Anda di halaman 1dari 41

CHAPTER IV

JAWA DAN LAUT JAWA

(DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH OSEANOGRAFI DAN


LINGKUNGAN)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si

Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc

OLEH KELOMPOK 1:

1. ALPIAH 1610115120003
2. ARBAIN 1601153
3. DEWI KOMALA SARI 1610115120004
4. DWI RETNO ANDRIANI 1610115120005

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

SEPTEMBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Oseanografi dan
LIngkungan.
Makalah ini di tulis berdasarkan sebagai sumber yang berkaitan dengan materi
Oseanografi dan LIngkungan, serta informasi dari berbagai media yang berhubungan dengan
hal tersebut.
Tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada pengajar mata kuliah belajar dan
pembelajaran atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Dan juga kepada rekan-
rekan mahasiswa (i) yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat
terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Oseanografi dan
Lingkungan.

Banjarmasin, 21 September 2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 1

1.3 Pembatasan Masalah ..................................................................................................... 2

1.4 Metode Pengumpulan Masalah ................................................................................... 2

1.5 Sistematika ...................................................................................................................... 2

BAB II ............................................................................................................................................ 4

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 4

2.1 Jawa Barat ...................................................................................................................... 5

2.2 Jawa Timur ................................................................................................................... 20

2.3 Cekungan Jawa Tengah Selatan ................................................................................. 28

2.4 Busur Magmatik ........................................................................................................... 33

2.5 Deposit Kuarter ............................................................................................................ 34

BAB III......................................................................................................................................... 37

PENUTUP .................................................................................................................................... 37

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 37

3.2 Saran.............................................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 38

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jawa dengan punggung nya terdiri dari subduksi- induksi. Gunung api, di anggap
klasik sebagai ujung selatan paling terkemuka dari lempeng sunda, melalui lautan tempat
lempeng India- Australia.
Laut Jawa terletak hanya 220 mil dari pulau Kalimantan dan perairan pantai utara
Jawa yang meliputi laut teritorial kepulauan. Laut Jawa terkadang disamakan sebagai
“Mediterania/Laut Tengah”nya Indonesia. Perairan Laut Jawa bertemu di sebelah barat
dengan laut Cina melalui Selat Karimata, di sebelah selatan dengan Samudera Hindia
melalui Selat Sunda dan Selat Bali, di timur dengan Laut Flores dan Laut Sulawesi
melalui Selat Makassar (Lubiset al. 2005).
Laut Jawa merupakan Laut yang tidak terlalu dalam. Isodepth 20 m terletak pada
jarak puluhan mil dari laut lepas, sedangkan di selatan Laut Jawa, yang ditemui pada
jarak tersebut adalah Isodepth 200 m. Pada kedalaman rata- rata 40 m, Laut Jawa
membentuk lereng yang menurun secara perlahan- lahan menuju timur, dengan
kedalaman 30- an meter di bagian Baratnya dan di bagian kanan dari Selat Karimata,
sekitar 60- an meter di bagian tengahnya dan mencapai 90 m di sebelah Barat, pada jarak
beberapa mil dari Pulau Madura (Lubiset al 2005). Hal ini seperti suatu daratan yang
tergenang dan terhubung dengan perluasan bagian Timur dangkal Sunda, beberapa kali
terbentuk dataran di laut ini pada zaman batu atau poloelitik (Pleistocene). Garis yang
membagi perairan Laut Jawa yang terletak di Selat Karimata saat ini, yang memisahkan
dua daerah aliran sungai yang besar, yang pertama mengalirkan airnya ke arah utara, ke
dalam Laut Cina, yang kedua mengumpulkan airnya dari selatan Kalimantan, Timur
Sumatera, dan dari utara Jawa, selanjutnya mengalirkannya melalui bentuk lereng yang
menurun secara perlahan– lahan sampai ke Laut Flores di bagian Timur (Potier 1998).

1.2 Tujuan
1
Tujuan di buatnya makalah ini yaitu :
1. Sebagai pemenuhan tugas dari matakuliah Geologi Indonesia
2. Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang Geologi Indonesia tentang Jawa dan
Laut Jawa.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada :
1. Menjelaskan tentang Jawa Barat
2. Menjelaskan tentang Jawa Timur
3. Menjelaskan tentang Cekungan Jawa Tengah Selatan
4. Menjelaskan tentang Busur Magmatik
5. Menjelaskan tentang Deposit Kuarter
1.4 Metode Pengumpulan Masalah
Penulis mengumpulkan data dari beberapa buku dan situs internet
1.5 Sistematika
1. Judul
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. BAB I: PENDAHULUAN
4.1 Latar belakang
4.2 Tujuan
4.3 Pembatasan masalah
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.5 Sistematika
5. BAB II: PEMBAHASAN
5.1 Jawa Barat
5.2 Jawa Timur
5.3 Cekungan Jawa Tengah Selatan
5.4 Busur Magmatik
5.5 Deposit kuarter
6. BAB III: PENUTUP
6.1 Kesimpulan

2
6.2 Saran
7. Daftar Pustaka

3
BAB II

PEMBAHASAN

https://slideplayer.com/slide/3633285/12/images/16/Regional+Tectonic+Setting.jpg

Jawa dengan punggung nya terdiri dari subduksi- induksi. Gunung api, di anggap
klasik sebagai ujung selatan paling terkemuka dari lempeng sunda, melalui lautan tempat
lempeng India- Australia.
Kenyataanya konfigurasi struktur yang dihasilkan adalah yang tertinggi
perubahannya dan depresi melintang terkait dengan pola yang lebih kompleks, di mana
dasar bloknya mempunyai ciri tersendiri yang dapat di artikan sebagai bagian terpisah
dari titik keraton asli.

Dua interaksi proses dinamis :

 Tumbukan blok di zaman pra tersier dengan menutup celah laut di tandai dengan
daerah ophiolotik dari kira- kira (arah) timur hingga barat (ciletuh di jawa barat,
lok ulo di jawa tengah) tspi potongan yang bertabrakan tidak di identifikasi
dengan jelas.

4
 Perpindahan sisi antaar blok di zaman pra trersier dibuat oleh patahan trans saat
ini. Komponen dari skala besar gerakan strike- slip dalam menanggapi proses
konvergensi lempeng itu sendiri.

https://www.google.com/TECTONIC+MAP+OF+JAVA+SHOWING+THE+TEC
TONIC+OF+JAVA+AND+THE+TERTIARY+BASIN+OUTLINES.&oq
Mekanisme-mekanisme tersebut adalah bagian dari peristiwa geotektonik
ekstensional dan konvergen global bahkan untuk yang terkait dengan bentuk
lempeng, depan dan belakang cekungan sedimentasi serta kejadian aktivitas
gunung api.
pantai lepas Jawa Utara, beberapa ekstensional, setengah graben dan
graben, deposisi melintang, yang termasuk di antara provinsi-provinsi minyak
terkaya di negara ini (Cekungan Sunda, Cekungan Asri, Depresi Arjuna), secara
lokal meluas ke wilayah daratan di mana mereka bergabung ke dalam cekungan
belakang . Pulau Jawa dan Laut Jawa membagi menjadi dua provinsi besar di
Jawa Barat dan Timur. Garis pemisah antara dua daerah ini di ambil dari garis
meridian, Kepulauan Karimun, Pulau Jawa bergabung dengan semarang terus
sampai daerah selatan.
2.1 Jawa Barat
a. Aktivitas tektonik
Wilayah Jawa Barat saat ini menandai transisi antara subduksi frontal di
bawah Sumatra, ke barat. Namun, wilayah ini terus aktif sejak rifting di Eosen.
Retakan eosin ada diseluruh asia, mungkin terkait dengan tumbukann antara
India dan Asia (contohnya Tapponier et al. 1986) menghasilkan sedimen klastik

5
kasar secara signifikan. Sejarah Oligosen lebih didominasi oleh vulkanisme dan
endapan batu kapur yang berhubungan dengan subduksi.

http:///_1nk94nbBDEU/SZA4l5sdhfI/AAAAAAAAABw/_wvST7ryB0A/s320/west+java+tectonic+
map.jpg

Secara umum, Jawa Barat dapat dibagi menjadi provinsi tektonik berikut:

 Daerah basinal utara: daerah ini relatif stabil, bagian dari paparan sunda,
dengan arah utara- selatan, keretakan cekunganlepas pantai dan darat yang
berdekatan , d iisi dengan marin klastik zaman eosin dengan oligosen,
ditindih oleh Miosen dan deposito rak dangkal yang lebih muda.

 Palung Bogor terdiri dari Miosen dan sedimen yang lebih muda sebagian
besar fasies air dalam aliran gravitasi sedimen. Tren arah timur- barat
muda bentuk anticlinal mengarah pada struktur kompresif.

 Busur Vulkanik Modern : vulkanisme andesitik aktif terkait dengan


subduksi dari lempeng Samudera Hindia di bawah lempeng sunda.

 Daerah lereng selatan yang terangkat, sebagian besar sedimen eosin


sampai miosen termasuk batu vulkanik milik formasi andesit tua.
Strukturalnya kompleks, dengan arah utara- selatan daerah sesar arah
timur- barat Thrust fault (sesar dengan kemiringan lebih dari kecil dari
45°) dan antiklinal serta kemungkinan tenaga aktivitas tektonisme. Jawa

6
Barat-Selatan mengandung sejumlah cekungan sedimen yang terbentuk di
dalam punggungan aksial dan di daerah antara busur vulkanik dan prisma
akresi sub-merger yang terkait dengan subduksi utara Pelat Samudera
Hindia.

