian lipatan dapat terjadi melalui 2 proses yaitu :

34
 Buckling, yaitu karena proses penekanan lateral dari suatu bidang planar. Proses
pelengkungan terjadu pada kedua sisi selama pemendekan.
 Bending, yaitu karena pengaruh gerakan vertical pada suatu lapisan, misalnya
penurunan lapisan.

 Unsur-unsur struktur lipatan


Tekanan yang bekerja pada lapisan-lapisan sedimen oada posisi mendatar akan membentuk
sebuah lipatan. Antiklin adalah unsure struktur lipatan yang berbentuk cembung keatas.
Sedangkan lembah lipatan disebut dengan sinklin. Sayap adalah bagian lipatan yang
bentuknya miring kebawah. Backlimb adalah adalah sayap lipatan yang landai. Forelimb
sayuap yang curam pada lipatanyang tidak simetris.

 Pengelompokan lipatan
(Billing, 1972), mengemukakan empat cara :
o Berdasarkan bentuk lipatan, dilihat dari penampang: lipatan simetris, asimetris , rebah,
mengantung, isoklinal, monoklinal.
o Berdasarkan besar dan kedudukan sudut sayapnya.
o Berdasarkan tekanan yang membentuk struktur lipatan : lipatan terbuka, lipatan
tertutup.
o Kombinasi sinklin dan antiklin: antiklinorium dan sinklinoriom.

Lipatan simetris adalah sebuah lipatan yang bidang sumbunya mempunyai jarak yang sama
terhadap kedua sayapnya. Bila jarak kedua sayapnya tidak sama, maka digolongkan sebagaik
lipatan asimetris. Lipatan rebah adalah lipatan yang bidang porosnya sudah mendekati
horisontal. Lipatan menggantung adalah lipatan yang kemiringan sayap dan curamnya sudah
melalui vertikal. Lipatan isoklinal adalah lipatan dengan kedua sayapnya hampir sejajar,
bidang porosnya hampir tegak lurus atau miring. Monoklin adalah suatu pencuraman
setempat di suatu daerah, yang umumnya ditandai kemiringan yang sangat landai. Lipatan
terbuka merupakan bentuk lipatan masih ada kemungkinan untuk lebih lengkung lagi tanpa
menimbulkan flowage. Kebalikan dari lipatan terbuka adalah lipatan tertutup. Kumpulan dari
35
antiklin-antiklin disebut antiklinorium sedangkan kumpulan dari sinklin-sinklin adalah
sinklinorium.

Lipatan dari strata sedimen yang mengalami tekanan membentuk pegunungan lipatan.
Bentuk liptan yang menunjukaan kemiringan menurun kesemua arah disebut kubah.
Cekungan adalah bentuk kebalikan dari kubah, bentuk demikian merupakan depresi, dimana
kemiringan menurun menuju ke titik tengah.

Gambar 2.13 jenis-jenis lipatan

2.5 Rencana Tata Ruang Wilayah

Implementasi kebijakan Perda RTRW merupakan acuan perencanaan penataan ruang


wilayah berdasarkan arahan pemenfaatan ruang yang meliputi tiga hal yaitu: pertama;
strategi perwujudan struktur ruang, kedua; perwujudan pusat kegiatan, dan ketiga;

36
perwujudan sistem prasarana. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, dengan tujuan
untuk mendiskripsikan, dan menganalisis, implementasi kebijakan Perda RTRW dalam
perspektif pembangunan berkelnjutan, dalam dimensi ekonomi, sosil, dan lingkungan dengan
mengunakan model Edward III. Temuan penelitian menunjukkan bahwa komunikasi belum
optimal, sumber daya yang minim, konsistensi pelaksanaan belum tercapai secara baik,
belum ada RDTL dan lemahnya penindakan hokum (Darmawati, dkk, 2015).

Daerah Gunung Stelling yang berada di Kelurahan Selili, Kecamatan Samarinda Ilir sesuai
dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota
Samarinda. Termasuk dalam kawasan rawan bencana longsor, seperti yang dimaksud dalam
pasal 37 ayat 3. Kawasan rawan bencana sendiri sebagaimana yang dimaksud dalam Perda
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda dalam BAB I
Ketentuan Umum, Bagian Kesatu pada Pasal 1 ayat 50 adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam.

