Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

GEOLOGI

DEFORMASI ALAM

Oleh

IZZA PUSPA RINDA 200220104006

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun
pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“DEFORMASI ALAM” tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari
berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, kepada dosen mata kuliah Geologi atas bimbingan,
pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
Geologi. Penulis juga berharap akan ada pengembangan lebih lanjut dan
memperdalam pengetahuan tentang Geologi. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Jember, Januari 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
Bab 1. Pendahuluan.................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
BAB 2. PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1 Pengertian Deformasi.....................................................................................................5
2.2 Jenis dan Bentuk Deformasi...........................................................................................9
2.2 Akibat Deformasi ALam................................................................................................16
Bab 3. Penutup.......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................22

iii
Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Geologi struktural adalah studi tentang distribusi tiga dimensi unit batuan
yangberhubungan dengan sejarah deformasi mereka. Tujuan utama geologi
strukturaladalah dengan menggunakan pengukuran geometri batuan saat ini
untukmenemukan informasi tentang sejarah deformasi bebatuan tersebut, dan
akhirnya,untuk memahami arah stres yang menghasilkan strain dan geometri yang
diamatisaat ini.
Pada 225 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di bumi ini merupakan
satukesatuan yang disebut dengan Benua Pangaea pada zaman permian.
Pergerakanlapisan bumi terus terjadi saat 200 juta tahun yang lalu pada zaman triassic

terbagimenjadi 2 Benua Laurasia dan Benua Gondwanaland. Pergerakan lapisan

bumiterjadi hingga saat ini terbagi menjadi 5 belahan benua. Perubahan


keadaanpermukaan bumi terjadi selama 4 zaman kurang lebih selama 225 juta
tahun.Lapisan litosfer terlihat seolah-olah mengapung dan selalu dalam keadaan
tidakstabil, bergerak kerena adanya beban atau adanya gaya yang bekerja
kepadanya.Salah satu tenaga endogen yang menyebabkan terjadinya pergerakan
lempengadalah deformasi

4
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Bentuk Deformasi


Deformasi adalah perubahan bentuk batuan yang disebabkan oleh gaya luar
yang bekerja pada batuan tersebut. Terdapat empat arah gaya yang menyebabkan
batuan terdeformasi, yaitu, confining stress, tensional stress, compressional stress dan
shear stress seperti terlihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Arah gaya yang menyebabkan deformasi batuan

a. Gaya Kompresi (Compressional force/Compressional Stress)


Istilah kompresi mengacu pada satu set tekanan yang diarahkan ke pusat
massa batuan. Kekuatan tekan mengacu pada tegangan tekan maksimum yang dapat
diaplikasikan pada material sebelum terjadi deformasi. Bila tegangan tekan
maksimum berada pada orientasi horisontal, maka dapat menyebabkan thrust faulting,
menghasilkan pemendekan dan penebalan bagian lapisan tersebut. Tekanan
kompresif juga bisa mengakibatkan melipatnya bentuk batu. Karena besarnya
tegangan litostatik pada lempeng tektonik, maka akan menyebabkan deformasi skala
tektonik. Gambar 1.2 memperlihatkan hasil dari gaya kompresi yang menyebabkan
penyempitan jarak sehingga menghasilkan reverse fault pada batuan.

5
Gambar 1.2 Compressive fault yang menyebabkan penyempitan jarak
sehingga menghasilkan reverse fault. Percobaan di lab (Atas) dan data seismic yang
terlihat hingga kedalaman lebihkurang 2.5 km (Bawah)