 Blok Banten: Bagian paling barat Pulau Jawa yang dapat dibagi menjadi
Seribu bentuk plat karbonat , seribu di utara. Rangkas Bitung, dan Bayah
dataran tinggi di selatan. Di barat ada dataran tertinggi, rendah dan kecil
yang disebut Ujung Kulon dan Hoje Tinggi, dan Ujung Kulon dan Barat
Malingping Rendah (Lemigas, 1975; Keetley et al, 1997).

http://onenusantara. /2011/10/geology-java-island.html
b. Wilayah cekungan barat laut
 Kerangks Proses tektonik
Daerah lepas pantai Utara dan sekitarnya yang berdekatan terdiri
dari dua cekungan besar yang disebut Cekungan Jawa Barat Utara dan
wilayah cekungan Sunda-Asri daerah bagian utara ini didominasi oleh
sesar ekstensional yang sangat minim struktur kompresionalnya.
Cekungan didominasi oleh retakan sesaryang berasal dari pusat

7
deposenter. Di Cekungan Barat laut Jawa, deposan utama disebut
Cekungan utara Arjuna, Tengah dan Selatan serta Sub-cekungan Jati
barang. Depocentres secara dominan diisi dengan urutan Tersier dengan
ketebalan lebih dari 5.500 meter. Struktur signifikan yang diamati di
daerah basinal utara terdiri dari berbagai jenis daerah tren yang terkait
dengan retyakan blol antiklinal dan blok horst, melipat pada sisi bawah
dan jatuh dengan sesar utama. Melipat batu kunci dan di baurkan dengan
batuan dasar dibawahnya. Penstrukturan pressional hanya diamati pada
struktur signifikan yang diamati di daerah basinal utara terdiri dari
berbagai jenis tren tinggi kesalahan awal NW-SE. Kesalahan-kesalahan
ini diaktifkan kembali selama waktu Oligosen akan membentuk
serangkaian struktur yang menurun terkait dengan kesalahan
transpresional di cekungan Sunda.Meskipun daerah Jawa Barat adalah
Asri yang saat ini diposisikan dalam susunan busur belakang, sistem
keretakan Laut Jawa Barat tidak terbentuk sebagai cekungan belakang.
Perpanjangan arah sasaran dan orientasi cekungan dari barat laut.
Cekungan Jawa atau daerah-daerah sub-basinal adalah cekung-cekung
terpisah di ujung selatan.
sistem strike-slip besar, regional, dextral; yaitu zona sesar Malaka
dan Semangko yang merambat ke sisi barat kraton Sunda. Melalui kedua
fase keretakan Eosen-Oligosen, perpanjangan utama langsung adalah NE-
SW ke E-W. Dua pengamatan mendukung interpretasi bahwa cekungan
ini tidak terkait kembali; 1) arah perpanjangan untuk retakan Laut Jawa
Barat hampir tegak lurus ke zona subduksi saat ini, 2) kerak benua tebal
yang terlibat (Hamilton, 1979). Depresi NW Java tidak simetris, dengan
Sub-basin Arjuna terdalam terletak di kaki Dataran Tinggi Arjuna,
dipisahkan oleh sesar N-S yang utama. Cekungan tersebut membuka ke
selatan ke Ciputat, Pasir Putih, dan Sub-Jatibarang di darat, masing-
masing dipisahkan oleh Ren-gasdengklok dan Kandanghaur-Gantar
tinggi. Sub-cekungan dicirikan oleh keberadaan pasang surut tinggi dan
terendah yang dibatasi oleh ekstensional mendalam-kesalahan yang aktif

8
selama sedimentasi. Sub-cekungan Jatibarang (Gambar 4.4) dibatasi oleh
blok Kandanghaur-Gantar-horst ke barat, dan patahan Cirebon, timur dan
utara ke timur. Cacat pertumbuhan utama ini bertanggung jawab atas
akumulasi penting batuan Tersier termasuk vulkanik Jatibarang, di Sub-
cekungan Jatibarang. Sub-basin Vera adalah depresi Mesozoikum dan
Tertiary NE yang mendalam dari Arjuna Sub-basin. Sub-cekungan ini
dibatasi oleh beberapa kesalahan besar, terutama di selatan. Struktur
ithorientasi adalah SW dan SSW, mirip dengan arah Cekungan Billiton di
mana sedimen pra-Tersier juga diketahui.
Daerah basinal Sunda-Asri terdiri dari cekungan Sunda dan Asri.
Elemen struktural ini adalah cekungan barat dari daerah bara utara Jawa
Barat. Cekungan Sunda adalah kira-kira utara-utara depresi dengan
depocenter utama, yang setengah graben Seribu, di tepi timurnya,
terpisah dari platform Seribu oleh lekukan tajam dan kesalahan. Di
sebelah barat, cekungan dibatasi oleh Tinggi Lampung, di selatan oleh
Honje High dan di utara lengkungan Xenia memisahkan Cekungan Sunda
dari Cekungan Asri. Cekungan Sunda adalah wilayah terdalam di daerah
basinal utara Jawa, di mana ruang bawah tanah lebih dari 3,8 detik TWT,
di blok downthrown dari sesar Sunda / Seribu. Serangkaian kesalahan
normal membedah daerah di horst kecil dan graben fitur.
Cekungan Asri, yang terletak di timur laut Cekungan Sunda,
adalah cekungan terdalam kedua di kawasan dengan ruang bawah tanah
sedalam 3.0 detik. TWT. Itu dibatasi dari lempeng Sunda ke arah timur
oleh sesar normal utama. Ke utara dan barat, itu dibatasi oleh gradien
curam dan dibedah oleh sesar normal.
 Stratigrafi

9
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thu

Sedimen cekungan Laut Jawa Barat dikelompokkan menjadi dua


unit sedimen yang sangat berbeda yang merupakan rift sedimen terkait
mengisi batupasir yang didominasi oleh sekuen sedan non-laut / kontinen
sedan dan cekungan pasak (renggang) yang didominasi oleh marjinal
marin dan sekuens sedimen laut (Gambar). Dalam diskusi berikutnya,
urutan sedimen dibagi menjadi lima unit tektonostratigraphic yang
berbeda berdasarkan asal tektonik mereka (Kohar et al, 1996).
 Batuan dasar
Urutan sedimen dari cekungan Laut Jawa Barat Utara bertumpu
pada multikompleks dari ruang bawah tanah Pra-Tersier yang mewakili
kerak benua . Kumpulan batuan dasar (Gambar 4.5) tersusun atas batuan
metamorf dan batuan beku marily dari Cretaceous dan usia yang lebih tua
dan bebatuan subordinat dan sedimen klastik dari kemungkinan umur
Tersier Awal. Ini melange batuan low-grade rendah, metana, beku, dan
meta batuan beku adalah hasil dari proses akresi terkait terkait dengan
Meratus Jahitan yang aktif selama Kapur dan Paleosen. Metamorphic

10
grade sangat bervariasi di seluruh sub-cekungan batugamping yang tidak
terawat untuk para batuan metamorf tingkat rendah. Berdasarkan
penanggalan batuan dasar metamorfosis regional berakhir selama Kapur
Akhir, sementara deformasi, pengangkatan, erosi dan pendinginan
berlanjut ke Paleosen. Kapur akhir untuk paleogen magmatisme terjadi di
seluruh pantai dan di lepas pantai Jawa karena proses yang berhubungan
dengan subduksi normal. Magmatisme Andesit berlanjut ke awal Eosen.
Kejadian beku di Talangakar adalah fase oligosen dari Cibulakan
bangunan vulkanik. magmatisme yang dilestarikan sebagai berdasarkan
pada perjalanan yang dalam, sebagian besar merupakan seri, daerah
basinal dapat dibagi menjadi altermating graben-like sub-basin positive
ridge atau platform. Gambar menampilkan konfigurasi cekungan daerah
laut basianal di daerah pegunungan.
 Awal keretakan
Keretakan awal termasuk Formasi Banuwati di Cekungan Sunda
dan Formasi Jatibarang di Sub-cekungam Arjuna. Sistem benua dan
lakustrin mendominasi urutan ini. Keretakan awal mengisi biasanya
terdiri dari clastics belum matang mulai dari alluvial fanglomerate dan
batupasir konglomerat untuk batupasir fluviatile dan serpih, memuncak
oleh anoxic lacustrine shales deposisi di Sunda Basin. Lebih jauh ke
timur, di Sub-basin Arjuna, urutan diwakili oleh bolak klastik vulkanik
dan lacustrine clastics terdiri dari aliran volkanik andesitik aliran dan tuf
dicampur dengan sedimen berasal basement (Gresko et. Al., 1995).
Keretakan awal mengisi overlie basement dan hadir di sebagian besar
bagian terdalam dari Sunda, Asri dan Arjuna Sub-cekungan kipas aluvial
yang terutama terdiri dari konglomerat, batupasir kasar berbutir
menengah yang terkait dengan cekungan margin kesalahan. Ketebalannya
berkisar dari 200 m hingga 30 m dalam jarak 3 mil dan sampai akhirnya
mengecil ke selatan. Diartikan bahwa deposisi kipas aluvial yang terkait
dengan kesalahan margin cekungan SE NW, membentuk sedimen isi

