Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOLOGI STRUKTUR

LAPORAN 1
MAKALAH GEOLOGI STRUKTUR

NAMA : AHMAD MAULANA


NIM : 2009086030
KELOMPOK : 7 (TUJUH)
ASISTEN : NUR RAHMAN AL CHASANI
NIM : 1909086011

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan semua rahmatnya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen &
asisten dosen, yang sudah memberikan banyak bantuan untuk menyusun makalah ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah
membantu penyusunan makalah ini.
Makalah “Pengenalan Geologi Struktur” disusun untuk memenuhi tugas
praktikum mata kuliah Geologi Struktur. Melalui tugas ini, penulis mendapatkan
banyak ilmu baru tentang geologi struktur.
Tentu penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Meskipun begitu,
penulis berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat untuk orang lain. Apabila ada
kritik dan saran yang ingin disampaikan, penulis sangat terbuka dan dengan senang hati
menerimanya.

Samarinda, 11 September 2021


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan................................................................................................ 2

BAB II ISI .............................................................................................. 3

2.1 Geologi Struktur ................................................................................ 3

2.2 Teori Tektonik Lempeng................................................................... 4

2.3 Fisiografis Kalimantan ...................................................................... 7

BAB III PENUTUP ............................................................................... 13

3.1 Kesimpulan........................................................................................ 13

3.2 Saran ................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 14

LAMPIRAN ........................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian Bumi adalah suatu planet yang memiliki urutan ke tiga dari matahari dan
planet terbesar kelima dari semua planet yang ada di tata surya. Bumi juga dapat
diartikan sebagai planet yang menjadi tempat tinggal bagi semua makhluk yang hidup
di dalamnya. Dalam bahasa Inggris, bumi disebut earth. Sementara di Indonesia, istilah
bumi berasal dari kata bhumi yang berarti tanah. Kata tersebut merupakan bahasa
Sansekerta.

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk
(arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun deformasi batuan adalah
perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya yang bekerja di
dalam bumi.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa geologi struktur lebih ditekankan pada studi
mengenai unsur-unsur struktur geologi, seperti perlipatan (fold), rekahan (fracture),
patahan (fault), dan sebagainya yang merupakan bagian dari satuan tektonik (tectonic
unit), sedangkan tektonik dan geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan skala
yang lebih besar, yang mempelajari obyek-obyek geologi seperti cekungan sedimentasi,
rangkaian pegunungan, lantai samudera, dan sebagainya. Aktifitas pergerakan lempeng
bumi ini mempengaruhi keadaan permukaan yang juga ikut berubah. Studi yang
mempelajari perubahan bentuk dan ukuran dari tubuh batuan disebut geologi struktur.
Dengan memperlajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah dapat dibuat kesimpulan
mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian
deformasinya.

Oleh karena itu, untuk mengetahui macam-macam struktur yang terbentuk di muka
bumi alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu bagaimana pergerakan
lempeng bumi dengan memperlajari teori-teori yang ada dan bagaimana kondisi geologi
yang ada di pulau Kalimantan, Indonesia ini agar dapat lebih memahami jenis-jenis
geologi struktur tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
- Bagaimana konsep dari hukum horizontalitas?
- Bagaimana pergerakan lempeng dapat terjadi?
- Bagaimana konsep dari deformasi?

1.3 Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini yaitu :
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum horizontalitas
- Untuk mengetahui apa yang mempengaruhi pergerakan lempeng
- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan deformasi

2
BAB II
ISI

2.1 Geologi Struktur


Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari struktur-struktur individual (kerak
bumi) seperti antiklin-antiklin, sesar sungkup (thrust), sesarsesar, liniasi dan lainnya
dalam suatu unit tektonik.
Geologi struktur adalah meliputi struktur primer dan sekunder Struktur primer adalah
struktur yang terbentuk saat pembentukkan batuan , misalnya struktur sedimen pada
batuan sedimen, struktur aliran pada batuan beku dan struktur foliasi pada batuan
metamorf. Struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk setelah proses
pembentukan batuan terutama akibat adanya tegasan eksternal yang bekerja selama
ataupun setelah pembentukan batuan. Contoh struktur sekunder adalah kekar, sesar dan
lipatan. Bagian terbesar dari geologi struktur terutama mempelajari struktur sekunder ini
konsep tentang susunan, aturan dan hubungan antar batuan dalam ruang dan waktu.
Pengertian ruang dalam geologi adalah tempat dimana batuan itu terbentuk sedangkan
pengertian waktu adalah waktu pembentukan batuan dalam skala waktu geologi.

