Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

KULIAH LAPORAN KERJA LAPANGAN

(TG – 3290)

GEOLOGI DAN GEOFISIKA

DAERAH GUNUNG PARANG DAN SEKITARNYA DAN KALIGENDING


KARANGSAMBUNG

Oleh:

LAURENT JULIANI MONICA


NIM: 12316004

Program Studi Teknik Geofisika


Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

Institut Teknologi Bandung


2019
ABSTRAK
DAFTAR ISI

ABSTRAK
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
DAFTAR TABEL
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan kuliah lapangan di Karangsambung
dengan baik dan menulis laporan Kuliah Lapangan Karangsambng 2019 dengan tepat waktu.
Laporan ini dibuat berdasarkan penelitian geologi dan geofisika secara langsung di lapangan
pada tanggal 25 Juli – 4 Agustus 2019. Melalui tulisan ini, penulis dapat belajar
mengomunikasikan apa yang telah penulis lakukan selama di Karangsambung melalui tulisan.
Penulis berharap tulisan yang masih banyak kekuarangan dan kesalahan selama proses
pembuatannya ini dapat dibermanfaat bagi para pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca dalam menyempurnakan tulisan ini.

Penulis tentunya berterima kasih kepada orang tua yang telah mendukung penulis selama
menjalani perkuliahan sampai sekarang ini. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada
para dosen dan staff pembimbing dari Program Studi Teknik Geofisika dan Teknik Geologi
Institut Teknologi Bandung yang telah memberikan ilmu, membimbing, dan mengarahkan
penulis dalam mengerti kondisi di lapangan. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada para
asisten geologi dan geofisika yang telah banyak membantu penulis dalam mengerti lebih detil
teknis di lapangan dan pengolahan data lapangan. Teruntuk rekan-rekan HEARTHA dan
kakak-kakak S2 angkatan 2018 yang bersama-sama menjalani kuliah lapangan ini, penulis
ucapkan terima kasih yang telah membuat kenangan yang indah selama di Karangsambung.

Bandung, 24 September 2019

Laurent Juliani Monica


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kecamatan Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah merupakan sebuah daerah di
Indonesia yang memiliki struktur geologi dan litologi yang unik dan kompleks, terutama
di area Luk Ulo. Jawa bagian tengah ini merupakan salah atu produk dari zona subduksi
di selatan Jawa, antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia (Harsolumakso,
dkk., 2006). Kompleksitas struktur dan litologi ini ada yang tersingkap ke permukaan dan
ada yang tidak, sehingga diperlukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mencitrakan struktur maupun menentukan litologi di bawah permukaan di daerah
Karangsambung ini. Untuk itulah, metode geofisika digunakan dalam kuliah lapangan ini.
Secara umum, metode geofisika yang digunakan selama kuliah lapangan ini terbagi
menjadi dua, yaitu yang digunakan untuk menentukan struktur geologi Karangsambung,
yaitu metode gravitasi dan metode magnetik, dan yang digunakan untuk menentukan
kedalaman batuan dasar di daerah Kaligending, yaitu metode geolistrik, elektromagnetik
(EM), seismik refraksi, dan ground penetrating radar (GPR). Dapat dikatakan bahwa
dalam kuliah lapangan ini, penulis dan rekan-rekan mempelajari aplikasi geofisika untuk
skala besar dan sekaligus skala kecil (sangat regional).

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud diadakannya kuliah lapangan Karangsambung 2019 adalah memperlengkapi
mahasiswa dengan kemampuan praktikal, tidak hanya memiliki kemampuan secara
teoritikal dan sekaligus sebagai syarat dalam menyelesaikan matakuliah wajib TG-3290
Kuliah Lapangan Program Studi Sarjana Teknik Geofisika ITB. Tujuan diadakannya
kuliah lapangan Karngsambung ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama di kelas dan
membuka wawasan geologi dan geofisika ketika melakukan pengamatan secara
langsung di lapangan.
2. Mahasiswa mampu melakukan akuisisi data geologi maupun geofisika sesuai dengan
keperluan penelitian.
3. Mahasiswa mampu menggambarkan citra bawah permukaan berdasarkan hasil
pengolahan data geofisika dengan logis.
4. Mahsiswa mampu menginterpretasikan hasil pengukuran dan pengamatan yang
dilakukan.