11
keretakan awal, dan progrades ke dalam lingkungan danau yang mungkin
lebih jauh ke selatan.
Batupasir fluviatile dan fasies serpih yang berada di atas fasi kipas
aluvial. Batupasir fluviatile diinterpretasi sebagai saluran aksial jika
mereka berhubungan dengan kipas aluvial dan sebagai pengendapan
dataran aluvial yang dikepang di sisi westem dari graben keretakan awal
(hiasan dinding gantung) Fasies ketiga adalah fasies lakustrin dalam
transgresif yang terdiri dari serpih biack yang mencakup seluruh wilayah
Banuwati di cekungan Sunda dan Asri.
 Isi keretakan
Secara tidak langsung di atasnya mengisi celah-celah awal adalah
unit pengisi keretakan yang tebal yang diwakili oleh Formasi Talangakar
di Formasi Cibulakan / Talangakar sebelah barat dan bawah di bagian
timur Unit ini hadir di seluruh Cekungan Jawa Timur Utara, mengisi
rangkaian setengah grabens dari Cekungan Laut Jawa Barat
Talangakar dibagi menjadi dua anggota, anggota yang lebih rendah
dan anggota atas hanya mencakup keretakan bagian bawah dan memiliki
kepentingan ekonomi sebagai reservoir minyak utama di ladang minyak
utama (Cinta, Widuri, Zelda, BZZ) di Sunda, Asri dan Arjuna. Urutannya
adalah Oligosen ke Miosen Awal dalam usia dan didominasi oleh
sedimen non laut yang terdiri dari batupasir fluviatile interbedded, serpih
dan batu bara. Mudstones overbank dan kadang-kadang bebatuan
lakustrin dangkal mengisi area interchannel. Di Arjuna, batu bara, batu
gamping, dan serpih laut juga ada di bagian atas batu-batu mud yang
telah diketik sebagai batu sumber karbon hidrotil utama untuk minyak
mentah Arjuna (Grerine sko et. Al., 1995, Sukamto et. Al., 1995).
Ketebalan maksimum unit syn-rift ini adalah 2000 m di Sunda dan Asri
Basin. Penentuan usia bermasalah di unit pengisi syn-rift karena serbuk
sari diagnostik dan fosil tidak ada. Penentuan usia didasarkan pada unit
pasca-keretakan di atasnya (Talangakar Atas) dan unit luustrin Banuwati

12
yang mendasarinya dan pemikiran bahwa unit ini memiliki usia Oligosen
hingga Miosen Awal.
 Cekungan lembah
Cekungan lembah mewakili pengaturan transgresif secara
keseluruhan di wilayah Laut Jawa yang terkait dengan kenaikan
permukaan laut selama waktu Miosen Awal. Pada saat ini batas cekungan
antara subbasins (Sunda, Asri, dan Arjuna) tidak didefinisikan secara
jelas. Cacat pembatas cekungan mungkin, masih aktif secara lokal tetapi
penurunan telah menurun secara signifikan dan perpecahan telah
berhenti. Konsekuensinya, ruang akomodasi tidak sepenuhnya
dikendalikan oleh gerakan dari kesalahan-kesalahan untuk pasca-
keretakan ini. Secara keseluruhan, depocentre menunjukkan seorang
relastringer. tively simetris, bentuk kerja cekungan terus terjadi pada
oligosen Baturaja sampai waktu miosen, membentuk daerah botak untuk
deposisi marjinal marinir dari celah keretakan awal (Gambar 4.5).
Cekungan awal (pasca-rift) termasuk yang sebelumnya digambarkan
sebagai Upper out area Laut Jawa Barat. Endapan karbonat deposisi
dimulai selama Pertengahan Talangakar dan karbonat dari Formasi
Baturaja dan dengan sempurna mengisi seluruh cekungan (Gambar 4.5).
Litologi pada cekungan awal terdiri dari batupasir interbedded, siltstones,
karbonat karang (Baturaja). Batupasir dan karbonat terumbu dari
cekungan awal mengandung sumber daya hidrokarbon yang penting
untuk sebagian besar ladang minyak dan gas di area tersebut. Clastics non
marine didominasi oleh pengisian saluran, batang titik dan batupasir
batangan laut yang disimpan dalam berbagai lingkungan dari saluran
sinuosity rendah pada dataran polos, saluran distribusi ke bar marjinal
marjinal. Batubara dan batu-batu besar serta batu-batuan siltik memenuhi
daerah dataran banjir, membentuk segel intraformasional untuk batupasir
fluvial yang produktif dari unit pengisian awal yang sagat Seperti proses
transgresif berlanjut, batu-batu ubin dan batupasir delta, batu bara dan
deposisi serpih tikus berhenti, laut lingkungan secara bertahap maju ke

13
ketinggian. Karbonat hasil karbon tumbuh di ketinggian basement (yaitu
Krisna, Bima, Rama) membentuk kompleks karang tepi di sekitar
ketinggian.
 Cekungan lembah utama
Cekungan lembah utama mengisi didominasi oleh laut
strineshallow (neritic) untuk fasies dekat pantai dan delta termasuk
Gumai, Air Benakat dan Formasi Parigi di daerah SE Sumatera dan
sebagian besar Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Parigi di Cekungan
Jawa Barat Laut. Selama Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, seluruh
wilayah Laut Jawa Barat dihubungkan membentuk cekungan besar.
Bagian bawah sag utama mengisi sesekali di atas sisi cekungan tetapi
pada akhir deposisi laut dangkal Miosen Akhir menutupi Laut Jawa
Barat.
Di daerah Sunda-Asri, cekungan melintang utama diisi oleh klastik
laut dangkal yang terdiri dari batulempung laut, batupasir berkapur dan
pengikat batu kapur tipis. Urutan ini memuncak oleh endapan karbonat
platform yang luas dengan beberapa lokal karbonat build-up (karang)
dalam batu gamping Air Benakat. Batuan Formasi Gumui-Air Benakat
memiliki tebal 10 sampai 70 kaki dan diselingi dengan bebatuan laut
dangkal, mereka biasanya menunjukkan urutan ke atas yang kasar. Secara
lokal, penumpukan karbonat juga dikembangkan di wilayah cekungan
selatan. Di Rengasdengklok High / Seribu Shelf dekat daerah pesisir
Jawa Barat, serangkaian karbonat terumbu yang tebal (Mid-Main
carbonate) dikembangkan pada garis tren N-S yang sejajar dengan blok-
blok patahan daerah di daerah tersebut. Penumpukan karbonat terdiri dari
wackestone skeletal dan packstone dengan konstituen butiran utama
adalah karang, foraminifera, bivalvia, fragmen echinodermata, ganggang
merah dan kuarsa minor dan glauconite towa grains. Usia pembentukan
karbonat ini adalah Anda yang berpikir sebagai Miosen Tengah.
Semua sedimentasi karbonat laut dangkal terus dari penumpukan
terumbu di bagian atas cekungan melintang utama, yang sebelumnya

14
disebut fron Formasi Pra-Parigi dan Parigi Dangkal batulumpur timur
laut, serpih dan batupasir glaukonitik mengisi batuan antar-karang dan
terbuka. area rine. Distribusi dari Pra-Parigi dan Parigi build-up
menunjukkan NS dan NW-SE adalah perpanjangan, build-up ini
umumnya tumbuh di ruang bawah tanah yang tinggi atau pada bangunan
tio Baturaja yang mendasari yang hanya menyebabkan sedikit topo- ma
peningkatan grafis (Gambar 4.5). Pembuatan karbonat terdiri dari
kombinasi packstone skeletal, wackestone, dan grainstone antar bedded
dengan lithofacies mudstone. Pada bagian seismik, geometri dan
distribusi dari susunan bukaan ini jelas diidentifikasi sebagai fitur
penggalian sub-elliptical int yang terdefinisi dengan baik. shal pos-nya.
 Cekungan lembah akhir
Cekungan lembah Akhir mewakili urutan sedasi terakhir di bawah
sedi-oasi saat ini dari wilayah Laut Jawa Barat yang di-saya
menggelapkan Formasi Cisubuh.
Di barat, cekungan melorot akhir mengisi terdiri dari batulempung
laut dan batulumpur dan memuncak dalam kontinen deposito kontraksi
kontinental terjadi selama laut wi glomerat dan sedimen klastik vulkanik.
Tingkat rendah dari waktu Pleistosen, kira-kira 1,5 juta, ketika tanah
Sumatera dan Jawa adalah tanah Li adalah bagian dari Sundaland utama
ke utara. Batupasir dan batu pasir konglomerat diartikan sebagai batu
pasir fluvitile dan ize klastik vulkanik adalah litologi utama dari benua
Cisubuh.
Ke timur, di daerah cekungan Arjuna, seberkas ini dan
batulempung dengan stringer pasir tipis. Unit ive dangkal sepenuhnya
terdiri dari deposisi laut situs batu lempung laut terus di bagian timur laut
Sundaland yang meliputi bagian barat Cekungan Jawa Barat Utara.
c. Palung Bogor
 Kerangka proses tektonik
Untuk bagian Selatan dari daerah basinal utara, orientasi utara-
selatan struktur, sub-cekungan dan dataran tinggi dicetak berlebihan oleh