1. Hukum Superposisi : dalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan
yang terletak di bawah umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan diatasnya selama
lapisan batuan tersebut belum mengalami deformasi.
2. Hukum Horizontalitas pada awal proses sedimentasi, sebelum terkena gaya atau
perubahan, sedimen terendapkan secara horizontal.
3. Original Continuity batuan sedimen melampar dalam area yang luas di permukaan
bumi.

Apabila terdapat penyebaran lapisan Batuan (satuan lapisan batuan), dimana salah satu
dari lapisan tersebut memotong lapisan yang lain, maka satuan batuan yang memotong
umurnya relatif lebih muda dari pada satuan batuan yang di potongnya.
Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda
pula. Secara sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan
berbeda dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan

3
digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang
berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas satuan
formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi.
Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang khas yang merupakan hasil dari suatu
lingkungan pengendapan yang tertentu. Dua tubuh batuan yang diendapakan pada
waktu yang sama dikatakan berbeda fasies apabila kedua batuan tersebut berbeda fisik,
kimia atau biologi (S.S.I.).
Uniformitarianisme adalah peristiwa yang terjadi pada masa geologi lampau dikontrol
oleh hukum-hukum alam yang mengendalikan peristiwa pada masa kini.

2.2 Teori Tektonik Lempeng


Teori tektonik lempeng berasal dari hipotesis pergeseran benua atau disebut juga
continental drift theory yang dijelaskan oleh Alfred Lothar Wegener pada tahun 1912
dalam buku Die Enstehung der Kontinente und Ozeane dan diterjemahkan kedalam
bahasa inggris oleh Dover Publication, inc, New York pada musim dingin tahun 1961.
Wegener yakin bahwa semua benua di Bumi pernah menjadi bagian dari daratan
tunggal yang sangat besar. Hal ini dibuktikan penelitan berulang kali oleh ahli
fitogeografi paleontologi hingga pada kesimpulan bahwa sebagian besar benua yang ada
sekarang dipisahkan oleh lautan yang luas dimana pada zaman prasejarah pasti memiliki
jembatan darat sehingga ditemukannya fosil dengan spesies identik/sama di tempat
yang berbeda, sementara tampaknya spesies tersebut harusnya berasal dari suatu daerah.
Teori Tektonik Lempeng dapatlah dikatakan sebagai “kristalisasi” dari banyak teori
yang menyatakan bahwa struktur bumi ini sesungguhnya bersifat dinamis. Perubahan
total cara berfikir dan diterimanya konsep ini terjadi dalam tempo yang lama seiring
makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebelum digunakannya terminologi “Tektonik Lempeng”, konsep bumi yang dinamis
mula-mula di pelopori oleh teori Continental Drift (Pergeseran Benua) yang
diperkenalkan oleh meteorologist asal Jerman Lothar Wagener pada Tahun 1915.
Teorinya menyatakan bahwa pada periode Kapur (sekitar 200 juta tahun lalu), semua
benua dulunya menyatu dalam satu superbenua yang di sebut Pangea, namun kemudian
terpecah menjadi kontinen-kontinen yang lebih kecil, lalu berpindah secara mengapung
menempati posisinya seperti sekarang ini.