I.3 Sistematika Penulisan

Laporan kegiatan Kuliah Lapangan Karangsambung ini disusun berdasarkan sistematika


penulisan dengan urutan sebagai berikut.
1. Bagian Pembuka dan Legalitas. Berisi halaman judul utama, abstrak, daftar isi,
daftar gambar, daftar lampiran, dan kata pengantar.
2. Bab I – Pendahuluan. Berisi latar belakang penelitian, maksud dan tujuan penulisan
laporan, serta sistemaka penulisan laporan.
3. Bab II – Geologi daerah Gunung Parang dan sekitarnya. Berisi penjelasan
mengenai kesuluran geologi di daerah Gunung Parang dan sekitarnya yang menjadi
area penelitian penulis dan rekan-rekan, memuat pengamatan terhadap morfologi,
struktur geologi, dan sejarah geologi.
4. Bab III – Geologi dan Geofisika Gunung Parang dan Kaligending. Berisi
interpretasi mengenai hasil pengamatan dan pemetaan geologi yang dilakukan penulis
dan rekan-rekan di Gunung Parang dan sekitarnya dan interpretasi mengenai hasil
akuisisi dan pengolahan data metoge geofisika yang dilakukan di sekitar Sungai Lok
Ulo, Kaliwuluh, dan Kaligending.
5. Bab IV – Kesimpulan. Berisi kesimpulan yang diperoleh peulis dari penelitian
geologi dan geofisika di daerah Karangsambung khususnya di Gunung Parang,
Sungai Lok Ulo, Kaliwuluh, dan Kaligending.
6. Daftar Pustaka dan Lampiran.
BAB II
GEOLOGI DAERAH GUNUNG PARANG

II.1. Tinjauan Pustaka


Pulau Jawa merupakan pulau yang terbentuk akibat interaksi antara Lempeng Eurasia
dan Lempeng Indo-Australia yang masuk ke dalam sistem busur kepulauan Sunda.
Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan bertemu dengan Lempeng Indo-Australia
yang bergerak ke arah utara dan menyebabkan Lempeng Indo-Australia menunjam di
bawah Lempeng Eurasia. Oleh sebab itu, di selatan Pulau Jawa terdapat zona subduksi yang
cukup menyebabkan daerah Pulau Jawa memiliki sistem tektonik yang aktif dan kompleks
(Subagio, 2008). Salah satu daerah yang membuktikan kompleksitas tektonik dari Pulau
Jawa adalah daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Daerah Karangsambung
memiliki koordinat 109˚35’00’’ – 109˚44’00” BT dan 7˚34’00” – 7˚36’30” LS.
Daerah Karangsambung ini memiliki tektonik yang sangat kompleks yang terbukti
dari terdapatnya banyak singkapan dari berbagai jenis batuan. Hal ini disebabkan oleh
aktivitas tektonik yang menimbulkan percampuradukkan batuan sehingga di daerah ini,
kompleks batuan diberi nama kompleks melange (Harsolumakso, dkk., 2006). Beberapa
jenis batuan yang terdapat di daerah ini adalah batuan mafik sampai ultramafik, serpentinit,
sekis, basalt bantal (pillow basalt), sedimen pelagik (pelagic sediments), granodiorit,
greywackes, batugamping, dan batupasir (Harsolumakso, dkk., 2016). Daerah
Karangsambung ini memiliki struktur tektonik seperti amphitheatre besar atau antiklin
besar dengan sumbu menunjam ke arah Timur Laut yang mengalami erosi. Bagian dengan
dari antiklin besar ini dilewati oleh sebuah sungai besar, yaitu Sungai Luk Ulo yang
memiliki banyak cabang sungai bermuara di sungai ini. Sisi-sisi antiklin ini membentuk
morfologi berupa perbukitan di bagian utara dan bagian selatan (Gunung Paras dan Gunung
Brujul hingga bukit Selaranda) yang memanjang dengan arah timur-barat, sementara sisi
yang dilewati oleh Sungai Luk Ulo membentuk lembah. Di daerah Gunung Parang terdapat
intrusi tubuh batuan beku, di daerah Bukit Jatibungkus terdapat batu gamping, dan di
daerah Pesanggrahan terdapat batuan konglomerat. Ketiga daerah ini terdapat di sekitar
daerah erosi tersebut. Di sebelah barat laut dari lembah ini terdapat kompleks perbukitan
Pagerbako dan Igir Kenong yang tersusun atas fragmen raksasa batuan filit dan batuan
sedimen laut dalam, khususnya perselingan antara batugamping merah dengan rijang.
Tentunya, bentukan lembah ini juga menunjukkan tingkat kekerasan atau resistensi batuan.
Daerah yang mengalami erosi merupakan daerah yang terbentuk oleh batuan yang memiliki
resistensi yang rendah, sementara daerah yang mengisolasi lembah ini merupakan daerah
yang terbentuk oleh batuan yang memiliki kekerasan yang tinggi sehingga tahan terhadap
erosi. Selain adanya peristiwa erosi, pada daerah ini juga terdapat struktur tektonik seperti
lipatan dan sesar.
Oleh sebab itu, di daerah Karangsambung ini, dapat dilihat adanya daerah dengan
morfologi sedimen di daerah Sungai Luk Ulo. Di daerah ini terjadi peristiwa erosi yang
menghasilkan batuan sedimen dan karena daerah ini juga memiliki tektonik yang kompleks,
terdapat batuan campuran sedimen tektonik, seperti yang terdapat dalam Formasi
Penosogan, Formasi Waturanda, dan Formasi Halang. Batuan yang terlihat di daerah ini
bervariasi dari konlomerat, lava bantal, rijang, dan batugamping merah yang umumnya
berukuran bongkah dan tertanam dalam maasa dasar batulempung. Selain itu terdapat
morfologi lain terutama di daerah perbukitan. Di daerah ini, terdapat batuan lain, yaitu
batuan beku ataupun vulkanik, bahkan batuan metamorf. Terdapat juga tubuh batuan intrusi
maupun batuan campquran atau melange. Selain itu, di bagian atas perbukitan ini terdapat
kesan terpotong yang mungkin merupakan akibat dari proses tektonik perlipatan yang
membuatnya patah dan memberikan kesan terpotong tersebut.

II.2. Geologi Daerah Gunung Parang dan Sekitarnya


II.2.1. Geomorfologi
Morfologi di daerah Gunung Parang ini merupakan perbukitan intrusi,
lembah sungai, dan kompleks melange. Di bagian Gunung Parang yang terlihat
berupa tinggian merupakan intrusi dari diabas. Intrusi ini menyebabkan
perubahan topografi di sekitarnya yang membuat daerah yang lebih rendah
menjadi lebih juram sehingga ketika dari atas intrusi diabas melihat sungai yang
relatif lebih rendah akan terlihat seperti lembah. Kompleks melange di daerah ini
membentuk rangkaian perbukitan. Terdapat juga morfologi aluvial di sekitar
Gunung Parang, di antaranya seperti yang terdapat pada Sungai Luk Ulo dan Kali
Mandala. Sungai Luk Ulo merupakan sungai besar dan tua yang memotong
struktur geologi utama dalam formasi Karangsambung ini. Hal ini dapat dilihat
dari bentuk kelokan sungai ini dan terdapat meander pada sisi kelokannya. Kali
Mandala memiliki lebar sungai yang sempit dengan turunan yang curam. Hal ini
membuat Kali Mandala memiliki bentuk seperti air terjun. Di kali ini juga terdapat
banyak batuan berukuran bongkah dan singkapan yang terdapat di sana adalah
batuan beku yang berupa lava bantal dan sedimen batulempung.