15
fitur timur-fan Boj barat dari Bogor Palung di mana di nort fluences dari
gunung berapi-magmatik dan kominasinya adalah efek pressional yang
primordial, seluruh Bogor Trough adalah sabuk dorong-lipat dan ke arah
utara, sistem ini secara progresif PIsyounger dalam usia, mulai dari
bawah Miocene ents, nite di selatan hingga Plio-Pleistocene di utara. ton
Semua endapan yang disuplai dari Utara adalah bagian dari shaling di
sini. Volcaniclastics dibawa dari Selatan. Troagh Bogor memanjang ke
timur hingga ke wilayah utara Jawa Timur.
 Stratigrafi

https://www.researchgate.net/profile/Stephen_Kaczmarek/publication/32459
4269/figure/fig2/AS:616784294060032@1524064243112/Stratigraphic-
diagram-of-lithostratigraphic-unit-of-Bogor-Basin-incl-Padalarang-area.png
Sedimen Bogor diisi oleh 3 sistem sedimentasi termasuk Formasi
Ciletuh, Bayah dan Jatibarang. Formasi Ciletuh Tengah hingga Akhir
Eosen (1400m) terletak di atas kompleks Klaster Akhir ke Paleocene
subduksi yang terdiri dari sebagian besar kerak samudera Pra-Tersier dan
unit batuan lainnya. Turunan lereng lebih rendah yang terdiri dari
pergantian kedua volcaniclastics dan konglomerat dengan interkalasi
lebih sedikit dari gunung berapi, breksi polymik dan batulempung ciri
deposito Ciletuh.
Sistem kedua terdiri dari transientional untuk batupasir kuarsa laut
dangkal Formasi Bayah yang juga bisa diyakini terutama Tengah hingga
Akhir Eosen di usia. Interkalasi dari batulempung dan lignit adalah
umum. Sedimen laut milik Formasi Batuasih dan Oligosen Formasi

16
secara tidak selaras menimpa unit ini. Ini terdiri dari marls, hitam,
batulempung, dan serpih yang sebagian berinteraksi dengan lautan batu
bara batu karang Radiumandala Formalinum (90m). Ini sering dianggap
sebagai ekivalen dari Batu Raja sedimen pasir-Batu Kapur.
Sistem sedimen ketiga adalah karakter dan ized oleh aliran
gravitasi sedimen vulkanik. Yang paling bawah dari ini adalah Formasi
Selai Miosen Awal, yang terdiri dari breksi dan, ini tufs hingga tebal
1000m. Nama "situs Batu Tua" sering digunakan untuk unit ini. Correla -
memungkinkan tive dengan. Jampang dan terletak lebih jauh ke utara
adalah Formasi Citarum, terdiri dari tufa dan greywackes hingga tebal
1250m. Kedua formasi ini diyakini mewakili komponen kontemporer
dari sistem fan laut dalam yang sama, di mana Formasi Jampang sesuai
dengan area kipas proksimal, endapan, dan Formasi Citarum, distal tures,
deposit fan. The Jampang ditindih oleh Batuan Formasi Bojonglopang.
Di daerah utara Cekungan Bogor, Citarum ditindih oleh Saguling Tengah
Miosen yang rasinya terdiri atas breksi sampai 1500 m. Hal ini ditindih
oleh batu lempung dan greywackes Formasi Bantar-gadung Miosen Atas
(600 m) yang diikuti oleh breksi aliran gravitasi dari Formasi Kanton
Matang Akhir. Sedimen dalam sistem pertama dan kedua berasal dari
utara, sedangkan sistem ketiga berasal dari selatan. (Schiller, 1993).
d. Busur gunung api
Vulkanik busur modern adalah aktif dan-syn dipp Sout (Gede-Pangrango,
Salak, Halimun, dll, volcaquar noes). Hasil pekerjaan sebelumnya di batu Jawa
Barat menunjukkan terjadinya produksi vulkanik dari aktivitas magmatik Tersier
Akhir Selatan. Misalnya, arec Pertamina (1988) mencatat usia K-Ar mati 12,0+
0,1 Ma dari vulkanisme sitokratik alkali-alkalin-eoce terkait dengan subduksi
Lempeng Okanik India di bawah Sundal dan lava andesit Kontinen yang
mewakili bagian dari dasar Gunung Berapi Wayang Kuarter. Studi per-tamina
(1988) menyimpulkan bahwa batuan vulkanik di Jawa Barat pada rentang usia
4,3610,04 Ma hingga 2,62 + 0,03 Ma menunjukkan aktivitas magmatik terus
menerus selama waktu Pliosen. Usia termuda dari batu vulkanik adalah Cilet

17
sejak awal seperti ini perolehan dari barat Pelabuhanratu (SW ar Java), di mana
K-Ar dating dari aliran lava adalah 1,33 + 0,28 Ma (Soeria-Atmadja et al., 1994).
Lihat bab 4.4 untuk rincian lebih lanjut tentang busur magmatik.
e. Daerah lereng selatan yang terangkat
Pegunungan selatan membentang dari Pela- Baturatu Bay ke Pulau
Nusakambangan. Ini mewakili sisi selatan struktur Jawa de synclinal, sebuah
blok kerak yang terangkat ke selatan. Batuan tertua di pegunungan selatan adalah
sekis, phyllites dan kuarsit di mana telah mengganggu batuan ultrabasic ava.
Batuan ini, yang terpapar di sudut barat laut pulau (Jampang), ple, ditutupi
dengan tidak nyaman oleh Ciletuh karena mation dari konglomerat dan batu
pasir akhir ene- Eosen hingga awal Oligosen (Baumann et dasar - a, 1973).
Secara tidak selaras, di bagian atas formasi Per- Ciletuh, adalah pembentukan
Jampang dari usia Miosen awal kanalik. Formasi Gabon di dari bagian timur
Jawa Barat mirip dengan menyengat formasi Jampang ini. Formasi Jampang
terdiri terutama dari kwa sedimen vulkanik seperti breksi laut dan tanah liat.
Yang paling bawah ing fornation Ciletuh telah diterobos oleh porfiri kuarsa,
yang mungkin telah membawa bijih tambang emas Cibitung (Nishimura & c
Hehuwat, 1980).
f. Blok banten
 Kerangka tektonik
Blok Banten terdiri dari beberapa ketinggian dan terendah
structural. The Seribu Su Platform memiliki bagian Tersier agak tipis (1,5
ho detik. TWT) yang terdiri dari Baturaja dan Ja kebanyakan pasca-
Baturaja sedimen, terletak di utara makan Blok Banten. Hal ini
dipisahkan dari Th Cekungan Sunda di barat oleh sistem sou Seribu
utama sesar, dan dengan lembut terjun ke timur-Hai bangsal dan ke utara
ke baskom Arjuna Sub-kor dan ke daerah basal Seribu Utara, masing-
masing. Yang kemudian adalah area sempit yang lebih sempit yang
terkena NS dan kesalahan pertumbuhan SE. Gentle yang lembut di atas
area bawah tanah yang besar dan penumpukan karang adalah struktur
utama dari platform itu sendiri. Perpanjangan onshore-nya dikenal

18
sebagai High Tangerang, yang dipisahkan dari Sub-basin Ciputat oleh
sesar NNW-SSE utama.
Bayah dan Honje Highs adalah High tersier struktural yang terletak
di pantai selatan Jawa Barat, Indonesia, terletak di margin ke y the
Malingping Low, bagian barat dari e Bogor Palung (Gambar 4.3). The
Honje High & terdiri terutama Miosen volcanoclastics diapit oleh
sedimen Pliosen ke barat dan Eosen strata ke timur. Bersama dengan
basin sunda strait strike- slip, mungkin terbentuk sebagai respons
terhadap pergerakan sepanjang sesar strike-slip Sumatera. Di Selat Sunda
bu dan timur dan barat Honje .5 struktur horst, dan utara dan selatan Jawa
barat (Malod et al 1996) adalah serangkaian moderen ia mencelupkan
setengah grabens yang tren N-S. m Ini jelas terlihat pada seismik ke jor
selatan, lepas pantai dari Honje High. The Bayah st- High terdiri dari
anticlines berarah E-W yang besar yang dikosongkan oleh Eosen bersih
batu pasir kasar (Keetley et al, 1997).
 Stratigrafi
Provinsi Sedimen Banten terdiri dari 3 siklus utama sedimentasi.
Bagian tertua dari sistem pertama didominasi oleh batuan vulkanik
Paleosen dan batuan beku setara dengan Formasi Jatibarang. Ini ditindih
secara tidak selaras oleh laut dangkal hingga endapan terestrial yang
termasuk dalam Formasi Eosen Bayah. Bagian bawah terdiri dari
sebagian besar serpih hitam dengan beberapa foramainor yang lebih besar
dari stratigrafi wilayah Jawa barat dan selatan barat (dari berbagai
sumber). lensa batu kapur kaya yang telah ditafsirkan sebagai deposit
prodelta (setidaknya 300rm tebal). Bagian atas Formasi Bayah terdiri dari
batupasir quartzose dan batu pasir peb-bly dengan lensa batubara tipis
(maksimum 110 cm). Ketebalan total unit ini sekitar 800m. Siklus kedua
secara tidak selaras membayangi Formasi Bayah, dan terdiri atas breksi
volkanik dan batupasir dengan beberapa batulempung milik Formasi
Cicarucup. Ini ditafsirkan sebagai breksi yang disimpan sebagai bagian
basal dari urutan kipas aluvial. Ini diikuti oleh Oligosen ke batu gamping