Pada gambar bagian atas terlihat compressive fault akibat untuk sakala
percobaan di lab. Sedangkan pada gambar bagian bawah adalah data kondisi bawah
permukaan tanah yang di ambil dengan data seismic yang terlihat hingga kedalaman
lebihkurang 2.5 km. Gaya kompresi ini bisa diakibatkan oleh tekanan yang dilakukan
oleh pergerakan lempeng samudera sebagai akibat dari adanya arus konveksi pada
pemekaran lantai samudera.
b. Gaya Tarik (Tendsional force/Extendsional Stress)
Selain gaya kompresi, ada juga gaya tarik yang menyebabkan adanya
penambahan ruang pada bagian yang ditarik. Gaya ini disebabkan secara tidak
langsung oleh tarikan gaya gravitasi bumi sehingga bagian masa yang tertarik ini
akan menarik bagian masa di sekitar massa tersebut. Ini terlihat jelas pada cekungan
yang sudah terisi oleh sedimen sehingga menghasilkan masa yang lebih besar, yang
akibatnya akan menyebabkan tegangan tarik di sekitar cekungan tersubut. Gambar
1.3 memperlihatkan gaya tarik yang menyebabkan patahan normal (normal fault).

6
Gambar 1.3 Percobaan pada lab dengan menggunakan gaya tarik sehingga
menghasilkan patahan normal (normal fault) pada batuan tersebut

Tahapan deformasi terjadi ketika suatu batuan mengalami peningkatan gaya


tegasan yang melampaui 3 tahapan pada deformasi batuan.
1. Deformasi yang bersifat elastis (Elastic Deformation) terjadi apabila sifat
gaya tariknya dapat berbalik (reversible).
2. Deformasi yang bersifat lentur (Ductile Deformation) terjadi apabila sifat
gaya tariknya tidak dapat kembali lagi (irreversible).
3. Retakan / rekahan (Fracture) terjadi apabila sifat gaya tariknya yang tidak
kembali lagi ketika batuan pecah/retak.

7
Gambar 1.4 Kurva hubungan tegasan (stress) dan tarikan (strain) terhadap
batuan, dimana tegasan dan tarikan semakin meningkat maka batas elastisitas akan
dilampaui dan pada akhirnya mengalami retak.

Faktor-faktor yang menyebabkan batuan/ material bereaksi, antara lain adalah:


1. Temperatur – Pada temperatur tinggi molekul molekul dan ikatannya dapat
meregang dan berpindah, sehingga batuan/material akan lebih bereaksi pada
kelenturan dan pada temperatur, material akan bersifat retas.
2. Tekanan bebas – pada material yang terkena tekanan bebas yang besar akan sifat
untuk retak menjadi berkurang dikarenakan tekanan disekelilingnya cenderung
untuk menghalangi terbentuknya retakan. Pada material yang tertekan yang
rendah akan menjadi bersifat retas dan cenderung menjadi retak.
3. Kecepatan tarikan – Pada material yang tertarik secara cepat cenderung akan
retak. Pada material yang tertarik secara lambat maka akan cukup waktu bagi
setiap atom dalam material berpindah dan oleh karena itu maka material akan
berperilaku / bersifat lentur.
4. Komposisi – Beberapa mineral, seperti Kuarsa, Olivine, dan Feldspar bersifat
sangat retas. Mineral lainnya, seperti mineral lempung, mica, dan kalsit bersifat
lentur. Hal tersebut berhubungan dengan tipe ikatan kimianya yang terikat satu
dan lainnya. Jadi, komposisi mineral yang ada dalam batuan akan menjadi suatu
faktor dalam menentukan tingkah laku dari batuan. Aspek lainnya adalah hadir
tidaknya air. Air kelihatannya berperan dalam memperlemah ikatan kimia dan
mengitari butiran mineral sehingga dapat menyebabkan pergeseran. Dengan

8
demikian batuan yang bersifat basah cenderung akan bersifat lentur, sedangkan
batuan yang kering akan cenderung bersifat retas.
2.2 Jenis dan Bentuk Deformasi
Dalam geologi dikenal 3 jenis struktur yang dijumpai pada batuan sebagai
produk dari gaya gaya yang bekerja pada batuan, yaitu:
1. Kekar (Fractures)
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu
gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara
umum dicirikan oleh: a). Pemotongan bidang perlapisan batuan; b). Biasanya terisi
mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb; c) kenampakan breksiasi.
Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter retakan/rekahan
serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut.
Kekar yang umumnya dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:
1. Shear Joint (Kekar Gerus) adalah retakan/rekahan yang membentuk pola
saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama. Kekar jenis
shear joint umumnya bersifat tertutup.
2. Tension Joint adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya
utama, Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.
3. Extension Joint (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola tegak
lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.

9
Gambar 1.5 Kekar (fracture) jenis “Shear Joints” dan “Tensional Joint”.

2. Lipatan (Folds)
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan
sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan.
Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu Lipatan Sinklin
adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah
lipatan yang cembung ke arah atas.
Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan bentuknya, lipatan dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang tetap.
2. Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu
utama.
3. Lipatan Harmonik atau Disharmonik adalah lipatan berdasarkan menerus atau
tidaknya sumbu utama.
4. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya.
5. Lipatan Chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar.
6. Lipatan Isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar.
7. Lipatan Klin Bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh
permukaan planar.

10
Gambar 1.6 Pegunungan Lipatan (Folded Mountains) sebagai hasil dar produk
tektonik (orogenesa).

11
3. Hubungan Antara Lipatan dan Patahan
Batuan yang berbeda akan memiliki sifat yang berbeda terhadap gaya tegasan
yang bekerja pada batuan batuan tersebut, dengan demikian kita juga dapat
memperkirakan bahwa beberapa batuan ketika terkena gaya tegasan yang sama akan
terjadi retakan atau terpatahkan, sedangkan yang lainnya akam terlipat. Ketika batuan
batuan yang berbeda tersebut berada di area yang sama, seperti batuan yang bersifat
lentur menutupi batuan yang bersifat retas, maka batuan yang retas kemungkinan
akan terpatahkan dan batuan yang lentur mungkin hanya melengkung atau terlipat
diatas bidang patahan. Demikian juga ketika batuan batuan yang bersifat lentur
mengalami retakan dibawah kondisi tekanan yang tinggi, maka batuan tersebut
kemungkinan terlipat sampai pada titik tertentu kemudian akan mengalami
pensesaran, membentuk suatu patahan.

Gambar 1.6 Batuan yang bersifat lentur diatas batuan yang retas yang tidak ikut
terpatahkan (kiri) dan Batuan yang bersifat lentur yang tersesarkan (dragfold).
4. Patahan/Sesar (Faults)
Patahan / sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran.
Umumnya disertai oleh struktur yang lain seperti lipatan, rekahan dsb. Adapun di
lapangan indikasi suatu sesar / patahan dapat dikenal melalui : a) Gawir sesar atau
bidang sesar; b). Breksiasi, gouge, milonit, ; c). Deretan mata air; d). Sumber air
panas; e). Penyimpangan / pergeseran kedudukan lapisan; f) Gejala-gejala struktur
minor seperti: cermin sesar, gores garis, lipatan dsb.
Sesar dapat dibagi kedalam beberapa jenis/tipe tergantung pada arah relatif
pergeserannya. Selama patahan/sesar dianggap sebagai suatu bidang datar, maka
konsep jurus dan kemiringan juga dapat dipakai, dengan demikian jurus dan
kemiringan dari suatu bidang sesar dapat diukur dan ditentukan.

12
1. Dip Slip Faults – adalah patahan yang bidang patahannya menyudut (inclined)
dan pergeseran relatifnya berada disepanjang bidang patahannya atau offset
terjadi disepanjang arah kemiringannya. Sebagai catatan bahwa ketika kita
melihat pergeseran pada setiap patahan, kita tidak mengetahui sisi yang sebelah
mana yang sebenarnya bergerak atau jika kedua sisinya bergerak, semuanya dapat
kita tentukan melalui pergerakan relatifnya. Untuk setiap bidang patahan yang
yang mempunyai kemiringan, maka dapat kita tentukan bahwa blok yang berada
diatas patahan sebagai “hanging wall block” dan blok yang berada dibawah
patahan dikenal sebagai “footwall block”.
2. Normal Faults – adalah patahan yang terjadi karena gaya tegasan tensional
horisontal pada batuan yang bersifat retas dimana “hangingwall block” telah
mengalami pergeseran relatif ke arah bagian bawah terhadap “footwall block”.
3. Horsts & Gabens – Dalam kaitannya dengan sesar normal yang terjadi sebagai
akibat dari tegasan tensional, seringkali dijumpai sesar-sesar normal yang
berpasang pasangan dengan bidang patahan yang berlawanan. Dalam kasus yang
demikian, maka bagian dari blok-blok yang turun akan membentuk “graben”
sedangkan pasangan dari blok-blok yang terangkat sebagai “horst”. Contoh kasus
dari pengaruh gaya tegasan tensional yang bekerja pada kerak bumi pada saat ini
adalah “East African Rift Valley” suatu wilayah dimana terjadi pemekaran benua
yang menghasilkan suatu “Rift”. Contoh lainnya yang saat ini juga terjadi
pemekaran kerak bumi adalah wilayah di bagian barat Amerika Serikat, yaitu di
Nevada, Utah, dan Idaho.

13
Gambar 1.7 Sesar / Patahan Normal yang disebabkan oleh gaya tegasan
tensional horisontal, dimana hangingwall bergerah kebagian bawah dari
footwall.
4. Half-Grabens – adalah patahan normal yang bidang patahannya berbentuk
lengkungan dengan besar kemiringannya semakin berkurang kearah bagian
bawah sehingga dapat menyebabkan blok yang turun mengalami rotasi.

5. Reverse Faults – adalah patahan hasil dari gaya tegasan kompresional horisontal pada
batuan yang bersifat retas, dimana “hangingwall block” berpindah relatif kearah atas
terhadap “footwall block”.

6. A Thrust Fault adalah patahan “reverse fault” yang kemiringan bidang patahannya lebih
kecil dari 150. . Pergeseran dari sesar “Thrust fault” dapat mencapai hingga ratusan
kilometer sehingga memungkinkan batuan yang lebih tua dijumpai menutupi batuan
yang lebih muda.

7. Strike Slip Faults – adalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah horisontal
mengikuti arah patahan. Patahan jenis ini berasal dari tegasan geser yang bekerja di

14
dalam kerak bumi. Patahan jenis “strike slip fault” dapat dibagi menjadi 2(dua)
tergantung pada sifat pergerakannya. Dengan mengamati pada salah satu sisi bidang
patahan dan dengan melihat kearah bidang patahan yang berlawanan, maka jika bidang
pada salah satu sisi bergerak kearah kiri kita sebut sebagai patahan “left-lateral strike-
slip fault”. Jika bidang patahan pada sisi lainnya bergerak ke arah kanan, maka kita
namakan sebagai “right-lateral strike-slip fault”. Contoh patahan jenis “strike slip fault”
yang sangat terkenal adalah patahan “San Andreas” di California dengan panjang
mencapai lebih dari 600 km.

8. Transform-Faults adalah jenis patahan “strike-slip faults” yang khas terjadi pada batas
lempeng, dimana dua lempeng saling berpapasan satu dan lainnya secara horisontal.
Jenis patahan transform umumnya terjadi di pematang samudra yang mengalami
pergeseran (offset), dimana patahan transform hanya terjadi diantara batas kedua
pematang, sedangkan dibagian luar dari kedua batas pematang tidak terjadi pergerakan
relatif diantara kedua bloknya karena blok tersebut bergerak dengan arah yang sama.
Daerah ini dikenal sebagai zona rekahan (fracture zones). Patahan “San Andreas” di
California termasuk jenis patahan “transform fault”.

15
2.3 Akibat Peristiwa Deformasi Alam
a) Gempa
Gempa bumi biasanya akan menyebabkan kerak bumi di sekitarnya
terdeformasi, baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Dalam suatu siklus
terjadinya gempa bumi, proses deformasi dapat dibagi kedalam beberapa tahapan,
yaitu: interseismik, praseismik, koseismik, dan pascaseismik. Tahapan interseismik
merupakan tahapan awal suatu siklus gempa bumi. Pada tahapan ini energi dari dalam
bumi menggerakkan lempeng, dan energi mulai terakumulasi di bagian-bagian
lempeng tempat biasanya terjadinya gempa bumi (batas antarlempeng dan sesar).
Sesaat sebelum terjadinya gempa bumi dinamakan tahapan praseismik, dan ketika
terjadinya gempa utama dinamakan tahapan koseismik.
Deformasi koseismik adalah deformasi kerak bumi yang diakibatkan oleh
gempa utama dan gempa-gempa susulannya yang besar. Deformasi ini umumnya
berupa deformasi horizontal maupun deformasi vertikal dan cakupan spasialnya
proporsional dengan magnitudo gempa tahapan ketika sisa-sisa energi gempa
terlepaskan secara perlahan dan dalam kurun waktu yang lama sampai kondisi
kembali ke tahap kesetimbangan yang baru.
Pada dasarnya ada beberapa metode geodesi yang dapat digunakan untuk
mengestimasi deformasi pascaseismik suatu gempa bumi, seperti metode InSAR.
Dalam penelitian ini, deformasi koseismik dan pascaseismik akan dipelajari
menggunakan metode yang berbasiskan pada survei pengamatan satelit GPS (Global
Positioning System). Dengan metode survei GPS ini, sejumlah monumen yang
terletak di kawasan yang dipengaruhi oleh gempa missal yang terjadi Yogyakarta
2006 dipantau perubahan koordinatnya secara teliti, sebelum, beberapa waktu
sesudah terjadinya gempa, dan dua tahun setelah gempa. Deformasi koseismik
diestimasi dari data survei GPS yang dilaksanakan pada tahun 1998 dan Juni 2006;
sedangkan deformasi pascaseismik diestimasi dari data survei Juni 2006 dan Juni
2008. Vektor pergeseran deformasi koseismik yang diperoleh, selanjutnya digunakan
untuk mengestimasi geometri sesar yang pergerakannya diperkirakan menyebabkan
terjadinya gempa Yogyakarta 2006 tersebut.

16
Berdasarkan koordinat survei GPS tahun 1998 dan Juni 2006, vektor
pergeseran deformasi koseismik pada setiap titik GPS dihitung dalam sistem
koordinat Easting (E), Northing (N), dan Tinggi Elipsoid (h) berdasarkan persamaan
berikut: E12 = E2 - E1 ; dN12 = N2 - N1 ; dh12 = h2 - h1 .......(1) Vektor pergeseran
titik yang diperoleh selanjutnya diuji tingkat signifikansinya secara statistik. Vektor
pergeseran yang lolos uji statistik, selanjutnya diasumsikan seba gai vektor
pergeseran deformasi koseismik. Vektor pergeseran horizontal yang diperoleh
ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Deformasi koseismik (horizontal) gempa Yogyakarta 2006.


Episentrum utama menurut USGS ditunjukkan dengan tanda bintang berwarna
kuning. Sesar gempa adalah perkiraan lokasi sesar yang pergerakannya menyebabkan
gempa Yogyakarta 2006.

Dari Gambar 3.1 terlihat bahwa besarnya deformasi koseismik gempa


Yogyakarta 2006 secara umum adalah sekitar 10 - 15 cm atau lebih kecil dalam
komponen horizontal. Dari arah vektorvektor pergeseran horizontal terlihat bahwa
sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 (selanjutnya akan diacu sebagai Sesar
Gempa) adalah sesar sinistral yang lokasinya berada sekitar 5 - 10 km di sebelah
timur dari lokasi Sesar Opak yang bisa digambarkan sepanjang Sungai Opak .
Vektor pergeseran horizontal deformasi koseismik yang ditentukan dari hasil
survei GPS selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi geometri sesar
penyebab gempa. Geometri dari sesar diestimasi dengan menggunakan asumsi bahwa

17
model kerak bumi homogen, linier, dan elastik (Okada, 1985). Proses estimasi
dilakukan dengan menggunakan data vektor pergeseran dari 32 titik GPS yang paling
baik. Distribusi gempa susulan digunakan sebagai pembatas (constraint) dalam proses
estimasi. Parameter geometri sesar yang diperoleh diberikan pada Tabel 1. Dari hasil
ini dapat disimpulkan bahwa sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 adalah sesar
sinistral (left-lateral).

Tabel 1. Besaran Parameter Sesar Penyebab Gempa Yogyakarta

Gambar 3.2 Simplikasi model geometri sesar penyebab gempa Yogyakarta

Gambar 3.2 memperlihatkan gambaran sederhana geometri sesar penyebab


gempa Yogyakarta 2006. Berdasarkan USGS Moment Tensor Solution, dip dan strike
sesar penyebab gempa Yogyakarta 2006 adalah 850 dan 590 ; dan berdasarkan
Harvard Moment Tensor Solution adalah 900 dan 510 (USGS, 2006). Dari hasil ini
terlihat bahwa hasil survei GPS lebih mendekati hasil yang diberikan oleh Harvard
Moment Tensor Solution.

18
Perlu dicatat di sini bahwa berdasarkan hasil estimasi, lokasi sesar penyebab
gempa Yogyakarta 2006. ini terletak sekitar 5 - 10 km sebelah timur Sesar Opak yang
digambarkan sepanjang Sungai Opak. Banyak pihak yang menganggap bahwa per
gerakan Sesar Opaklah yang menyebabkan terjadinya gempa Yogyakarta 2006.
Penelitian lebih lanjut diperlukan penyebab gempa tersebut.
Terkait dengan deformasi pascaseismik gempa Yogyakarta 2006 ini, ada
beberapa topik yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Arah pergerak - an horizontal
deformasi pascaseismik kawasan sebelah Timur Sesar Opak (Gunung Kidul) yang
berlawanan dengan arah pergerakan deformasi koseismiknya, perlu diteliti lebih
lanjut untuk diteliti lebih lanjut yang berdasarkan metode InSAR (Interferometric
Synthetic Aperture Radar) menarik untuk ditelaah dan dibandingkan dengan hasil
metode survei GPS.

b) Tsunami
Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan
terjadinya tsunami. Salah satu wilayah yang rawan terjadi tsunami adalah di laut
selatan Jawa. Tektonik pulau Jawa terbentuk akibat dari peristiwa konvergen. Di
kawasan konvergen ini lempeng tektonik IndoAustralia bergerak ke utara dengan
kecepatan sekitar 70 mm/tahun menunjam ke bawah lempeng tektonik Eurasia yang
relatif diam. Pertemuan kedua lempeng ini bersifat tumbukan. Akibat dari tumbukan
kedua lempeng tektonik ini mengakibatkan terjadinya trench (palung laut), yang
mana trench di pulau Jawa bersifat tegak lurus atau frontal. Lempeng Australia
menunjam dengan kedalaman 100-200 km di bawah pulau Jawa dan 600 km di utara
pulau Jawa. Konsekuensi tunjaman lempeng tersebut mengakibatkan kegempaan
yang tinggi dan lebih dari 20 gunung api aktif di Zona ini.
Berdasarkan hasil studi tomografi untuk daerah Busur Sunda dinyatakan
bahwa lempeng litosfer di bawah Busur Sunda bagian timur (Jawa-Flores) masih
kontinu, tetapi ada indikasi bahwa lempeng litosfer mantel bagian atas menyempit
terutama di bawah Jawa. Selain itu, ditemukan pula adanya seismic gap di selatan
Jawa yang dicirikan adanya kekosongan pusat gempa bumi. Hal tersebut

19
mengindikasikan bahwa struktur lempeng yang menunjam di bawah Busur Sunda
bagian timur lebih dalam dibandingkan dengan struktur lempeng yang menunjam di
bawah Busur Sunda bagian barat. Sudut penunjaman di bawah Busur Sunda bagian
timur sekitar 600 sedangkan di bawah Busur Sunda bagian barat sekitar 400 .
Sehingga diperkirakan bahwa dalam skala waktu geologi, umur Busur Sunda bagian
timur lebih tua sehingga lebih rigid dengan densitas lebih besar dibandingkan dengan
umur Busur Sunda bagian barat.
Beberapa sumber yang bisa menjadi pembangkit tsunami antara lain
pergerakan deformasi dasar laut arah vertikal (sesar naik atau sesar turun) dan durasi
rupture. Pergerakan vertikal lantai samudra naik (uplift) atau turun dengan cepat
sebagai respon dari gempa bumi, maka akan menaikkan dan menurunkan air laut
dalam skala besar. Karakteristik gempa tektonik yang dapat menyebabkan terjadinya
tsunami, dapat dipenuhi oleh jenis gempa tektonik di zona subduksi.

Gambar 3.3 (a) Pergerakan deformasi kerak samudra di dasar laut diikuti
pergerakan permukaan air laut (b) Bentuk pergerakan sumber tsunami di dasar laut
mengikuti deformasi bidang sesar.

Adapun parameter sesar yang berhubungan dengan deformasi bawah


permukaan ditunjukkan pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Parameter fault break

20
Energi elastik yang tersimpan di dalam bumi dilepaskan ketika terjadi gempa
bumi dan selanjutnya energi ini ditransfer menjadi gelombang tsunami. Dengan
demikian, setelah terjadi gempa bumi kemudian apakah gempa bumi tersebut dapat
memicu terjadinya tsunami atau tidak sangat bergantung pada besar energi. Rupture
gempa bumi dipengaruhi oleh energi yang dilepaskan oleh sumber gempa bumi
tersebut.

c) Abrasi
Menurut Triatmodjo (1999), apabila suatu deret gelombang bergerak menuju
pantai, gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh
proses refraksi dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah.
Refraksi terjadi dikarenakan adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak gelombang
lebih besar daripada titik didekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi
sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Difraksi
terjadi apabila suatu deret gelombang terhalang oleh rintangan seperti pemecah
gelombang atau pulau.
Refraksi dan pengaruh pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan
gelombang pecah akan menentukan tinggi gelombang dan pola (bentuk) garis puncak
gelombang di suatu tempat di daerah pantai.

21
Bab 3. Penutup

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Deformasi adalah perubahan bentuk batuan yang disebabkan oleh gaya luar
yang bekerja pada batuan tersebut. Terdapat empat arah gaya yang
menyebabkan batuan terdeformasi, yaitu, confining stress, tensional stress,
compressional stress dan shear stress
3.1.2 Tahapan deformasi terjadi ketika suatu batuan mengalami peningkatan gaya
tegasan yang melampaui 3 tahapan pada deformasi batuan yaitu Deformasi
yang bersifat elastis (Elastic Deformation), Deformasi yang bersifat lentur
(Ductile Deformation), Retakan / rekahan (Fracture).
3.1.3 Dalam geologi dikenal 3 jenis struktur yang dijumpai pada batuan sebagai
produk dari gaya gaya yang bekerja pada batuan, yaitu Kekar (Fractures), .
Lipatan (Folds), Hubungan Antara Lipatan dan Patahan, Patahan/Sesar
(Faults).
3.1.4 Akibat deformasi alam meliputi gempa, tsunami, abrasi dengan jenis
deformasi berbeda-beda

22
DAFTAR PUSTAKA

Okada, Y., 1985. Surface Deformation Due To Shear And Tensile Faults in A Half-
Space. Bulletin of the Seismological Society of America, 75(4), h. 1135-1154.

Meilano, I., Kimata, F., Fujii, N., Nakao, S., Watanabe, H., Sakai, S., Ukawa, M.,
Fujita, E., dan Kawai, K., 2003. Rapid ground deformation of the Miyakejima
volcano on 26–27 June 2000 detected by kinematic GPS analysis. Earth Planet
Space, 55, h.13-16

Noor, D. 2009. Pengantar Geologi. Jakarta: Pradnya Paramita.

23

Anda mungkin juga menyukai