2.6 Analisis SWOT

Didalam jurnal yang berjudul Pengembangan Potensi Desa Wisata melalui Analisa SWOT
Di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro, 2017 Erna dan kawan kawan menjelaskan bahwa
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan
strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan
perusahaan. Dengan demikian, perencanaan strategi harus menganalisa faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini. Analisa SWOT
menggambarkan situasi dan kondisi yang sedagn dihadapi dan mampu memberikan solusi
untuk permasalahan yang sedang dihadapi. Komponen amalisis SWOT ada 4 yaitu:

37
a. Strenght-S (Kekuatan); Analisa kekuatan merupakan kondisi kekuatan yang dimiliki
perusahaan atau organisasi saat ini. Kekuatan ini dimanfaatkan untuk menghadapi
persaingan.
b. Weakness- W (Kelemahan); Analisa kelemahan merupakan kelemahan yang ada di
dalam perusahaan atau organisasi saat ini. Kelemahan ini bisa menjadi kendala dalam
mencapai sasaran organisasi dan menghadapi persaingan
c. Opprtunity-O (Peluang); Analisa peluang ini menggambarkan kondisi dan situasi di luar
organisasi yang memberikan peluang organisasi untuk berkembang di masa depan.
d. Threats-T (Ancaman); Analisa ancaman menggambarkan tantangan atau ancaman yang
harus dihadapi organisasi. Ancaman ini berasal dari berbagai macam faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan dan dapat menyebabkan kemunduran. Ancaman ini menjadi
penghalang di masa sekarang dan yang akan datang.

Keempat komponen di atas dituangkan dalam matrik SWOT. Matrik ini dapat
mengambarkan secara jelas peluang dan ancaman (faktor eksternal) yang dihadapi organisasi
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat
menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif strategis. Pada strategi SO (Strength-
Opportunities) menunjukkan pemanfaatan kekuatan untuk merebut peluang yang ada.
Strategi ST (Strenghts-Threats) adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman. Strategi WO (Weknesses- Opportunities) merupakan strategi ini
diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. Strategi WT (Weknesses- Threats) adalah strategi ini berdasarkan pada
kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.

38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap
pengumpulan data, tahap pengolahan dan analisis data, serta tahap pembahasan dan
penulisan laporan tugas akhir.

3.1.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini merupakan langkah awal dalam penelitian yang meliputi beberapa aspek
yaitu :
a. Studi literatur
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan sumber-sumber acuan refrensi tentang rumusan
masalah yang dipilih dari buku, jurnal ilmiah, dan lain-lain. Kemudian dipelajari lebih lanjut
mengenai kondisi geomorfologi, stratigrafi, dan geologi struktur pada lokasi penelitian.
b. Observasi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan lapangan untuk mengenal medan, kondisi dari lokasi
penelitian, mengetahui gambaran morfologi dan keadaan geologi secara umum agar dapat
menentukan langkah-langkah selanjutnya.

Alat-alat yang digunakan pada tahap ini diantaranya :


1. Kompas Geologi
2. Palu geologi untuk mengambil sample
3. GPS untuk mengetahui koordinat lokasi.
4. Kantung sample untuk tempat conto batuan.
5. Pita ukur 50 meter dan 5 meter untuk mengukur geometri batuan.

39
6. Kamera untuk mengambil gambar.
7. Alat tulis, buku catatan lapangan, dan lain-lain

3.1.2 Tahap Pengumpulan Data

a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung, yang dalam hal ini didapat dari
kegiatan peneliti pada saat melakukan pengamatan dilapangan. Data tersebut meliputi:
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan pengecekan lokasi dan pengambilan data
Geomorfologi, Struktur Geologi, Litologi secara umum.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada pada saat
melakukan pengamatan dilapangan. Data tersebut meliputi:
1. Peta Topografi
2. Peta Geologi Regional
3. Peneliti terdahulu
4. RTRW Kota Samarinda

3.1.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Adapun langkah-langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut :


a. Dilakukan Analisis data lapangan
Membuat peta geologi penelitian berdasarkan data yang telah didapatkan. Menggabungkan
data satuan bentuk lahan dan peta dasar menjadi peta geomorfologi. Menggabungkan data
lokasi singkapan dan peta dasar menjadi peta lintasan dan lokasi pengamatan. Dan Membuat
peta struktur geologi sehingga dapat menentukan mekanisme pembentukan struktur geologi.
Dan akhirnya tersedialah data yang dibutuhkan untuk studi geologi pada daerah penelitian
b. Studi Struktur Geologi dan kaitannya dengan RTRW Kota Samarinda

40
Analisis Perda Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda
di tujukan untuk mengetahui ketetapan yang berlaku bagi pemanfaatan suatu kawasan.
Dalam tahapan ini sebagaimana yang diatur dalam Perda tersebut. Kawasan Gunung Stelling
termasuk dalam peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam meliputi rawan bencana
tanah longsor, banjir dan puting beliung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf e. Lalu
dikorelasikan dengan studi geologi struktur terkait penyebab dari indikasi longsor yang ada
di lokasi penelitian
c. Dilakukan analisis SWOT
Menganalisis dengan metode SWOT dapat menggambarkan kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman dalam mengkaji studi struktur geologi yang berketerkaitan dengan RTRW kota
Samarinda.