19
berumur Miosen dari Formasi Cijengkol yang sering kaya dengan
mononononon yang lebih besar. Tiba-tiba gelombang besar arus listrik
dari selatan yang terdiri dari tufa dan breksi yang diendapkan oleh aliran
gravitasi sedimen milik Formasi Miocene Cimapag.
Ketiga siklus sepenuhnya terdiri dari sedimen laut dangkal hingga
transisional yang sesuai dengan Formasi Saraweh dan Badui (sekitar
1000m tebal). Sedimen yang dipengaruhi oleh laut termuda berasal dari
Formasi Bojongmanik yang terdiri dari batulempung dan batupasir
dengan beberapa lensa lignit. Ini secara tidak selaras ditindih oleh
sedimen Pliosen (Schiller, 1993).
2.2 Jawa Timur
a. Aktivitas tektonik
Sejarah struktural Jawa Timur tidak dapat dipisahkan dari sejarah
struktural bagian barat pulau dan tektonik kawasan Asia Tenggara. Daerah ini
terletak di tepi tenggara kawah Sundaland di mana basement adalah Kapur ke
basal Tersier tersier. Ini hasa margin kontinental tua, timur laut ke tren struktural
barat daya yang terlihat jelas di lepas pantai data seismik Jawa utara. Secara
umum, wilayah Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi lima provinsi
tektonik (Gambar 4.10); dimodifikasi setelah Yulihanto dkk, 1995), dari utara ke
selatan adalah: Lereng utara meliputi landas kontinen Remoden dan zona
trandisional Randublatung Kendeng Trough, bagian timur palung Bogor,
cekungan laut dalam yang labil. Busur Vulkanik Modern eSouthern kemiringan
lereng regional.
b. Lingkaran utara
 Kerangka geologis
Lereng Northerm menutupi Cekungan Jawa Timur Laut yang
terletak di antara Sunda Cra- ton ke utara dan busur vulkanik ke selatan
(Java Axial Range). Cekungan dapat diklasifikasikan sebagai cekungan
back-arc klasik. Ini sebagian besar terdiri dari rak yang mencelupkan
dengan lembut ke arah selatan, yang ditutupi oleh bagian strataik yang
relatif tipis (rata-rata kurang dari 1850 senon zon hingga ters).

20
Sebaliknya, daerah cekungan dalam mengandung tru lebih dari beberapa
ribu meter sedimen telinga Telinga Mic Mikrofon konfigurasi struktural
bagian barat cekungan Jawa Tenggara darat incluse sub-cekungan dengan
dua orientasi yang berbeda. Pati Trough Tren NE-SW, sedangkan Cepu
dan Bojonegoro selaras dengan E-W. Orientasi NE-SW dari Pati Trough
melambangkan perkembangan asimetris setengah graben astrstruktur
(Yulihanto et al, 1995).

 Stratigrafi
Stratigrafi lereng Utara, yang direpresentasikan oleh zona
Rembang dan Randublatung didominasi oleh landas kontinen yang stabil
e hingga sedimen lereng basinal. Analisis Stratigrafi dan struktural oleh
Yulihanto et al. (1995) saya menunjukkan empat siklus pengendapan
dalam sedimen Terti- dari daerah ini: Oligosen Akhir- fase Miosen Awal
ekstensional, diikuti oleh penurunan Cekungan Miosen Awal, fase
ekstensional Miosen Tengah, dan Turunan endapan Mio-plenosen-
Pliosen atas.

21
https://encrypted-
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTTeImz6hQrYVNlEVkRoWa2Ic19GauZ
zsyWQmtvhOpWuxamSIvu

 Oligosen Akhir - Awal fase ekstensional Miosen Fase ekstensional

initialcharacterized oleh pembentukan NE-SW berorientasi


setengah graben asimetris. Hal ini terjadi sehubungan dengan gerakan
lateral kiri sepanjang sistem sesar NE-SW yang dapat ditelusuri dari
Cekungan NE Java menyeberang ke Kalimantan Selatan (Barito dan
Asem-Asem basins). Tiga urutan pengendapan dapat dikenali dalam
fase ini:

1. Formasi Ngimbang-traktat sistem lowstand: fase pengendapan


awal dimulai dengan jatuhnya permukaan laut akhir Miosen
Akhir Oligosen Akhir dan mencakup cekungan dan kompleks
lereng progradasional. Endapan lantai cekungan yang
terbentuk terutama oleh puing-puing karbonat - aliran yang
dihasilkan dari runtuhnya margin marjin timur. Kompleks
prokasional dikembangkan selama fase akhir dari drop eustatic
dan terdiri dari lensa wacke-packstone.

2. Formasi Kujung - traktat sistem transgresif: akhir jatuhnya


permukaan laut akhir akhir Oligosen Akhir Akhir diikuti oleh
kenaikan permukaan laut relatif. Saluran sistem transgresif
terkait terdiri dari sedimen halus di bagian bawah Formasi
Kujung. Litologi dominan disisipkan dengan batu-batuan hijau

22
dan batu kapur yang mengandung fosil, dan mengandung
forminifera, alga, dan sisa karang yang lebih besar. Di puncak
Kujung, maroon secara monoton diselingi dengan batu
gamping bioklastik. Dalam jenis lokalitas, Kujung memiliki
ketebalan 500 m. Itu disimpan di lingkungan laut yang dalam
dan terbuka selama Oligosen Akhir.

3. Formasi Prupuh - saluran sistem highstand: Fase ekstensional


akhir diakhiri oleh batu gamping bioklastik dari Formasi
Prupuh. Ini terdiri dari karang bio-clacarenite inter-terikat,
bio-calcilutite, dan abu-abu abu-abu kebiruan. Ini
terakumulasi dalam lingkungan neritik luar selama Oligosen
Akhir.

 Awal fase penurunan cekungan Miosen Awal Turunan Miosen

mengembangkan platform pengendapan ramp-jenis.


Sedimentasi dimulai pada hari-hari awal dengan gradasi kompleks
berbutir halus dari pantai rendah atau lepas pantai deposito dalam
sistem standar rendah (Formasi Tuban). Ini mungkin terkait di
beberapa tempat dengan pengembangan pengisian lembah
menorehkan.

Fase transgresif disertai kenaikan sealevel berikutnya, dengan


akumulasi nilai berbutir halus dan pawai di Formasi Tawun. Basinal
tertutup pada penurunan Miosen Awal dengan akumulasi batu kapur
bioklastik dalam sistem sistem highstand (bagian atas Formasi
Tawun). Jenis lokalitas formasi ini berada di Desa Tawun dan
ketebalannya sekitar 730 m. Bagian bawah formasi didominasi oleh
batulempung dan kelereng abu-abu hitam, berubah secara bertahap
ke atas menjadi batu pasir abu-abu. Batuan sedimen tersebut
bersinggungan dengan batu gamping bioklastik, yang terdiri atas
batu-batu orbut-orbital orboid dengan batu-batu besar, pecahan
karang, alga dan moluska. Peningkatan ke atas dalam kandungan

23
bioklastik dari batu kapur menunjukkan lingkungan laut dangkal
yang terisolasi.

 Fase Miosen Tengah Miosen Fase Miosen


Tengah Menengah ditandai oleh pembentukan setengah graben
asimetris NE-SW, yang tampaknya telah bermigrasi ke timur dari Late
Oligocene-Miosen Awal graben. Fase konvensional kedua ini ditafsirkan
sebagai peremajaan patahan patahan kiri-kiri NE-SW karena subduksi
oblik Miosen Tengah dari lempeng Wharton samudera di bawah lempeng
Sunda kontinental. Empat urutan pengendapan yang dikembangkan
selama fase ini: (Tim Studi Basur Tersier, 1994). Urutan pertama terdiri
dari fasies facies seismik front-end yang dominan, yang ditafsirkan
sebagai endapan fan-lereng dari saluran sistem lowstand. Ini dapat
dikorelasikan dengan bagian bawah Anggota Ngrayong. Kenaikan
permukaan laut selanjutnya dapat digunakan sebagai bagian dari Anggota
Ngrayong.Kenaikan permukaan laut berakhir dengan pengembangan
sistem highstand. Ini termasuk di bagian atas Formasi Ngrayong.
Urutan kedua kurang berkembang dengan baik. Urutan ini
terutama terdiri dari traktat sistem transgresif dan highstand. Ini
berkorelasi dengan Formasi Bulu, yang terutama terdiri dari butiran batu
dan batu parasut, dan bagian bawah Formasi Wonocolo, terdiri dari
marso pasir fossil terdiferensiasi dan calcarenites fosil abu-abu tipis.
Mirip dengan urutan kedua, urutan ketiga terutama terdiri dari
traktat sistem transgresif dan highstand. Bagian atas Formasi Wonocolo
ditafsirkan sebagai sistem transgresif dari urutan ketiga, yang terdiri dari
serpih dengan interkalasi calcarenite. Urutan ketiga sistem highstand
ditandai dengan sedimentasi gradasional di bagian bawah Formasi Ledok.
Tipe lokalitas ada di Desa Ledok, Cepu, di mana ketebalan formasi ini
berkisar dari 100 hingga 250 m. Kurva ini terdiri dari penebalan unit-unit
ke atas dari batu pasir berkapur glauconitic, fossil, abu-abu kehijauan,
abu-abu, interbedded dengan menipisnya lapisan atas fosil, abu-abu pasir
kehijauan-kehijauan. Bagian atas Formasi Ledok dicirikan oleh bioturbasi

24
dan tempat tidur silang besar, menunjukkan lingkungan neritik bagian
luar. Analisis stratigrafi seismik dari empat urutan sesuai dengan bagian
tengah dari bentuk ledakan sesuai dengan model profesional saluran
sistem standar tinggi.
 Miosen Atas - Cekungan fase subsidensi pliosen Permukaan
erosi atau ketidaksesuaian Tengah Tengah dari bagian Miosen
Atas-Pliosen atas, terkait dengan pembentukan lembah menorehkan
mengisi di banyak tempat (misalnya, Cepu dan daerah Bojonegoro,
Yulihanto, 1993). Sejarah pengendapan daerah penelitian berakhir
dengan sedimentasi Formasi Mundu, yang terdiri dari marl dan shale
yang terakumulasi dalam kaitannya dengan kenaikan permukaan laut
Pliosen.
Fosil abu-abu kehijauan dan kehijauan mendominasi bagian bawah
Mundu, sementara bagian atasnya termasuk fosil bertabur abu-abu abu-
abu kehijauan dari yang disebut Anggota Selorejo. Pembentukan
diendapkan di lingkungan neritik luar selama Miosen Akhir hingga
Pliosen.

c. Kendeng Cermatgeologis

 Aktivitas Tektonik

Kendeng Trough terletak di lereng utara. Penataan sangat baru


dan mungkin masih aktif. Kapak lipat berorientasi pada arah timur ke
barat; sebuah indikator yang merupakan rantai vulkanik yang
berdekatan dan paralel, setidaknya sebagian, bertanggung jawab
untuk kompresi.

