Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PERSEBARAN TITIK GEMPA DI KABUPATEN NABIRE


PROVINSI PAPUA TENGAH

Dosen pengampu:
Dr. Sc. Yayu Indriyanti M.Si

Disusun Oleh:
Ansyar Mbuinga -452422075

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rendah hati, saya ingin mengawali kata pengantar ini dengan
ungkapan terima kasih kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga Laporan Tektonika dan Seismologi ini dapat selesai,
walaupun jauh dari kesempurnaan. saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada dosen dan asisten dosen yang telah memberikan bimbingan serta
dorongan selama proses penulisan laporan ini.
Harapan saya adalah bahwa laporan ini dapat memberikan manfaat dalam hal
pengetahuan dan pengalaman kepada semua yang membacanya. Saya selalu terbuka
untuk menerima saran dan kritik yang membangun, yang akan sangat membantu saya
dalam memperbaiki baik dari segi konten maupun penulisan. saya menyadari bahwa
terdapat kekurangan dalam data-data yang saya peroleh, dalam pemilihan kata-kata,
serta dalam isi keseluruhan laporan ini. Namun, saya berkomitmen untuk terus belajar
dan berkembang.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah atas usaha saya, dan
semoga laporan ini menjadi sumber inspirasi bagi semua yang membacanya. Terima
kasih atas dukungan dan kontribusi semua pihak dalam penyelesaian laporan ini.

Gorontalo, 5 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL........................................................................................................ iv
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2RUMUSAN MASALAH..........................................................................................3
1.3MAKSUD TUJUAN................................................................................................ 3
BAB II........................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 4
BAB III........................................................................................................................ 13
METODE PENELITIAN............................................................................................ 13
3.1 Persiapan Serta Kajian........................................................................................... 13
3.2 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi............................................................. 13
3.3 Pengolahan Data.................................................................................................... 13
3.4 Analisis Data..........................................................................................................14
3.5 Tahap Penyusunan Laporan...................................................................................14
3.6 Kerangka Metode Penelitian..................................................................................15
BAB IV........................................................................................................................16
PEMBAHASAN..........................................................................................................16
4.1 Pola Sebaran Titik Gempa Daerah Nabire..............................................................16
4.2 Magnitudo dan Kedalaman....................................................................................17
BAB V......................................................................................................................... 20
PENUTUP................................................................................................................... 20
5.1Kesimpulan............................................................................................................. 20
5.2Saran....................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Pola Tektonik wilayah Indonesia...............................................1
Gambar 2.1 Konsep Gempah Bumi.......................................................................5
Gambar 2.2 Pergerakan Transpor..........................................................................6
Gambar 2.3 Pergerakan Divergen..........................................................................6
Gambar 2.4 Pergerakan Kovergen.........................................................................7
Gambar 2.5 Diagram alir kerangka metode penelitian.........................................15
Gambar 2.6 Pola persebaran titik gempa daerah nabire........................................16

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Magnnitudo dan Kedalaman.................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gempa bumi adalah bencana alam sering terjadi di Indonesia, terutama
karena kompleksitas interaksi lempeng tektonik. Indonesia terletak di antara
empat lempeng utama di dunia: lempeng Eurasia, Australia, Pasifik, dan Filipina.
Lempeng Australia dan Pasifik, yang lentur, berinteraksi dengan lempeng Eurasia
yang kaku, menciptakan zona tumbukan dan patahan aktif. Aktivitas di wilayah-
wilayah ini memiliki potensi memicu gempa bumi. Gempa sering menyebabkan
kerusakan yang signifikan, merusak infrastruktur dan mengancam nyawa.
(Krishna S. Pribadi, dkk, pendidikan siaga bencana ITB. 2008).
Di bagian timur Indonesia tepatnya di Pulau Papua terletak di ujung
pertemuan lempeng samudera yaitu lempeng Pasifik yang menyusup di bawah
Papua bergerak ke arah Baratdaya dengan kecepatan 12 cm/tahun dan lempeng
Indo– Australia yang menyusup di bawah lempeng Eurasia bergerak ke utara
sekitar 7 cm/tahun.

Gambar 1.1 Peta Pola Tektonik wilayah Indonesia

1
Akibat penekanan oleh dua lempeng besar ini di wilayah Papua terbentuk
tiga zona besar patahan aktif yakni zona kompresi dari tabrakan lempeng Pasifik
dan Pulau Papua yang kompleks, jalur Patahan besar Sorong dan jalur Patahan
besar AidunaTarairua. Dengan kecepatan gerak relatif lempeng Pasifik yang
sangat cepat ini, maka bisa dipastikan bahwa wilayah ini mempunyai potensi
bencana gempa dua- kali lipat lebih besar dibandingkan wilayah Sumatra-Jawa
yang pergerakan lempengnya hanya 5 - 7 cm/tahun. (Pertiwi, 2010) Menurut
pengukuran survey GPS patahan geser sorong mempunyai laju pergerakan
sampai 10 cm/tahun, jadi merupakan patahan mendatar dengan laju pergerakan
paling cepat didunia.
Wilayah Papua, khususnya Kabupaten Nabire juga merupakan wilayah
yang rawan terhadap bencana gempa bumi, Kabupaten Nabire terletak di antara
bujur timur 134°35' hingga 136°33' dan lintang selatan 2°25' hingga 3°56' di
Papua, Indonesia. Batas administrasi dan lokasi geografisnya adalah sebelah utara,
Kabupaten Nabire berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Yapen dan
Kabupaten Waropen. sebelah selatan, Kabupaten Nabire berbatasan dengan
Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Kaimana. sebelah timur, Kabupaten Nabire
berbatasan dengan Kabupaten Paniai dan Kabupaten Waropen, sebelah barat,
Kabupaten Nabire berbatasan dengan Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten
Kaimana. Wilayah ini terletak di provinsi Papua, Indonesia, dan memiliki
topografi yang beragam, termasuk pegunungan, hutan, dan pantai yang
memperkaya keindahan geografisnya. Kabupaten Nabire memiliki potensi alam
yang kaya, termasuk sumber daya laut dan hutan yang menjadi sumber mata
pencaharian bagi penduduknya. (BPS Kab. Nabire, 2015).
Kondisi geografis Kabupaten Nabire yang terletak di Papua, Indonesia,
dengan topografi yang beragam antara pegunungan, hutan, dan pantai memang
memberikan keindahan alam yang luar biasa. Namun, perlu diperhatikan bahwa
wilayah ini juga rawan terhadap bencana gempa bumi, seperti yang sering terjadi

2
di sebagian besar wilayah Papua. Oleh karena itu, warga Kabupaten Nabire perlu
selalu waspada dan siap menghadapi potensi risiko ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.Bagaimana konsep gempa bumi itu dan bagaimana persebaran geografis
titik gempa di kabupaten nabire provinsi papua tengah?
2.Apa faktor-faktor tektonik dan kegempaan yang berperan dalam memicu
gempa serta bagaimana sejarah peristiwa gempa di indonesia da daerah
kabupaten nabire
3.Bagaimana kondisi geologi umum daerah kabupaten nabire provinsi papua
tengah?
1.3 MAKSUD TUJUAN
1.Mengetahui konsep gempa bumi itu dan bagaimana persebaran geografis titik
gempa di kabupaten nabire provinsi papua tengah
2.Mengetahui faktor-faktor tektonik dan kegempaan yang berperan dalam
memicu gempa serta bagaimana sejarah peristiwa gempa di indonesia dan
kabupaten nabire provinsi papua tengah
3.Mengetahui kondisi geologi umum daerah kabupaten nabire provinsi papua
tengah

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Gempa Bumi
Terjadinya gempa bumi merupakan hasil fenomena alam dan perbuatan
manusia yang dapat diakibatkan oleh :
 Akibat meteor yang jatuh
 Aktivitas gunung berapi
 Ledakan bawah tanah akibat nuklir
Gempa bumi yang paling membahayakan adalah gempa bumi akibat
pelepasan energi karena konstrasi tegangan yang tinggi pada kerak bumi.
Mekanisme dasar dalam bumi yang menimbulkan gempa bumi belum dimengerti
sepenuhnya, dan berbagai teori yang mengusulkan berkenaan dengan mekanisme
ini cenderung menimbulkan konflik. Untuk maksud sekarang ini cukuplah
ditujukan bahwa sebab utama gempa bumi erat kaitanya dengan proses tektonik
lautan di permukaan bumi. Lempengan kulit bumi yang berpindah-pindah yang
sebagian sekarang, yaitu sepanjang riwayat catatan seismografik yang berarti.
2.1 Konsep Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran tanah yang ditimbulkan oleh lewatnya
gelombang seismik yang dipancarkan oleh suatu sumber energi elastik yang
dilepaskan secara tiba tiba. Pelepasan energi elastik tersebut terjadi pada saat
batuan di lokasi sumber gempa tidak mampu menahan gaya yang ditimbulkan
oleh gerak relatif antar blok batuan. Adapun daya tahan batuan inilah yang
menentukan besar kekuatan gempa (Ginanjar, 10 2007).

4
Gambar 2.1 Konsep Gempah Bumi
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sering terjadi di negara
Indonesia. hal ini menjadikan indonesia sebagai salah satu daerah yang paling
rawan terhadap bencana gempa bumi. Beberapa lokasi di Indonesia tercatat
mengalami gempa besar dan menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Bencana yang
terjadi tersebut sampai membuat pemerintah menetapkan sebagai bencana
nasional. Gempa bumi terjadi akibat aktivitas seismik yang terjadi di lempengan
tektonik maupun sesar. Aktivitas seismik ini berpotensi menimbulkan bencana
alam (natural hazard) yang dapat menimbulkan korban jiwa. Tentunya hal ini
merupakan masalah yang harus segera diatasi. Penelitian-penelitian dilakukan
dalam rangka pengurangan dampak/risiko dengan tujuan mengurangi jatuhnya
korban jiwa. Indonesia memiliki daerah yang luas dengan kondisi seismik dan
tingkat kerawanan yang berbeda pada setiap tempatnya. (Saputro dan Momot,
2020)
Penyebab utama terjadinya gempa bumi adalah aktivitas aktif dari
lempeng tektonik, baik dari lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia
maupun Patahan Naik Flores. Selain itu, letak Pulau Lombok yang dikelilingi
sesar-sesar serta titik rawan 11 bencana gempa bumi juga menjadi penyebab
utama meningkatnya gempa bumi di Pulau Lombok. Sesar tersebut berasal dari
patahan-patahan lempeng yang terus bergerak hingga bertumbukan dan

5
membentuk subduksi yang kemudian membentuk energi atau stress yang
kemudian dilepaskan dalam bentuk gempa bumi.( S yanita, 2019) Pertemuan
lempeng dibagi menjadi 3:

1.Pergerakan transform adalah pergerakan dua lempeng yang sejajar namun


berlawanan arah. Interaksi antar lempeng ini dapat menyebabkan terjadinya
bencana alam, seperti gempa bumi (Fadhila,2021)

Gambar 2.2 Pergerakan Transpor


2.Divergen adalah pertemuan antar lempeng yang saling menjauh satu dan
lainnya. Pemisahan ini disebabkan karena adanya gaya tarik (tensional force)
yang mengakibatkan naiknya magma kepermukaan dan membentuk material
baru berupa lava yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling
menjauh. Contoh yang paling terkenal dari pertemuan lempeng jenis
divergen adalah Punggung Tengah Samudra (Mid Oceanic Ridges) yang
berada di dasar samudra Atlantik, disamping itu contoh lainnya adalah rifting
yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk laut
merah (Noor, 2014).

Gambar 2.3 Pergerakan Divergen

6
3.Jenis Gempa Bumi Berdasarkan Penyebabnya Konvergen adalah pertemuan
antar lempeng yang saling bertumbukan. Pertemuan lempeng konvergen
dapat membentuk zona subduksi (subduction) atau obduksi (obduction).
Zona subduksi adalah zona lempeng yang berupa tumbukan lempeng dimana
salah satu lempeng menyusup ke dalam perut bumi dan lempeng lainnya
terangkat ke permukaan. Contoh pertemuan lempeng konvergen dengan tipe
subduksi adalah pada kepulauan Indonesia sebagai bagian dari lempeng
benua Asia Tenggara dengan lempeng samudra Hindia– Australia di sebelah
selatan Sumatra-Jawa-NTB dan NTT. Batas kedua lempeng ini berupa suatu
zona subduksi yang terletak di laut yang berbentuk palung (trench) yang
memanjang dari Sumatra, Jawa, hingga ke Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya pada kepulauan Filipina, sebagai hasil subduksi antara lempeng
samudra Filipina dengan lempeng samudra Pasifik. Zona Subduksi adalah
zona lempeng yang merupakan hasil tumbukan lempeng benua dengan benua
yang membentuk suatu rangkaian pegunungan. Contoh zona lempeng tipe
obduksi adalah pegunungan Himalaya yang merupakan hasil tumbukan
lempeng benua India dengan lempeng benua Eurasia (Noor, 2014).

Gambar 2.4 Pergerakan Kovergen


2.2 Penyebab Gempa Bumi
Jenis Gempa Bumi Berdasarkan Penyebabnya Seperti dikutip dari buku
Bersahabat dengan Alam oleh Sri Handayaningsih, berdasarkan penyebabnya,
gempa bisa dibedakan menjadi beberapa macam, berikut adalah poin-poinnya:

7
1. Gempah karena jatuhnya benda luar angkasa ke bumi
2. Gempah karena runtuhan atau terban
3. Gempah karena pergerakan lempeng tektonik
4. Gempah karena aktivitas gunung api (Gunung Vulkanik)
Indonesia Rawan Gempa Bumi Dalam dunia ini terdapat enam belas
lempeng raksasa. Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu
lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-australia. Pergerakan ketiga
lempeng tersebut jika bertumbukan satu sama lain, daerah sekitar patahan
lempeng berisiko mengalami gempa bumi tektonik. Gempa ini disebabkan
pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai
kekuatan dari sangat kecil hingga yang sangat besar.Ketika lempeng-lempeng
bumi bergerak menekan dan saling mengunci, tenaga yang dihasilkan sangat
besar. Gempa tektonik terjadi apabila dua lempeng bertumbukan. Dan salah satu
lempeng menunjam ke bawah lempeng yang lain.
2.3 Parameter Sumber Gempa Bumi
Parameter Sumber Gempa Bumi Parameter sumber gempa bumi
merupakan hasil 14 dari pengumpulan, pengolahan, dan analisis informasi
seismik yang diperoleh dari kejadian gempa bumi. Parameter sumber gempa
bumi yaitu (Tim Geofisika UGM, 2013):
a. Episenter yakni titik sumber gempa yang diproyeksikan ke atas permukaan
bumi.
b. Kedalaman gempa, yakni kedalaman sumber gempa diukur dari episenter.
Kedalaman gempa dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
- Kedalaman dangkal, biasanya gempabumi yang terjadi pada kedalaman kurang
dari 60 km dan biasanya yang disebut dengan normal untuk gempa gempa yang
mempunyai kedalaman 33 km.
- Kedalaman menengah, untuk gempa-gempa yang mempunyai
kedalaman 60 sampai dengan 300 km di bawah permukaan bumi.

8
- Kedalaman dalam, untuk gempa-gempa yang mempunyai kedalaman lebih dari
300 km. Gempa terdalam yang pernah dicatat mempunyai kedalaman 700 km.
c. Waktu kejadian atau origin of time dari gelombang gempa.
d.Magnitudo gempa, yakni berkaitan dengan energi yang dipancarkan oleh
gempa bumi. Magnitudo gempa adalah besaran yang berhubungan dengan 14
kekuatan gempa disumbernya. Charles F. Richter pada tahun 1930-an
memperkenalkan konsep magnitudo untuk kekuatan gempa disumbernya.
Satuan yang dipakai adalah skala Richter yang bersifat logaritmik.
2.4 Kegempaan Indonesia
Dinamika geografis, demografis, sosiologis, meteorologis dan klimatologis
Indonesia selain menjadikan Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun juga
menjadikan Indonesia rawan terhadap bencana (alam, non alam, dan sosial).
Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium (Rahmad, 2019) untuk
menghasilkan tenaga ahli, pengetahuan dan teknologi kebencanaan di Indonesia.
(Rusilowati, Binadja, & Mulyani, 2012).
Sejarah kebencanaan di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah kejadian
dan korban bencana semakin meningkat dan kompleks, (Jati, 2015) (Adi, 2014),
sehingga hal ini memerlukan sistem penanggulangan bencana dan manajemen
risiko bencana yang handal. (Ahdi, 2015)
Gempa bumi merupakan salah satu jenis bencana yang tidak dapat
diprediksi secara pasti, dihindari, atau dicegah kapan terjadinya, sehingga
membuat tantangan besar dalam upaya mitigasi dan perlindungan terhadap risiko
gempa bumi (Pusat Studi Gempa Nasional, 2017).
Meskipun gempa bumi sulit diprediksi, Indonesia telah menjadi saksi
beberapa peristiwa gempa bumi yang signifikan sepanjang sejarahnya. Dilansir
dari data USGS indonesia memiliki lebih dari 160 gempa yang berkekuatan 7.0+
dalam skala magnitudo sampai sekarang. (Pusat Studi Gempa Nasional, 2017).
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG)
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia teridentifikasi sebagai

9
salah satu negara yang memiliki risiko tinggi terhadap gempa bumi dan tsunami.
Terdapat 28 wilayah di Indonesia yang secara resmi dinyatakan rawan terhadap
peristiwa gempa bumi dan tsunami. Diantara wilayah-wilayah ini termasuk
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Selatan,
Jawa Timur bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku
Selatan, Biak, Yapen, dan Fak-Fak di Papua, serta Balikpapan di Kalimantan
Timur.
2.5 Sejarah Kegempaan Kabupaten Nabire
Secara regional tampak bahwa Daerah Nabire dan sekitarnya memiliki
ground acceleration sedang sampai tinggi, yaitu antara 2.4 m/s2 sampai 3.2 m/s2.
Kondisi fisik tanah permukaan juga 76 mempengaruhi nilai ground acceleration
ini. Semakin padat tanah tersebut, maka semakin kecil nilainya dan semakin
stabil daerah tersebut. Sebaliknya, semakin gembur tanah tersebut, maka semakin
besar nilai ground 16 accelerationnya. Artinya, semakin besar faktor amplifikasi
gelombang gempa atau semakin labil wilayah tersebut bila gempa terjadi. Harga
probabilistic ground acceleration tersebut dihitung berdasarkan persamaan
Fukushima dan Tanaka. Perhitungan ini melibatkan tiga tahapan fisis, yaitu:
1. Dileniasi zona sumber gempa patahan (fault seismic)
2.Analisis distribusi magnitude-frekuensi gempa-gempa historik pada zona
sumber gempa.
3.Menghitung dan memetakan probabilitas kumulatif ekstrim dari gorund
acceleration untuk beberapa waktu.
Kejadian Gempa Merusak Terkini Pada tanggal 26 November 2004, gempa
bumi berkekuatan 7.1 skala Richter mengguncang Nabire. Musibah tersebut
merupakan gempa bumi kedua yang terjadi pada tahun 2004, sebelumnya terjadi
pada tanggal 8 Februari 2004. Gempa bulan November ini terjadi pada pukul
09.25 WIB, dengan pusat gempa berada di koordinat 3.6° LS 135.37° BT, dengan

10
kedalaman 10 km di daratan. Tercatat banyak sekali kerusakan yang terjadi
akibat gempa bumi ini terutama di Kawasan Perkotaan Nabire. Daerah dan
prasarana yang rusak antara lain : Pasar ikan kota lama, Pasar Kalibobo, Pasar
Kulisusu, Pasar Karang Tumaritis, Pasar Oyehe, Perumahan Nabarua, SP1 dan
SP2 Wanggar, pemukiman Gunung Cendrawasih, perumahan di Desa Kalisusu,
Bumi Wonorejo, Kalisemen, dan Wadio. Fasilitas lain yang rusak adalah
sekolah-sekolah, tempat ibadah dan perkantoran yang berada di wilayah Kawasan
Perkotaan Nabire.
2.6 Kondisi Geologi Umum
2.6.1 Stratigrafi Kabupaten Nabire
Berdasarkan hasil penelitian geologi regional oleh D.Dow dkk. (1990),
daerah Kawasan Perkotaan Nabire dan sekitarnya secara keseluruhan tersusun
oleh batuan berumur Kuarter. Gambar berikut memperlihatkan peta sebaran
satuan batuan daerah Kawasan Perkotaan Nabire dan sekitarnya yang
disederhanakan dari D.Dow dkk. 17 (1990). Urutan stratigrafi batuan dari yang
paling muda ke yang paling tua adalah sebagai berikut: a) Endapan aluvium (Qa)
b) Batulumpur bumi (TQbm) c) Konglomerat Karado (Tpka) Daerah Kawasan
Perkotaan Nabire sebagian besar tertutup oleh dataran yang luas terutama
dibentuk oleh endapan alluvial dan pantai di sebelah utara, endapan kuarter dari
Batulumpur Bumi, dan Konglomerat Karado. Ciri Ciri litologi yang dimiliki oleh
masing masing satuan batuan tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.
1.Endapan aluvium (Qa) Endapan ini berupa kerikil, pasir, lanau, dan lempung,
diendapkan tak selaras di atas beberapa satuan lebih tua, berada di dataran
pantai di Kawasan Perkotaan Nabire sampai ke Kimi. Lingkungan
pengendapan endapan ini adalah fluvial dan lakustrin.
2.Batulumpur bumi (TQbm) Batu Lumpur pasiran dan lanauan dengan sisipan
batu napal, batupasir dan batulanau; setempat lensa tebal dari konglomerat dan
lapisan tipis kokuina Berada selaras di atas Konglomerat Karado, di bawah
anggota batugamping Leagare, Tak selaras di atas Diorit Utawa dan amfibolit.

11
Lingkungan pengendapan berupa laut dangkal, lagu dan setempat aluvial
berasal dari pegunungan di selatan dan terumbu yang tumbuh setempat.
3.Konglomerat Karado (Tpka) Konglomerat aneka bahan, sedikit batupasir
kerikilan, batulumpur dan tufa. Berada tak selaras di atas Batuan Gunungapi
Nabire, Batugamping Nanamajiro dan amfibolit. Selaras di bawah Batulumpur
Bumi dan Batugamping Legare. Lingkungan pengendapan berada dekat pantai
dan fluvial, menyusuri daerah terangkat di selatan
Lembar Enarotali berada pada zona pertemuan antara lempeng Samudra Pasifik
dan Benua Australia. Pada daerah ini berkembang struktur geologi dengan arah
umum hampir utara barat laut-selatan Tenggara dan Timur laut-Barat Daya yang
terdiri dari sesar naik, sesar normal dan sesar geser mendatar serta struktur lipatan
berupa sinklin 18 dan antiklin. Struktur yang berkembang adalah berupa sesar
normal, sesar naik dan perlipatan berupa antiklin dan sinklin yang mempunyai
arah umum hampir Utara Barat Laut-Selatan Tenggara. Keseluruhan jalur
struktur tersebut dipotong oleh sesar naik, sesar normal, sesar geser mendatar
mengiri (sinistral) yang terdapat pada daerah penelitian berupa sesar geser minor,
sinklin dan antiklin yang berarah timur tenggara barat daya. Tektonik di Zaman
Oligosen Tengah menyebabkan susut laut dan pada saat tersebut batugamping
New Guinea muncul ke permukaan sementara aktivitas Oligosen Akhir sampai
Miosen Tengah terjadi sedimentasi batu gamping ganggang koral di lingkungan
Laut dangkal dan konglomerat di daerah transisi serta lempungan pada
lingkungan laut dalam ada juga batuan beku intrusi serta lempungan pada
lingkungan laut dalam ada juga batuan beku intrusi yang berumur tersier yang
tersingkap jelas pada daerah penelitian.

12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Persiapan Serta Kajian
Dalam laporan penelitian, persiapan kajian literatur melibatkan sejumlah
tahap kunci. Yaitu mengidentifikasi topik dan definisi tujuan serta ruang lingkup
memberikan fokus penelitian. Kriteria inklusi/eksklusi digunakan untuk memilih
sumber yang relevan. Analisis awal membantu memahami tema-tema utama,
sementara identifikasi kesenjangan pengetahuan menyoroti celah. Rencana
metode dan kerangka konseptual menandai pendekatan penelitian. Ini semua
membangun dasar penelitian yang solid.
3.2 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi
Pada penulisan laporan ini, pengumpulan data dilakukan melalui studi
literatur dari jurnal-jurnal, buku dan sumber informasi lainnya menggunakan
pustaka valid yang dipublikasikan dalam 10 tahun terakhir (referensi terbitan
2013-2023) serta data titik gempa dari situs USGS. Data tersebut terdiri dari
lokasi serta magnitudo untuk menunjang gagasan yang diajukan. Jenis data yang
diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif yang didasarkan pada penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan kegempaan di indonesia regional kabupaten
donggala.
3.3 Pengolahan Data
Pengolahan data berkaitan dengan penyusunan informasi secara sistematis
dalam rangka memperoleh kesimpulan sebagai temuan penelitian. pada penulisan
laporan ini, data-data yang diperoleh dikumpulkan, diolah, dan dianalisis untuk
menguji hipotesis yang telah dirumuskan maupun menggunakan perangkat lunak
SIG, sehingga dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan objek
penelitian. Data yang diperoleh diurutkan sesuai dengan topik kajian dan
disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, serta gambar yang diharapkan dapat
memberikan pemahaman jelas kepada pembaca terhadap maksud dari penulisan
laporan ini.

13
3.4 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan diolah selanjutnya dianalisis secara logis
dan sistematis. Analisis data dilakukan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif, analisis didasarkan pada temuan teori dan fakta dari referensi
yang valid sedangkan secara kuantitatif, analisis didasarkan pada data yang
berupa angka. Data diurutkan sesuai topik kajian kemudian dilakukan
penyusunan laporan berdasarkan data yang telah dipersiapkan. Untuk
memperkuat hasil kajian maka sangat penting menghubungkan data yang
diperoleh dengan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ide yang dibahas.
3.5 Tahap Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan mengacu pada studi literatur adalah tahap-tahap
sebelumnya. Laporan ini disusun dengan struktur yang jelas, mulai dari
pendahuluan hingga analisis. Dalam pendahuluan, tujuan dan ruang lingkup
laporan dijelaskan, serta kerangka konseptual yang digunakan. Metodologi studi
literatur harus dicantumkan untuk menjelaskan bagaimana Anda mengumpulkan
dan menganalisis literatur. Temuan utama, seperti kesimpulan, teori, dan temuan
relevan, disajikan dengan detail. Terakhir, analisis dilakukan untuk menguraikan
implikasi temuan tersebut dalam konteks penelitian Anda.

14
3.6 Kerangka Metode Penelitian

Gambar 2.5 Diagram alir kerangka metode penelitian

15
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pola Persebaran Titik Gempa Daerah Nabire

Gambar 2.6 Pola persebaran titik gempa daerah nabire


Morfologi wilayah Nabire berupa dataran terdiri dari daratan pantai dan daratan
aluvial. Morfologi tersusun oleh batuan lunak bersifat lepas, urai dan belum padu
sehingga rentan terhadap goncangan gempa bumi. Kota Nabire, Wanggar dan
Hamuku berada pada morfologi daratan aluvial. Sedangkan morfologi bagian selatan
Kota Nabire berupa perbukitan bergelombang sedang hingga terjal yang tersusun oleh
satuan batuan berumur pra-tersier hingga tersier. Batuan pra-tersier ini masih keras
dan kompak sehingga tahan terhadap goncangan gempa bumi. Sedangkan batuan pra-
tersier yang lapuk rentan terhadap goncangan gempa bumi (RTRKP Nabire 2006-
2026). Berdasarkan klasifikasi kedalaman episentrum, maka sebagian besar kejadian
gempa di sekitar Kawasan Perkotaan Nabire sebagian memilliki kedalaman dangkal
antara 0 – 33 m atau kurang dari 60 Km. Untuk gempa yang memiliki kedalaman
kurang dari 60 km, umumnya berhubungan dengan pelepasan stress batuan yang
16
terjadi di zona subduksi lempeng dan aktivitas sesar aktif, gempa ini berpotensi untuk

17
merusak karena terjadinya dekat dengan permukaan. Sebaran gempa menengah yang
memiliki kedalaman 60-300 km dinilai kurang berbahaya, hal ini disebabkan karena
hiposenternya cukup dalam dan pengaruhnya terhadap permukaan tidak terlalu
signifikan, kecuali gempa yang terjadi memiliki magnitude sangat besar sehingga
pengaruhnya dapat dirasakan di permukaan. Sementara itu gempa yang memiliki
kedalaman di atas 300 km tidak membahayakan karena aktivitas berada sangat dalam
di perut bumi (USGS).
Faktor lain yang mempengaruhi besaran gempa adalah percepatan tanah
puncak atau (Peak Ground Accelerator), Percepatan tanah puncak ini adalah
percepatan gelombang gempa maksimal yang sampai di permukaan. Pengukuran
PGA ini dapat dilakukan dengan pengukuran dengan accelerograph atau dihitung
dengan menggunakan formula empiris. Gambar menunjukkan peta percepatan tanah
(ground acceleration) untuk perioda 50 tahun ke depan (USGS, 2004) di daerah
Papua. Kawasan Perkotaan Nabire dan sekitarnya termasuk ke dalam wilayah Rawan
Bencana Gempa bumi dengan skala intensitasnya berkisar VI-VII Skala MMI
(Modified Mercalli Intensity) (Kertapati 1999) .
4.2 Magnitudo dan Kedalaman
TABEL MAGNITUDO DAN KEDALAMAN

Magnitudo- Magnitudo- Magnitudo- Magnitudo-


No. No. No. No.
Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman
2>M 4.0 - 0;-1
0;0;M 3.5 - 2>M 4.1 -
99 km 9;0;M 4.1 -
1. 43 km SSW 10. 19. 28. 37 km E of
WSW of 142 km SW
of Nabire Nabire
Nabire of Nabire
0;-1 0;-1
2>M 3.5 - 2>M 4.1 -
5;0;M 4.0 - 14;0;M 4.1 -
2. 43 km SSW 11. 20. 142 km SW 29.
116 km 66 km ENE
of Nabire of Nabire
WSW of of Nabire

18
Nabire
2>M 4.0 - 0;-1
1;0;M 3.6 - 2>M 4.1 -
116 km 10;0;M 4.1 -
3. 147 km NE 12. 21. 30. 66 km ENE
WSW of 109 km SSE
of Nabire of Nabire
Nabire of Nabire
2>M 3.6 -
0;-1 2>M 4.1 - 0;-1
147 km NE
6;0;M 4.0 - 109 km SSE 15;0;M 4.1 -
4. of Nabire 13. 22. 31.
22 km SSE of Nabire 97 km ENE
of Nabire of Nabire

0;-1 0;-1
2>M 4.0 - 2>M 4.1 -
2;0;M 4.0 - 11;0;M 4.1 -
5. 14. 22 km SSE 23. 32. 97 km ENE
114 km W 16 km SE of
of Nabire of Nabire
of Nabire Nabire
0;-1 0;-1
2>M 4.0 - 2>M 4.1 -
7;0;M 4.0 - 16;0;M 4.1 -
6. 114 km W 15. 24. 16 km SE of 33.
28 km SW 138 km NW
of Nabire Nabire
of Nabire of Nabire
0;-1 0;-1
2>M 4.0 - 2>M 4.1 -
3;0;M 4.0 - 12;0;M 4.1 -
7. 16. 28 km SW 25. 34. 138 km NW
123 km ESE 12 km E of
of Nabire of Nabire
of Nabire Nabire
0;-1
2>M 4.0 - 2>M 4.1 -
8;0;M 4.0 -
8. 123 km ESE 17. 26. 12 km E of
86 km SSE
of Nabire Nabire
of Nabire
0;-1 2>M 4.0 - 0;-1
9. 18. 27.
4;0;M 4.0 - 86 km SSE 13;0;M 4.1 -

19
99 km of Nabire 37 km E of
WSW of Nabire
Nabire

Tabel 4.1 Magnnitudo dan Kedalaman

20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis kerawanan bencana dapat diketahuinya kesesuaian lahan
perumahan yang berdasarkan karakteristik fisik dasar, wilayah rawan bencana
serta jenis tanah dan batuan. Lokasi untuk pembangunan kawasan perumahan
atau rumah perorangan yang baru, agar menghindari kawasan lindung dan
wilayah yang tidak sesuai atau tidak layak peruntukannya, termasuk wilayah
sempadan pantai dan sungai untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Wilayah sempadan pantai di kota Nabire termasuk rawan terkena tsunami
walaupun kejadian tsunami memerlukan beberapa syarat seperti besaran skala
gempa dan kedalaman pusat gempa. Sebagaimana umumnya, kawasan pesisir
pantai merupakan wilayah yang dipilih oleh penduduk yang bermatapencaharian
nelayan sebagai tempat hunian, perlu diberi pengetahuan tentang bahaya bencana
tsunami. Dengan mengenali sifat dan ciri-ciri akan terjadinya tsunami, minimal
dapat mengurangi dampak dari kejadian bencana ini yaitu dengan menjauhi
wilayah pantai menuju tempat yang aman di wilayah yang lebih tinggi yang
berada pada wilayah selatan perkotaan. Dan pada akhirnya relokasi perumahan
penduduk di pesisir pantai yang rawan tsunami perlu dilakukan ke wilayah yang
aman, selain untuk menghindari bahaya tsunami juga wilayah pesisir pantai
adalah wilayah sempadan yang termasuk kawasan lindung. Hanya saja, hal ini
sulit dilaksanakan mengingat penduduk sudah turun temurun mengempati
wilayah tersebut serta memerlukan biaya yang besar serta waktu yang lama.
5.2 Saran

Berdasarkan hasil Overlay dapat dilihat bahwa sekitar 70 % dari luas kawasan
pekotaan yang memiliki penggunaan lahan permukiman di kawasan Perkotaan
Nabire yang berada pada wilayah rawan bencana tinggi, diantaranya seperti di

21
Kelurahan Nabire Morgo, Oyehe, Kalibobo, Kalisusu, Nabarua, Karang Mulia,
dan Kelurahan Siriwini. Perlu diberikan arahan untuk menghindari lahan yang
berada di bawah ketinggian 10 m, atau dalam pembangunan rumah dibuat
dengan konstruksi ramah Tsunami dan Gempabumi. Demikian pula untuk
wilayah Utara dalam pengolahan dan pengerjaan tanahnya untuk mencegah
tanah longsor dibuat dengan sistim teras/sengkedan dan diberi pengamanan
berupa vegetasi atau bangunan talud penahan tanah selain dengan menjaga
pepohonan yang ada dan dengan penanaman kembali. Sedangkan 30% luas dari
kawasan perkotaan lainnya terbagi kedalam wilayah rawan sedang dan wilayah
rawan ren

22
DAFTAR PUSTAKA

Gayatri, C. S., & Purwanto, L. M. F. (2007). Arsitektur vernakular Nabire dan


kondisi Nabire pasca gempa. DIMENSI (Journal of Architecture and
Built Environment), 35(1), 13-22.

Mohammad Ihsan,(2008). Analisis Ketahanan Gempa. Universitas Indonesia.


Jakarta

Reba, F. (2022). Monograf Model Sebaran Frekuensi Gempa Bumi Susulan


(Studi Kasus Gempa Bumi Nabire).

Widiati, A. (2008). Aplikasi Manajemen Risiko Bencana Alam dalam Penataan


Ruang Kabupaten Nabire. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 10(1),
7-15.

SUHATRIL, M. (2006). Seismic Analysis of a 30 Story Salemba Apartment in


Jakarta Subjected to Nabire Earthquake Excitation.

Zari Madina, J. (2013). Identifikasi Tingkat Kerawanan Bencana Alam Di


Kawasan Perkotaan Nabire (Kabupaten Nabire Provinsi Papua) (Doctoral
dissertation, Universitas Komputer Indonesia).

22

Anda mungkin juga menyukai