Anda di halaman 1dari 18

STRUKTUR GEOLOGI DI PULAU SUMATRA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

1. Bayu Dwi Romadhon (2022310017)


2. Elsy Sonia Lukalma Putri (2022310018)
3. Dimas Dika (2022310019)
4. Winardo (2022310020)
5. Rahmat Ramanda (2022310021)
6. Bimo Saputra (2022310022)
7. Ahmad Juliansyah (2022310023)
8. Hilman Afrido Siagian (2022310024)
9. Tegar Panji Randika (2022310025)

DOSEN PENGAMPU: ARIS SUSILO, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PRABUMULIH
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan ridhonya
kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Penyusunan makalah
dilakukan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah geologi
Minyak. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa melalui usaha
tugas kelompok/tidak semata-mata diperoleh dari dosen pengampu. Makalah ini disusun atas
bantuan Dosen Pengampu Mata Kuliah Geologi Minyak, serta teman-teman yang pada akhirnya
penyusun makalah ini dapat diselesaikan.

Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi
terselesaikannya makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai
pihak sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini dan makalah-makalah yang akan
datang.

Prabumulih, 22 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah............................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI ...........................................................................................3


2.1 Letak Geografis ............................................................................................................3

2.2 Struktur Geologi Pulau Sumatra....................................................................................4

2.3 Cekungan Sumatra Selatan...........................................................................................4

2.4 Cekungan Sumatra Tengah............................................................................................6

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................13


3.1 Simpulan .......................................................................................................................13
3.2 Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tektonik Sumatra dipengaruhi oleh interaksi konvergen antara dua lempeng yang berbeda
jenis. Arah gerak kedua lempeng terhadap jalur subduksi membentuk sudut lancip sehingga
pembentukan struktur geologi di Pulau Sumatra didominasi oleh sesar-sesar mendatar dekstral
(right handed wrench fault). Hubungan struktur geologi satu terhadap lainnya selain mengontrol
sebaran batuan di permukaan juga menjadikan daerah ini cukup kompleks secara tektonik.
Terbentuknya sejumlah struktur sesar yang cukup rapat ternyata diikuti oleh aktifitas magmatik
yang menghasilkan tubuh-tubuh intrusi batuan beku. Aktifitas magmatik inilah yang membawa
cebakan mineral bijih.

Seluruh batuan penyusun di darah penyelidikan telah mengalami deformasi yang kuat.
Produk tektonik di daerah penyelidikan berupa struktur lipatan, kekar dan sesar. Pembentukan
kedua jenis struktur geologi tersebut tidak terlepas dari pengaruh aktifitas tumbukan lempeng
yang menyerong antara Lempeng Eurasia yang berada di utara dengan Lempeng India-Australia.
Akibat tumbukan lempeng ini terbentuk jalur subduksi yang sekarang posisinya berada di lepas
pantai barat Sumatra, sedangkan di daratan sumatra terbentuk daerah tinggian yang
menyebabkan batuan tua tersingkap di permukaan. Pola struktur lipatan dan umumnya berarah
baratlaut-tenggara yang terbentuk sejak Pra-Tersier hingga Kuarter. Jenis dan kedudukan struktur
geologi ini selanjutnya mempengaruhi pola sebaran batuan/formasi di permukaan. Berdasarkan
hasil penelitian lapangan diketahui batuan/formasi di daerah penyelidikan menyebar dengan arah
baratlaut-tenggara.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas terdapat beberapa rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimana letak geografis dari pulau sumatra?

2. Bagaimana struktur geologi pulau sumatra?

1
1.3 Tujuan Masalah

Dari rumusan masalah diatas terdapat beberapa tujuan diantaranya:

1. Untuk mengetahui letak geografis dari pulau sumatra.

2. Untuk mengetahui struktur geologi dari pulau sumatra.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Letak Geografis


Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Dimana batas-
batasnya adalah sebagai berikut:
1. sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala
2. sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka
3. sebelah selatan dengan Selat Sunda
4. sebelah barat dengan Samudera Hindia

Di bagian barat pulau, terbentang Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan.
Diantaranya terdapat gunung berapi yang masih aktif, seperti gunung Merapi (Sumatera Barat),
Bukit Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak memiliki danau,
diantaranya danau Laut Tawar (NAD), danau Toba (Sumatera Utara), danau Singkarak,
Maninjau, Diatas dan Dibawah (Sumatera Barat), danau Ranau (Sumatera Selatan), danau
Dendam Tak Sudah dan Danau Tes (Bengkulu).

Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara
lain :
1. Sungai Asahan (Sumatera Utara)

2. Sungai Kampar

3. Siak dan Indragiri (Riau)

4. Sungai Batang Hari

5. Sungai Ketahun (Lebong, Bengkulu)

6. Sungai Musi, Ogan, dan Komering (Sumatera Selatan)

7. Sungai Lematang(Lahat)

8. Sungai Enim (Muara Enim).

3
2.2 Struktur Geologi Pulau Sumatra

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng
India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan
sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya. Penunjaman Sunda
berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta
berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi,
yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang
Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma.

Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah


penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari
propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara-Nicobar, Andaman dan Burma.
Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah-Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan
batas tenggara lempeng Burma.

Peta Lempeng Pulau Sumatra


Peta Lokasi Cekungan Di Pulau Sumatra

2.3 Cekungan Sumatra Selatan

Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan
erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timur laut
terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah
barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada
di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi
keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik
lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu :
1. Mesozoikum Tengah
2. Kapur Akhir sampai Tersier Awal
3. Plio-Plistosen

4
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat
laut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan
Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah. Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake,1989)

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan
busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan
Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah
cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh
singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield),
sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian
Lampung.

Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal
Tersier(Eosen- Oligosen) ketika rangkaian(seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem
penunjaman menyudut antara lempeng samudra Hindia dibawah lempeng benua Asia.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir–Tersier awal dan Orogenesa Plio-Plistosen.

Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan


terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk
pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman,1997),
fase ini membentuk sesar berarah barat laut- tenggara yang berupa sesar-sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak-gerak tensional
yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara-selatan. Dikombinasikan dengan
hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan-batuan Pra-Tersier, gerak gerak tensional
ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang akar.

5
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan
sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang.

Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang
mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar-sesar yang baru
terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko.
Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio- Plistosen menghasilkan
lipatan yang berarah barat laut- tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat
daya dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,
sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang
berarah barat laut- tenggara sebagai hasil orogenesa Plio- Plistosen. Dengan demikian pola
struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat laut-
tenggara serta pola muda yang berarah barat laut- tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.

2.4 Cekungan Sumatra Tengah

Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon


terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan
cekungan belakang busur. Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara,
dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah
lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun
oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas
tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan
Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut
yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara.

Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah


cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas dan diapir-diapir magma
dengan produk magma yang dihasilkan terutama bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal.
Selain itu, terjadi juga aliran panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara
6
keseluruhan, hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan
Sumatra tengah

Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah adalah
adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari
arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di
Cekungan Sumatra tengah. Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah
sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang terbentuk
pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain itu, terbentuknya sumbu
perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian yang naik
(inverted).

Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama dengan
cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat
laut-Tenggara dan Utara-Selatan. Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih
dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.

Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi


adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan
morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan
Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben. Lineasi
Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang
cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik
paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati
sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan Paleogen di
daerah Cekungan Sumatra tengah. Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum
dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :

1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.

2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.

3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan
sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini

7
terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan
lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup
oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.

4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang.
Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut
meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra
menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi
sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global
(eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi
Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.

5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim
kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini
menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada
Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan
kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.

6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi


struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara.
Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi
Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.

Stratigrafi Regional Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal
tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung
sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen berupa greywacke,
kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur Mesozoik. Pada beberapa tempat,
batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit (Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).

8
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

Rift (Siklis Pematang) Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik
ekstensional (rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh
batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna. Lemahnya refleksi
seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik memberikan indikasi fasies yang berasosiasi
dengan lingkungan lakustrin.
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan lakustrin dari
Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah atas menuju fase late rifting,
sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi
Pematang sebagai Lacustrine Fill sediments.

1. Formasi Lower Red Bed


Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir kerikilan dan
sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit dan filit. Kondisi
lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial braid-plain dilihat dari
banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi.

2. Formasi Brown Shale


Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh warna yang
coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan batulanau, di beberapa
tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan paleosol. Ketebalan formasi ini
mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter. Formasi ini diinterpretasikan diendapkan
di lingkungan danau dalam dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti
bioturbasi. Interkalasi batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial
channel fill. Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol
yang dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke
permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan yang cepat
sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.

9
3. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi Brown Shale.
Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan sedikit batupasir.
Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan berupa danau dangkal dengan
kontrol proses fluvial yang tidak dominan. Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi
ini diendapkan di daerah dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter.

4. Formasi Lake Fill


Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama berupa
klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan kandungan litoklas
kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan beberapa gradasi terbalik
mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-deltaic. Formasi ini diendapkan secara
progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta pada lingkungan danau. Selama
pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai tenang dengan penurunan cekungan yang
mulai melambat (late rifting stage). Ketebalan formasi mencapai 600 m.

5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan aluvial.
Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna hijau sampai merah.
Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat bertransisi menjadi formasi Lower
Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake Fill.

Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi terakhir (Lake


Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen dengan Formasi Pematang
berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang seismik. Secara tidak selaras diatas
Kelompok Pematang diendapkan sedimen Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh
episode transgresi yang diwakili oleh Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada
Formasi Telisa.

10
2.4.1 (Siklis Sihapas - transgresi awal)

Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari Formasi
Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri. Kelompok ini tersusun
oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut dangkal. Pengendapan
kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen tengah.

1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari gravel
hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi batupasir
sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang dominan, dengan
struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal scour. Berdasarkan litologi
penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-channel lingkungan braided stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang bagian atas
berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain et al., 1995).
Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal Miosen bawah.

2. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-sedang.
Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera planktonik
didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi kurang lebih 100 m.

3. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan sedikit
interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan fosilnya,
formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil pada serpih
menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai 400 m.

4. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi Bekasap.
Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum mencapai 300 m.
Formasi ini berumur N6 – N8.

11
2.4.1 (Formasi Telisa - transgresi akhir)

Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi tersusun
oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian bawahnya. Di beberapa
tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian bawah formasi. Ke arah atas, litologi
berubah menjadi serpih mencirikan kondisi lingkungan yang lebih dalam.
Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi ini berupa lingkungan Neritik –
Bathyal atas. Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama
dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya adalah
transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya. Ketebalan
formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 – N11.

2.4.3 (Formasi Petani - regresi)

Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan dengan
beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf dalam batuan
semakin meningkat. Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan
volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan material
volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi secara signifikan
dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa ketidakselarasan lokal di
beberapa tempat. Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas
Formasi Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki
kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi ini
mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.

2.4.4 Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari pengangkatan
Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada Plio-Pleistosen. Aktivitas
tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur sesar turun menjadi sesar naik. Pada
fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi Minas yang tersusun oleh endapan darat dan
aluvium berupa konglomerat, batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen –
Resen. konfigurasi Cekungan Sumatra tengah bagian tenggara (kawasan Bengkalis) yang
memperlihatkan dominasi struktur dan paleomorfologi High – Low (Moulds, 1989)

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pulau Sumatera terletak di bagian barat
gugusan kepulauan Indonesia. Dimana batas-batasnya adalah sebelah utara berbatasan dengan
Teluk Benggala, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Selat
Sunda, sebelah barat dengan Samudera Hindia.
Struktur geologi Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng
India-Australia dan Asia Tenggara yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan
arah dan kecepatan relatif antar lempengnya. Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan
endapan palung busur dan arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi.

3.2 Saran

Dari penjelasan diatas terdapat beberapa saran, antara lain:

1. Dengan struktur geologi seperti yang dijelaskan diatas, maka untuk keselamatan penduduk
yang tinggal di pulau sumatra sebaiknya lebih waspada,karena kondisi lempeng yang seperti itu
dapat menyababkan pulau sumatra rawan terjadi bencana alam, terutama gempa bumi dan
tsunami.

2. Kondisi pulau sumatra adalah mengalami penurunan dibagian utara dan pengangkatan
dibagian selatan, sehingga penduduk sekitar provinsi Nangroe Aceh Darussalam harus selalu
waspada dengan alam.

3. Pemerintah sebaiknya melakukan tindakan yang tepat guna mengurangi korban yang
ditimbulkan akibat terjadinya suatu bencana.

13
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, Dhita Alwin. 2010. Struktur Geologi Pulau Sumatra


Tersedia Pada https://makalah-update.blogspot.com/2012/11/struktur-geologi-pulau-
sumatra.html?m=1. Diakses pada 20 September 2023

14

Anda mungkin juga menyukai