The Kendeng Zone dapat dibagi menjadi wilayah timur dan


barat, secara kasar terbagi di lokasi sawah Sungai Solo di Ngawi.
Timur di sini lipatan yang ketat tetapi tidak disalahkan, setidaknya
tidak di permukaan. Perhatikan bahwa pergi ke timur dari Ngawi
usia sedimen yang mengendap di zona ini semakin mantap. Di timur,

25
selatan Surabaya, lipatan hampir hilang di bawah aluvium baru-baru
ini dan bahkan Pleistosen jarang keluar.

Sebelah barat Ngawi, menuju Semarang, batuan eksposur lipat


setua Miosen Awal dan banyak patahan telah dipetakan. Variasi
timur-barat dalam penataan ini mencerminkan tren anomali
gayaberat, dengan nilai gravitasi terendah di barat zona tersebut.
Kompleksitas dan ketebalan sedimen tersier di bagian barat Kendeng
Zone, serta undulasi permukaan, diakui dari seismik.

 Arc Volcanic

Di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur busur vulkanik


Tersier telah dicatat sebagai memiliki tiga fase aktivitas yang
berbeda. Berdasarkan kelompok usia radiometri (Bellon et al., 1990)
dan terjadinya stratigrafi dari tempat tidur vulkanik, fase berikut
dapat dikenali:

1. Fase vulkanik aktif awal dari sekitar 50 hingga 19 Ma


(pertengahan Eosen hingga pertengahan Miosen Awal).

2. Periode ketenangan relatif dari sekitar 19 Ma hingga sekitar


11 Ma (Miosen Tengah Akhir).

3. Peningkatan aktivitas vulkanis pada sekitar 11 Ma, dengan


rantai gunung berapi bergerak sekitar 50 kilometer ke utara
ke posisi sekarang.

4. Pada sekitar 3 Ma, vulkanisme berubah dengan serangkaian


baru gunung berapi aktif di sepanjang busur utama, tetapi
juga gunung berapi kaya K yang terletak di luar tren busur
(misalnya Gunung Muria [1,1-0,4 Ma], lepas pantai ke utara
di Bawean Island [0.8-0.3 MYBP], dan Mount Lasem [1.6-
1.1 Ma, tetapi tidak terutama K-rich]).

DSDP lubang di Samudera Hindia barat dan selatan


menghasilkan data Jawa mendukung fase ketiga dan terakhir

26
yang tercantum di atas. Sumur-sumur ini mengandung MYBP
dan tuf yang lebih muda tanggal 11, dengan peningkatan
signifikan kandungan piroklastik pada Akhir Pliosen atau Kuarter
kali (sekitar 2-3 Ma). Lokasi situs-situs ini menghalangi mereka
merekam aktivitas gunung berapi Jawa jauh sebelum 11 MYBP.
Misalnya pada 19 MYBP, ketika fase "Andesit Tua" berakhir,
'situs DSDP akan berada sekitar 400 kilometer lebih jauh ke
selatan dari busur vulkanik. Perhatikan bahwa antara, 'peristiwa
gunung berapi utama ini masih ada beberapa vulkanisme latar
belakang yang berkelanjutan, seperti yang terlihat oleh tufa hadir
di tempat tidur Miosen Tengah di selatan Jawa (Lunt et al, 1996).

 Tampilan Lindung Daerah Selatan

Lereng selatan daerah adalah pegunungan selatan, terdiri dari


"vulkanik dan vulkaniklastik" tua dan tua, yang awalnya terintegrasi
dengan dan kemudian lebih sepenuhnya dilapisi oleh batu gamping
Miosen. Batuan ini sering berkembang sebagai fasies terumbu seperti
di daerah selatan Malang, pulau Nusa Barung, daerah Puger dan
Semenanjung Blambangan. Pegunungan selatan saat ini adalah situs
topografi karstifikasi dramatis yang relatif muda, yaitu mungkin hasil
dari pengangkatan Kuarter di sisi selatan rantai vulkanik modern.

Fasies karang Miosen yang paling luas berada di selatan dan


timur Jawa. Juga di daerah timur, di samping benda-benda ekstraktif
andesitik, dilaporkan ada granit batholith dekat Merawan. Ini granit
dan terkait tanggul mengganggu dan melaporkan mengubah
beberapa batupasir Miosen tua dan andesit tetapi kemudian ditutupi
oleh batugamping karang. Data rinci tentang granit dan batugamping
karang di daerah ini adalah kelangkaan kesia-siaan yang berkurang
menjadi batu kapur yang mengikuti intrusi yang setara dengan
karang. Wonosari Limestone lebih jauh ke barat di Pegunungan
Selatan. Batuan Wonosari bagian barat mungkin adalah Miosen

27
Awal hingga Miosen Awal. Oleh karena itu, tampaknya bahwa granit
Merawan terkait dengan yang lebih tua, 19 hingga 50 MYBP, fase
vulkanik, meskipun masih ada pertanyaan tentang bagaimana
"granit" terjadi begitu jauh dari margin kontinental, dan mengganggu
pada kedalaman dangkal seperti itu (Luntur). et al., 1996).

Ada banyak tanda-tanda pasir Ngrayong di utara. Ini termasuk


data petrografi di Muin (1985) yang secara konsisten mencatat
hampir 30% butiran pasir sebagai kuarsa pada strip vulkanik Miosen
Awal hingga Tengah Menengah. Selain makalah oleh Kadar dan
Storrs Cole (1975) dari Miosen Awal catatan Southern Mountains,
sampel biostruktur yang mengandung butiran kuarsa berlimpah
bersama dengan foramen yang diangkut lebih besar yang mereka
pelajari (Lunt et al, 1996).

2.3 Cekungan Jawa Tengah Selatan


a. Aktivitas Tektonik
Daerah basinal selatan Jawa Tengah Selatan Tengah di sisi utara
dari cekungan bathymetric berbaring antara busur vulkanik Jawa itu
sendiri (dan ekstensi NW dan E) dan ridge luar non-vulkanik yang
membatasi Java Trench pada sisi utara. Dalam pengaturan tektonik luas
daerah ini diklasifikasikan sebagai cekungan busur luar, dan itu adalah
fitur megatektonik yang terkait dengan semua sistem busur pulau dan
dapat bervariasi dalam kompleksitasnya. Daerah ini berisi dua cekungan
sedimen Neogen yang garis luar strukturnya ditentukan selama fase
Oligosen Akhir dari pelipatan, patahan dan vulkanisme. Cekungan
dipenuhi dengan klastik fasies laut dalam. Daerah tinggi yang
mengelilingi batu gamping laut dangkal (termasuk karang). Tiga
peristiwa tektonik Neogen regional penting yang disimpulkan dari
stratigrafi dan catatan seismik: peristiwa Miosen Awal kecil, peristiwa
Miosen Tengah, dan peristiwa Pliosen Akhir. Tak satu pun dari peristiwa-
peristiwa ini, bagaimanapun, telah sangat merusak Neogene lepas pantai.

28
Selatan Jawa Tengah, bagian luar dari cekungan busur luar, yang
merupakan bagian dari busur luar, menunjukkan bahwa sebuah
"basement" bubungan dan cekungan sedimen diisi dilalui sebelum
mencapai pantai Jawa. Sebuah mega-sense yang disederhanakan
dianggap sebagai bagian dari "pegunungan selatan" barat dan timur Jawa
yang di bagian selatan Jawa Tengah di bawah laut (Bolliger & De Ruiter,
1974). (selatan Purwokerto) oleh punggungan Nusa Kambangan. Di
bagian selatan dari punggung bukit ini ada depresi berarah timur-barat -
"cekungan barat" - berisi lebih dari 10.000 kaki sedimen yang tidak
berefek. Masih jauh di selatan sebuah platform tinggi yang luas terletak
di antara "cekungan barat" dan lereng sampai hari ini.
Provinsi pusat adalah Cekungan Kebumen tentang perluasan lahan.
Hal ini ditandai dengan ketebalan Neogene yang lebih besar (lebih dari
15.000 ') dan tidak adanya ketidakselarasan yang berbeda di dasar
Miosen. Cakrawala seismik yang lebih dalam, selaras dengan Miosen
dasar, dapat dipetakan di sebagian besar wilayah hingga kedalaman lebih
dari 25.000 '. Ini adalah ruang bawah tanah punggungan.
Provinsi bagian timur merupakan kelanjutan lepas pantai dataran
tinggi Gunung Sewu (selatan Yogyakarta) yang terdiri dari batu gamping
berumur Miosen di atas singkapan. Dataran batu kapur ini mencakup
sebagian besar wilayah pesisir timur Jawa Timur dan dapat ditelusuri
setidaknya sejauh Pulau Lombok. Di daerah lepas pantai, terbentuk
karbonat besar, ditemukan dan satu dibor (ALV-1). Seperti di provinsi
barat, ketidakselarasan Basis-Miosen terjadi. Urutan sedimen Neogen
yang dips dengan lembut ke selatan. Garis seismik memberi kesan gaya
struktural dari berbagai provinsi.
b. Stratigrafi
 Bagian Paleogene

Paleogen diketahui dari selatan Jawa Tengah. Di Jiwo Hills


dan di Nanggulan, sedimen Paleogen tertua berasal dari zaman Eosen
Tengah. Mereka awalnya disimpan di lingkungan laut dangkal (batu

29
gamping dan clastics), dan kelas ke fasia laut dalam atas interval
vertikal yang relatif tipis. Eosen Atas ditemukan di lingkungan
pengembangan di kedua wilayah tersebut.

Di pusat geografis Jawa (Lok Ulo, Banjarnegara area)


melange yang menarik dari endapan dangkal dan dalam hadir, mulai
usia dari Kapur Atas (Cenomanian / Turonian), lebih dari Paleosen ke
Eosen Atas. Kemungkinan besar kita berurusan di sini dengan
campuran olistostromal, yang dilemparkan ke dalam selama Eosen
Akhir. Beberapa pengamatan dari sedimen Eosen menunjukkan
periode aktif tektonik, yang melibatkan tidak hanya penurunan cepat
dan pelanggaran tetapi juga diucapkan gradien topografi.

Sejarah Paleogen diakhiri oleh peristiwa regional usia


Oligosen Akhir. Hal ini dinyatakan sebagai fase patahan kuat dan
penurunan selanjutnya pada Sunda Shield dan sebagai fase pelipatan
utama di Kalimantan Timur. Di daerah yang sedang dibahas itu
melibatkan blok tektonik, gerakan transcurrent mungkin dan aktivitas
gunung berapi yang luas. "Andesit Tua" di Jawa Selatan mungkin
dikaitkan dengan fase ini. Selama waktu itu pengaturan struktural
dibuat yang untuk mengontrol pola sedimen Neogen.

 Neogene

Distribusi fasies dari Neogen dikendalikan oleh daerah-daerah


tinggi yang sudah ada sebelumnya dan tekanan-tekanan intervening.
Tingginya seperti ini berasal selama fase oligosen akhir baik oleh
aktivitas gunung berapi sederhana, atau hasil dari blok tektonik yang
mengangkat dan ekstensif. Tinggi Karangbolong, Pegunungan Progo
Barat dan beberapa dataran lepas pantai yang lebih kecil, kita akan
mengkategorikan sebagai relatif dari peninggalan gunung api
sederhana. Di sisi lain Nusa Kambangan dan provinsi lepas pantai
barat, pegunungan Sewu yang tinggi dan timur di lepas pantai harus
dianggap sebagai kawasan tinggi yang terangkat. Di sini Oligosen,

30
awalnya laut dalam, sedimen dan dipotong oleh erosi pada akhir
Oligosen dan waktu Miosen Awal.

Di antara cekungan dari cekungan lepas pantai pusat dengan


perpanjangan daratan (Cekungan Kebumen) dan depresi Yogyakarta
tampaknya telah sangat dalam. Kejadian tektonik Oligosen Akhir
tidak dinyatakan sebagai ketidakselarasan angular di baskom pusat.
Berbeda dengan ini, cekungan lepas pantai barat dan mungkin
cekungan Banyumas di darat mulai mereda hanya pada Miosen Awal.
Urutan sedimen Neogen pada ketinggian tidak lengkap dan terutama
terdiri dari awal: ke batu kapur laut dangkal jangka menengah yang
menutupi secara tidak selaras apa yang disebut "Andesit Tua".

Area basal dipenuhi dengan komposisi komposisi laut yang


umumnya dalam. Bahan klastik asal vulkanik, mulai dari tufs berbutir
halus sampai bongkahan batu ditemukan seperti hari laut dalam,
kadang-kadang berselubung dengan calci-turbidites. Kehadiran begitu
banyak material vulkanik menunjukkan fase-fase vulkanisme aktif
yang berbeda selama Neogen. Kalsiturbidit relatif berasal dari daerah
di mana batu gamping laut dangkal diendapkan pada ketinggian yang
secara vulkanik kurang aktif.

Hubungan antara daerah tinggi dan rendah dapat diilustrasikan


dengan baik dari data sumur Alveolina (ALV-1) dan Borelis (BOR-1)
yang dibor lepas pantai, di Provinsi Timur dan Provinsi Tengah.
ALV-Saya menemukan bagian bagian tanah liat Pliosen dari laut
dalam, yang meliputi sekitar 1000 'dari batu gamping Miosen Tengah
laut dangkal. 'Yang terakhir beristirahat dengan tidak selaras pada tuff
dan tanah liat Oligosen Atas yang kuat. Sumur terbawah dalam
aglomerat vulkanik yang tidak dapat dilepas. Bagian BOR-1 terdiri
dari tanah laut dalam, Pliosen dan Miosen. Sumur beralas basalt tak
bertanggal. Bagian Miosen tidak lengkap karena kesalahan lokal.

31
Hal ini menarik bahwa tanah laut bawah Miosen yang lebih
dalam dari BOR-1 berkorelasi dengan seismik dengan ekstensi Mid-
fluks dari karbonat Mid Miocene dari ALV-1. Hal ini menunjukkan
bahwa batu gamping mulai diendapkan di sisi Alveolina yang sudah
tinggi selama Miosen Awal dan ketika mereka menutupi daerah non-
pengendapan / erosi sebelumnya. Setelah periode peningkatan
subsidensi, ini terlalu besar untuk produksi batu kapur. Karena
penumpukan karbonat masih menonjol sebagai yang tertinggi di dasar
laut, selama Miosen Akhir waktu itu menjadi non-pengendapan.
Closen Miosen Halus Atas diendapkan di sekitarnya sampai terendah
batimetri diisi dan puncak dari ketinggian menjadi tertutup oleh
sedimen di sekitar awal Pliosen. Pengembangan sedimen selatan Jawa
Tengah, yang berasal dari bagian permukaan dan sumur, dirangkum
dalam diagram waktu / facies. Inti dari semua pengetahuan stratigrafi
kami diberikan. Dengan menerapkan model sedimen yang dijelaskan
di atas, dan dengan bantuan data seismik, adalah mungkin untuk
membuat peta fasies tentatif atas daerah Jawa Tengah Selatan. Dua
peristiwa tektonik regional besar dan satu kecil tercermin dalam
berbagai cara dalam urutan sedimen Neogen.

Tektonisme Miosen awal adalah cekungan lepas pantai


Banyumas dan mungkin cekungan daratan. Ini melibatkan patahan
dan vulkanisme. Paleontologi saat ini terjadi di Pegunungan Baturng,
SE Yogyakarta. Namun, daerah aktivitas gunung berapi yang lebih
tua mungkin bereaksi: Pegunungan Progo Barat (van Bemmelen,
1949), gunung berapi Gabon (Mulhadiyono, 1973).

Fase tektonik pertengahan Miosen tampaknya memiliki efek


regional yang besar. Hal ini tercermin dari kesenjangan dalam
sedimentasi tidak hanya pada semua ketinggian, tetapi juga dalam
beberapa depresi (daerah Yogyakarta). Itu mengikuti peristiwa ini
bahwa batu gamping di lepas pantai "Alveolina" -tinggi tenggelam

32
dan sedimentasi berhenti. Di Jawa fase baru dari vulkanisitas kuat
dipicu.

2.4 Busur Magmatik

Java sering disebut sebagai contoh klasik dari hubungan magmatisme


calc-alkaline ke subduksi. Subduksi Samudera Hindia di bawah busur Sunda
dianggap telah aktif sejak setidaknya waktu, menurut rekonstruksi
geodinamik (Hamil-ton 1979, Katili 1975, Rangin et al. 1990). Geologi dan
petrologi dari gunung berapi busur Kuarter Sunda telah menjadi subyek dari
banyak penyelidikan (Hutchison 1982, Wheller et al. 1987) tetapi kurang
diketahui tentang magmatisme Tersier. Eksposur batuan vulkanik tertua yang
diketahui di Jawa terjadi sebagai fragmen dari lava calc-alkaline pada akhir
zaman Cretaceous - Eropa dalam formasi batuan tipe melange, misalnya
Karangsambung (Suparka et al., 1990, Suparka dan Soeria-Atmadja, 1991).
Eksposur batuan kalkun alkalin - alkalin muda, dianggap sebagai usia Oligo-
Miosen (van Bemmelen 1949), lebih luas didistribusikan. Mereka sebagian
besar terpapar di sepanjang pantai selatan Jawa, dan disebut sebagai "Andesit
Tua". Gunung berapi yang lebih baru dan aktif di Jawa sering mengalahkan
unit vulkanik dan / atau intrusif-batuan. Unit batuan vulkanik diselingi
dengan sedimen Neogen, dan batuan intrusif memotong sedimen ini. Namun,
trek radiometrik atau fisi yang tersedia usia pada batuan magmatik Tersier ini
relatif langka (Hehuwat 1976, Nishimura et al. 1978). Tampaknya lokasi
keberhasilan busur magmatik di Jawa telah bergeser tidak lebih dari 60 km
utara dari posisi sekarang dari busur Sunda Kuarter sejak zaman Eosen /
Oligosen.

Investigasi oleh Bellon dkk. (1989) dan Soeria-Atmadja dkk. (1990)


telah menunjukkan bahwa aktivitas magmatik tersier di Jawa terjadi dalam
dua periode yang berbeda: Akhir Eosen - Miosen Awal dan Akhir Miosen -
Pliosen Akhir. Produk dari peristiwa sebelumnya telah membangun "Andesit
Tua", sedangkan yang terakhir mungkin terkait dengan tahap awal aktivitas
magmatik dari busur Sunda modern (Bellon et al. 1989).

33
K-ar dating dari batuan magmatik di Jawa oleh Soeria-Atmadja et al. (1994)
menunjukkan bahwa dua tahap aktivitas vulkanik dapat dibedakan sepanjang
periode Tersier. Yang sebelumnya terjadi dari 40Ma (Karangsambung dan
Pacitan) ke 19-18 Ma (Pacitan dan Pangandaran). Aktivitas gunung berapi berikut
antara 12 Ma (Pertamina 1988) atau 11 Ma (Bobotsari) menjadi 2 Ma (Jatiluhur)
dan digantikan oleh vulkanisme Kuarter busur Sunda. Kemungkinan keberadaan
jeda nyata dalam vulkanisme antara 18 dan 12 dipertanyakan sebagai data baru
pada poin usia untuk aktivitas vulkanik pada 13,7 Ma (JM-61, Bayah) dan 15,3
Ma (PC-3, Pacitan).

2.5 Deposit Kuarter

QUATERNARY Batuan Kuarter di Jawa dapat dibagi menjadi


produk non-vulkanik dan gunung berapi. Produk non-vulkanik yang diwakili
oleh Middle Middle Middleist sebagian besar adalah non-marine, dan hanya
sedikit sedimen laut. Produk-produk vulkanik utamanya adalah hasil dari
Pleistocene Tengah hingga aktivitas Vulkanis Terkini. Namun, sedikit jumlah
Plio-Pleistocene untuk menurunkan material vulkanik Pleistocene telah
ditemukan di daerah-daerah tertentu sebagai akibat dari aktivitas vulkanik
kuarternik tua. Sedimen kuaterner terekspos hampir di semua wilayah di
Jawa terutama di bagian tengah dan utara pulau ini.
Di Jawa Barat, sedimen kuaterner milik Citalang, Tambakan dan
Formasi Ciherang disimpan di lingkungan non-laut. Formasi Tambakan dan
Citalang didistribusikan di Jawa Barat bagian tengah, dan Formasi Ciherang
di timur laut Jawa. Moluska air tawar dan fosil vertebrata ditemukan dalam
formasi ini, tetapi tidak ada fosil homminid. Berdasarkan fosil vertebrata,
umur formasi ini lebih rendah dari Pleistocene Tengah. Pleistocene atas ke
produk vulkanik terbaru menutupi sedimen formasi tersebut.
Menuju bagian timur dari wilayah Jawa Barat, batuan kuartener terekspos
dengan baik di Bumiayu Area, yang dikenal sebagai Cekungan Bumiayu.
Batuan tertua adalah sedimen non laut Formasi Cisaat (berkumpul kembali
dari sebelumnya dari Kaliglagah dan Formasi Mengger) dari Pleistosen

34
Bawah, diikuti oleh Formasi Gintung dari Pleistocene Tengah. Bentuk-
bentuk ini ditutupi oleh Pleistocene Atas ke produk-produk vulkanik
Linggopodo Formasi terkini dan dari aktivitas Gunung Slamet.
Moluska air tawar dan fosil vertebrata ditemukan di daerah ini, tetapi tidak
ada homminid yang ditemukan dari formasi ini. Kuartener terpenting di Jawa
ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah dan di Kendeng Zone Jawa Timur.
Wilayah Sangiran terletak di sekitar 20 km utara Solo, adalah kubah dalam
bentuk memanjang, dan sumbu rumah ini dari utara-selatan bangsal, dengan
beberapa kesalahan blok di tengah kubah.
Kubah Sangiran dibedah oleh beberapa sungai, dengan yang terbesar
adalah Kali (sungai) Cemoro di bagian tengah kubah, mengalir dari arah
barat ke timur. Sungai-sungai itu gundul daerah membentuk bukit-bukit
bergelombang rendah dan lembah di mana sedimen yang dipotong di kubah
ini.
Di daerah Sangiran dan di Kendeng Zone Jawa Timur, sedimen tertua
adalah Formasi Kalibeng dari Pliosen Akhir. Pembentukan lempung abu-abu
berkapur dan marls ini disimpan di lingkungan laut dangkal. Diatas Formasi
Kalibeng diendapkan Formasi Pangan, terdiri dari breksi suncan di bagian
bawah dan abu-abu hitam dan abu-abu abu-abu dengan interkalasi lapisan
tipis tufa, diatomae dan molluscs beds, disimpan di rawa-rawa, danau dan
lingkungan laut dangkal selama Awal Pleistosen.
Banyak fosil vertebrata dan Homo erectus telah ditemukan di tanah
liat hitam Formasi Pucangan di daerah Sangiran. Formasi Pucangan ditindih
oleh Formasi Kabuh, yang terdiri dari batupasir tufaan yang halus hingga
sangat kasar dengan lensa-lensa konglomerat apung yang diselingi oleh
lumpur dan tanah liat hitam. Selimut silang, batupasir paralel, dan
konglomerat. Di Sangiran, konglomerat berkapur kompak, padat dan kaya
dengan fosil vertebrata dan homminid, ditemukan di bagian bawah Formasi
Kabuh, dikenal sebagai "Grenzbank Layer". Formasi Kabuh kaya dengan
fosil vertebrate dan Homo erectus dari Pleistocene Tengah dalam usia
kemudian ditutupi oleh Upper Lahar Formasi Notopuro. Formasi Notopuro

35
ditindih oleh urutan bolak batupasir tufaan, konglomerat dan lempung, dan
lapisan lahar di bagian paling atas dari urutan ini yang merupakan bagian dari
Satuan Teras Sungai. Banyak fosil vertebrata yang ditemukan di Jawa,
misalnya Stegodont trigonocephalus VK., Hippopotamus namadicus,
Rhinoceros palaeosondaicus, Bubalus (Kerbau) cf paleokarabau dll ...
Hominid fosil, ditemukan terutama dari daerah Sangiran, dan sedikit dari
Sambungmacan (Sragen) dan Patiayam (Jawa Tengah), dari Kedungbrubus,
Trinil, Ngawi, Ngandong dan Perning (Mojokerto), Jawa Timur. Fosil
hominid terdiri dari Meganthropus paleojavanicus, Homo (Pithecanthropus)
erectus, Homo erectus mojokertensis, dan Homo erectus ngandongensis.

36
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jawa dengan punggung nya terdiri dari subduksi- induksi. Gunung api, di
anggap klasik sebagai ujung selatan paling terkemuka dari lempeng sunda,
melalui lautan tempat lempeng India- Australia.
Laut Jawa merupakan Laut yang tidak terlalu dalam. Isodepth 20 m
terletak pada jarak puluhan mil dari laut lepas, sedangkan di selatan Laut Jawa,
yang ditemui pada jarak tersebut adalah Isodepth 200 m. Pada kedalaman rata-
rata 40 m, Laut Jawa membentuk lereng yang menurun secara perlahan- lahan
menuju timur, dengan kedalaman 30- an meter di bagian Baratnya dan di bagian
kanan dari Selat Karimata, sekitar 60- an meter di bagian tengahnya dan mencapai
90 m di sebelah Barat, pada jarak beberapa mil dari Pulau Madura (Lubiset al
2005). Hal ini seperti suatu daratan yang tergenang dan terhubung dengan
perluasan bagian Timur dangkal Sunda, beberapa kali terbentuk dataran di laut ini
pada zaman batu atau poloelitik (Pleistocene). Garis yang membagi perairan Laut
Jawa yang terletak di Selat Karimata saat ini, yang memisahkan dua daerah aliran
sungai yang besar, yang pertama mengalirkan airnya ke arah utara, ke dalam Laut
Cina, yang kedua mengumpulkan airnya dari selatan Kalimantan, Timur
Sumatera, dan dari utara Jawa, selanjutnya mengalirkannya melalui bentuk lereng
yang menurun secara perlahan– lahan sampai ke Laut Flores di bagian Timur
(Potier 1998).
3.2 Saran

Sebagai mahasiswa sudah pada dasarnya kita mampu dan bisa mengenali
kawasan Indonesia itu sendiri dari berbagai macam aspeknya budaya, adat, dan
perwilayahan.

37
DAFTAR PUSTAKA
(Sumatra, 2000)(“GEOLOGI INDONESIA,” n.d.)GEOLOGI INDONESIA. (n.d.).
Sumatra, G. R. (2000). BAB II, 9–35.
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The geology of Indonesia, Vol. IA. General
Geology, Martinus Nijhoff, The Hague.

38

Anda mungkin juga menyukai