Anda di halaman 1dari 31

Makalah Geomorfologi Umum

Tentang

Bentuk Lahan Denudasional

KELOMPOK 3

Raghina Yudiansyah 20045063

Rahmad Suryadi 20045034

Wulan Muhareva Putri 20045031

Yola Nuraini Amri 20045080

Dosen Pengampu :

BAYU WIJAYANTO, M.Pd

PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERITAS NEGERI PADANG (UNP)

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliahGeomorfologi
Umum. Kepada baginda kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita umat
manusia kealam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan
makalah ini. Kepada bapak selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan kepada kami selaku penulis untuk menyelesaikan penulisan ini hingga selesai tepat
pada waktu yang telah di tentukan, seterusnya kepada teman-teman Pendidikan Geografi.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
makalah ini kedepannya. Agar tugas ini dapat menambah ilmu pengetahuan.

Batusangkar,25 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................

Daftar Isi...........................................................................................................

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................

Bab II Pembahasan

A. Defenisi Bentuk Lahan Asal Denudasional............................


B. Ciri-Ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional........................................
C. Proses Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional........................
D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasional...............................................
E. Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Dendasional..................................
F. Cara Mengatasi Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional...........

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi kita ini bukanlah benda yang statis karena Permukaan bumi selalu mengalami
perubahan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari tenaga dan proses geomorfologi, baik yang
berasal dari luar bumi (eksogen bersifat degradasi dan agradasi) maupun berasal dari dalam
dalam bumi (endogen mencakup diastrofisme dan vulkanisme). Dalam membicarakan perubahan
muka bumi yang bersifat degradasi (destruktif) dan agradasi (konstruktif), terlebih dahulu
dikemukakan mengenai pengertian mengenai tenaga dan proses geomorfologi. Tenaga
geomorfologi merupakan kekuatan yang menyebabkan permukaan bumi mengalami perubahan.
Sedangkan proses geomorfologi yang maksud adalah kelangsungan perubahan sebagai akibat
dari tenaga geomorfologi.

Bentuk lahan yang ada di permukaan bumi berdasarkan proses asalnya dibagi menjadi 9,
salah satunya adalah Bentuk lahan asal denudasional. Bentuk lahan ini terjadi akibat pengaruh
dari gaya eksogen. Gaya tersebut menyebabkan permukaan bumi mengalami “perusakan” dan
pengelupasan permukaan sehingga terbentuk permukaan yang berbeda dari sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Bentuk Lahan Asal Denudasional?


2. Bagaimana ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional?
3. Bagaimana Proses terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional?
4. Apa Contoh bentuk Lahan Asal Denudasional?
5. Apa dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
6. Bagaimana mengatasi dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari bentuk lahan asal denudasional.


2. Untuk mengetahui ciri-ciri bentuk lahan asal denudasional.
3. Untuk mengetahui Proses terbentuknya bentuk lahan asal denudasional
4. Untuk mengetahui Contoh bentuk lahan asal denudasional
5. Untuk mengetahui dampak proses bentuk lahan asal denudasional
6. Untuk mengetahui cara mengatasi dAmpak dari proses bentuk lahan denudasional.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bentuk Lahan Asal Denudasional

Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi berarti
proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan
(mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi (Herlambang,
Sudarno. 2004:42). Proses degradasi cenderung menyebabkan penurunan permukaan bumi,
sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi.

Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari bagian
lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan (masswashting).

Pelapukan adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau
dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat dibagi manjadi
pelpukan fisik, dan pelapukan biotic. Pelapukan fisik merupakan proses pecahnya batuan
menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh perubahan komposisi kimia batuan.
Perubahan kimia merupakan proses berubahnya komposisi kimia batuan sehingga menghasilkan
mineral sekunder.

Factor pengontrol pelapukan adalah batuan induk, aktivitas organism, topografi, dan iklim.
Didalam evolusi bentanglahan yang menghasilkan bentuklahan dedasuonal M. W. Davis
mengemukakan adanya3 faktor yang mempengaruhi perkembangan bentuklahan struktur
geologi, proses geomorfologi, waktu. Dengan adanya factor tersebut maka dalam evolusinya,
bentuklahan melewati beberapa stadium ; stadium muda, stadium dewasa, stadium tua.

W. PENCK menganggap bahwa perkembangan bentuk lahan ditandai dengan adanya proses
evolusi lereng dari tipe “Main Slope Retreat’sehingga dalam perkembangannya kereng selalu
mundur dengan besar lereng dan bentuk lereng yang tetap dan dengan hasil akhir berupa bentuk
sisa yang meruncing (Misal INSELBERG). Akan tetapi pendapat m.w davis evolusi lereng
terjadi secara “Main Slope Decline”, yakni titik perkembangan lereng tetap, lereng lama
kelamaan menjadi kecil dan memanjang serta bentuk lereng berubah menjadi lebih panjang dan
cembung. Dengan demikian maka hasil akhir yang terjadi mempunyai bentuk berupa bukit
rendah dengan puncak membulat, dan biasanya membentuk suatu ”Naris Dataran (peneplain).

Proses denudasi merupakan proses yang cenderung mengubah bentuk permukaan bumi yang
disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah degradasi berupa pelapukan
yang memproduksi regolit dan saprolit serta proses erosi, pengangkutan dan gerakan massa.
Proses ini lebih sering terjadi pada satuan perbukitan dengan material mudah lapuk dan tak
berstruktur. Proses degradasi menyebabkan agradasi pada lerengkaki perbukitan menghasilkan
endapan koluvial dengan material tercampur. Kadang proses denudasional terjadi pula pada
perbukitan struktur dengan tingkat pelapukan tinggi, sehingga disebut satuan struktural
denudasional.

Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk), kemiringan
lereng, curah hujan dan suhu udara serta sinar matahari, dan aliran-aliran yang relatif tidak
kontinyu. Karakteristik yang terlihat di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai kasar
tergantung tingkat dedudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur, banyak
lembah-lembah kering dan erosi lereng/back erosion, penggunaan lahan tegalan atau kebun
campuran dan proses geomorfologi selalu meninggalkan bekas di lereng-lereng bukit dan terjadi
akumulasi di kaki lereng, serta kenampakan longsor lahan lebih sering dijumpai.

Umumnya bentuk lahan ini terdapat pada daerah dengan topografi perbukitan atau gunung
dengan batuan yang lunak (akibat proses pelapikan) dan beriklim basah, sehingga bentuk
strukturnya tidak nampak lagikarena adanya gerakan massa batuan. Pembagian bentuk lahan
denudasional dapat dilakukan dengan lebih rinci dengan mempertimbangkan : batuan, proses
gerak massa yang terjadi dan morfometri.
B. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional

Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:

1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.


2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.
3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan
bentuk lahan
5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi
terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.

C. Proses Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional

Denudasi meliputi proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses
pengendapan/sedimentasi.

1. Pelapukan

Pelapukan (weathering) dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti cuaca,
sehingga pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan
kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum, pelapukan diartikan
sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen, menurut Olliver(1963) pelapukan
adalah proses penyesaian kimia, mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi lingkungan di
sekitarnya. Akibat dari proses ini pada batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat
pada bagian luar dari suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung lambat,
karena telah berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama maka di beberapa tempat telah
terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga daerah-daerah yang hasil pelapukannya sangat tipis,
bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan
pada tempat yang bersangkutan ke tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil
pelapukan batuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:

A. Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang pelapisan, patahan dan retakan).
Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk,
sedangkan batuan yang tidak resisten sebaliknya. Contoh :

1.Limestone, resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.

2.Granit, resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.

B. Iklim, terutama tenperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan.Contoh :

1.Iklim kering, jenis pelapukannya fisis

2.Iklim basah, jenis pelapukannya kimia

3.Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik

C. Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap proses
pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:

1.Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah panjang dan
membesar menyebabkan batuan pecah.

2.Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat
mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang membusuk dapat pula
membantu proses pelapukan, karena pada bagian tumbuhan yang membusuk akan mengeluarkan
zat kimia yang mungkin dapat membantu menguraikan susunan kimia pada batuan. Oleh karena
itu, jenis dan jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap
pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses pelapukan terdapat hubungan yang
timbal balik.
D. Topografi

Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari atau arah
hujan, maka akan mempercepat proses pelapukan.

Jenis-jenis pelapukan ada beberapa, yaitu :

a. Pelapukan fisik (mekanis), yaitu pelapukan yang disebabkan oleh perubahan volume batuan,
dapat ditimbulkan oleh perubahan kondisi lingkungan (berkurangnya tekanan, insolasi, hidrasi,
akar tanaman, binatang, hujan dan petir), atau karena interupsi kedalam pori-pori atau patahan
batuan

b. Pelapukan kimiawi, yaitu pelapukan yang ditimbulkan oleh reaksi kimia terhadap massa
batuan. Air, oksigen dan gas asam arang mudah bereaksi dengan mineral, sehingga membentuk
mineral baru yang menyebabkan batuan cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas pelapukan kimiawi :

1. Komposisi batuan

Ada mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dana gas asam arang, ada juga yang sulit.
Bagi mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang akan cepat lapuk
daripada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan asam arang.
2. Iklim

Daerah yang mempunyai iklim basah adan panas misalnya ilim hujan tropis akan mempercepat
proses reaksi kimia, sehingga batuan menjadi cepat lapuk.

3. Ukuran batuan

Makin kecil ukuran batuan makin intensif reaksi kimia pada batuan tersebut berarti makin cepat
pelapukannya.
4. Vegetasi dan binatang

Dalam hidupnya vegetai dan binatang menghasilkan asam-asam tertentu, oksigen dan gas asam
arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Artinya vegetasi dan binatang ikut mempercepat
proses pelapukan batuan.

c. Pelapukan organik,

yaitu pelapukan yang disebabkan oleh mahkluk hidup, seperti lumut. Pengaruh yang
disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat
mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah
disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar serat
makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga garam-garaman
mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan
pohon, pembangunan maupun penambanga.

2. Gerakan massa batuan (mass wasting)

yaitu perpindahan atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di lereng oleh pengaruh
gaya berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air. Ada yang menganggap masswasting itu
sebagai bagian dari pada erosi dan ada pula yang memisahkannya. Hal ini mudah difahami
karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas, karena dalam erosi juga gaya berat batuan
itu turut bekerja.

Pada batuan yang mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar dari pada batuan
yang kering. Perbedaannya ialah bahwa pada masswasting, air hanya berjumlah sedikit dan
fungsinya bukan sebagai pengangkut, melalinkan hanya sekedar membantu memperlancar
gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan adanya tenaga pengangkut. Gerakan massa batuan
pada dasarnya disebabkan oleh adanya gayaberat/gravitasi atau gaya tarik bumi.
Faktor-faktor pengontrol mass wasting antara lain:

1. Kemiringan lereng,

Makin besar sudut kemiringan lereng dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang
terjadinya Mass Wasting, karena gaya berat semakin berat pula.

2. Relief lokal,

Terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misal kubah, perbukitan
mempunyai peluang yang besar untuk terjadinya Mass Wasting.

3. Ketebalan hancuran batuan(debris) diatas batuan dasar,

Ketebalan hancuran batuan atau Debris diatas batuan dasar makin tebal hancuran batuan
yang berada diatas batuan dasar, makin besar pula peluang untuk terjadinya Mass Wasting,
karena permukaan yang labil makin besar pula.

4. Orientasi bidang lemah dalam batuan,

Pada umumnya Mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena
orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan
bergerak.

5. Iklim

Kondisi iklim disuatu daerah akan mempengaruhi cepat atau lambatnya Mass wasting.

6. Vegetasi,

Daerah yang tertutup oleh vegetasi atau tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadinya Mass
Wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.

7. Gempa bumi,
Daerah yang sering mngalami gempa bumi cenderung labil, sehingga peluang terjadinya
Mass wasting besar.

8. Tambahan material pada bagian atas lereng

Di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat
letusan sehingga akan memperbesar peluang terjadinya Mass wasting.

Klasifikasi mass wasting:

a. Slow flowage (gerakan lambat)

Gerakan lambat meliputi rayapan dan solifluksi. Rayapan (creep) adalah pemindahan massa
batuan yang lambat hingga tidak mudah diamati.

Menurut bahan yang dipindahkan dan cara pemindahannya masih dapat diklasifikasikan
lagi menjadi:

 Rayapan tanah (soil creep):

Yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat ( <1cm/th ) menuruni lereng, sebagai akibat
gravitasi. Akibat dari adanya rayapan ini tidak jelas hanya saja pada tiang telepon, tiang listrik,
pohon-pohon menjadi miring/agak miring. Lahan seperti ini tidak baik untuk dijadikan lahan
persawahan ataupun untuk permukiman.

 Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),

Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya sama dengan soil creep,
hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi pada daerah-daerah yang
mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali.

 Rayapan batu (rock creep):

Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah besar dengan gerakannya


yang perlahan-lahan.
 Rayapan lawina batuan (rock glacier creep):

Dilihat dari segi bahannya sama dengan rock creep. Perbedaannya adalah bahwa pada
rayapan lawina, batuan tampak seperti anak-anak sungai (bercabang-cabang yang menggerakan
massa batuan tersebut menuruni lereng).

 Solifluksi

yaitu pengaliran massa batuan yang jenuh akan air. Hal ini terjadi terutama di daerah dingin
(daerah lintang tinggi dan di daerah pegunungan tinggi). Oleh karena itu, jelaslah bahwa
dalam proses ini terdapat kadar air yang tinggi, namun demikian air dalam hal ini tidak
menjadi faktor pengangkut. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk terjadinya solifluksi,
yaitu:

 Proses pelapukan berlangsung cepat


 Adanya persediaan air yang cukup, biasanya dari pencairan salju
 Adanya lereng yang curam dan tidak bervegetasi

b. Rapid flowage (gerakan cepat),

Pemindahan cepat ini disebabkan oleh adanya kadar air yang lebih tinggi, sehingga batuan/tanah
yang bergerak itu jenuh. Oleh karena itu, diperoleh kesan bahwa batuan itu mengalir.
Pemindahan secara cepat ini meliputi:

● Aliran tanah (Earth flow)

Adalah aliran massa batuan yang jenuh air menuruni lereng. Gerakan/ aliran ini dibedakan
sebagai berikut:

1. Earth Flow murni, alirannya sejajar permukaan.

2. Gabungan earth flow dan mendatar (slumping, kadang-kadang alirannya intermittent dan
mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation)

● Aliran lumpur (Mud flow)


yaitu aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah, terjadi
didaerah iklim kering.

Penyebabnya adalah:

1. Material tidak kompak, melicin jika basah.

2. Berada di lereng terjal.

3. Ada air yang bergerak.

4. Vegetasi jarang.

 Lawina hasil rombakan (Debris avalanche)

yaitu aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah,
terjadi didaerah iklim kering.

c. Very rapid flowage (gerakan sangat cepat), gerakan ini didominasi pengaruh gravitasi.Gerakan
ini meliputi slumping, debris slide, rock slide, debris fall, dan rock fall.

 slumping (nendatan) adalah merupakan gerakan massa tanah atau batuan secara terputus-
putus dan hanya menempuh jarak dengan memperlihatkan gerak berputar ke belakang,
hingga tampak pada permukaannya seperti yang disesar naikan. Seringkali tanah nedat itu
merupakan suatu rangkaian, sehingga tampak berteras-teras kecil. Penyebab slumping
yang terpenting adalah pengirisan di bawah lereng oleh sungai, gelombang atau secara
antropogenis.
 Debris slide merupakan lahan longsor yang biasa, tidak terjadi gerakan ke belakang
melainkan batuan itu berguling-guling atau meluncur ke bawah. Kadar airnya rendah.
Jika kadar airnya tinggi akan terjadi debris avalanhce.
 Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur diatas bidang batas lapisan atau bidang
retakan yang miring.
 Debris fall. Kalau lereng tempat bahan bahan rombakan itu bergerak sangat curam, maka
gerak bahan rombakan bongkah batuan bukan meluncur tetapi jatuh. Dengan demikian
gejala iti tidak dinamakan lahan longsor, melainkan dinamakan jatuhan bahan rombakan
(debris fall).
 rock fall. Apabila lereng tgak lurus, maka yang terjadi adalah rock fall.

d. Terban/ amblesan (subsidence), gerakan massa batuan tipe ini adalah ke bawah atau vertikal
tanpa disertai gerakan mendatar/horisontal. Hal ini dapat terjadi apabila atap goa bawah tanah
runtuh, ketika tidak kuat menahan lapisan batuan yang ada di bagian atas goa. Subsidence juga
bisa terjadi karena adanya tenaga tektonik yang dapat menimbulkan patahan ada kulit, sehingga
terjadi patahan. Patahan tersebut ambles ke bawah dan dapat berupa slenk.

3. Erosi

Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan terangkutnya material
bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi. Faktor yang
mempengaruhi erosi tanah antara lain sifat hujan, kemiringan lereng dari jaringan aliran air,
tanaman penutup tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan untuk menghisap
kemudian merembeskan air kelapisan yang lebih dalam.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erosi tanah adalah:

a. Iklim: Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur, kelembapan,
penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan
dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, serta besarnya kerusakan
erosi. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi beberapa kawasan juga bersama-sama
dengan temperatur, kelembaban dan penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi, sehingga
mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar investasi tanah yang secara
tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah.

b. Topografi: kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng
mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman
lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan memperbesar kecepatan aliran permukaan,
sehingga dengan demikian memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan
makin curamnya lereng.

c. Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi. Kaitannya jenis tumbuhan, aliran
permukaan dan jumlah erosi adalah seperti dalam Tabel berikut:

No.

Jenis tanah

Jenis Tumbuhan

Aliran permukaan

(% terhadap CH)

Erosi (ton/ha/th)

1.

Podsolik merah kuning

(lereng 15%)

Alang-alang

3,3

0,7

Alang-alang +semak

0,5

0,7

Albazia +semak campuran


5,8

0,7

abazia tanpa semak (umur 3 th)

71,4

79,8

Latosol (lereng 35%)

Rumput utuh

4,4

0,2

Rumput diinjak-injak

17,2

1,0

Fiscus allastica

21,4

43,1

Fiscus allastica + semak-semak

2,0

0
3.

Regosol (lereng 30%,

19%, 30%, 21%)

Alag-alang, jagung, kacang tanah

11,9

345,0

Alang-alang + gelagah

5,0

3,5

Semak lantana

2,1

5,1

Alang-alang dibakar 1 x

5,0

7,3

d. Tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur tanah.

e. Manusia. Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi tergantung bagaimana
manusia mengelolanya.
Setiap proses erosi merupakan gabungan dari beberapa subproses, yaitu dimulai dengan
pengambilan hasil pelapukan yang terangkut juga sebagai alat pengikis. Butir-butiran batuan
secara bersama-sama dalam pengangkutan, saling bersinggungan dan saling bergesekan satu
sama lain. Cara pengangkutan terhadap bahan terjadi berbeda-beda: ada yang terapung di
permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya.

Klasifikasi bentuk erosi :

 Erosi percik (splash erotion),

ialah proses percikan partikel-partikel tanah halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air
hujan terhadap tanah dalam keadaan basah (Yunianto, 1994).

 Erosi lembar (sheet erosion)

adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan atau pemindahan lapisan tanah yang hampir
merata ditanah permukaan oleh tenaga aliran perluapan. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat,
karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat
seluruh top soil akan habis.

 Erosi alur (rill erosion).

Erosi ini terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah saluran kecil (alir) yang
dalamnya <30 cm, dan terbentuk terutama dilahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini
dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam
genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.

 Erosi parit (channel erosion).

Erosi ini terbentuk sama dengan erosi alur, tetapi tenaga erosinya berupa aliran lipasan dan
alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan
pengolahan tanah secara biasa. Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah
hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing
parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya
gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.

4. Sedimentasi atau Pengendapan

Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan bahan-bahan hasil
erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi Purwantara, 2005:74).
Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material hasil erosi saja, tetapi juga dari proses
mass wasting. Namun kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena kecepatan
tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan tenaga alam yang
mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai (floodplain dan delta), air laut,
angin, dan geltsyer.

D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasional

1. Pegunungan Denudasional

Karakteristik umum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat curam
(55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500 m.Mempunyai
lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yng dominan adalah proses
pendalaman lembah (valley deepening).

2. Perbukitan Denudasional

Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 > 55%,
perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga kecil tergantung pada
kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami maupun tata guna lahan. Salah satu contoh
adalah pulau Berhala, hamper 72,54 persen pulau tersebut merupakan perbukitan dengan luas
38,19 ha. Perbukitan yang berada di pulau tersebut adalah perbukitan denudasional terkikis
sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga terbentuk lereng-lereng
yang sangat curam.
3. Dataran Nyaris (Peneplain)

Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus menerus, maka
permukaan lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan yang
hamper datar yang disebut dataran nyaris (peneplain). Dataran nyaris dikontrol oleh batuan
penyusunan yang mempunyai struktur berlapis (layer). Apabila batuan penyusun tersebut masih
dan mempunyai permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut permukaan planasi.

4. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)

Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan mundur akibat proses denudasi dan
lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan meninggalkan bentuk sisa dengan lereng
dinding yang curam. Bukit sisah terpisah atau inselberg tersebut berbatu tanpa penutup lahan
(barerock) dan banyak singkapan batuan (outcrop). Kenampakan ini dapat terjadi pada
pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan/perbukitan, dan
mempunyai bentuk membulat. Apabila bentuknya relative memanjang dengan dinding curam
tersebut monadnock.

5. Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvial van)

Mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (350). Secara individu
fragmen batuan bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya cliff dan
batuan yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut (apex)
sedangkan fragmen yang kasar meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut
talus.

6. Lereng Kaki (Foot slope)

Mempunyai daerah memanjang dan relatif sermpit terletak di suatu pegunungan/perbukitan


dengan topografi landai hingga sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi pada kaki pegunungan dan
lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan lereng kaki langsung berada pada batuan induk
(bed rok). Dipermukaan lereng kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya
yang diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih rendah.
7. Lahan Rusak (Bad land)

Merupakan daerah yang mempunyai topografi dengan lereng curam hingga sangat curam
dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah yang dalam dan berdinding
curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses erosi parit (gully erosion) sangat
aktif sehingga banyak singkapan batuan muncul ke permukaan (rock outcrops).

E. Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional

Proses bentuk lahan denudasional adalah erosi, mass wasting, dan juga pelapukan. Ketiga proses
tersebut memberikan dampak atau pengaruh bagi lahan di permukaan bumi. Selain,
menyebabkan terbentuknya lahan baru seperti yang telah dijelaskan di atas (contoh satuan bentuk
lahan asal denudasional), ketiga proses tersebut juga membawa dampak lain.

Dampak Erosi

Akibat yang ditimbulkan erosi beragam dan dampaknya sangat luas, diantaranya :

1. Penurunan Produktivitas tanah akibat hilangnya bahan organik yang terkandung di dalam
tanah. Bahan organik tersebut merupakan bahan utama penentu kesuburan tanah.
2. Terjadinya pemadatan tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunnan kapasitas
infiltrasi tanah.
3. Terjadinya pengendapan bahan endapan pada sumber-sumber air, danau, dan bendungan
sehingga terjadi pendangkalan.
4. Terjadinya banjir di bagian hilir sungai akibat pendangkalan.
5. Memperluas daratan di bumi.

Erosi yang terjadi di daerah pegunungan materialnya akan dibawa ke laut dan mengendap di
dasar laut. Peristiwa seperti ini telah berlangsung jutaan tahun lamanya sehingga endapan yang
terbentuk semakin lama semakin luas dan tebal yang akhirnya membentuk daratan.
Dampak Pelapukan

1. Pemicu gerak massa batuan


2. Terjadinya Degradasi permukaan lahan
3. Memunculkan habitat

Dengan adanya pelapukan terhadap batuan, terbentuklah tanah sehingga memunngkinkan


tumbuh-tumbuhan hidup di atas tanah tersebut

4. Rusaknya struktur batuan sehingga terbentuk bentukan baru pada permukaan bumi. Bentuk-
bentuk yang dihasilkan oleh pelapukan, yaitu :

a) Differential Watering

Istilah ini digunakan bagi semua jenis pelapukan yang melubangi bagian-bagian yang
lunak dari massa batuan. Hasilnya dapat berupa cekungan atau jalur torehan atau menimbulkan
relief yang kuat pada berkas-berkas endapan yang terdiri dari materi yang tahan terhadap
desintegrasi dan dekomposisi.

b) Demoiselles

Bentuk yang dihasilkan kadang-kadang terdapat pada glacial till, materi-materi yang kecil
dihilangkan karena materi tersebut tertutup oleh batuan resisten yang selanjutnya akan berupa
pilar-pilar yang bagian atasnya mendapat penutup batuan yang keras tersebut.

c) Boulders

Kadang-kadang batuan mempunyai pola beririsan sehingga berbentuk blok-blok yang


berbentuk romboedris. Retakan-retakan itu demikian sempit sehingga sukar dilihat sepintas lalu,
tetapi hal ini bukan suatu halangan untuk terjadi pelapukan. Sudut-sudut atau rusuk-rusuk lebih
cepat mengalami penumpukan sehingga terjadi tumpukan-tumpukan batuan yang berbentuk oval,
batuan yang berbentuk oval tersebut yang disebut Boulders.
Dampak Mass Wasting

1. Gerak massa batuan dapat mendorong dan menyebabkan bencana tanah longsor apabila
didukung oleh terganggunya kestabilan pada tanah.

2. Pengendapan atau sedimentasi di daerah bagian bawah.

3. Pembalikan lapisan tanah

Dampak Sedimentasi

1. Terjadi pendangkalan di DAS, danau, dan bendungan

2. Banjir akibat pendangkalan di daerah hilir sungai

3. Pengendapan secara terus menerus menyebabkan terbentuknya beberapa bentukan alam


antara lain : kipas alluvial, meander, dataran banjir, delta, gosong, nehrung, haff, tombolo, gurun
pasir, dan lain-lain.

F. Cara Mengatasi Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional

a. Upaya Pengendalian Erosi

Erosi tidak dapat dicegah secara sempurna karena merupakan proses alam. Pencegahan erosi
merupakan usaha pengendalian terjadinya erosi yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan
bencana. Ada banyak cara untuk mengendalikan erosi antara lain :

1. Pengolahan Tanah.

Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman yang
teratur akan mengurangi tingkat erosi

2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi


Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat mengurangi
erosi air sungai

3. Penghutanan Kembali

Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah rusak

4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat air laut.

5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang

Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau gelombang.

6. Pembuatan Teras Tanah Lereng

Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi

b. Cara untuk mencegah gerakan massa batuan antara lain:

1. Menanami lereng dengan tumbuhan terutama yang berakar tunjang/dihutankan.

2. Membuat teras-teras pada lereng.

3. Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.

4. Apabila bagian bawah lereng dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan saluran
pembuangan air di bawah tanah.

5. Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan(bidang batas
batuan/bidang retakan)
c. Cara mengatasi sedimentasi

1. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena


sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan demikian
banjir dapat dikurangi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bentuk lahan asal denudasional merupakan suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-
proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses sedimentasi yang terjadi
karena agradasi atau degradasi.

2. Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:

-Relief sangat jelas,

-Tidak ada gejala struktural

-Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain

-Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan bentuk
lahan

-Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan.

3. Bentuk lahan asal denudasional disebabkan oleh tenaga eksogen, yaitu : Erosi, Pelapukan, dan
gerak massa batuan atau mass wasting serta pengendapan.

4. Adapun satuan bentuk lahan asal denudasioanal adalah

- Pegunungan denudasional

- Perbukitan denudasional

- Dataran nyaris (peneplain)

- Perbukitan Sisa terpisah


- Kerucut talus

- Lereng kaki

- Lahan rusak

5. Dampak dari proses eksogen adalah membentuk lahan asal denudasional Selain itu erosi dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas tanah, pemandatan tanah, pendangkalan pada sumber
air, perluasan daratan, dan pembalikan lapisan tanah. Untuk pelapukan mengakibatkan rusaknya
struktur batuan dan tanah, pemicu mass wasting, menimbulkan habitat baru, dan degradasi lahan.
Sedangkan mass wasting berpengaruh terhadap terjadinya bahaya longsor, pembalikan tanah,
dan sedimentasi pada bagian bawah. Sedimentasi berdampak pada pendangkalan dan
pembentukan bentukan alam yang baru.

B. Saran

Tenaga eksogen meupakan peristiwa alam yang pasti terjadi, namun membawa dampak negatif
oleh sebab itu diperlukan upaya penanggulangan. Penanggulangan harus dilakukan oleh semua
pihak. Adapun upaya penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pengolahan Tanah

Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman yang
teratur akan mengurangi tingkat erosi

2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi

Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat mengurangi
erosi air sungai

3. Penghutanan Kembali

Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah rusak
4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat air laut

5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang

Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau gelombang

6. Pembuatan Teras Tanah Lereng

Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi

7. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena


sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan demikian
banjir dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2013, BloggerNine Bentuk Lahan Asal Denudasional.htm,(online),


(qusuth.wordpress.com/2008/06/10/ diakses 21 Maret 2013)

Anonym. 2013, yoeyhan febryani SATUAN BENTUKLAHAN BERDASARKAN PROSES


PEMBENTUKANNYA.htm (online), (balitbang.riau.go.id/index.php?bahasa=&litban...diakses
21 oktober 2013)

Ginting, P. dkk. 2007. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta:Erlangga

Hestiyanto, Yusman. 2005. Geografi SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira

Purwantara, Suhadi dan Shina.2004. Panduan Pembelajaran Geografi SMA/MA Kelas X.


Surakarta:Mediatama..

Anda mungkin juga menyukai