3.1.4 Tahap Pembahasan dan Penulisan Laporan Tugas Akhir

Tahap ini adalah tahap akhir dalam penelitian. Dari data-data yang didapat dan telah di
analisis, di buat kesimpulan serta disusun menjadi sebuah laporan akhir. Laporan penelitian
ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya atau sebagai bahan
studi pustaka bagi peneliti selanjutnya.

41
3.2 Diagram Alir Penelitian

Studi Struktur Geologi Daerah Gunung Stelling dan


Kaitannya dengan RTRW Kota Samarinda dengan
Metode Analisis SWOT
Persiapan

 Literatur
Studi Pustaka  Observasi
Lapangan

Pengumpulan Data
Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

 Data Litologi  Peta Topografi Demnas


 Data Geomorfologi  Peta Geologi Regional
 Data Struktur Geologi  Data Peneliti Terdahulu
 RTRW Kota Samarinda

Pengolahan dan Analisis data


a. Dilakukan Analisis data lapangan
b. Dilakukan studi struktur geologi dan kaitannya dengan
Pengolahan Data

RTRW Kota Samarinda


c. Dilakukan analisis SWOT

Mengetahui Kekuatan, Kelemahan, Peluang Serta Potensi


Hasil

Geowisata Gunung Stelling

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

42
3.3 Jadwal Kegiatan

Waktu dan jadwal kegiatan Tugas akhir ditempuh dalam waktu 8 minggu, dari 1 Januari 2020
– 7 Juli 2020 dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

Bulan
No Kegiatan
Januari Februari Maret April May Juni
1 Studi literatur

2 Orientasi
Pengumpulan
3
Data
4 Pengelolaan Data
Pembuatan Draf
5
Laporan
Konsultasi/
6
Bimbingan
7 Seminar Proposal

8 Seminar Hasil

9 Pendadaran

43
DAFTAR PUSTAKA

Agosta, Fabrizio dan Aydin, Atilla, 2006, Architecture and deformation of basin bounding
normal fault in Mesozoic platform carbonates, central Italy, Journal of Structural
geology, Elsevier op 1445-1467.Andajani, dkk. 2017. Pengembangan Potensi Desa
Wisata melalui Analisa SWOT Di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro. UMM. Malang
Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Sedimentation In Modern Delta dan Miocene
Mahakam Delta, Proceeding Annual Convention of IPA, Jakarta
Courteney, S., Cockcroft, P. Lorentz, R. A. Miller, R. Ott, H. L. Prijosoesilo, P. Suhendan,
A. R & Wight, A. W. R. 1991. Indonesia-Oil and Gas Field Atlas. Volume 2 Central
Sumatra. Indonesian Petroleum Association.
Darmawati, Choirul. S, Imam. H., 2015, Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Dalam Prespektif Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Brawijaya,
Malang
Fossen, Haakon., 2010, Structural Geology, Cambridge University Press. Cambridge
Ikhwan. C, Rizky F, Lutfi A S., 2016. Potensi Geowisata Samarinda. Universitas
Mulawarman. Samarinda
McClay, K, R., 1987, The Mapping of Geological Structure, University Of London, John
Wiley & Sons Ltd, Chichester, England.
McClay, K. Ferguson, A., 1997, Tectonic Evolution of The Sanga-sanga Block, Mahakam
Delta, Kalimantan, Indonesia, AAPG, Buletin P 765-786
Park, R.G.,1989, Geological Structure and Moving Plate: Blackie, Glasglow and London
Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 2 Tahun 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Samarinda Tahun 2014-2034
Suharini, Erni dan Abraham Palangan,2014, Geomorfologi : Gaya, Proses dan Bentuk
Lahan, Ombak, Yogyakarta
Sapiie, Benyamin, 2011, Prinsip Dasar geologi Struktur, Departemen Teknik Geologi ,
Institut Teknologi Bandung

44
Supriatna S., Sukardi R., & Rustandi E. 1995, Peta Geologi Lembar Samarinda, Kalimantan,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
https://www.academia.edu/12673052/Cekungan_Kutai 19-01-2020

45

Anda mungkin juga menyukai