Anda di halaman 1dari 29

BENCANA ALAM (NATURAL DISASTER) TSUNAMI

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Disaster Manajemen


Dosen Pengampu: Hikmat Rudyana, S.Kp. M.Kep

Di Sususn Oleh
Kelompok 4 (Tingkat II.A)
Pratama Farhan Hamid 213221018
Henriawan 213221047
Viky Yanuar Hidayat 213221036
Halma Faujiah 213221021
Ai Rosa Ristiani 213221024
Sri Ayu Astuti 213221025
Rizki Nabela 213221026
Lala Komala Dewi 213221027

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN LINTAS JALUR


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah

sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.

Makalah dengan judul “Bencana Alam (Natural Disaster) Tsunami” ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Disaster Manajemen. Untuk itu kami menyusun makalah ini
dengan harapan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami lagi tentang Bencana Alam
(Natural Disaster) Tsunami untuk memperlancar proses pembelajaran.
Namun demikian tentu saja dalam penyusunan makalah kami ini masih terdapat banyak

kekurangan dalam penulisan dan pemilihan kata yang kurang tepat. Dengan ini, kami memohon

maaf jika dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan. Harapan kami semoga makalah ini

dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Cimahi, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan .............................................................................................................................3
1.4 Manfaat ...........................................................................................................................3
Bab II Tinjauan Teoritis.............................................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Tsunami...................................................................................................4
A Pengertian...................................................................................................................4
B Teori Proses Terjadinya Tsunami...............................................................................7
C Wilayah Rawan Tsunami Di Indonesia......................................................................9
D Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami ................................................................10
E Tanda-tanda akan terjadi Tsunami...........................................................................11
2.2 Kesiapsiagaan Bencana.................................................................................................11
2.3 Mitigasi Bencana...........................................................................................................13
A Pencegahan...............................................................................................................13
B Persiapan Menghadapi Tsunami ..............................................................................14
C Setelah Terjadi Tsunami................................................................................................ 15
D Tanggap Darurat.......................................................................................................16
E Pemulihan.................................................................................................................16
2.4 Dampak dan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tsunami........................................17
2.5 Cara penanggulangan Setelah Tsunami......................................................................19
2.6 Upaya-Upaya Untuk Mengurangi Risiko Tsunami....................................................20
Bab III Penutup.........................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................24
3.2 Saran ...............................................................................................................................25
Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar dari bumi adalah samudra atau lautan yang dapat mendukung
kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di bumi, diantara pulau-pulau yang terpisah satu
dengan yang lainnya pasti dikelilingi oleh air. Oleh karenanya pengetahuan mengenai ilmu
geologi dan oceanografis tentang samudra dan laut dianggap sangat vital guna kelangsungan
hidup penghuninya termasuk manusia. Wilayah-wilayah yang kemungkinan besar
mendapatkan dampak akibat tsunami adalah kawasan yang berbatasan langsung dengan laut,
seperti Kawasan Teluk Teleng, Pantai Srau dan Pantai Klayar dan beberapa segmen pantai
yang berkontur landai lainnya.
Dari data historis yang ada, telah terjadi gempa yang menimbulkan tsunami di
wilayah selatan Pantai Jawa yaitu tsunami di Banyuwangi (1994) dan tsunami di Pantai
Pangandaran (2006). Tsunami ini telah menimbulkan banyak korban, baik korban jiwa
maupun infrastruktur yang ada. Dari kejadian ini, masyarakat di pesisir Jawa bagian selatan
harus selalu waspada terhadap bencana ini. Karena Kabupaten Pacitan terletak di pesisir
Jawa bagian selatan maka wilayah tersebut perlu dilakukan perencanaan mitigasi tsunami
yang lebih komprehensif.
Beberapa wilayah di Pulau Jawa menjadi daerah di Indonesia yang memiliki potensi
terjadinya tsunami besar dengan ketinggian lebih dari 3 meter. Hal ini berdasarkan "Kajian
Nasional Bahaya Tsunami di Indonesia" yang didukung oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Australian Agency for International Development
(AusAID) melalui Australia Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR).
Berdasarkan dokumen yang dikutip CNBC di Jakarta, peta-peta tsunami di dalamnya
didasarkan pada metodologi kajian bahaya tsunami secara probabilitas yang memungkinkan
untuk memperkirakan ketinggian tsunami dari berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi.
 Wilayah dengan peluang terbesar untuk mengalami peringatan tsunami besar, yaitu
tsunami lebih tinggi dari 3 meter dalam kurun setiap satu tahun adalah Lampung Barat,
Kepulauan Mentawai dan Nias. Diikuti oleh wilayah pesisir selatan Jawa, pesisir barat daya

1
Sumatera dan beberapa bagian dari Bali dan Nusa Tenggara Barat yang semuanya memiliki
peluang sebesar 2-10%. Adapun wilayah dengan bahaya tsunami rendah adalah wilayah
pesisir utara Jawa, pesisir timur Sumatra, dan pesisir Barat dan Selatan Kalimantan, serta
pesisir selatan Papua.
Temuan tersebut juga menyoroti bahwa wilayah pesisir barat Sumatera, pesisir
selatan Jawa dan Nusa Tenggara Barat dan Timur memiliki peluang bahaya tsunami terbesar
di Indonesia. Namun demikian, beberapa bagian di Indonesia timur, termasuk pesisir utara
Papua, Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara memiliki bahaya tsunami yang tinggi dan
memiliki potensi untuk mengalami tsunami besar dan menghancurkan.
Wilayah-wilayah di Indonesia timur ini belum menerima banyak perhatian dan
model tsunaminya belum dimasukkan dalam sistem Indonesia Tsunami Early Warning
System (InaTEWS), akan tetapi temuan dari studi ini menunjukkan bahwa bahaya tsunami
di daerah tersebut tinggi dan membutuhkan upaya lebih lanjut. Terkait dengan Tsunami,
baru-baru ini sejumlah peneliti Indonesia kembali memperbarui penelitian tsunami akibat
gempa bumi besar yang terjadi di zona megathrust. Sejumlah wilayah termasuk Pulau Jawa
bagian selatan berpotensi terkena tsunami hingga ketinggian 20 meter.

Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang mendukung


dalam penelitian tersebut menyatakan tidak perlu panik terhadap wacana ini. BMKG
menegaskan bahwa sebuah penelitian gempa bumi dan tsunami di Indonesia dilakukan

2
untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana, sehingga bisa mencegah dampaknya
terutama jatuhnya korban jiwa. Sebagai negara berpotensi rawan bahaya gempabumi dan
tsunami, penelitian/ kajian gempabumi dan tsunami di Indonesia perlu selalu didorong
dengan tujuan bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat, namun
untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana, sehingga kita dapat mengurangi atau
mencegah dampak dari bencana itu, baik jatuhnya korban jiwa maupun kerusakan bangunan
dan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Saja Konsep Dasar Tsunami ?
2. Apa Saja Kesiapsiagaan Bencana Tsunami?
3. Bagaimana Mitigasi Bencana Tsunami ?
4. Apa Saja Upaya-Upaya Untuk Mengurangi Resiko Tsunami?
5. Bagaimana Manajemen Bencana Pasca Tsunami?
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu untuk mengetahui gambaran konsep bencana alam
(natural dister) pada Tsunami.
2) Tujuan Khusus
1) Untuk Mengetahui Gambaran Konsep Dasar Tsunami.
2) Untuk Mengetahui Kesiapsiagaan Dari Bencana Tsunami.
3) Untuk Mengetahui Mitigasi Dan Pencegahan Bencana Tsunami.
4) Untuk Mengetahui Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengurangi Risiko Bencana
Tsunami
5) Untuk Mengetahui Manajemen Bencana Pasca Tsunami.

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil dari makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
bidang pendidikan khusus, terutama dalam pendekatan pembelajaran bagi mahasiswa dalam
pembelajaran kebencanaan.

3
Diharapkan dari kegiatan penguatan kesiapsiagaan bencana tsunami pada
mahasiswa ini yaitu untuk menciptakan peningkatan kapasitas bencana dengan
kesiapsiagaan yang optimal baik ditatanan individu, keluarga ataupun komunitas masyarakat
luas yang berkaitan erat dengan kehidupan mahasiswa itu sendiri. Sehingga, komunitas
mahasiswa diharapkan berperan sebagai penyuluh dilingkungan tempat tinggalnya. Oleh
karena itu, perlu dilaksanakan peningkatan pemahaman yang baik terlebih dahulu mengenai
kesiapsiagaan bencana tsunami pada mahasiswa.

4
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Tsunami


A. Pengertian
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan “tsu”
berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011). Tsunami merupakan serangkaian
gelombang laut yang terjadi secara tiba-tiba, disebabkan oleh pergerakan atau
perindahan air dalam jumlah sangat banyak akibat gempa bumi, longsoran, erupsi
gunung berapi dan meteor yang terjadi di lautan (NTHMP, 2011). Secara harfiah yang
memiliki arti gelombang besar atau tinggi yang menghantam pelabuhan/pantai. Tsunami
terjadi karena adanya perubahan atau perpindahan massa air secara tiba-tiba yang dipicu
oleh perubahan vertikal permukaan bumi, gempa tektonik yang memiliki kekuatan
besar, tanah longsor, letusan gunung api dasar laut, serta akibat jatuhnya meteor di laut.
Tsunami terjadi pada dasarnya akibat bergeraknya patahan/rekahan vertikal
memanjang sehingga air laut terhisap masuk dalam patahan dan kemudian terlempar
kembali setelah patahan mencapai keseimbangan. Gelombang tsunami dapat merambat
ke segala arah. Kekuatan yang terkandung dalam gelombang tsunami tetap terhadap
fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam gelombang tsunami dapat merambat
dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Ketinggian gelombang di laut dalam berkisar 1
meter. Ketika mendekati pantai kecepatan gelombang tsunami menurun berkisar 30 km
per jam, namun ketinggiannya meningkat hingga mencapai ketinggian puluhan meter
dan menghantam bibir pantai hingga masuk sampai puluhan kilo meter.

5
Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu
mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin
membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang, karena saat
mencapai daratan gelombang ini memang lebih menyerupai air pasang yang tinggi
daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin.
Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa
pasang surut air laut. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki
berbagai kekayaan alam yang melimpah.

Namun, Indonesia terletak di daerah rawan bencana alam karena diapit oleh
Benua Asia dan Australia serta berada pada titik temu tiga lempeng utama bumi, yaitu
lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Salah satu bencana besar yang pernah
terjadi di Indonesia adalah gempa bumi dan tsunami Aceh pada 2004 silam. Aceh yang
berada di jalur patahan Semangko dan Seulimum ini mengalami kerusakan parah di
daerah pesisir utara dan barat. Ada 265.896 jiwa dinyatakan hilang dan meninggal dunia
(BRR dalam Mangkusubroto 2011). Kurangnya pendidikan formal, pengetahuan
masyarakat terhadap bencana alam, dan prosedur penyelamatan diri ditenggarai sebagai
faktor banyaknya korban jiwa yang muncul (Depkominfo 2008).
Regulasi dan anjuran terkait dengan bencana alam yang terjadi dan
penanggulannya pun muncul, baik dari pemerintah Indonesia (UU RI 2007) maupun
dari organisasi internasional (LIPI-UNESCO 2006). Demi meminimalisasi dampak
bencana alam yang terjadi, masyarakat diminta untuk meningkatkan kapasitas
manajemen bencana alam atau mitigasi dengan berbagai kegiatan, baik itu sebelum,
selama, dan sesudah bencana terjadi (Bastian 2007).

6
B. Teori Proses Terjadinya Tsunami
Tsunami umumnya terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke
atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba,
sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Hal ini menyebabkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar.
Beberapa penyebab tsunami akan dijelaskan, sebagai berikut:
1 Longsoran Lempeng Bawah Laut (Undersea Landslides)
Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi diperbatasan antar lempeng
tektonik. Celah antara retakan kedua lempeng tektonik ini disebut dengan sesar
(fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian samudera pasifik yang biasa disebutb
dengan lingkaran api (ring of fire), lempeng samudera yang lebih padat menunjam
masuk kebawah lempeng benua. Proses ini dinamakan dengan penunjaman
(subduction). Gempa subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.
Sekitar 81 juta ton es dan batuan jatuh ke Teluk Lituya di Alaska tahun 1958.
Longsoran ini terjadi karena guncangan gempabumi sebelumnya. Gelombang tsunami
yang terbentuk akibat longsoran ini menjalar cepat sepanjang teluk. Tinggi
gelombangnya mencapai 350-500 m saat melanda lereng-lereng gunung dan menyapu
pepohonan dan semak belukar. Hanya dua orang pemancing ikan yang tewas.

7
Gambar 3 Gambaran proses longsoran lempeng dibawah laut yang terjadi
2 Gempa Bumi Bawah Laut (Undersea Earthquake)
Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan
lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi dibawah laut, air diatas wilayah
lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi equilibrium nya. Gelombang
muncul ketika air ini bergerak oleh pengaruh gravitasi kembali ke posisi equilibrium
nya. Apabila wilayah yang luas pada dasar laut bergerak naik ataupun turun, tsunami
dapat terjadi. Gempa bumi dibawah laut yang dapat menyebabkan terjadinya Tsunami
adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut :
1) Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
2) Pusat gempa kurang dari 30 km dari Permukaan laut
3) Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR 4) Jenis pensesaran gempa tergolong sesar
vertikal (sesar naik atau turun).

8
Gambar 4 Gambaran proses terjadinya gempa bumi dibawah laut
3 Letusan Gunung Berapi
Pergeseran lempeng didasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga seringkali
menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik ada gunung berapi. Kedua hal ini dapat
menggoncangkan air laut diatas lempeng tersebut.
Demikian pula, meletusnya gunung berapi yang terletak didasar samudera juga dapat
menaikan air dan membangkitkan gelombang tsunami.

Gambar 5 Letusan Gunung Berapi di Dasar Laut


C Wilayah Rawan Tsunami Di Indonesia
Di Indonesia wilayah rawan bencana tsunami meliputi 21 wilayah, yaitu: Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung-Banten,
Jawa Tengah Bagian Selatan, Jawa Timur Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak Yapen, Balikpapan, sekurau, Palu, Talaud,
Kendari.

9
KEJADIAN TSUNAMI YANG SIGNIFIKAN DI INDONESIA
No. Tahun Tempat Magnitudo Korban
1 1883 G.Krakatau - 36.000 jiwa
2 1833 Sumbar, Bengkulu, Lampung 8,8 Tak tercatat
3 1938 Kep. Kai - Banda 8,5 Tak tercatat
4 1967 Tinambung - 58 jiwa
5 1968 Tambu, Sulteng 6 200 jiwa
6 1977 Sumbawa 6,1 161 jiwa
7 1992 Flores 6,8 2.080 jiwa
8 1994 Banyuwangi 7,2 377 jiwa
9 1996 Toli - toli 7 9 jiwa
10 1996 Biak 8,2 166 jiwa
11 2000 Banggai 7,3 50 jiwa
12 2004 Nanggroe Aceh 9 250.000 jiwa
Darussalam

D Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami


Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah
ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan :
1 Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat
pantai
surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat
yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-
teman yang lain.
2 Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut.
3 Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke
daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.

10
4 Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada
korban.
5 Jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempabumi, air laut dekat
pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke
tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan
teman-teman yang lain.
6 Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar
berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan
perahu ke laut.
7 Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke
daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang.
8 Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada
korban.
E Tanda-tanda akan terjadi Tsunami
Tanda-tanda akan datangnya Tsunami di daerah pinggir pantai adalah :
a. Air laut surut secara tiba–tiba.
b. Bau asin yang sangat menyengat.
c. Dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangat keras.

Gambar 6 Gambaran situasi ketika terjadi tsunami


2.2 Kesiapsiagaan Bencana
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana
guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata

11
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan) Mobilisasi sumber daya (personil
dan prasarana/sarana peralatan).
8) Membangun alur dan tempat pengungsian serta bukit-bukit untuk menghindar dari
gelombang tsunami
9) Perlu adanya RUTR dan RTRW yang dituangkan dalam peraturan daerah yang
berwawasan dan mempertimbangkan aspek kebencanaan sehingga prinsip bangunan
berkelanjutan dapat tercapai.
Sampai saat ini para ilmuwan tidak dapat meramalkan terjadinya tsunami. Namun
dengan melihat catatan sejarah para ilmuwan dapat mengetahui tempat-tempat yang
rawan tsunami. Pengukuran tinggi gelombang dan batas landaan dari kejadian tsunami
masa lalu akan berguna untuk memperkirakan dan mengurangi dampak tsunami di masa
depan.
Batu-batu pemecah gelombang. Selain batu-batu
buatan, kita bisa memanfaatkan hutan bakau.

Pembuatan bangunan tempat menyelamatkan diri.

Pembangunan dinding penahan laju tsunami.


Diperlukan kerjasama dengan ahli sipil untuk
mengukur kekuatannya. Efek sampingnya, jika tidak
kuat, dinding itu akan roboh terbawa arus dan lebih
membahayakan masyarakat.

12
Pembangunan rumah dengan tiang-tiang kokoh diatas
batas tinggi gelombang tsunami.

Selain batu-batu buatan, untuk mengurangi laju


tsunami dapat diupayakan juga dengan memanfaatkan
hutan bakau (Mangrove)

2.3 Mitigasi Bencana


Mitigasi tsunami merupakan upaya pendekatan yang perlu segera dilakukan.
Wilayah pantai yang merupakan kawasan wisata umumnya ditempati oleh penginapan,
restoran, anjungan wisata, dan juga rumah warga. Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) diharapkan dapat memberi sosialisasi kepada wilayah pantai demi
pencegahan bahaya dan peningkatan kesiapsiagaan. Dengan sosialisasi, warga akan
memiliki kewaspadaan yang membuat dirinya sadar berada pada lokasi yang berpotensi
bahaya tsunami dan memahami apa yang perlu dilakukan saat bahaya tersebut berpotensi
akan timbul. Mitigasi juga memerlukan infrastruktur. Pada wilayah yang rawan tsunami
perlu dibangun rambu-rambu keselamatan, peta, perencanaan dan prosedur evakuasi
tsunami. Infrastruktur tersebut penting dapat terlihat jelas oleh warga ataupun
pengunjung. Infrastruktur tersebut tentunya akan lebih lengkap jika sarana peringatan
juga tersedia. Tidak hanya sirine tsunami, wilayah pantai juga dapat memadukan
pengeras suara lain seperti speaker masjid dan kentongan sebagai alat pendukung dalam
menyebarluaskan informasi. Dengan tanggap informasi, tanggap peringatan, dan tanggap
evakuasi, maka risiko tsunami dapat dikurangi.
A Pencegahan / Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan,
bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang
ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan
yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan

13
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat
non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat
struktural (berupa bangunan dan prasarana).
B Persiapan Menghadapi Tsunami
a. Mengetahui pusat informasi bencana, seperti Posko Bencana, Palang Merah
Indonesia, Tim SAR. Kenali areal rumah, sekolah, tempat kerja, atau tempat lain
yang beresiko. Mengetahui wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang
beresiko terkena Tsunami.

14
b. Jika melakukan perjalanan ke wilayah rawan Tsunami, kenali hotel, motel, dan
carilah pusat pengungsian. Adalah penting mengetahui rute jalan keluar yang
ditunjuk setelah peringatan dikeluarkan.
c. Siapkan kotak Persediaan Pengungsian dalam suatu tempat yang mudah dibawa
(ransel punggung), di dekat pintu.
d. Siapkan peersediaan makanan dan air minum untuk pengungsian.
e. Siapkan selalu peralatan P3K lengkap.
f. Membawa barang secukupnya saja untuk keperluan pengungsian :
1). Segera mengungsi setelah ada pemberitahuan dari pihak yang berwenang atas
penyebaran informasi tentang Tsunami.
2). Jika hanya ada sedikit waktu sebelum datang Tsunami,segera mencari pintu
dan mencari jalan keluar dari rumah atau gedung dengan segera.
3). Carilah tempat yang tinggi dan aman dari gelombang tsunami,atau mengikuti
rute dan tempat yang suah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
4). Utamakan keselamatan terlebih dahulu, jika terjadi kerusakan pada tempat
Anda berada,bila ingin menyelamatkan harta benda carilah yang mudah dan
ringan dibawa.
5). Pastikan tidak ada anggota keluarga yang tertinggal pada saat pergi ke tempat
evakuasi. Jika bisa ajaklah tetangga dekat Anda untuk pergi bersama-sama.
6). Jika Tsunami terjadi pada saat Anda sedang menyetir kendaraan, cepat keluar
dan cari tempat yang tinggi dan aman.
C Setelah Terjadi Tsunami
1. Periksa kesediaan makanan. Makanan apapun yang terkena air mungkin sudah
tercemar dan harus dibuang.
2. Memberikan bantuan kepada korban luka-luka. Berikan bantuan P3K dan panggil
bantuan. Jangan pindahkan orang yang terluka, kecuali yang luka serius.
3. Segera membangun tenda pengungsian apabila keadaan untuk kembali ke rumah
tidak memungkinkan.
4. Pastikan keadaan sudah aman dan tidak terjadi Tsunami susulan sebelum kembali
ke rumah. Bila keadaan rumah tidak memungkinkan untuk ditempati carilah
tempat tinggal yang bisa ditempati atau kembali ke tempat pengungsian.

15
D Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat meliputi:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya;
2) Penentuan status keadaan darurat bencana;
3) enyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) Pemenuhan kebutuhan dasar;
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
E Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan
pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana
yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
meliputi:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) Pemulihan sosial psikologis;
5) Pelayanan kesehatan;
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban;
9) Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik

16
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali
sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh
sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului
oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana;
5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

2.4 Dampak dan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tsunami


Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang
mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Dampak negatif dari bencana
tsunami adalah :
a. Merusak apa saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan
mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran
air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
b. Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk mencari lagi
tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya
c. Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana
karna faktor dana yang besar.
d. Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana yang
kehilangan segalanya.

17
Adapun dampak bencana terhadap kesehatan yaitu terjadinya krisis kesehatan, yang
menimbulkan :
a. Korban massal; bencana yang terjadi dapat mengakibatkan korban meninggal
dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam jumlah besar.
b. Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya rumah-
rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi
kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah
dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).
c. Krisis air bersih: gelombang tsunami telah menimbulkan tercampumya air laut
dengan air tawar pada beberapa lokasi. Tsunami juga menimbulkan masalah
kesehatan terkait air bersih, dan timbulnya gangguan penyakit seperti diare,
kolera, dll.
David Batty dan David Callaghan pernah membeberkan penyakit-penyakit
yang mengancam korban tsunami melalui artikel berjudul “Tsunami health hazards”
di The Guardian, yakni kolera, diare, malaria, infeksi dada, demam berdarah dengue,
typhoid, hepatitis A, infeksi vagina, dan penyakit anak-anak. Kolera merupakan
infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri, dan disebarkan oleh air dan makanan yang
terkontaminasi. Biasanya, wabah tersebut disebabkan oleh pasokan air yang
tercemar. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling mengancam kesehatan
korban tsunami, sebab kolera bisa menyebabkan diare dan muntah parah. Satu dari
10 pasien kolera berpotensi menderita dehidrasi, dan rentan terjadi pada anak-anak
dan orangtua. Selain kolera, penyakit yang umum menyerang korban tsunami adalah
diare. 
Menurut WHO, malaria juga menjadi penyakit yang mengancam kesehatan
pasca tsunami. Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dengan
cara menggigit manusia, dan menyuntikkan parasit malaria ke dalam darah, dan akan
menginfeksi hati serta menghancurkan sel darah merah. Tak hanya itu, WHO juga
menyebut infeksi dada sebagai penyakit yang sering terjadi pada korban tsunami,
termasuk penyakit pernapasan ringan hingga yang berisiko menyebabkan kematian
seperti bronkitis akut dan pneumonia. Situs resmi Centers for Disease Control and
Prevention mempublikasikan artikel berjudul “Health Effects of Tsunamis”.

18
Di situ, tertulis masalah kesehatan utama masyarakat  adalah air bersih layak minum,
makanan, tempat tinggal, serta perawatan medis untuk cedera.
Hilangnya tempat tinggal membuat orang rentan terhadap paparan, serangga,
panas, dan berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, air yang terkontaminasi dan
kurangnya persediaan makanan dapat menyebabkan penyakit. Apalagi akses
kesehatan mereka telah berkurang. Dalam artikel berjudul “Tsunamis: Water
Quality” yang ada pada Centers for Disease Control and Prevention menjelaskan
bahwa tsunami menciptakan gelombang air laut yang dapat menyapu area geografis
yang luas. Saat air laut menerjang daratan, air bersih akan bercampur dengan air laut
dan berpotensi terkontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, serta
bahan kimia yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Mikroorganisme
tersebut berbahaya saat tertelan, meskipun dalam jumlah kecil. Selain itu,
menggunakan air yang terkontaminasi untuk pembersihan luka kecil dan luka terbuka
juga menimbulkan bahaya infeksi. Kontaminan kimia yang terikut bersama banjir
tsunami itu juga berpotensi mencemari sumur. Kontaminan tersebut dapat berasal
dari tangki bahan bakar, atau pestisida. Untuk itu, pasca tsunami, warga disarankan
untuk menguras sumurnya dan memberikan desinfektan.
2.5 Cara penanggulangan Setelah Tsunami
Adapun cara yang dilakukan untuk penanggulangan bencana Tunami adalah :
1. Melaksanakan evakuasi secara intensif.
2. Melaksanakan pengelolaan pengungsi.
3. Melakukan terus pencarian orang hilang, dan pengumpulan jenazah.
4. Membuka dan hidupkan jalur logistik dan lakukan resuplay serta pendistribusian
logistik yang diperlukan.
5. Membuka dan memulihkan jaringan komunikasi antar daerah atau kota.
6. Melakukan pembersihan kota yang hancur dan penuh puing dan lumpur.
7. Menggunakan dana pemerintah untuk penanggulangan bencana dan gunakan pula
dengan tepat sumbangan dana baik dari dalam maupun luar negeri.
8. Menyambut dengan baik dan libatkan unsur civil society.

19
2.6 Upaya-Upaya Untuk Mengurangi Risiko Tsunami
Tsunami dapat terjadi setiap saat, pada pagi, siang, sore maupun malam hari.
Oleh karena itu perlu kesiapsiagaan bagi seluruh warga yang bertempat tinggal pada
daerah yang berisiko terhadap tsunami seperti kawasan pesisir pantai. Sehingga
mereka harus mengetahui apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah
tsunami agar risiko bencana alam tsunami dapat diminimalisir.
Dengan ditetapkannya Undang - undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, maka penanggulangan bencana diharapkan akan semakin
efektif dalam meminimalisir dampak dari bencana tersebut. Penanggulangan bencana
dapat dilakukan secara terarah mulai pra-bencana, saat tanggap darurat, dan pasca
bencana. Dalam meningkatkan kesiapsiagaan, sebelum terjadinya bencana atau
keadaan pra- bencana perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko
dari bencana baik melalui pembangunan fisik maupun peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana atau yang disebut dengan mitigasi bencana.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat. Mitigasi bencana merupakan bagian dari kegiatan pra
bencana yang merupakan upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan dari suatu bencana untuk itu dalam pelaksanaan mitigasi bencana harus
dilakukan secara terencana dan komperhensif.
Terdapat empat upaya pendekatan dalam melakukan upaya mitigasi bencana
yaitu pendekatan teknis, manusia, administratif, dan kultural. Adapun upaya mitigasi
bencana tsunami yang dapat dilakukan berdasarkan empat pendekatan tersebut
adalah:

20
1. PENDEKATAN TEKNIS
Pendekatan secara teknis dalam mitigasi bencana tsunami mengarah dalam
pembuatan sistem, rancangan, teknis pengamanan, atau membuat material yang
dapat memberikan efek dalam mengurangi dampak terjadinya bencana tsunami
(Ramli, 2010). Salah satu yang dapat dilakukan ialah pembangunan sistem
peringatan dini tsunami, seperti Tsunami Early Warning System. Indonesia
Tsunami Early Warning System yang disingkat InaTEWS merupakan proyek
nasional yang melibatkan berbagai institusi dalam negeri di bawah koordinasi
Kementerian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Gejala- gejala seperti gempa
bumi yang berpusat di laut serta titik pusat dimana terjadinya gempa akan
terdeteksi oleh tsunami warning system. Badan yang berwenang untuk mengelola
data tersebut adalah BMKG yang berpusat di Jakarta. Terdapat dua komponen
utama yang ada di dalam InaTEWS.
Pertama adalah komponen struktural (sensor-sensor pendeteksi tsunami).
Contohnya adalah seismometer, stasiun pasang surut dan tsunami buoy.
Seismometer dioprasikan oleh BMKG, sedangkan stasiun pasang surut digunakan
untuk mengukur keadaan muka air laut yang dipasang di pantai atau di pelabuhan.
Tsunami buoy adalah sebuah alat yang dipasang di laut dalam. Di Indonesia
sekarang menggunakan 4 jenis buoy yang sedang beroperasi di perairan
Indonesia, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Ocean Assessment and Reporting
Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian Tsunami Warning System
(GITWS) dan Buoy Wavestan. Pada buoy ini terdapat OBU (Ocean Bottom Unit)
dimana nantinya alat inilah yang mendeteksi adanya gelombang yang berpotensi
sebagai tsunami yang lewat di atasnya. Komponen yang kedua adalah komponen
kultural (BMKG, 2010).
Hal lain yang dapat dilakukan yaitu pembangunan rumah yang tahan
terhadap bahaya tsunami sebagai sebuah rencana kedaruratan dalam menghadapi
tsunmai, kemudian dapat juga membangunan tembok penahan tsunami pada garis
pantai yang berisiko, seperti bangunan pemecah ombak atau penahan gelombang.
Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya

21
air tsunami juga dapat dilakukan sebagai bentuk mitigasi bencana tsunami.
Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman.
Tempat atau bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk
menghidari ketinggian tsunami.
2. PENDEKATAN MANUSIA
Hal ini dilakukan supaya dapat membentuk pemahaman masyarakat untuk
mengatahui dan sadar mengenai bencana tsunami, sehingga dalam pendekatan ini
perilaku dan cara hidup manusia dapat diperbaiki. Misalnya pemerintah ataupun
lembaga dapat memerikan pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik
dan pengenalan bahaya tsunami. Selain mengenai pengenalan bahaya masyarakat
perlu mengetahui bagaimana memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-
tanda tsunami. Masyarakat juga perlu dikenalkan dengan peta rawan bencana,
peta risiko
bencana tsunami, guna menambah pemahaman masyarakat mengenai bencana
tsunami. Sasaran pendidikan tsunami adalah masyarakat di wilayah yang rawan
gempa dan dibawah sebuah waduk.
Di Indonesia wilayah yang rawan gempa dan tsunami terdapat diseluruh
pantai mulai dari ujung Aceh, pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali,
NTB, NTT kemudian membelok ke kepulauan Maluku. Juga terdapat diseluruh
pantai di kepulauan Sulawesi dan pantai timur laut Papua (Tika, 2009).
3. PENDEKATAN ADMINISTRATIF
Pendekatan ini dilakukan oleh pihak pemerintah ataupun organisasi secara
administratif dalam melakukan manajemen bencana, hal yang dapat dilakukan
misalnya menyusun payung hukum yang efektif dalam mewujudkan upaya-upaya
mitigasi bencana seperti penyusunan produk hukum yang mengatur pelaksanaan
upaya mitigasi, pengembangan peraturan dan pedoman perencanaan dan
pelaksanaan bangunan penahan bencana, serta pelaksanaan peraturan dan
penegakan hukum terkait mitigasi.
Memberikan perlindungan kepada kehidupan masyarakat, infrastruktur,
dan lingkungan pesisir serta Pemerintah juga perlu menyelenggarakan sebuah
simulasi terhadap bencana tsunami sebagai bentuk upaya mitigasi bencana dalam

22
pendekatan administratif. Hal penting lainnya yang perlu pemerintah dan
organisasi lakukan adalah melakukan peningkatan peran dan kerjasama yang
sinergis dari berbagai pihak, pengembangan forum koordinasi dan integrasi
program antar sektor, antar level birokrasi, guna meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dalam penanggulangan bencana, khususunya bencana tsunami.
4. PENDEKATAN KULTURAL
Masih banyak anggapan oleh masyarakat bahwa terjadinya bencana adalah takdir
yang harus diterima dengan apa adanya, anggapan ini tidak benar dan dapat
membuat masyarakat melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang
sebenarnya dapat mereka lakukan. Dalam hal ini masyarakat sebaiknya diberikan
pemahanan secara lebih dengan melakukan pendekatan yang sesuai dengan kultur
masyarakat sekitar, yang dapat dilakukan juga selain dengan pemahaman kita
dapat
mendorong keberlanjutan aktivitas ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui melakukan kegiatan mitigasi yang mampu
meningkatkan nilai ekonomi kawasan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan
kawasan pesisir untuk kegiatan perekonomian (Kemendagri, 2006). Hal tersebut
akan lebih diterima oleh masyarakat karena selain mereka mengetahui hal apa
yang dilakukan dalam mitigasi bencana, kegiatan ekonomi masyrakat juga dapat
meningkat.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tsunami merupakan serangkaian gelombang laut yang terjadi secara tiba-tiba,
disebabkan oleh pergerakan atau perindahan air dalam jumlah sangat banyak akibat
gempa bumi, longsoran, erupsi gunung berapi dan meteor yang terjadi di lautan
(NTHMP, 2011). Secara harfiah yang memiliki arti gelombang besar atau tinggi yang
menghantam pelabuhan/pantai. Tsunami terjadi karena adanya perubahan atau
perpindahan massa air secara tiba-tiba yang dipicu oleh perubahan vertikal permukaan
bumi, gempa tektonik yang memiliki kekuatan besar, tanah longsor, letusan gunung api
dasar laut, serta akibat jatuhnya meteor di laut.
Beberapa wilayah di Pulau Jawa menjadi daerah di Indonesia yang memiliki
potensi terjadinya tsunami besar dengan ketinggian lebih dari 3 meter. Hal ini
berdasarkan "Kajian Nasional Bahaya Tsunami di Indonesia" yang didukung oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Australian Agency for International
Development (AusAID) melalui Australia Indonesia Facility for Disaster Reduction
(AIFDR). Berdasarkan dokumen yang dikutip CNBC di Jakarta, peta-peta tsunami di
dalamnya didasarkan pada metodologi kajian bahaya tsunami secara probabilitas yang
memungkinkan untuk memperkirakan ketinggian tsunami dari berbagai kemungkinan
yang mungkin terjadi.
 Wilayah dengan peluang terbesar untuk mengalami peringatan tsunami besar, yaitu
tsunami lebih tinggi dari 3 meter dalam kurun setiap satu tahun adalah Lampung Barat,
Kepulauan Mentawai dan Nias. Diikuti oleh wilayah pesisir selatan Jawa, pesisir barat
daya Sumatera dan beberapa bagian dari Bali dan Nusa Tenggara Barat yang semuanya
memiliki peluang sebesar 2-10%. Adapun wilayah dengan bahaya tsunami rendah adalah
wilayah pesisir utara Jawa, pesisir timur Sumatra, dan pesisir Barat dan Selatan
Kalimantan, serta pesisir selatan Papua. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.

24
Mitigasi tsunami merupakan upaya pendekatan yang perlu segera dilakukan.
Wilayah pantai yang merupakan kawasan wisata umumnya ditempati oleh penginapan,
restoran, anjungan wisata, dan juga rumah warga. Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) diharapkan dapat memberi sosialisasi kepada wilayah pantai demi
pencegahan bahaya dan peningkatan kesiapsiagaan. Dampak dan krisis kesehatan akibat
bencana tsunami yang terjadi.

3.2 Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kestudi pustakaan dan dapat dijadikan
sebagai referensi bacaan oleh pembaca.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan dapat mengoptimalkan serta melakukan pelatihan
pelatihan kepada masyarakat umum sebagai upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana alam khususnya gempa bumi.
3. Bagi Msyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengoptimalkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
4. Bagi pemerintah
Diharapkan pemerintah dapat mengoptimalkan kebijakan serta turut adil dalam
menghadapi kesiapsiagaan bencana alam khususnya tsunami.
5. Bagi Penulis, Pembaca, dan Penulis Selanjutnya
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dasar bacaan serta referensi dan
menjadi perbaikan di masa yang akan datan

25
DAFTAR PUSTAKA

Sadly, Muhammad,dkk.2018.Katalog Tsunami Indonesia tahun 416-2017. Jakarta:


Konsep Manajemen Risiko Bencana Tsunami Berbasis Masyarakat (Studi Kasus: Rw.
08 Kelurahan Ploso, Kabupaten Pacitan)
Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen Bencana The Role Ofhealt
Of Officer In Handling Disaster Management Mizam Ari Kurniayanti Program
Studi S1 Keperawatan Stikes Widyagama Husada
Diakses tanggal 24/20/2022
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Tsunami.pdf
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2010). (diakses melalui)
https://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=1 (diakses pada 14
Oktober 2016 )
Federal Insurance and Mitigation Program. (2010). National Tsunami Hazard
Mitigation Program
Jokowinarno, Dwi. (2011). Mitigasi Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Lampung.
Jurnal Rekayasa 15(1)
Nugrahadi, M. S. (2014). Mitigasi Bencana Tsunami Akibat Gempa Bumi (Studi
Kasus Bencana Tsunami di Banyuwangi). Alami 2(3).
Nur, A. M. (2010). Gempa Bumi, Tsunami dan Mitigasinya. Jurnal Geografi, 7(1).
Kementrian Dalam Negeri. (2006). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33
2006
Pedoman Umum Mitigasi Bencana (akses melalui) : Pemerintahan Republik
Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun
2008 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Ramli, Soehatman (2010). Pedoman praktis manajemen bencana (Disaster
management). Dian Rakyat, Jakarta: 91.
Tika, M. P. (2012). Pendidikan Tsunami di Wilayah Gempa dan Bendungan di
Indonesia. Jurnal FKIP: REGION 2(1)

26

Anda mungkin juga menyukai