4
Untuk mendukung teorinya, Wegener mengemukakan penemuan ilmiahnya sebagai
bukti tentang adanya super-kontinen Pangaea tersebut, diantaranya adanya
kecocokan/kesamaan Garis Pantai antara Benua Afrika dan Amerika Selatan, kesamaan
fosil dan kesamaan batuan, namun begitu Wegener tidak mampu menjelaskan secara
mendasar gaya-gaya apa yang bisa menggerakkan benua-benua tersebut saling menjauhi
satu sama lainnya. Wegener hanya menerangkan dengan sangat sederhana bahwa
pergerakan benua-benua tersebut terjadi di atas dasar samudera. Pendapat ini kemudian
banyak dipertanyakan oleh para ahli, Harold Jeffreys salah satunya, seorang ahli
geofisika terkenal dari Inggris mengatakan adalah tidak mungkin sebuah massa yang
sangat besar tidak terpecah ketika bergerak di lantai samudera. Demikianlah pertanyaan
tersebut masih menjadi misteri yang belum bisa terpecahkan sehingga tidaklah
mengejutkan, bahwa Teori Continental Drift tidak diterima dengan baik pada masa itu.
Setelah meninggalnya Wegener, Teori Continental Drift secara berangsur hampir
dilupakan karena dianggap tidak biasa, absurd, dan tidak mungkin terjadi. Akan tetapi,
banyaknya bukti baru yang timbul di awal tahun 1950-an membangkitkan kembali
perdebatan tentang teori dari Wegener itu, terutama setelah adanya perkembangan
teknologi eksplorasi pemetaan bawah laut pada periode tahun 1950-an
Pemetaan bawah laut yang banyak dilakukan dari 1900 hingga 1950-an menghasilkan
beberapa penemuan baru, salah satunya yaitu ditemukannya rangkaian pegunungan
besar di dasar samudera yang mengelilingi bumi, yang kemudian dinamai dengan istilah
“Bubungan Tengah Samudera” (Mid-Ocean Ridge). Penemuan lainya yaitu adanya
medan magnet purba yang terekam pada batuan dasar samudera (Paleomagmatisme).
Penemuan-penemuan ini kemudian memicu ditemukannya teori baru yang disebut Teori
Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading). Teori ini dikemukakan pada Tahun
1962 oleh Harry H. Hess, seorang geologis dari Princeton University dan Robert S
Dietz dari Survey Pantai dan Geodesi Amerika.
Hess berpendapat bahwa kerak samudera merupakan proses daur ulang. Pertama-tama
kerak samudera yang baru terbentuk di sepanjang bubungan (Mid Oceanic Ridge) lalu
bergerak menjauhi bubungan, kemudian secara perlahan masuk dibawah kerak benua
dan mengalami penggerusan.
Tidak seperti Wegener, dalam menguraikan penyebab utama pergerakan kerak, Hess
menggunakan Teori Arus Konveksi yang sebelumnya dikemukakan oleh Vening

5
Meinesz pada Tahun 1930. Teori ini menjelaskan bahwa perpecahan benua dan
pergerakan lempeng disebabkan oleh adanya perpindahan energi panas yang terjadi
dalam lapisan astenosfer bumi. Energi itu sendiri disebabkan oleh adanya peluruhan
unsur-unsur radioaktif dalam inti bumi.
Penemuan Hess ini banyak menginspirasi para Ilmuan, salah satunya adalah Seorang
Ahli geofisika Kanada bernama J. Tuzo Wilson. Wilson mengenal Harry Hess pada
akhir tahun 1930-an ketika belajar untuk meraih gelar doktornya di Universitas
Princeton USA. Pemikiran dan teorinya juga banyak dipengaruhi oleh ide-ide menarik
Harry Hess.
Ilmuan dunia yang turut memperkuat Teori Tektonik Lempeng salah satunya Dan Mc
Kenzie, seorang geofisikawan asal Inggris. Tulisan-tulisanya dari Tahun 1960 s.d 1970
secara detail mengungkapkan sistem kerja pergerakan lempeng dari aspek kinematik,
dia juga banyak menjelaskan mengenai struktur Bumi, khususnya viskositas mantel.
Selain itu Dan Mc Kenzie termasuk yang mula-mula meluaskan terminologi
“Lempeng” dalam setiap tulisannya. Dalam tulisannya Tahun 1969 yang
berjudul Speculations on the Consequences and Causes of Plate Motions, Mc Kenzie
berpendapat bahwa oleh karena batas zona seismik (kegempaan) secara umum tidak
sama dengan batas benua maka istilah Continental Drift (pergeseran benua) kurang
tepat bila diaplikasikan, sebagai gantinya digunakan istilah “Plate” (Lempeng).
Prinsip utama dari Teori Tektonik Lempeng adalah bahwa Bumi ini tersusun oleh
lempeng-lempeng yang bergerak. Suatu lempeng dapat berupa kerak samudera, kerak
benua, atau gabungan dari kedua kerak tersebut. Adanya pergerakan lempeng ini
disebabkan oleh adanya arus konveksi, yaitu berupa perpindahan energi panas yang
terjadi di lapisan astenosfer.
Karena semua lempeng-lempeng tersebut bergerak, maka terjadilah interaksi antara satu
lempeng dengan lempeng lainnya, interaksi tersebut berpusat di sepanjang batas dari
lempeng-lempeng itu. Ada yang berbenturan, ada yang saling menjauh dan ada yang
bergeser. Setiap interaksi antar lempeng itulah yang kemudian menimbulkan dinamika
di Bumi ini, baik perubahan morfologi, aktivitas vulkanisme, gempa bumi, tsunami dan
sebagainya.
Walupun baru, namun Teori Tektonik Lempeng merupakan salah satu penemuan yang
amat penting pada abad ini. Dengan lahirnya teori ini, para ilmuan telah mampu

6
menafsirkan proses-proses geologi dan perkembangan bumi secara holistic, salah
satunya karena teori ini mampu menghubungkan cabang-cabang ilmu kebumian tanpa
menimbulkan kontradiksi satu sama lainnya.
Penerapan Teori Tektonik Lempeng yang salah satunya diaplikasikan melalui model-
model tektonik lempeng, walaupun sederhana, tetapi telah mampu memecahkan banyak
masalah geologi yang semula sulit dipecahkan, salah satunya yaitu dalam bidang
eksplorasi dan bencana alam. Model Tektonik lempeng mampu mengidentifikasi
kemungkinan keterdapatan bahan galian pada suatu tempat. Indonesia contohnya,
Endapan emas di Indonesia banyak berasosiasi dengan model tektonik tipe konvergen
(Magmatic Arc), sedangkan timah, khusunya daerah gugusan kepulauan Riau hingga
Bangka Belitung dan sekitarnya banyak berasosiasi dengan zona Kolisi Lempeng Benua
(Continental Collision).

2.3 Fisiografis Kalimantan


Borneo adalah pulau terbesar kedua di Kepulauan India (736.000 km persegi), sedikit
lebih besar dari Prancis. Sarawak (Serawak), Brunci, Labuan, dan Kalimantan Utara
secara politis termasuk dalam wilayah Inggris (196.000 km persegi), dan Kalimantan
Barat, Selatan dan Timur adalah bagian dari Indonesia (539.500 km persegi).
Pulau ini secara garis besar berbentuk segitiga dengan tiga semenanjung kecil di sisi
timur lautnya (Semenanjung Mangkalihat, dan dua tanjung yang berbatasan dengan
Teluk Darvel). Memiliki perbukitan yang luas dan relief pegunungan yang,
bagaimanapun, di sebagian besar lokasi tidak melebihi 1500 m. Peta Kalimantan yang
lebih tua menunjukkan barisan pegunungan yang terlalu tinggi dan terlalu koheren.
Pegunungan pemisah kartografi yang lebih tua masih menghantui konsepsi geotektonik;
bahkan batas-batas perbatasan sering disimpulkan antara pembagian administratif dan
politik utama. Sebuah sistem pegunungan yang luas melintasi pulau dari Pegunungan
Kinabalu di Utara (dengan Gunung Kinabalu atau Kinibalu, 4.175 m, membentuk
puncak tertinggi pulau), melalui Iran dan Pegunungan Müller ke Pegunungan Schwaner
(dengan Bukit Raja, 2.278 m) di SW. Sistem pegunungan yang kompleks ini
membentuk bagian utama pulau, dari mana unit orografis lainnya bercabang ke Timur
dan Barat, sedangkan Pegunungan Meratus yang berarah Utara dan Selatan (dengan
puncak tertinggi Besar 1.892 m) di Bagian tenggara pulau memiliki posisi yang lebih
terisolasi. Cabang-cabang ke barat adalah:

7
a) Pegunungan Kapuas Atas antara Lembah Redjang di Utara, dan Cekungan Kapuas
Atas dan Lembah Batang Lupar di Selatan.
b) Sungai dataran tinggi Madi. Cabang terakhir dapat ditelusuri lebih jauh ke barat,
sepanjang depresi aksial, yang tidak kompleks gunung di tanjung barat yang
dibentuk oleh Distrik Cina (puncak tertinggi Niut, 1.701 m).

Kompleks pegunungan ini larut ke arah barat laut melalui Tanjung Datu(k) ke
punggungan terendam di Laut Sunda, membawa Kepulauan Natuna. Cabang-cabang ke
timur adalah:

a) sistem pegunungan di Kalimantan Utara, berakhir di semenanjung di kedua sisi


Teluk Darvel
b) sistem pegunungan kompleks lainnya, yang berakhir di Semenanjung Mangkalihat-
antara Cekungan Kapuas Atas dan Mclawi yang mungkin sudah ada sebelumnya.
Sungai Kapuas, menjadi sejumlah besar puncak yang terisolasi, topografi khas
pegunungan sisa.

Wawasan yang lebih baik tentang struktur pulau diperoleh ketika data geologis juga
diperhitungkan. Jika ini dilakukan, diperlukan pengelompokan elemen orografis yang
berbeda dari yang diberikan di atas, hanya berdasarkan data kartografi. Kemudian
tampak bahwa Borneo Utara Britania membentuk - bagian dari garis tren utama
Kepulauan Filipina, sementara sebagian besar pulau termasuk dalam struktur Sunda.
Pesta Palawan berakhir di Pegunungan Kinabalu dan pesta Sulu di daerah Teluk Darvel.
Kisaran Kinabalu berarah NNE-SSW terdiri dari strata pra-tersier dan tersier bawah
yang saling berlipat ganda yang diterobos oleh granodiorit Massif Kinabalu. Kisaran
berarah Timur-ke-Barat Utara Teluk Darvel juga terdiri dari batuan tersier pra-tersier
dan bawah. Lapisan tersier muda yang kurang terlipat ditemukan di sisi-sisi rentang ini
dan di cekungan di antara mereka, yang membentuk perpanjangan barat daya palung
Sulu. Kompleks British North Borneo ini memiliki kedekatan geologis dengan garis
tren Filipina, dan dipisahkan dari daratan Kalimantan oleh jalur neogene, yang
membentang melintasi pulau dari Cekungan Celebes, di Timur, hingga Labuan bajo di
pantai NW.
Bagian Sunda dari pulau terdiri dari inti benua segitiga di SW-Borneo, yang diapit oleh
cekungan tersier Sarawak di satu sisi dan cekungan tersier Divisi Selatan dan Timur
8
Kalimantan di sisi lain. Hanya bagian barat Kalimantan, yang terdiri dari segitiga
Mulller Mts -Tanjung Datu(k) – Tanjung Sambar yang merupakan massa benua biasa.
Di sebelah timurnya terdapat Cekungan Melawi dengan Tersier Bawah di fasies air
payau, FEHN (1933) juga berpendapat bahwa hanya Kalimantan Barat Daya yang dapat
disebut sebagai tanah tua ("Alte Rumpfebene"). Inti benua ini merupakan bagian dari
daratan Sunda lama. Batas utaranya dibentuk oleh kompleks pegunungan yang
membentang dari Tanjung Datu(k) melalui Gunung Niut dan Dataran Tinggi Madi
hingga Mts. Margin selatannya dibentuk oleh Schwaner Mts dan dataran rendah
pegunungan yang membentang dari sana ke Southcoast. Kedua zona marjinal daratan
Sunda tua, terlebih lagi, dicirikan oleh intrusi vulkanik dan ekstrusi berumur tersier.
Sabuk vulkanik tersier ini bersatu di Pegunungan Müller dan meluas lebih jauh ke timur
laut melalui Batuajan (1.652 m) ke Kongkemal (2.053 m), berakhir di Pegunungan
Latong yang rendah, Barat Tarakan. Di dekat tepi utara massa kontinen Kalimantan
Barat aliran basal kuarter ditemukan di sekitar Niutstock tua, dan di sepanjang tepi barat
dayanya WITKAMP telah menggambarkan beberapa gunung api kuarter, meskipun
punah, di dekat Lonigram (Murai, Beluh, Bawang Aso)
Dari Kongkemal, sebuah punggungan kompleks bercabang ke arah timur ke
Pegunungan Niapa (1.275 m) dan dari sana kompleks basement pasti jatuh di bawah
strata tersier Semenanjung Mangkalihat. Daratan Sunda menembus ke Kalimantan
seperti irisan besar, yang dasarnya (dengan lebar 600 km) di sepanjang pantai barat daya
antara Tanjung Datuk dan Tanjung Sambar, dan kemudian meluas ke timur laut ke
pulau, secara bertahap menyempit. Timur laut dari Pegunungan Schwaner itu mulai
terjun di bawah strata tersier laut, tetapi eksposur itu dapat ditelusuri lebih jauh NE, ke
Kongkemal. Kemudian meruncing ke Gunung Latong di NE-Borneo. Baji batuan pra-
tersier ini membentuk tulang punggung struktural Kalimantan Sunda. Di sebelah barat
lautnya terbentang pegunungan yang sangat tinggi, 1000-2000 m, cekung ke barat laut,
yang terdiri dari Pegunungan Kapuas dan Pegunungan Iran (atau Nieuwenhuis). Dari
Kongkemal, sebuah punggungan kompleks bercabang ke arah timur ke Pegunungan
Niapa (1.275 m) dan dari sana kompleks basement pasti jatuh di bawah strata tersier
Semenanjung Mangkalihat. Daratan Sunda menembus ke Kalimantan seperti irisan
besar, yang dasarnya (dengan lebar 600 km) di sepanjang pantai barat daya antara
Tanjung Datuk dan Tanjung Sambar, dan kemudian meluas ke timur laut ke pulau,

9
secara bertahap menyempit. Timur laut dari Pegunungan Schwaner itu mulai terjun di
bawah strata tersier laut, tetapi eksposur itu dapat ditelusuri lebih jauh NE, ke
Kongkemal. Kemudian meruncing ke Gunung Latong di NE-Borneo. Baji batuan pra-
tersier ini membentuk tulang punggung struktural Kalimantan Sunda. Di sebelah barat
lautnya terbentang pegunungan yang sangat tinggi, 1000-2000 m, cekung ke barat laut,
yang terdiri dari Pegunungan Kapuas dan Pegunungan Iran (atau Nieuwenhuis).
Pegunungan ini terdiri dari batuan laut pra-tersier dan tersier bawah yang terlipat kuat
dan terdorong ke barat laut. Hal ini dipisahkan oleh Lembah Redjang dari punggung
bukit, umumnya kurang dari 1000 m, yang juga cekung ke Barat Laut. Punggungan ini
disebut dalam buku ini sebagai "Punggungan Ularbulu". Ini adalah antiklinorium, yang
sebagian besar terdiri dari strata tersier, dan dipisahkan dari pantai Sarawak dan Brunei
oleh dataran rendah berbukit yang agak sempit.
Keduanya, Pegunungan Kapuas-Iran dan Punggungan Ularbulu, adalah pegunungan
tersier, yang termasuk dalam Sistem Pegunungan Circum-Sunda. Tenggara dan Timur
tulang punggung struktural Kalimantan, kompleks basement pra-tersier menghilang di
bawah cekungan Divisi Selatan dan Timur pulau, di mana diendapkan ribuan meter
sedimen tersier. Kompleks basement naik lagi ke arah pantai Timur, terkubur kurang
dalam di sepanjang Selat Makassar, dan tersingkap lagi di pulau-pulau kecil Pulu Laut
dan Sebuku, di sudut tenggara Kalimantan. Di cekungan tersier marginal SE dan E-
Borne ini terletak punggungan median berarah SSW-NNE. Ini dimulai dengan
Pegunungan Meratus di Selatan, yang sebagian besar terdiri dari batuan pra-tersier, dan
bergabung dengan antiklinorium Samarinda yang memisahkan distrik danau Sungai
Mahakam dari pantai. Antiklinorium Samarinda ini memiliki depresi aksial di bagian
Samarinda, di mana dipotong oleh Sungai Mahakam yang mendahuluinya, dan
kemudian sumbunya naik lagi ke utara, menuju ambang melintang, yang dibentuk oleh
sistem Kongkemal-Niapa-Mangkalihat. Pegunungan Meratus-Sarharinda ini merupakan
hasil orogenesis tersier di sisi tenggara tulang punggung struktural pulau. Ini
membentuk pasangan pegunungan tersier Sarawak di sisi barat lautnya.
Tiga sungai terbesar di Kalimantan adalah Kapuas, Barito, dan Mahakam. Sumber
Kapuas berada di Tjemaru (1.681 m) di tengah pulau. Sungai mengalir ke barat melalui
Divisi Barat, bermuara dengan beberapa cabang ke Laut Sunda dekat Pontianak. Ini
mungkin sungai terpanjang di Indonesia (1.143 km), sedikit lebih pendek dari sungai

10
Rhine di Eropa (1.320 km). Perlintasan hulunya, antara Putussibau (898 km) dan
Semitau (623 km), sebuah distrik danau berawa, yang merupakan cekungan antar
pegunungan yang dikelilingi oleh Pegunungan Kapuas atas di Utara, Pegunungan
Müller di Timur, Dataran Tinggi Madi di Selatan, dan Pegunungan Kelingkang di Barat.
Setelah memotong beberapa punggungan berarah Timur-Barat antara Semitau dan
Singkang (469 km dari muara, ia mencapai cekungan Melawi. Dari Sekadau (348 km)
sungai mengalir melalui dataran rendah pegunungan ke Tajan (182 km). Di sana ia
mencapai delta, sebidang tanah yang luas dan berawa, dengan beberapa bukit Pra-
Tersier yang terisolasi. Delta tersebut saat ini masih tumbuh dengan akresi pantai. Delta
ini memiliki luas 5.400 km persegi, menurut FEHN (1933). Saat mencapai delta rata-
rata suplai air Kapuas adalah 6000-7000 cbm per detik. Sungai terbesar kedua di
Kalimantan adalah Barito, yang bermuara di Pegunungan Müller, dari sana mengalir
900 km ke selatan, dari Muaratewe melalui Cekungan Barito yang berawa. Cekungan
ini dibingkai di sisi timur oleh Pegunungan Meratus, sementara bagian baratnya yang
luas dilalui oleh beberapa sungai penting lainnya, yang mengalir dari Pegunungan
Schwaner ke selatan. Bagian barat Cekungan Barito ini ditutupi oleh lapisan strata
tersier dan kuarter yang agak tipis, yang berangsur-angsur bertambah tebal ke arah
Barito. Ini masih merupakan daerah yang agak stabil, yang ditopang oleh kompleks
basement tanah Sunda lama, yang miring ke arah poros Cekungan Barito, yang
bergantung pada daratan lama Kalimantan Barat.
Sungai terbesar ketiga adalah Mahakam (panjang sekitar 775 km), yang naik, seperti
sungai Kapuas. di Tjenmaru di tengah pulau. Memotong sumbu pra-tersier pulau Timur
Batujan (1.652 m) dan kemudian mencapai cekungan tersier Kutai. Jalur tengahnya
melintasi dataran rendah dengan banyak danau berawa. Depresi antar pegunungan ini
dipisahkan dari depresi Barito oleh sebuah jalur berbukit yang luas dengan ketinggian
kurang dari 500 m. Setelah itu, Mahakam memotong antiklinorium Samarinda dan
mencapai, dekat ladang minyak Sanga-Sanga, delta aluvialnya. Delta ini menyebar
seperti kipas yang luas di atas laut rak, memiliki dasar 65 km dan radius sekitar 30 km.
Medan basement bagian barat dan pedalaman Borneo terdiri dari Paleozoikum dan
Mesozoikum, dan mungkin Paleogen, sedimen, metamorf, granit, dan batuan vulkanik,
dan wilayah ini berperilaku kurang lebih sebagai kraton pada waktu Kenozoikum
tengah dan akhir. Membatasi medan tua ini di timur, barat laut, dan utara adalah

11
tambahan yang lebih muda ke kerak benua: daerah yang dasarnya terdiri dari kompleks
subduksi dari Kapur Akhir, Eosen, dan Tersier tengah, masing-masing, dilapis oleh
sedimen yang lebih muda. Survei Geologi Indonesia (1970a. b) menerbitkan kompilasi
pemetaan geologi yang tersedia untuk bagian selatan Kalimantan; Wilford (1967)
menyajikan peta geologi Sabah; dan Liechti, Roe, dan Haile (1960) menyusun peta
Sarawak dan Sabah.
Batuan pra-Kapur Atas di bagian pantai Sarawak barat jauh ditafsirkan terdiri dari
melange subduksi polimik Jurassic atau Kapur Bawah. Materi tersebut dideskripsikan
secara singkat oleh Allen (1954,"slatey conglomerate" dan batuan terkaitnya) dan
Wilford (1955), dan secara panjang lebar oleh Wolfenden dan Haile (1963). juga
sebagai Formasi Serabang). Kompleks ini didominasi oleh shale, greywacke, dan
subgraywacke yang bervariasi dan dicirikan oleh lensa geser dari greenstone, batuan
ultramafik, greywacke, dan jenis batuan resisten lainnya dalam massa dasar yang sangat
terpotong dari aspek lempung, slaty, atau phyllitic. Komposisi kimia batu hijau
menyerupai abyssal tholeiite. Lensa tektonik yang terlihat pada singkapan mencapai
panjang beberapa meter, dan yang disimpulkan dari hubungan peta mencapai panjang
beberapa kilometer. Foraminifera. Radiolaria usia Jurassic atau Cretaccous terjadi
pada rijang, yang umum dan sebagian besar berwarna putih tetapi sebagian merah dan
manganifera. Melange diterobos dan bermetamorfosis kontak oleh pluton kuarsa
monzonit dari mana usia K-Ar Kapur Akhir telah diperoleh dan dilapis oleh batupasir
Kapur sangat akhir atau usia Tersier awal. Melange dengan usia yang sama mungkin
ada di bagian pedalaman dari medan melange yang luas dan formasi patahan, lebih jauh
ke timur di Sarawak, ditetapkan ke Paleogen pada peta tektonik. Sarawak barat jauh di
selatan melange ini adalah benua sebelum melange terbentuk dan terdiri dari banyak
serpih yang terdeformasi, batupasir, batuan vulkanik silikat dan menengah, dan
batugamping bawahan, bermetamorfosis dekat intrusi granit.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, sebagai berikut :
- Hukum Horizontalitas merupakan awal proses sedimentasi yang belum terkena
gaya atau perubahan dan sedimen terendapkan secara horizontal.
- Pergerakan lempeng disebabkan oleh beberapa faktor adanya lapisan cair pada
mantel bumi yg memiliki arus konveksi.adanya magma yg panas dan terdapat arus
konveksi yang menyebabkan lapisan kerak yang ada diatasnya menjadi bergerak.
- Deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran dari sebuah objek karena sebuah
diterapkan gaya (energi deformasi dalam hal ini ditransfer melalui kerja) atau
perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini ditransfer melalui panas).

3.2 Saran
Sebaiknya asisten dapat mempersiapkan materi lebih baik, dan dalam penyampaian
materi asisten tidak dapat terlalu cepat agar praktikan dapat memahami materi yang
diberikan dengan sangat baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

A. E. J. Engel., 1962. “The Ocean Basins and Margins”. USA: Princeton University

Peter C, Badgley., 1954. “Structural Methods for the Exploration Geologist”. Harper &
Brothers Publishers : New York

Hamilton, W., 1978. “Tectonics of The Indonesian Region”, USGS Prof. Paper 1078

Van Bemmelen, R.W., 1949. “The Geology of Indonesia”. The Hague Netherland Gov.
Printing Office

https://desdm.bantenprov.go.id/read/berita/297/MENGENAL-TEORI-TEKTONIK -LE
MPENG.html, (diakses pada 11 September 2021 pukul 13.35)

https://www.nationalgeographic.org/ enclopedia/cotinental-drift/, (diakses pada 11


September 2021 pukul 14.15)

https://www.gramedia.com/literasi/teori-permukaan-bumi/, (diakses pada 11 September


2021 pukul 14.34)

Samarinda, 13 September 2021


Asisensi, Praktikan,

Nur Rahman Al Chasani Ahmad Maulana


NIM. 19096011 NIM. 2009086030

14
LAMPIRAN

15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai