Anda di halaman 1dari 31

MATA KULIAH MITIGASI BENCANA ALAM

[IPAS120502]
“MAKALAH VULKANISME – 2”

Dosen Pengampu:
Dr. Ni Made Pujani, M.Si.
Dr. Nia Erlina, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Wita Anestasya Br Sinuraya 2013071011
Ni Putu Diah Loriana Dewi 2013071012
I Wayan Adi Pranacita 2013071018
Iskandar 2014031012
I Dewa Made Adi Bayu Sadewa 2014031016

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Vulkanisme – 2”
dengan baik dan tepat waktu. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Mitigasi Bencana Alam. Dalam penyusunan
makalah ini telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini kami menyampaiakan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ni Made Pujani, M.Si. dan Ibu Dr. Nia Erlina, S.Pd., M.Pd. Selaku
dosen pengampu mata kuliah Mitigasi Bencana Alam.
2. Seluruh teman – teman yang telah mendukung kami serta terlibat baik
secara langsung atau tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari sumber-sumber buku, jurnal, maupun
sumber terpercaya lainnya tentang potensi vulkanisme di Indonesia, dampaknya
dan upaya mitigasi bencana alam gunung meletus.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, kami berharap adanya kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan pada makalah kami agar menjadi lebih baik di karya-karya
selanjutnya.

Singaraja, 12 September 2022

Tim Penyusun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Sebaran Potensi Vulkanisme di Indonesia ............................................... 3
2.2 Dampak Gunung Meletus ......................................................................... 9
2.3 Migasi Bencana Alam Gunung Berapi ................................................... 14
2.3.1. Jenis – Jenis Migasi Bencana Alam Gunung Berapi ...................... 14
2.3.2. Langkah-Langkah Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Berapi ......... 17
2.3.3. Langkah-Langkah Mitigasi Operasional ......................................... 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 26
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 26
3.2. Saran ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Potensi Penyebaran Gunung Api di Indonesia .................................. 4


Gambar 2. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ........................................... 9
Gambar 3. Pasir dan Batu Material Gununing Agung ...................................... 10
Gambar 4. Tanah Lebih Subur didekat Gunung Berapi .................................... 10
Gambar 5. Hujan Orografi ............................................................................... 11
Gambar 6. Pencemaran Udara akibat Gunung Meletus .................................... 12
Gambar 7. Kebakaran Hutan akibat Gunung Meletus ...................................... 12
Gambar 8. Awan Panas ..................................................................................... 13
Gambar 9. Kebakaran Hutan akibat Lahar ........................................................ 13
Gambar 10. Guguran Lava Pijar ....................................................................... 14
Gambar 11. Persebaran Rawan Bencana Gunung Agung di Karangasem ........ 18
Gambar 12. Peringatan Dini Gunung Meletus .................................................. 18
Gambar 13. Sirine Peringatan Gunung Meletus ............................................... 20
Gambar 14. Penyebaran Informasi Gunung Meletus ........................................ 21
Gambar 15. Wajib Latihan untuk Masyarakat .................................................. 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki aktivitas vulkanisme, di tandai
dengan keberadaan gunung api yang aktif dengan jumlah sekitar 129 gunung
api, ini merupakan 13% dari gunung api yang ada di dunia, gunung api yang
ada di Indonesia tersebar sepanjang sumatra, jawa sampai laut banda. Aktivitas
vulkanisme yang ada di Indonesia di pengaruhi oleh pertemuan tiga lempeng,
yakni lempeng pasifik, eurasia dan lempeng indo-australia. Gunung api hanya
tersebar pada jalur ring of fire/cicin api, hampir seluruh wilayah Indonesia
menjadi lintasan the pacific ring of fire sehingga Indonesia negara yang
tergolong rawan terjadi aktivitas vulkanisme, Indonesia sudah sering terkena
bencana dari aktivitas vulkanisme, bahkan letusan gunung api terbesar ada di
Indonesia yakni letusan gunung tambora.

Aktivitas vulkanik atau letusan gunung api memiliki dampak bagi manusia
dan lingkungan, dampak negatif letusan gunung api tentunya mengakibat
kerusakan dan bahkan korban jiwa, namun letusan gunung api tidak selalu
memberikan dampak negatif, terdapat dampak positif dari letusan gunung api
seperti tanah menjadi lebih subur, dapat membuat pembangkit listrik vulkanik
yang memanfaatkan panas bumi atau sering kita kenal sebagai Pemangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi/Geotermal (PLTG). Namun dari dampak yang ada
perlu ada perencanaan mitigasi untuk meminimalisir jatuh nya korban jiwa.
Dalam upaya mitgasi dari bencana letusan gunung api terdapat mitigasi
struktural dan non-struktural.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana sebaran potensi vulkanisme di Indonesia?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari letusan gunung berapi?
3. Bagaimana upaya mitigasi ketika terjadi letusan gunung berapi?

1
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui sebaran potensi vulkanisme di Indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana dampak letusan gunung berapi.
3. Menjelaskan bagaimana upaya – upaya mitigasi yang dapat dilakukan
ketika terjadi letusan gunung berapi.

1.4. Manfaat
Selain tujuan, penulisan makalah ini memiliki manfaat yaitu sebagai berikut.
1. Penulis dan Pembaca dapat menambah wawasan tentang aktivitas vulkanisme di
Indonesia.
2. Penulis dan Pembaca dapat mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi
bencana yang di sebabkan oleh aktivitas vulkanik.
3. Penulis dan Pembaca dapat mengetahui bagaimana upaya mitigasi yang dilakukan
ketika menghadapi bencana gunung meletus

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebaran Potensi Vulkanisme di Indonesia


Pada umunya gunung api terdapat pada jalur – jalur tertentu dimuka bumi
ini, yaitu:
• Pada jalur punggungan tengah samudera
• Pada jalur pertemuan dua buah lempeng kulit bumi
• Pada titik-titik panas di muka bumi tempat keluarnya magma di benua
maupun di samudera
Sudah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa bahwa sebagian besar
penduduk Indonesia bertempat tinggal disekitar gunung api, yang tanahnya
subur. Karena Indonesia terletak pada ujung pertemuan 3 lempeng kerak
bumi, yaitu: lempengIndo-Australia yang bergeser ke utara, lempeng pasifik
yang bergerak ke Barat dan lempeng Eurasia yang relatif bergerak ke arah
selatan.
Berdasarkan pengukuran Very-long Baseline Interferometry,
VLBI(Prat,2001) diketahui, saat ini lempeng Samudera Indo-Austtralia
bergerak ke utara dengan kecepatan rata-rata 5,5 – 7 sentimeter per tahun,
lempeng samudera pasifik bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan rata-
rata lebih dari 7 sentimeter per tahun dan Eurasia bergerak ke arah barat daya
dengan kecepatan rata-rata 2,6-4,1 sentimeter per tahun. Akibat tumbukan
lempeng tersebut maka Indonesia mempunyai 129 buah gunung api aktif atau
sekitar 13 % dari gunung aktif di dunia sepanjang Sumatera, Jawa sampai laut
banda. Bukit barisan (30 buah), P.Jawa (35 buah), P. Bali- Kepulauan Nusa
Tenggara (30 buah), Kepulauan Maluku (16 buah) dan Sulawesi (18 buah)
yang dikatagorikan aktif. Gunung api terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi
gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik “Pasific
Ring Fire”.

3
Gambar 1. Potensi Penyebaran Gunung Api di Indonesia
(Sumber: https://www.google.com)
Laporan Kebencanaan Geologi, 27 Juli 2021
1. Gunung Api Merapi (Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah)
Tingkat aktivitas Level III (Siaga) sejak tanggal 5 November 2020 pukul
12:00 WIB. Gunung api Merapi (2968 m dpl) mengalami erupsi tidak
menerus. Awanpanas yang cukup besar terakhir terjadi pada tanggal 25 Juni
2021 pukul 04:41 dengan jarak luncur 3000 m dan tinggi kolom erupsi 1000
m di atas puncak. Gunung api terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III.
Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis tinggi
sekitar 50 – 100 meter dari puncak. Cuaca cerah hingga berawan, angin
lemah hingga sedang ke arah barat dan barat laut. Suhu udara sekitar 11-
29°C. Kelembaban 26% – 70%. Tekanan udara 627 – 948 mmHg. Melalui
rekaman seismograf pada 26 Juli 2021 tercatat:
▪ 3 kali gempa awan panas guguran
▪ 167 kali gempa guguran
▪ 18 kali gempa hembusan
▪ 207 kali gempa hybrid/fase banyak
▪ 97 kali gempa vulkanik dangkal
▪ 1 kali gempa tektonik jauh
Rekomendasi:

4
a. Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awanpanas pada sektor
selatan – barat daya meliputi sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng,
dan Putih sejauh maksimal 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik
bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak
b. Pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Boyolali dan Kabupaten Klaten agar melakukan upaya - upaya mitigasi
dalam menghadapi ancaman bahaya erupsi G. Merapi yang terjadi saat
ini
c. Masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi
bahaya
d. Masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan
di seputar G. Merapi
e. Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di G. Merapi dalam
KRB III direkomendasikan untuk dihentikan.
f. Pelaku wisata direkomendasikan untuk tidak melakukan kegiatan pada
daerah potensi bahaya dan bukaan kawah sejauh 5 km dr puncak G.
Merapi.
g. Informasi aktivitas G. Merapi dapat diakses melalui radio komunikasi
pada frekuensi 165.075 Mhz, melalui telepon (0274) 514180/514192,
website www.merapi.bgl.esdm.go.id, dan media sosial BPPTKG
(facebook: infobpptkg, twiter: @bpptkg).
VONA:
VONA terakhir terkirim kode warna ORANGE, terbit pada tanggal
29 Juni 2021, pukul 11:50:00 WIB. Abu vulkanik teramati dengan
ketinggian 3468 m di atas permukaan laut atau sekitar 500 m di atas puncak.

2. Gunung Api Agung (Bali)


Tingkat aktivitas Level II (Waspada) sejak 16 Juli 2020. Gunung
api Agung di Bali mengalami fase erupsi mulai dari 21 November 2017
setelah beristirahat lebih dari 53 tahun. Erupsi terakhirnya terjadi pada 13
Juni 2019. Gunung api Agung di Bali mengalami fase erupsi mulai dari 21
November 2017 hingga saat ini, setelah beristirahat lebih dari 53 tahun.
Tingkat aktivitas saat ini adalah Level II (Waspada). Letusan terakhir terjadi

5
pada tanggal 13 Juni 2019 dengan tinggi kolom erupsi tidak teramati.
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 13 Juni 2019 dengan tinggi kolom
erupsi tidak teramati. Gunung api terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-II.
Asap kawah tidak teramati. Cuaca cerah hingga berawan, angin lemah ke
arah barat. Suhu udara sekitar 19-28°C. Kelembaban 61-93%. Melalui
rekaman seismograf pada 26 Juli 2021 tercatat :
2 kali gempa Tektonik Jauh
Rekomendasi:
a. Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan
agar tidak berada,tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan
aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah
G. Agung dan di seluruh area di dalam radius 2 km dari Kawah Puncak
G. Agung.
b. Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran
sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi
ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi
terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di
area puncak.
VONA:
VONA terakhir terkirim kode warna ORANGE, terbit pada tanggal
13 Juni 2019 pukul 01:48:00 WITA. Erupsi tidak teramati.
3. Gunung Api Anak Krakatau (Lampung)
Tingkat aktivitas Level II (Waspada) sejak 25 Maret 2019. Gunung
api Anak Krakatau (157 m dpl) mengalami peningkatan aktivitas vulkanik
sejak 18 Juni 2018 dan diikuti rangkaian erupsi pada periode September
2018 hingga Februari 2019. Gunung api tertutup Kabut 0-III. Asap kawah
tidak teramati. Cuaca cerah hingga berawan, angin lemah ke arah barat.
Suhu udara sekitar 26-30°C. Kelembaban 45-64%. Melalui rekaman
seismograf pada 26 Juli 2021 tercatat:
▪ 2 kali gempa Hembusan
▪ 2 kali gempa Low Frequency
▪ 2 kali gempa Tektonik Jauh

6
▪ Tremor Menerus, amplitudo 0.5-20 mm (dominan 2 mm)
Rekomendasi:
Masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius
2 km dari kawah
VONA:
VONA terakhir terkirim kode warna ORANGE, terbit pada tanggal
17 April 2020 pukul 17:51:00 WIB. Erupsi tidak teramati.
4. Gunung Api Sirung (Nusa Tenggara Timur)
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi secara menyeluruh maka
tingkat aktivitas Gunungapi Sirung dinaikkan dari Level I (Normal) menjadi
Level II (Waspada) pada tanggal 21 Juli 2021 pukul 21:00
WITA. Berdasarkan data pemantauan terkini, terdapat potensi bahaya
berupa lontaran abu, lumpur dan batu-batu (jika intensitas erupsi
meningkat) ke segala arah di dalam radius 1,5 km dari puncak/kawah G.
Sirung. Selain itu terdapat potensi ancaman bahaya gas-gas vulkanik
beracun seperti CO2, CO, dan SO2 di daerah puncak/kawah. Potensi hujan
abu dapat melanda wilayah yang jangkauan dan arah penyebarannya
bergantung pada arah dan kecepatan angin. Gunung api terlihat jelas.
Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis tinggi
sekitar 20-50 meter dari puncak. Cuaca cerah, angin bertiup lemah ke arah
timur dan barat. Suhu udara sekitar 23-30°C. Melalui rekaman seismograf
pada 26 Juli 2021 tercatat :
▪ 4 kali gempa Hembusan
▪ 2 kali gempa Tremor Non-Harmonik
Rekomendasi:
a. Dalam tingkat aktivitas Level Il (Waspada), masyarakat di sekitar G.
Sirung maupun pengunjung/pendaki/wisatawan direkomendasikan agar
tidak melakukan aktivitas di dalam radius 1,5 km dari puncak/kawah G.
Sirung
b. Mengingat potensi bahaya abu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan (ISPA) maupun gangguan kesehatan Iainnya maka

7
masyarakat sekitar G. Sirung agar menyiapkan masker penutup hidung
dan mulut maupun perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit
c. Seluruh masyarakat maupun instansi terkait lainnya dapat memantau
perkembangan status maupun rekomendasi G. Sirung setiap saat melalui
aplikasi MAGMA Indonesia yang dapat diakses melalui website
https://magma.esdm.go.id atau melalui aplikasi Android MAGMA
Indonesia yang dapat diunduh di Google Play. Para pemangku
kepentingan di sektor penerbangan dapat mengakses fitur VONA
(Volcano Observatory Notice for Aviation).
5. Gunung Api Karangetang (Sulawesi Utara)
Tingkat aktivitas Level II (Waspada) sejak 9 Februari 2021. Gunung api
Karangetang (1784 m dpl) kembali memasuki periode erupsi sejak 25
November 2018. Letusan terakhir terjadi pada tanggal 29 November 2019
menghasilkan tinggi kolom erupsi 100 m di atas puncak. Namun hasil
rekaman seismik menunjukan adanya penurunan aktivitas kegempaan sejak
Desember 2020. Gunung api terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-II.
Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas sedang hingga
tebal tinggi sekitar 50 meter dari puncak. Cuaca berawan, angin lemah ke
arah utara. Suhu udara sekitar 25-31°C.
Melalui rekaman seismograf pada 26 Juli 2021 tercatat :
▪ 1 kali gempa Hembusan
▪ 4 kali gempa Tektonik Jauh
▪ Tremor Menerus, amplitudo 0.25 mm (dominan 0.25 mm)
Rekomendasi:
a. Masyarakat dan pengunjung/wisatawan agar tidak mendekati, tidak
melakukan pendakian dan tidak beraktivitas di dalam zona prakiraan
bahaya yaitu radius 1,5 km dari puncak Kawah Dua (Kawah Utara) dan
Kawah Utama (selatan) serta area perluasan sektoral ke arah Barat
sejauh 2,5 km serta sepanjang kali Malebuhe
b. Masyarakat mewaspadai guguran lava dan awan panas guguran yang
dapat terjadi sewaktu-waktu dari penumpukan material hasil erupsi yang

8
belum stabil dan mudah runtuh, terutama ke sektor selatan, tenggara,
barat dan baratdaya
c. Masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai-sungai yang berhulu
dari puncak G. Karangetang agar meningkatkan kesiapsiagaan dari
potensi ancaman lahar hujan dan banjir bandang yang dapat mengalir
hingga ke pantai.
VONA:
VONA terakhir terkirim kode warna ORANGE, terbit pada tanggal
25 November 2018 pukul 13:32:00 WITA. Abu vulkanik teramati dengan
ketinggian 2284 m di atas permukaan laut atau sekitar 500 m di atas puncak.

2.2 Dampak Gunung Meletus


A. Dampak Positif Gunung Meletus
1) Pembangkit Listrik Vulkanik
Wilayah sekitar gunung berapi yang sering meletus sangat tepat
dijadikan sebagai area pembangkit listrik vulkanik. Mengandalkan
energi panas bumi yang dihasilkan dari sekitar gunung, untuk
membangkitkan listrik di wilayah tersebut (Pemangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi/Geotermal (PLTG).

Gambar 2. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi


(Sumber: https://www.beritasatu.com)
2) Pasir dan Batu jadi Bahan Bangunan
Dampak gunung meletus dari sisi positif berikutnya tentu diperoleh dari
hasil semburan di dalam perut bumi. Ketika lava mengalir, tentu

9
membawa material-material tertentu dengan kualitas baik, seperti pasir
dan batu. Masyarakat lokal dapat memanfaatkannya sebagai bahan
bangunan yang kokoh, dan tentunya lebih hemat.

Gambar 3. Pasir dan Batu Material Gununing Agung


(Sumber: https://wikimedia.org)
3) Hutan dengan Ekosistem Baru
Lava yang mengalir dan semburan awan panas dengan abu vulkaniknya
tentu memberi perubahan pada ekosistem di sekitarnya, baik binatang
dan tumbuhan. Dampak gunung meletus diamati dari sisi positif, hal ini
akan menciptakan ekosistem baru. Hutan yang rusak akibat letusan akan
segera digantikan dengan pepohonan baru dengan membawa ekosistem
baru juga.
4) Tanah jadi Lebih Subur

Gambar 4. Tanah Lebih Subur didekat Gunung Berapi


(Sumber: https://penginapan.net)
Pasir hasil semburan gunung meletus akan membawa banyak pasir, serta
tanah yang dilalui oleh abu vulkanis akan membuat tanah menjadi lebih
subur dan sangat baik untuk bercocok tanam. Tentunya bisa membawa

10
keuntungan bagi masyarakat dalam membuat perkebunan baru, bangkit
pasca bencana alam gunung meletus.
5) Mata Air Penuh Mineral
Dampak gunung Meletus dari sisi positif berikutnya ialah munculnya
mata air yang penuh dengan mineral berkhasiat, atau biasa disebut
makdani. Makdani merupakan sumber air panas yang bisa menjadi
pengobatan alami penyakit kulit, manfaat dari belerang.
6) Memicu Hujan Orografi
Hujan orografi atau orografis merupakan hujan yang terjadi di daerah
pegunungan. Udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas
pegunungan, hingga terjadi penurunan suhu dan terkondensasi.
Akhirnya turun hujan di lereng gunung yang sangat menyejukkan,
menenangkan, baik untuk kesehatan, dan wilayah lereng, yang
berhadapan dengan datangnya angin.

Gambar 5. Hujan Orografi


(Sumber: https://www.merdeka.com)

B. Dampak Negatif Gunung Meletus


1) Hewan dan Manusia Meninggal
Tentunya dampak negatif dari gunung meletus ialah memakan banyak
korban makhluk hidup, termasuk tumbuhan, hewan dan manusia.
Beberapa warga ada yang tidak sempat melarikan diri akibat kecepatan
awan panas yang dating tiba-tiba, sakit dari gas beracun, dan
sebagainya.
2) Pencemaran Udara

11
Ketika gunung meletus, dampak yang bisa dirasakan hingga ke kota atau
negara lain ialah pencemaran udara. Gas yang ikut disemburkan dari
dalam perut bumi mengandung zat berbahaya, seperti sulfur dioksida
(SO2), hidrogen sulfida (H2S), nitrogen dioksida (NO2) dan material
debu lain yang biasanya mengandung racun.

Gambar 6. Pencemaran Udara akibat Gunung Meletus


(Sumber https://www.liputan6.com)
3) Kebakaran Hutan
Magma yang keluar dari gunung menjadi lava dengan suhu yang begitu
panas hingga mudah membakar hutan yang dilewatinya.

Gambar 7. Kebakaran Hutan akibat Gunung Meletus


(Sumber https://www.itb.ac.id)
4) Awan Panas
Dampak negatif dari gunung meletus selanjutnya yakni keluarnya awan
panas. Kecepatan awan panas yang berwarna seperti awan mendung
gelap ini mampu menewaskan semua makhluk hidup yang dilaluinya.

12
Gambar 8. Awan Panas
(Sumber: http://infostudikimia.blogspot.com)
5) Hujan Batuan Pijar
Gunung meletus juga melontarkan batu pijar yang mengarah kemana
saja sejauh mungkin. Batu pijar panas yang bisa membakar bangunan,
hutan, hingga bisa menewaskan.
6) Lahar yang Merusak

Gambar 9. Kebakaran Hutan akibat Lahar


(Sumber: https://www.bbc.com)
Dampak gunung meletus tentunya memunculkan lahar dengan berbagai
jenis, seperti lahar dingin, lahar letusan eksplosif, lahar sekunder, dan
lahar primer. Segala yang dilewati apalagi dengan wilayah yang landau,
lahar akan mudah menghancurkan bangunan dalam sekejap.
Keberadaannya yang mengancam ekosistem daerah pegunungan.
7) Melumpuhkan Aktivitas Masyarakat
Dampak negatif gunung meletus selanjutnya dengan melumpuhkan
aktivitas masyarakat, baik dalam bercocok tanam dan mencari nafkah
jadi terhenti karena terpaksa mengungsi cukup lama. Ekonomi yang
harus dibangkitkan kembali dari awal setelah bencana alam.
8) Guguran Lava Pijar

13
Gambar 10. Guguran Lava Pijar
(Sumbar: https://www.bahasaindonesiasmait.com)
Dampak negatif dari gunung meletus dengan adanya gugura lava pijar,
yang berasal dari aliran lava atau kubah lava. Ketika longsor bisa
mengikis tanah dengan luas berjuta meter kubik dan tentunya berbahaya
bagi lingkungan. Itulah beberapa dampak gunung meletus dari berbagai
segi, baik positif dan negatif. Setiap manusia akan mengalami hal yang
tidak terduga dan harus segera bangkit, setiap bencana yang terjadi pasti
membawa berkah tersendiri bergantung dari cara memaknainya.
Semoga bermanfaat.
2.3 Migasi Bencana Alam Gunung Berapi
2.3.1. Jenis – Jenis Migasi Bencana Alam Gunung Berapi
Terdapat beberapa jenis mitigasi bencana alam gunung berapi yang dapat
dilakukan yaitu:
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana
yang dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan
menggunakan pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk
pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang
bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
(vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan
tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan struktur
yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu
bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila

14
bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur
perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik
aksi dari bencana.
Upaya mitigasi struktural:
a. Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan penting harus
jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana gunung api
b. Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat
abu gunung api.
c. Membuat barak pengungsian permanen, terutama di sekitar wilayah
gunung api yang sering meletus, misalnya Gunung Api
d. Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi
kedaruratan
e. Membuat fasilitas jalan dari tempat pemukiman ke tempat pengungsian
untuk memudahkan evakuasi khususnya bagi anggota keluarga yang
paling lemah
f. Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah untuk
mengungsi
g. Membuat cek dam untuk mengarahkan aliran lahar agar tidak melanda
pemukiman, persawahan atau kebun atau fasilitas umum lainnya
2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi nonstruktural adalah upaya mengurangi dampak bencana
selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan
kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang
Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang
kebijakan dari mitigasi ini.
Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building
masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang
berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini.
Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar
daerah rawan bencana. Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi
dampak bencana selain dari upaya tersebut di atas. Bisa dalam lingkup
upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-

15
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di
bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah pembuatan tata
ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan
berbagaia aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat,
juga bagian ari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di
masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan
asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang
bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu,
sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko
fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan
terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat
non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi
risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan
penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana
tata ruang yang sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor
pada musim hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada
musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya penegakan
hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang tidak sesuai dengan
kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus
diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan di masa
depan.
Upaya Mitigasi Non Struktural:
• Hindari tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava atau
lahar
• Perkenalkan bahan bangunan tahan api
• Meningkatkan pengamatan dan kewaspadaan terhadap risiko letusan
gunung api di daerahnya

16
• Identifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada data dasar gunung api
indonesia atau peta kawasan rawan bencana gunung api)
• Masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui
posisi tempat tinggalnya pada peta kawasan rawan bencana gunung api
• Melakukan penyuluhan khusus kepada anggota keluarga yang paling
lemah (anak, orang sakit, orang lanjut usia, penyandang disabilitas)
2.3.2. Langkah-Langkah Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Berapi
Mitigasi bencana tersebut di lakukan untuk mengurangi risiko bencana
bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana yang dapat
dilakukan melalui berbagai cara termasuk pelaksanaan penataan ruang,
pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan
tak kalah penting adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan
pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
Berdasarkan tugas dan fungsinya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi termasuk BPPTK sebagai salah satu unitnya turut
berperan dalam manajemen krisis bencana erupsi. Pada fase Pra-kejadian
peranannya dapat meliputi langkah-langkah penilaian risiko bencana,
pemetaan daerah kawasan rawan bencana, pembuatan peta risiko dan
membuat simulasi skenario bencana. Tindakan lain yang perlu dilakukan
adalah pemantauan gunungapi dan menyusun rencana keadaan darurat.
Adapun pada saat fase kritis maka sudah harus dilakukan tindakan
operasional berupa pemberian peringatan dini, meningkatkan komunikasi
dan prosedur pemberian informasi, menyusun rencana tanggap darurat yang
berupa penerapan dari tindakan rencana keadaan darurat dan sesegera
mungkin mendefinisikan perkiraan akhir dari fase kritis.

17
Gambar 11. Persebaran Rawan Bencana Gunung Agung di Karangasem
(Sumber: www.express.co.uk)
Berikut adalah hal-hal yang dilakukan oleh pihak BPPTK
sebagai tindakan mitigasi bencana di wilayah Gunung Api:

1. Peringatan Dini

Gambar 12. Peringatan Dini Gunung Meletus


(Sumber: https://www.patricebouttier.com)

Sistem ini berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status


aktivitas Gunung Berapi dan tindakan-tindakan yang harus diambil
oleh berbagai pihak dan terutama oleh masyarakat yang terancam
bahaya. Ada berbagai bentuk peringatan yang dapat disampaikan. Peta
Kawasan Rawan Bencana sebagai contoh adalah bentuk peringatan dini
yang bersifat lunak. Peta ini memuat zonasi level kerawanan sehingga
masyarakat diingatkan akan bahaya dalam lingkup ruang dan waktu

18
yang dapat menimpa mereka di dalam kawasan gunung berapi.
Informasi yang disampaikan dalam sistem peringatan dini terutama
adalah tingkat ancaman bahaya atau status kegiatan vulkanik gunung
berapi serta langkah-langkah yang harus diambil. Bentuk peringatan
dini tergantung pada sifat ancaman serta kecepatan ancaman gunung
berapi. Apabila gejala ancaman terdeteksi dengan baik, peringatan dini
dapat disampaikan secara bertahap, sesuai dengan tingkat aktivitasnya.
Tetapi apabila ancaman bahaya berkembang secara cepat, peringatan
dini langsung menggunakan perangkat keras berupa sirine sebagai
perintah pengungsian.
Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan gunung
berapi yaitu Aktif Normal, Waspada, Siaga dan Awas.
Tingkat Isyarat Gunung Berapi dan Tindakan Mitigasinya
Status Makna Status Tindakan Mitigasi
NORMAL Tidak ada gejala aktivitas tekanan Pengamatan rutin Survei dan
magma Level aktivitas dasar penyelidikan
WASPADA Ada aktivitas apapun bentuknya Penyuluhan/sosialisasi pada
Terdapat kenaikan aktivitas di atas desa-desa yang berada di
level normal Peningkatan aktivitas kawasan rawan bencana
seismik dan kejadian vulkanis lainnya gunung Meletus
Sedikit perubahan aktivitas yang
diakibatkan oleh aktivitas magma,
tektonik dan hidrotermal
SIAGA Menandakan gunung berapi yang Sosialisasi dan penyuluhan
sedang bergerak ke arah letusan atau dilakukan secara lebih intensif
menimbulkan bencana dan yang sasarannya adalah
peningkatan intensif kegiatan penduduk yang tinggal di
seismic Semua data menunjukkan kawasan rawan bencana,
bahwa aktivitas dapat segera aparat di jajaran SATLAK PB
berlanjut ke letusan atau menuju dan LSM serta para relawan.
pada keadaan yang dapat Disamping itu masyarakat
menimbulkan bencana Jika tren yang tinggal di kawasan

19
peningkatan berlanjut, letusan dapat rawan bencana sudah siap jika
terjadi dalam waktu 2 minggu diungsikan sewaktu-waktu.
AWAS Menandakan gunung berapi yang masyarakat yang tinggal di
segera atau sedang meletus atau ada kawasan rawan bencana atau
keadaan kritis yang menimbulkan diperkirakan akan terlanda
bencana Letusan pembukaan dimulai awan panas yang akan
dengan abu dan asap Letusan terjadi sudah diungsikan
berpeluang terjadi dalam waktu 24 menjauh dari daerah
jam ancaman bahaya primer
awan panas.

2. Sirine Peringatan Dini dan Komunikasi Radio

Gambar 13. Sirine Peringatan Gunung Meletus


(Sumber: https://tatkala.com)
Peringatan dini sirine adalah suatu sistem perangkat keras yang
berfungsi hanya pada keadaan sangat darurat apabila peringatan dini
bertahap tidak mungkin dilakukan. Sirine dipasang di lereng gunung
berapi yang dapat menjangkau kampung-kampung yang paling
rawan dan sistem ini dikelola bersama antara pemerintah Kabupaten
bersangkutan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi dalam hal ini adalah BPPTK. Sarana komunikasi radio
bergerak juga termasuk dalam sistem penyebaran informasi dan
peringatan dini gunung berapi. Komunikasi berkaitan dengan
kondisi terakhir gunung berapi bisa dilakukan antara para pengamat
gunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR

20
dan lembaga swadaya masyarakat khususnya yang tergabung dalam
Forum Merapi.
3. Penyebaran Informasi

Gambar 14. Penyebaran Informasi Gunung Meletus


(Sumber: https://www.cnnindonesia.com/ dan https://news.detik.com)
Penanggulangan bencana gunung berapi akan berhasil dengan baik
apabila dilakukan secara terpadu antara pemantauan gunung berapi yang
menghasilkan data yang akurat secara visual dan instrumental, peralatan
yang modern, sistem peringatan dini, peralatan komunikasi yang bagus dan
didukung oleh pemahaman yang benar dan kesadaran yang kuat dari
masyarakat untuk melakukan penyelamatan diri. Pembelajaran kepada
masyarakat yang tinggal dan bekerja di daerah rawan bencana bunung
berapi merupakan tugas yang secara terus menerus harus dilakukan sesuai
dengan dinamika perkembangan arah dan besarnya ancaman yang bakal
terjadi. Karena wilayah rawan bencana gunung berapi berada pada teritorial
pemerintah daerah maka kegiatan penyebaran informasi langsung kepada
masyarakat dilaksanakan atas kerjasama BPPTK dan instansi terkait.
Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat gunung berapi dalam
keadaan status aktivitas yang membahayakan, akan tetapi dilakukan baik
dalam status aktif normal maupun pada status siaga. Namun demikian pada
keadaan aktivitas gunung berapi meningkat seperti ketika aktivitas berapi
dinyatakan pada status Waspada dan atau Siaga menjelang terjadinya krisis
berapi sosialisasi dilakukan lebih sering.
Sosialisasi status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada intinya
bertujuan untuk menyampaikan, menjelaskan kondisi vulkanis gunung
berapi untuk menjaga kesiapan segenap aparat dan masyarakat dalam

21
menghadapi peningkatan atau penurunan status aktivitas gunung berapi.
Sasarannya antara lain adalah menyampaikan kondisi aktivitas Merapi
terkini, menyampaikan makna dari status aktivitas yaitu Awas, Siaga,
Waspada dan Normal, menjelaskan jenis-jenis ancaman bahaya yang ada
yaitu awan panas dan lahar hujan dan menyampaikan tindakan-tindakan
yang perlu dilakukan apabila status naik atau turun.
4. Wajib Latih

Gambar 15. Wajib Latihan untuk Masyarakat


(Sumber: https://jogja.antaranews.com)
Wajib latih adalah program berkesinambungan yang diharapkan dapat
membentuk budaya siaga bencana pada masyarakat. Tujuan wajib latih
adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat akan potensi ancaman
bencana, menciptakan dan meningkatkan kesadaran akan resiko bencana.
Sasaran wajib latih adalah penduduk yang berada di kawasan rawan
bencana berusia 17-50 tahun atau sudah menikah, sehat jasmani dan rohani
dan mendapat ijin keluarga. Penyelenggaraan wajib latih dilakukan oleh
instansi pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkompeten
di bidangnya dan dilakukan atas sepengetahuan pemerintah setempat.
2.3.3. Langkah-Langkah Mitigasi Operasional

A. Sebelum Gunung Api Meletus


Beberapa persiapan yang harus dilakukan untuk menghadapi letusan
gunung berapi adalah sebagai berikut:
1. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung berapi, dan
ancaman-ancamannya;

22
2. Ajaklah keluarga dan masyarakat untuk menghindari daerah bahaya,
yangdimaksud daerah bahaya adalah lereng gunung, lembah atau
kawasan yang memungkinkan dialiri lahar;
3. Mengetahui jalur dan tempat pengungsian yang sudah siap dengan
bahan kebutuhan dasar (air, jamban, makanan, pertolongan pertama)
jika diperlukan;
4. Siapkan lampu senter dengan kondisi baterai yang masih baik;
5. Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting;
6. Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api
(dikoordinasi oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi). Pos pengamatan gunung api biasanya mengkomunikasikan
perkembangan status gunung api lewat radio komunikasi;
7. Pemerintah akan menyediakan angkutan untuk pengungsian.
Masyarakat harus mengungsi ke barak pengungsian;
8. Lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Kita bisa mengenakan
masker, topi, celana panjang dan baju lengan panjang;
9. Abu letusan berbahaya bagi tubuh, usahakan jangan menghirup secara
langsung udara yang terkena abu letusan;
10. Patuhilah pedoman dan perintah dari instansi berwenang tentang
upaya penanggulangan bencana. Jangan mudah terhasut untuk segera
kembali ke rumah saat status masih dalam bahaya.
B. Saat Gunung Api Meletus
Berikut adalah tindakan yang harus dilakukan saat terjadi bencana gunung
api meletus:
1. Carilah tempat perlindungan yang aman.
2. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran
sungai kering dan daerah aliran lahar. Hindari tempat terbuka,
lindungi diri dari abu letusan.
3. Saat memilih alat penerangan, pilihlah lampu senter. Jangan gunakan
api, lilin, atau yang mengandung gas.
4. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan
panjang, celana panjang, topi dan lainnya.

23
5. Jika terjadi bencana gunung berapi, lindungi mata dari debu – bila ada
gunakan pelindung mata seperti kaca mata renang atau apapun yang
bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata.
6. Jangan memakai lensa kontak saat gunung berapi meletus.
7. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung dari abu
letusan gunung berapi.
8. Saat turunnya abu gunung api usahakan untuk menutup wajah dengan
kedua belah tangan.
9. Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, bantu menolong mereka
yang telruka atau terjebak. Hubungi petugas yang menangani
bencana, kemudian berikan pertolongan pertama jika memungkinkan.
Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius karena justru bisa
memperparah luka.
C. Sesudah Gunung Api Meletus
Sedagkan berikut ini adalah panduan tindakan pasca bencana gunung api
meletus:
1. Cari tempat penampungan/ evakuasi.
2. Apabila kondisi memungkinkan, bersihkan atap dari timbunan abu
karena beratnya bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan.
3. Lindungi diri Anda dari ancaman tidak langsung dengan memakai
celana panjang, baju lengan panjang, sepatu yang kuat, dan jika
mungkin juga sarung tangan. Ini akan melindungi Anda dari luka
akibat barang-barang yang pecah.
4. Pembersihan. Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya,
termasuk pecahan gelas, kaca dan obat-obatan yang tumpah.
5. Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mandi, minum, dan
sebagainya. Jangan gunakan air yang tercemar.
6. Sebelum air digunakan harus direbus terlebih dahulu, kurang lebih 7
menit.
7. Jangan lupa untuk mencuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum memasak atau makan, setelah buang air, setelah melakukan

24
pembersihan, setelah menangani apa saja yang telah tercemar oleh abu
vulkanik.
8. Waspada terhadap bencana susulan. Selain itu, tentunya kita harus
terus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu dilindungi dan
diberikan keselamatan.

25
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Indonesia menjadi negara yang rawan letusan gunung berapi, karena
aktivitas vulkanik yang aktif berada hampir seluruh wilayah Indonesia, hal ini
di sebabkan karena Indonesia berada pada tiga lempeng tektonik yakni lempeng
pasifik, eurasia dan lempeng indo-australia, selain itu Indonesia di lalui jalur
ring of fire. Letusan gunung berapi akan mengakibat kerusakan bagi kehidupan
manusia bahkan mengakibatkan korban jiwa, namun dampak dari bencana
letusan gunung berapi tidak selalu berdampak negatif, letusan gunung berapi
memiliki dampak positif seperti membuat tanah menjadi lebih subur, Pasir hasil
semburan gunung meletusakan membawa banyak pasir, serta tanah yang dilalui
oleh abu vulkanis akan membuat tanah menjadi lebih ubur dan sangat baik
untuk bercocok tanam. Tentu nya bisa membawa keuntungan bagi masyarakat
dalam membuat perkebunan baru, bangkit pasca bencana alam gunung meletus,
selain itu material yang di keluarkan saat gunung meletus seperti pasir dan batu
dapat dijadikan bahan bangunan dan ini tentunya dapat menjadi pertambangan
yang membuka lahan perkejaan.
Bencana letusan gunung berapi menjadi ancaman serius bagi kehidupan
manusia maka perlu upaya agar dampak negatif dari letusan gunung berapi
dapat di minimalisir, maka perlu dilakukan nya mitgasi, baik mitigasi struktural
maupun non-struktural. Langkah-langkah mitigasi bencana erupsi gunung
berapi seperti, peringatan diri yang di dalam nya terdapat informasi terkini
gunung berapi, tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi bencana, kemudian
terdapat peta atau jalur evakuasi. Sirine peringatan harus ada sebagai penanda
akan terjadi bencana sehingga masyarakat menjadi lebih siaga dan siap untuk
menyelamatkan diri. Simulasi mitigasi bencana juga di perlukan agar
masyarakat memiliki pengetahuan hal apa yang harus dilakukan saat terjadi
bencana simulasi harus terdapat latihan penyelamatan diri.
3.2. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan
bias menjadi referensi bagi pembaca terkait kebencanaan gunung meletus.

26
DAFTAR PUSTAKA

Isa, M. 2020. Vulkanologi. Aceh: Syiah Kuala University Press.


Lyana. 2018. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Api. Diakses melalui:
https://www.academia.edu/37959937/MITIGASI_BENCANA_ERUPS
I_GUNUNG_API_docx. Diakses pada: 12 September 2022.
Mulya., A. 2004. PengantarIlmuKebumian. Bandung: Pustaka Setia.
Munir., M. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Jakarta: Pustaka Jaya.

27

Anda mungkin juga menyukai