II.2.2. Stratigrafi
Stratigrafi di daerah Gunung Parang dan sekitarnya terdiri dari batuan sebagai
berikut.
▪ Endapan Aluvial, yaitu endapan yang baru terendapkan, segar, berbutir pasir
halus, terdapat di Sungai Luk Ulo.
▪ Satuan Basalt, yaitu batuan beku yang berstruktur lava bantal.
▪ Satuan Diabas, yaitu intrusi batuan beku yang memiliki kekar dan bersifat
sill (intrusi yang menerobos batuan di atasnya sejajar dengan perlapisan).
▪ Satuan Batuan Lempung, yaitu massa dasar dari formasi Karangsambung
dan berfragmen.
▪ Satuan Batuan Metamorf, yaitu satuan yang terdiri dari batuan sekis dan filit
yang menjadi basement atau batuan dasar.
Gambar 2.1 Stratigrafi daerah Gunung Parang dan Sekitarnya

II.2.3. Struktur Geologi


Struktur geologi yang ditemukan di Gunung Parang dan sekitarnya, terdiri dari
struktur sesar yang ditandai oleh gores-garis pada batuan. Terdapat struktur
tangga yang terdapat dinding sesarnya dan hal ini menjelaskan bahwa sesar ini
merupakan sesar geser mengiri. Selain itu, terdapat struktur kekar, kekar kolom
(column joint) yang dijumpai pada intrusi diabas.

Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah Gunung Parang dan Sekitarnya


II.2.4. Sejarah Geologi
Batuan metamorf yang terdapat di sekitar Gunung Parang merupakan
bagian dari kompleks melange Luk Ulo yang mulai terbentuk sejak zaman Kapur
– Paleosen. Satuan batulempung pada formasi Karangsambung terbentuk pada
masa Eosen tengah hingga Oligosen. Intrusi batuan diabas dengan struktur sill
yang menerobos batuan lempung Karangsambung menandakan terjadinya
aktivitas vulkanik gunung api bawah laut yang membentuk lava bantal. Endapan
aluvial di Sungai Luk Ulo diendapkan pada masa kuarter hingga sekarang
sehingga memiliki umur geologi yang paling muda dibandingkan batuan di
bawahnya.

II.3 Geofisika Daerah Sungai Lok Ulo, Kaliwuluh, dan Kaligending


II.3.1. Metode Gravity
Pengukuran dengan metode gravity bertujuan untuk memetakan persebaran
densitas batuan bawah permukaan yang ditinjau dari anomali percepatan
gravitasinya. Pengambilan data gravity ini sebanyak 258 data tersebar di daerah
utara Karangsambung dengan kompilasi dari data yang diperoleh dari delapan
kelompok dengan base terletak di kampus LIPI Karangsambung. Pengambilan
data ini menggunakan sistem close loop yang berarti pengukuran diawali dan
diakhiri di base. Alat yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah
gravimeter dari La Coste – Romberg tipe G-1158 dan G-504. Hasil pengukuran
lapangan kemudian diolah dengan menggunakan table konversi untuk dijadikan
satuan mgal dan dilanjutkan dengan dengan melakukan koreksi terhadap koreksi
terrain, koreksi lintang, koreksi tidal, koreksi drift, dan koreksi free air untuk
mendapatkan nilai CBA (Complete Bouguer Anomaly) yang akan digambarkan
dalam peta. Selain itu, dibutuhkan juga data di base untuk koreksi terhadap
altimeter.

Gambar 2.3 Peta Anomali Bouguer (Complete Bouguer Anomaly)

II.3.2. Metode Magnetik


Pengambilan data dengan metode magnetik bertujuan untuk menentukan
nilai suseptibilitas batuan di bawah permukaan. Terdapat 477 titik pengukuran
dengan metode magnetik yang merupakan gabungan dari delapan kelompok
dengan area survey yang berlainan di daerah Karangsambung ini. Mirip dengan
metode gravity metode ini juga memerlukan pengambilan data di base kampus
LIPI Karangsambung guna koreksi harian terhadap bacaan alat yang diambil
setiap 10 menit. Data yang diperoleh dari bacaan alat merupakan nilai dari medan
magnet total yang memerlukan perhitungan koreksi harian akibat aktivitas
matahari dan koreksi IGRF (International Geomagnetic Reference Field) untuk
mendapatkan nilai anomali magnetik yang diinginkan.

Gambar 2.4 Peta Anomali Magnetik

II.3.3. Metode Geolistrik


Pengukuran dengan menggunakan metode geolistrik dilakukan di
Kaligending, tepatnya di sebelah selatan Bendung Kaligending. Pengambilan data
ini dilakukan dalam dua lintasan dengan azimuth N 135°E yang membentang dari
barat ke timur dengan lintasan 1 dari titik (353907 m E, 9161590 m S) ke titik
(353876 m E, 9161616 m S) dan lintasan 2 dari titik (353892 m E, 9161567 m S)
ke titik (353859 m E, 9161585 m S). Konfigurasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan tujuan untuk
sounding yaitu untuk mengetahui persebaran nilai resistivitas di bawah
permukaan secara 2-D. Dalam penelitian ini, mendapatkan persebaran nilai
resistivitas bawah permukaan adalah alat untuk mengetahui zona rekahan dan top
soil di daerah Bendung Kaligending ini.
Panjang kedua lintasan ini adalah sepanjang 48 m dengan jarak
antarelektroda sebesar 4 m dan menggunakan 12 elektroda. Alat yang digunakan
adalah AGI Ministing dan Geocholox sebagai multichannel geolistrik untuk
mempermudah perpindahan elektroda. Pengolahan data geolistrik ini
menggunakan software RES2DINV dan Excel.
Gambar 2.5 Hasil Pengolahan Data Metode Geolistrik Lintasan 1

Gambar 2.6 Hasil Pengolahan Data Metode Geolistrik Lintasan 2

II.3.4. Metode Seismik Refraksi


Metode seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika aktif, yaitu
metode yang menggunakan sumber yang dibuat oleh manusia. Gelombang yang
berasal dari sumber buatan tersebut (dalam percobaan ini adalah palu) akan
terekam oleh 24 geofon yang terpasang di perbukaan. Pada percobaan ini, spasi
tiap stasiun adalah 3 m dan total panjang lintasan adalah 69 m dengan titik 0 m
dihitung dari geofon 1. Pengukuran dengan metode seismik refraksi ini
berorientasi dari arah barat ke timur dengan arah azimut N 135°E di sebelah
selatan Bendung Kaligending. Konfigurasi tembakan atau shot yang digunakan
ada lima tembakan, yaitu near, mid near, mid, mid far, dan far dengan posisi
tembakan secara berturut-turut berada pada -1,5 m, 16,5 m, 34,5 m, 52,5 m, dan
70,5 m.
Pengolahan metode seismik refraksi ini dilakukan dengan menggunakan
software SEISREFA. Pertama-tama dilakukan picking waktu tiba pertama
gelombang dari setiap rekaman seismik. Selanjutnya, dibuat kurva T-X antara
waktu tiba pertama gelombang dengan jarak geofon. Setelah itu, tentukan trend
setiap masing-masing plot untuk menentukan kecepatan masing-masing lapisan
(dalam percobaan ini terdapat dua lapisan V1 dan V2).

0.1
0
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Gambar 2.7 Ilustrasi Lintasan Metode Seismik Refraksi


Gambar 2.8 Hasil Pengolahan Data Seismik Refraksi dengan SEISREFA

II.3.5. Metode Elektromagnetik (EM)


Pengambilan data dengan metode elektromagnetik dilakukan di Bendung
Kaligending. Pnegambilan data dilakukan dengan grid sebesar 75x25 m dengan
spasi 5 m. Lintasan kemudian dibuat alternate untuk membuat sistem grid yang
mengular dari barat ke timur dan berakhir dengan orientasi timur ke barat.
Lintasan grid ini memiliki 6 garis lintasan dengan jarak antar lintasan 5 m. Tujuan
dari pengambilan data dengna metode EM ini adalah memetakan distribusi nilai
konduktivitas daerah Bendung Kaligending. Dengan mengetahui distribusi nilai
konduktivitas, dapat digunakan untuk menentukan soil yang ada di daerah
tersebut.
Gambar 2.9 Hasil Pengolahan Data Metode Elektromagnetik

II.3.6. Metode Ground Penetrating Radar (GPR)


Pengukuran dengan metode GPR dilakukan di Bendung Kaligending untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan sungai ini. Dengan metode ini, dapat
digunakan juga untuk menentukan batuan dasar dari kali ini. Pada prinsipnya,
metode ini akan memancarkan sinyal dari transmitter dan akan ditangkap oleh
receiver. Pengukuran ini dilakukan dengan lintasan berorientasi timur – barat dari
titik (353826 m E, 9161541 m S) sampai titik (353800 m E, 9161559 m S) dan
panjang lintasan ini sekitar 32,6 m dan spasi sekitar 20 cm. Frekuensi gelombang
yang dipancarkan dalam penelitian ini adalah 100 Mhz. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan resolusi pada kedalaman yang tidak terlalu dalam dan target yang
ingin dicapai juga merupakan target dangkal. Dalam proses pengambilan data,
digunakan alat GPR bermerk MALA dengan sistem unshielded, yaitu transmitter
dan receiver tidak berada pada satu tubuh instrumen yang sama.
Gambar 2.10 Hasil Pengolahan Data Metode GPR
BAB III
GEOLOGI DAN GEOFISIKA DAERAH GUNUNG PARANG DAN KALIGENDING

III.1. Interpretasi Anomali Geofisika


Data kualitatif yang diperoleh selama pengamatan geologi (data geologi)
divalidasi dengan pengukuran geofisika yang dilakukan. Diperolehnya anomali dalam
setiap metode geofisika berasosiasi dengan struktur ataupun litologi tertentu di bawah
permukaan yang menyusun daerah tersebut. Pada metode gravitasi dan magnetik,
anomali yang terlihat diasosiasikan dengan kontak antarbatuan di daerah Gunung
Parang. Pada daerah bending Kaligending, anomali dalam metode geolistri, GPR,
seismik refraksi dan EM mengidentifikasikan lapisan lapuk dan rekahan soil yang
terdapat di bawah permukaan bending Kaligending ini. Dengan mengintegrasikan
metode-metode geofisika tersebut dengan hasil pemetaan geologi, diharapkan bias
memberikan gambaran yang baik dan utuh untuk mengetahui struktur bawah
permukaan.

III.2. Interpretasi Penampang Geofisika


Pada bagian ini, akan memaparkan hasil interpretasi dari pengolahan data dari metode
geofisika yang telah dilakukan.
III.2.1. Metode Gravitasi
Berdasarkan peta CBA dan peta geologi, di bagian utara Sungai Luk Ulo,
terdapat singkapan batugamping greywacke, formasi Totogan (warna hijau)
yang bermassa dasar lempung bersisik (scaly clay), fragmen besar sekis dan filit,
dan formasi Karangsambung (warna hijau muda) yang juga memiliki
kandungan scaly clay. Pada formasi Totogan dan Karangsambung, scaly clay
memiliki nilai densitas yang berbeda dengan sekitarnya. Formasi
Karangsambung lebih tua dibandingdan dengan formasi Totogan sehingga
berdampak pada nilai densitas pada formasi Karangsambung lebih besar
(walaupun sedikit) dibandingkan nilai densitas pada formasi Totogan. Formasi
Totogan memiliki densitas sekitar 2,2 gr/cc dan formasi Karangsambung
memiliki densitas sekitar 2,3 gr/cc dan daerah ini memiliki basement yang pada
umumnya adalah batuan metamorf.

III.2.2. Metode Magnetik


Pada saat melakukan pemetaan geologi, bagian tengah (yang ditandai oleh
kotak bergaris hitam putus-putus dengan nomor 2) terdiri dari satuan batuan
diabas, satuan filit, satuan batuan lempung, dan aluvial. Berdasarkan peta
anomali magnetik, terdapat beberapa daerah yang memiliki nilai anomali
magnetic yang sangat kontras. Daerah tersebut menunjkkan pola sebaran batuan
metamorf dan diabas. Pada daerah ini juga ditemukan diabas dalam bentuk
intrusi di beberapa tempat dan juga ditemukan filit di beberapa tempat lainnya.

III.2.3. Metode Geolistrik


Daerah bending Kaligending merupakan daerahyang terbentuk dari
endapan aluvial yang terdapat juga di sepanjang sungai Luk Ulo. Oleh sebab itu,
satuan batuan pada sungai ini dapat dikatakan didominasi oleh aluvial dan
lempungan, serta dijumpai juga batupasir gampingan yang merupakan kontak
dengan formasi Penosogan. Tujuan dilakukannya pengamatan dengan metode
geolistrik ini ialah mengetahui persebaran endapan aluvial di sekitar bendungan.
Pada pengambilan data, dilakukan tidak tepat di atas sungai, tetapi dilakukan di
pinggir sungai di dekat perkebunan warga yang memiliki kondisi tanah yang
relatif sangat kering.

Lapisan Aluvial

Gambar 3.1 Interpretasi Metode Geolistrik Lintasan 1

Lapisan Aluvial

Gambar 3.2 Interpretasi Metode Geolistrik Lintasan 2

III.2.4. Metode Seismik Refraksi


Berdasarkan hasil pengolahan data seismik refraksi menggunakan
software SEISREFA diperoleh penampang vertikal yang menunjukkan 2
lapisan dengan kecepatan lapisan yang konstan. Lapisan yang di bagian atas
memiliki kecepatan sekitar 0,57 km/s dan lapisan yang di bagian bawah
memiliki kecepatan sekitar 2,2 km/s. Perbedaan kecepatan ini dapat
memberikan informasi tentang pebedaan litologi. Hal yang membedakan
litologi dari batuan dapat terlihat dari nilai kecepatan ataupun densitasnya dan
yang dapat memengaruhi nilai kecepatan ataupun densitas ini adalah tingkat
pelakukannya. Semakin lapuk sebuah lapisan, nilai kecepatan yang akan terlihat
semakin rendah, dan begitu sebaliknya. Oleh sebab itu, lapisan dengan
kecepatan 0.57 km/s merupakan lapisan yang paling lapuk di antara kedua
lapisan ini dengan batuan penyusun merupakan endapan aluvial. Lapisan kedua
akan ditemukan pada kedalaman sekitar 1,5 hingga 2 m dari permukaan tanah.
Metode seismik refreksi dengan software SEISREFA kemudian
dibandingkan dengan hasil penampang dengan metode Hagiwara (perhitungan
dengan membuat program di MATLAB) untuk membandingkan mana yang
lebih baik dalam mengidentifikasi lapisan lapuk. Pada perhitungan ini didapat
dua lapisan dengan kecepatan lapisan 1 0,632 km/s dan kecepatan lapisan 2
0.806 km/s. Nilai kecepatan kedua lapisan dalam perhitungan ini tidak terlalu
jauh karena menggunakan Hukum Snellius untuk menentukan kecepatan.
Melalui metode ini, didapatkan lapisan 1 dapat ditemukan pada kedalaman 0 –
5 m dan lapisan 2 dapat ditemukan pada kedalaman sekitar 4,5 – 5 m dari
permukaan tanah.

Gambar 3.3 Interpretasi Metode Seismik Refraksi

III.2.5. Metode Elektromagentik (EM)


Daerah pengukuran merupakan daerah selatan dari bendung Kaligending
yang merupakan jalur endapan aluvial dan memiliki kondisi permukaan yang
basah dan berlumpur. Pengukuran dilakukan melewati sungai dengan membuat
grid dari arah barat ke timur dengan nilai konduktivitas bervariasi dengan
rentang 160 – 600 mS/m. Hal ini dapat diinterpretasi sebagai daerah soil yang
mongering dan sudah tidak lagi menjadi jalur sungai untuk daerah dengan nilai
konduktivitas yang rendah, sementara daerah dengan nilai konduktivitas yang
tinggi dapat diinterpretasi sebagai endapan aluvial.
Peta persebaran nilai konduktivitas yang diperoleh dari pengukuran terdiri
dari dua jenis, yaitu dengan kedalaman 0,5 m dan dengan kedalaman 1 m. pda
konduktivitas yang dihasilkan didominasi oleh area dengan konduktivitas
menengah hingga tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh jalur yang dilewati
merupakan tempat yang basah dan merupakan sungai. Pada peta konduktivitas
1 m, kedalaman penetrasi rata-rata yang dicapai sekitar 1,5 m dan terdapat
adanya anomali konduktivitas tinggu di sebelah barat daya yang diduga terjadi
karena rembesan air dari jalur sungai ataupun efek dari batuan di pinggir sungai
yang tersusun dan ditumpuk dengan kawat. yang berfungsi sebagai penahan
dinding sungai. Pada peta konduktivitas 0,5 m memiliki kedalaman penetrasi
rata-rata yang dicapai sekitar 0,75 m. Pada peta ini terdapat anomali
konduktivitas tinggi yang mengunpul dan dapat diinterpretasi sebagai jalur
endapan aluvial yang mengarah dari timur laut ke barat daya dari grid lintasan.
Nilai anomali konduktivitas yang rendah menunjukkan batas dari endapan
sungai dan non sungai pada grid lintasan.
Gambar 3.4 Interpretasi Metode Elektromagnetik

III.2.6. Metode Ground Penetrating Radar (GPR)


Metode GPR digunakan untuk mengidentifikasi sitem perlapisan batuan
yang memiliki kedalaman tidak terlalu dalam. Perbedaan nilai yang terekam
oleh instrumen dapat terlihat dari kuat lemah nya amplitudo sinyal yang
diterima kemali instrumen. Perbedaan nilai amplitudo tersebut akan
menunjukkan perbedaan litologi batuan yang dilewati sinyal. Semakin besar
nilai amplitudonya, batuan atau lapisan yang dilewati memiliki tingkat
kekerasan yang tinggi, sementara semakin kecil nilai amplitudonya, batuan atau
lapisan yang dilewati merupakan batuan ataupun lapisan lapuk atau memiliki
tingkat kekerasan yang rendah. Rekaman GPR atau radargram teresolusi sampai
kedalaman 1000 m dan memiliki amplitudo maksimal hanya sampai kedalaman
sekitar 100 m. Hal ini disebabkan oleh lapisan lapuk yang memiliki kontras
amplitudo yang tinggi dan kemungkinan juga adanya kontak antara satuan dari
aluvial dengan batupasir dari formasi Waturanda yang membentuk perlapisan.
Perlapisan ini juga terlihat miring ke arah timur dan tidak selaras.
Top soil

Daerah dengan impedansi tinggi

Gambar 3.5 Interpretasi Metode GPR


BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Laurent Juliani Monica. Penulis berasal


dari Jakarta dan lahir pada 25 Juli 1998. Menempuh pendidikan
di SD Kristen Haleluyah (2004-2010), SMP Kristen Calvin
(2010-2013), dan SMA Kristen Calvin (2013-2016). Pada saat ini
penulis sedang menempuh pendidikan di Teknik Geofisika,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut
Teknologi Bandung sejak tahun 2016.
Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Malam Keakraban
dalam serangkaian Kaderisasi unit tahun 2018, Sekretaris ITB
OPEN XVIII 2018 tahun 2018, dan Kepala Bidang Internal di Unit Aktivitas Tenis Meja
(UATM) ITB tahun 2019/2020. Penulis pernah menjadi staf divisi akademik HIMA TG
“TERRA” ITB tahun 2018/2019 dan sedang menjadi staf divisi akademik HIMA TG “TERRA”
ITB tahun 2019/2020. Saat ini penulis juga berbagian dalam majalah himpunan Teknik
Geofisika ITB “La Terre” sebagai penulis sejak tahun 2018 hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai