Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BENTANG LAHAN ASAL DENUDASIONAL

Oleh :

Nama Mahasiswa : Rachmad Wirawan

Nim : 140722603742

Mata Kuliah : Geomorfologi Dasar

Dosen Pengampu : Sudarno Herlambang,M.Si

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
JANUARI 2014

1
Kata Pengantar

Kajian Geomorfologi merupakan komponen dasar kajian ilmu Geografi. Dalam hal
ini makalah disusun untuk mendukung kajian Geomorfologi tentang Bentuk Lahan Asal
Proses Denudasional.

Topik bahasan makalah Denudasional diantaranya penjelasan mengenai Bentuk


Lahan Asal Proses Denudasional berupa pelapukan, erosi, masswasasting, sedimentasi dan
dampaknya serta cara mengatasi dampak tersebut.

Pada akhirnya, penyusun menyadari perkembangan ilmu akan terus berkembang,


untuk menyempurnakan makalah Denudasional ini penyusun mengharap saran dan kritik
untuk perbaikan.

Malang, 29 Oktober 2014

Tim penyusun

2
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………...…………………

Dftar isi…………………………………………………………………...………………….

BAB I Pendahuluan……………………………………………………..………………….

A. Latar Belakang……………………………………………………..………………...
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..…………….....
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………….………………

BAB II Pembahasan………………………………………………………..………………

A. Devinisi Bentuk Lahan Asal Denudasional……………………………….…….......


B. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional…………………………………..…..….
C. Proses Terbentuknya Lahan Asal Denudasional………………….…………………
1. Pelapukan……………………………………………………………………..…
2. Gerak Masa Batuan (Mass Wasting)………………………………………….…
3. Erosi……………………………………………………………………………...
4. Sedimentasi(pengendapan)………………………………………………………
D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasional……………………………………………
E. Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional…………………………………..
F. Cara Mengatasi Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional…………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………………………………...

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi kita ini bukanlah benda yang statis karena Permukaan bumi selalu mengalami
perubahan dari waktu ke waktu sebagai akibat dari tenaga dan proses geomorfologi, baik
yang berasal dari luar bumi (eksogen bersifat degradasi dan agradasi) maupun berasal dari
dalam dalam bumi (endogen mencakup diastrofisme dan vulkanisme). Dalam membicarakan
perubahan muka bumi yang bersifat degradasi (destruktif) dan agradasi (konstruktif), terlebih
dahulu dikemukakan mengenai pengertian mengenai tenaga dan proses geomorfologi. Tenaga
geomorfologi merupakan kekuatan yang menyebabkan permukaan bumi mengalami
perubahan. Sedangkan proses geomorfologi yang maksud adalah kelangsungan perubahan
sebagai akibat dari tenaga geomorfologi.

Bentuk lahan yang ada di permukaan bumi berdasarkan proses asalnya dibagi menjadi
9, salah satunya adalah Bentuk lahan asal denudasional. Bentuk lahan ini terjadi akibat
pengaruh dari gaya eksogen. Gaya tersebut menyebabkan permukaan bumi mengalami
“perusakan” dan pengelupasan permukaan sehingga terbentuk permukaan yang berbeda dari
sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Bentuk Lahan Asal Denudasional?

2. Bagaimana ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional?

3. Bagaimana Proses terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional?

4. Apa Contoh bentuk Lahan Asal Denudasional?

5. Apa dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?

6. Bagaimana mengatasi dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?

4
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari bentuk lahan asal denudasional.

2. Untuk mengetahui ciri-ciri bentuk lahan asal denudasional.

3. Untuk mengetahui Proses terbentuknya bentuk lahan asal denudasional

4. Untuk mengetahui Contoh bentuk lahan asal denudasional

5. Untuk mengetahui dampak proses bentuk lahan asal denudasional

6. Untuk mengetahui cara mengatasi dampak dari proses bentuk lahan denudasional

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bentuk Lahan Asal Denudasional

Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi
berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi,
gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau
degradasi (Herlambang, Sudarno. 2004:42). Proses degradasi cenderung menyebabkan
penurunan permukaan bumi, sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi.

Denudasi meliputi dua proses utama yaitu Pelapukan dan perpindahan material dari
bagian lereng atas ke lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan (masswashting).
Pelapukan adalah proses berubahnya sifat fisik dan kimia batuan di permukaan dan atau
dekat permukaan bumi tanpa di sertai perpindahan material. Pelapukan dapat dibagi manjadi
pelpukan fisik, dan pelapukan biotik. Pelapukan fisik merupakan proses pecahnya batuan
menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa diikuti oleh perubahan komposisi kimia batuan.
Perubahan kimia merupakan proses berubahnya komposisi kimia batuan sehingga
menghasilkan mineral sekunder. Faktor pengontrol pelapukan adalah batuan induk, aktivitas
organism, topografi, dan iklim. Didalam evolusi bentanglahan yang menghasilkan
bentuklahan dedasuonal M. W. Davis mengemukakan adanya3 faktor yang mempengaruhi
perkembangan bentuklahan struktur geologi, proses geomorfologi, waktu. Dengan adanya
factor tersebut maka dalam evolusinya, bentuklahan melewati beberapa stadium ; stadium
muda, stadium dewasa, stadium tua.

W. PENCK menganggap bahwa perkembangan bentuk lahan ditandai dengan adanya


proses evolusi lereng dari tipe “Main Slope Retreat’sehingga dalam perkembangannya kereng
selalu mundur dengan besar lereng dan bentuk lereng yang tetap dan dengan hasil akhir
berupa bentuk sisa yang meruncing (Misal INSELBERG). Akan tetapi pendapat m.w davis
evolusi lereng terjadi secara “Main Slope Decline”, yakni titik perkembangan lereng tetap,
lereng lama kelamaan menjadi kecil dan memanjang serta bentuk lereng berubah menjadi
lebih panjang dan cembung. Dengan demikian maka hasil akhir yang terjadi mempunyai
bentuk berupa bukit rendah dengan puncak membulat, dan biasanya membentuk suatu Nyaris
Dataran (peneplain).

6
Proses denudasi merupakan proses yang cenderung mengubah bentuk permukaan
bumi yang disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah degradasi berupa
pelapukan yang memproduksi regolit dan saprolit serta proses erosi, pengangkutan dan
gerakan massa. Proses ini lebih sering terjadi pada satuan perbukitan dengan material mudah
lapuk dan tak berstruktur. Proses degradasi menyebabkan agradasi pada lerengkaki
perbukitan menghasilkan endapan koluvial dengan material tercampur. Kadang proses
denudasional terjadi pula pada perbukitan struktur dengan tingkat pelapukan tinggi, sehingga
disebut satuan struktural denudasional.

Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk), kemiringan
lereng, curah hujan dan suhu udara serta sinar matahari, dan aliran-aliran yang relatif tidak
kontinyu. Karakteristik yang terlihat di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai
kasar tergantung tingkat dedudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur,
banyak lembah-lembah kering dan erosi lereng/back erosion, penggunaan lahan tegalan atau
kebun campuran dan proses geomorfologi selalu meninggalkan bekas di lereng-lereng bukit
dan terjadi akumulasi di kaki lereng, serta kenampakan longsor lahan lebih sering dijumpai.
Umumnya bentuk lahan ini terdapat pada daerah dengan topografi perbukitan atau gunung
dengan batuan yang lunak (akibat proses pelapikan) dan beriklim basah, sehingga bentuk
strukturnya tidak nampak lagi karena adanya gerakan massa batuan. Pembagian bentuk lahan
denudasional dapat dilakukan dengan lebih rinci dengan mempertimbangkan : batuan, proses
gerak massa yang terjadi dan morfometri.

B. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional

Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:

1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.

2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.

3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain

4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan
bentuk lahan

5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi
terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.

7
C. Proses Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional

Denudasi meliputi proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses
pengendapan/sedimentasi.

1. Pelapukan

Pelapukan (weathering) dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti
cuaca, sehingga pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat
(fisis dan kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum, pelapukan
diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen, menurut
Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia, mineral dan sifat fisik batuan
terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Akibat dari proses ini pada batuan terjadi
perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada bagian luar dari suatu bongkah batuan.
Meskipun proses pelapukan ini berlangsung lambat, karena telah berjalan dalam jangka
waktu yang sangat lama maka di beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada
juga daerah-daerah yang hasil pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali,
hal ini terjadi sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan
ke tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil pelapukan batuan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:

A. Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang pelapisan, patahan dan retakan).
Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk,
sedangkan batuan yang tidak resisten sebaliknya. Contoh :

1. Limestone, resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.

2. Granit, resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.

B. Iklim, terutama tenperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan.Contoh :

1. Iklim kering, jenis pelapukannya fisis

2. Iklim basah, jenis pelapukannya kimia

3. Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik

C. Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap proses
pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
8
1. Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah panjang
dan membesar menyebabkan batuan pecah.

2. Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia yang


dapat mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang membusuk dapat
pula membantu proses pelapukan, karena pada bagian tumbuhan yang membusuk akan
mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat membantu menguraikan susunan kimia pada
batuan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar
pengaruhnya terhadap pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses
pelapukan terdapat hubungan yang timbal balik.

D. Topografi

Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari atau arah
hujan, maka akan mempercepat proses pelapukan.

 Jenis-jenis pelapukan ada beberapa, yaitu :

a. Pelapukan fisik (mekanis), yaitu pelapukan yang disebabkan oleh perubahan volume
batuan, dapat ditimbulkan oleh perubahan kondisi lingkungan (berkurangnya tekanan,
insolasi, hidrasi, akar tanaman, binatang, hujan dan petir), atau karena interupsi kedalam pori-
pori atau patahan batuan

b. Pelapukan kimiawi, yaitu pelapukan yang ditimbulkan oleh reaksi kimia terhadap massa
batuan. Air, oksigen dan gas asam arang mudah bereaksi dengan mineral, sehingga
membentuk mineral baru yang menyebabkan batuan cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas pelapukan kimiawi :

1. Komposisi batuan

Ada mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang, ada juga
yang sulit. Bagi mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang
akan cepat lapuk daripada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan asam
arang.

2. Iklim

Daerah yang mempunyai iklim basah adan panas misalnya ilim hujan tropis akan
mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan menjadi cepat lapuk.

9
3. Ukuran batuan

Makin kecil ukuran batuan makin intensif reaksi kimia pada batuan tersebut berarti
makin cepat pelapukannya.

4. Vegetasi dan binatang

Dalam hidupnya vegetai dan binatang menghasilkan asam-asam tertentu, oksigen dan
gas asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Artinya vegetasi dan binatang
ikut mempercepat proses pelapukan batuan.

c. Pelapukan organik,

yaitu pelapukan yang disebabkan oleh mahkluk hidup, seperti lumut. Pengaruh yang
disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat
mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak
tanah disekitarnya. Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar-
akar serat makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga
garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan dalam pelapukan melalui
aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun penambangan.

2. Gerakan massa batuan (mass wasting)

yaitu perpindahan atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di lereng oleh
pengaruh gaya berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air. Ada yang menganggap
masswasting itu sebagai bagian dari pada erosi dan ada pula yang memisahkannya. Hal ini
mudah difahami karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas, karena dalam erosi
juga gaya berat batuan itu turut bekerja pula.

Pada batuan yang mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar dari pada
batuan yang kering. Perbedaannya ialah bahwa pada masswasting, air hanya berjumlah
sedikit dan fungsinya bukan sebagai pengangkut, melainkan hanya sekedar membantu
memperlancar gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan adanya tenaga pengangkut.
Gerakan massa batuan pada dasarnya disebabkan oleh adanya gayaberat/gravitasi atau gaya
tarik bumi.

Faktor-faktor pengontrol mass wasting antara lain:

10
1. Kemiringan lereng,

Makin besar sudut kemiringan lereng dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang
terjadinya Mass Wasting, karena gaya berat semakin berat pula.

2. Relief lokal,

Terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misal kubah, perbukitan
mempunyai peluang yang besar untuk terjadinya Mass Wasting.

3. Ketebalan hancuran batuan(debris) diatas batuan dasar,

Ketebalan hancuran batuan atau Debris diatas batuan dasar makin tebal hancuran batuan yang
berada diatas batuan dasar, makin besar pula peluang untuk terjadinya Mass Wasting, karena
permukaan yang labil makin besar pula.

4. Orientasi bidang lemah dalam batuan,

Pada umumnya Mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam batuan, karena
orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan
bergerak.

5. Iklim,

Kondisi iklim disuatu daerah akan mempengaruhi cepat atau lambatnya Mass wasting.

6. Vegetasi,

Daerah yang tertutup oleh vegetasi atau tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadinya Mass
Wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.

7. Gempa bumi,

Daerah yang sering mengalami gempa bumi cenderung labil, sehingga peluang terjadinya
Mass wasting besar.

8. Tambahan material pada bagian atas lereng

Di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat
letusan sehingga akan memperbesar peluang terjadinya Mass wasting.

Klasifikasi mass wasting:

a. Slow flowage (gerakan lambat)

11
Gerakan lambat meliputi rayapan dan solifluksi. Rayapan (creep) adalah pemindahan massa
batuan yang lambat hingga tidak mudah diamati.

Menurut bahan yang dipindahkan dan cara pemindahannya masih dapat

diklasifikasikan lagi menjadi:

● Rayapan tanah (soil creep):

Yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat ( <1cm/th ) menuruni lereng, sebagai
akibat gravitasi. Akibat dari adanya rayapan ini tidak jelas hanya saja pada tiang telepon,
tiang listrik, pohon-pohon menjadi miring/agak miring. Lahan seperti ini tidak baik untuk
dijadikan lahan persawahan ataupun untuk permukiman.

● Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),

Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya sama dengan soil
creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi pada daerah-daerah
yang mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali.

● Rayapan batu (rock creep):

Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah besar dengan gerakannya


yang perlahan-lahan.

● Rayapan lawina batuan (rock glacier creep):

Dilihat dari segi bahannya sama dengan rock creep. Perbedaannya adalah bahwa pada
rayapan lawina, batuan tampak seperti anak-anak sungai (bercabang-cabang yang
menggerakan massa batuan tersebut menuruni lereng).

● Solifluksi, yaitu pengaliran massa batuan yang jenuh akan air. Hal ini terjadi terutama di
daerah dingin (daerah lintang tinggi dan di daerah pegunungan tinggi). Oleh karena itu,
jelaslah bahwa dalam proses ini terdapat kadar air yang tinggi, namun demikian air dalam
hal ini tidak menjadi faktor pengangkut. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk
terjadinya solifluksi, yaitu:

Proses pelapukan berlangsung cepat


Adanya persediaan air yang cukup, biasanya dari pencairan salju
Adanya lereng yang curam dan tidak bervegetasi

b. Rapid flowage (gerakan cepat),


12
Pemindahan cepat ini disebabkan oleh adanya kadar air yang lebih tinggi, sehingga
batuan/tanah yang bergerak itu jenuh. Oleh karena itu, diperoleh kesan bahwa batuan itu
mengalir. Pemindahan secara cepat ini meliputi:

● Aliran tanah (Earth flow)

Adalah aliran massa batuan yang jenuh air menuruni lereng. Gerakan/ aliran ini dibedakan
sebagai berikut:

1. Earth Flow murni, alirannya sejajar permukaan.

2. Gabungan earth flow dan mendatar (slumping, kadang-kadang alirannya intermittent dan
mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation)

● Aliran lumpur (Mud flow)

yaitu aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah,
terjadi di daerah iklim kering.

Penyebabnya adalah:

1. Material tidak kompak, melicin jika basah.

2. Berada di lereng terjal.

3. Ada air yang bergerak.

4. Vegetasi jarang.

● Lawina hasil rombakan (Debris avalanche)

yaitu aliran hancuran batuan halus yang bercampur dengan air melalui lembah-lembah,
terjadi didaerah iklim kering.

c. Very rapid flowage (gerakan sangat cepat), gerakan ini didominasi pengaruh
gravitasi.Gerakan ini meliputi slumping, debris slide, rock slide, debris fall, dan rock fall.

Slumping (nendatan) adalah merupakan gerakan massa tanah atau batuan secara
terputus-putus dan hanya menempuh jarak dengan memperlihatkan gerak berputar ke
belakang, hingga tampak pada permukaannya. Seringkali tanah nedat itu merupakan
suatu rangkaian, sehingga tampak berteras-teras kecil. Penyebab slumping yang
terpenting adalah pengirisan di bawah lereng oleh sungai, gelombang atau secara
antropogenis.

13
Debris slide merupakan lahan longsor yang biasa, tidak terjadi gerakan ke belakang
melainkan batuan itu berguling-guling atau meluncur ke bawah. Kadar airnya rendah.
Jika kadar airnya tinggi akan terjadi debris avalanhce.
Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur diatas bidang batas lapisan atau bidang
retakan yang miring.
Debris fall. Kalau lereng tempat bahan bahan rombakan itu bergerak sangat curam,
maka gerak bahan rombakan bongkah batuan bukan meluncur tetapi jatuh. Dengan
demikian gejala iti tidak dinamakan lahan longsor, melainkan dinamakan jatuhan
bahan rombakan (debris fall).
rock fall. Apabila lereng tgak lurus, maka yang terjadi adalah rock fall.

d. Terban/ amblesan (subsidence), gerakan massa batuan tipe ini adalah ke bawah atau
vertikal tanpa disertai gerakan mendatar/horisontal. Hal ini dapat terjadi apabila atap goa
bawah tanah runtuh, ketika tidak kuat menahan lapisan batuan yang ada di bagian atas goa.
Subsidence juga bisa terjadi karena adanya tenaga tektonik yang dapat menimbulkan patahan
ada kulit, sehingga terjadi patahan. Patahan tersebut ambles ke bawah dan dapat berupa slenk.

3. Erosi

Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan terangkutnya
material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi.
Faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara lain sifat hujan, kemiringan lereng dari
jaringan aliran air, tanaman penutup tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan dispersi
dan untuk menghisap kemudian merembeskan air kelapisan yang lebih dalam.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erosi tanah adalah:

Iklim: Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur,
kelembapan, penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi
hujan menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
permukaan, serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport dalam
erosi beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur, kelembaban dan
penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air
dalam tanah yang berarti memperbesar investasi tanah yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah.

14
Topografi: kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah
lereng mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen.
Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan memperbesar
kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian memperbesar daya angkut
air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin curamnya lereng.
Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi
Tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur tanah.
Manusia. Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi tergantung
bagaimana manusia mengelolanya.

Setiap proses erosi merupakan gabungan dari beberapa subproses, yaitu dimulai dengan
pengambilan hasil pelapukan yang terangkut juga sebagai alat pengikis. Butir-butiran batuan
secara bersama-sama dalam pengangkutan, saling bersinggungan dan saling bergesekan satu
sama lain. Cara pengangkutan terhadap bahan terjadi berbeda-beda: ada yang terapung di
permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya.

Klasifikasi bentuk erosi :

a. Erosi percik (splash erotion),

Proses percikan partikel-partikel tanah halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan
terhadap tanah dalam keadaan basah (Yunianto, 1994).

b. Erosi lembar (sheet erosion)

Erosi yang terjadi karena pengangkutan atau pemindahan lapisan tanah yang hampir
merata ditanah permukaan oleh tenaga aliran perluapan. Erosi ini sepintas lalu tidak
terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena
pada suatu saat seluruh top soil akan habis.

c. Erosi alur (rill erosion).

Erosi ini terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah saluran kecil (alir) yang
dalamnya <30 cm, dan terbentuk terutama dilahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi
ini dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka
bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut.
Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.

15
d. Erosi parit (channel erosion).

Erosi ini terbentuk sama dengan erosi alur, tetapi tenaga erosinya berupa aliran
lipasan dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalam sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah secara biasa. Parit-parit yang besar sering masih
terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar
parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya
dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan
pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.

4. Sedimentasi atau Pengendapan

Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan bahan-


bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi Purwantara,
2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material hasil erosi saja, tetapi
juga dari proses mass wasting. Namun kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi
terjadi karena kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan
tenaga alam yang mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai
(floodplain dan delta), air laut, angin, dan geltsyer.

D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasioal

1. Pegunungan Denudasional

Karakteristik umum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat curam
(55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500
m.Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yng dominan
adalah proses pendalaman lembah (valley deepening).

2. Perbukitan Denudasional

Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 >
55%, perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga kecil
tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup baik alami maupun tata guna lahan.

16
Salah satu contoh adalah pulau Berhala, hampir 72,54 persen pulau tersebut merupakan
perbukitan dengan luas 38,19 ha. Perbukitan yang berada di pulau tersebut adalah perbukitan
denudasional terkikis sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga
terbentuk lereng-lereng yang sangat curam.

3. Dataran Nyaris (Peneplain)

Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus menerus, maka
permukaan lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan
yang hampir datar yang disebut dataran nyaris (peneplain). Dataran nyaris dikontrol oleh
batuan penyusunan yang mempunyai struktur berlapis (layer). Apabila batuan penyusun
tersebut masih dan mempunyai permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut permukaan
planasi.

4. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)

Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan mundur akibat proses


denudasi dan lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan meninggalkan bentuk
sisa dengan lereng dinding yang curam. Bukit sisah terpisah atau inselberg tersebut berbatu
tanpa penutup lahan (barerock) dan banyak singkapan batuan (outcrop). Kenampakan ini
dapat terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok
pegunungan/perbukitan, dan mempunyai bentuk membulat. Apabila bentuknya relative
memanjang dengan dinding curam tersebut monadnock.

5. Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvial van)

Mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (350). Secara


individu fragmen batuan bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya
cliff dan batuan yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut
(apex) sedangkan fragmen yang kasar meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah
kerucut talus.

6. Lereng Kaki (Foot slope)

Mempunyai daerah memanjang dan relatif sermpit terletak di suatu


pegunungan/perbukitan dengan topografi landai hingga sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi
pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan lereng kaki
langsung berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan lereng kaki terdapat fragmen

17
batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih
rendah.

7. Lahan Rusak (Bad land)

Merupakan daerah yang mempunyai topografi dengan lereng curam hingga sangat
curam dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah yang dalam dan
berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses erosi parit (gully
erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan batuan muncul ke permukaan (rock
outcrops).

E. Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional

Proses bentuk lahan denudasional adalah erosi, mass wasting, dan juga pelapukan.
Ketiga proses tersebut memberikan dampak atau pengaruh bagi lahan di permukaan bumi.
Selain, menyebabkan terbentuknya lahan baru seperti yang telah dijelaskan di atas (contoh
satuan bentuk lahan asal denudasional), ketiga proses tersebut juga membawa dampak lain.

Dampak Erosi

Akibat yang ditimbulkan erosi beragam dan dampaknya sangat luas, diantaranya :

Penurunan Produktivitas tanah akibat hilangnya bahan organik yang terkandung di


dalam tanah. Bahan organik tersebut merupakan bahan utama penentu kesuburan
tanah.
Terjadinya pemadatan tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunnan kapasitas
infiltrasi tanah.
Terjadinya pengendapan bahan endapan pada sumber-sumber air, danau, dan
bendungan sehingga terjadi pendangkalan.
Terjadinya banjir di bagian hilir sungai akibat pendangkalan.
Memperluas daratan di bumi.

Erosi yang terjadi di daerah pegunungan materialnya akan dibawa ke laut dan mengendap di
dasar laut. Peristiwa seperti ini telah berlangsung jutaan tahun lamanya sehingga endapan
yang terbentuk semakin lama semakin luas dan tebal yang akhirnya membentuk daratan.

Dampak Pelapukan

18
Pemicu gerak massa batuan
Terjadinya Degradasi permukaan lahan
Memunculkan habitat

Dengan adanya pelapukan terhadap batuan, terbentuklah tanah sehingga memunngkinkan


tumbuh-tumbuhan hidup di atas tanah tersebut

4. Rusaknya struktur batuan sehingga terbentuk bentukan baru pada permukaan bumi.
Bentuk-bentuk yang dihasilkan oleh pelapukan, yaitu :

a. Differential Watering

Istilah ini digunakan bagi semua jenis pelapukan yang melubangi bagian-bagian yang lunak
dari massa batuan. Hasilnya dapat berupa cekungan atau jalur torehan atau menimbulkan
relief yang kuat pada berkas-berkas endapan yang terdiri dari materi yang tahan terhadap
desintegrasi dan dekomposisi.

b. Demoiselles

Bentuk yang dihasilkan kadang-kadang terdapat pada glacial till, materi-materi yang kecil
dihilangkan karena materi tersebut tertutup oleh batuan resisten yang selanjutnya akan berupa
pilar-pilar yang bagian atasnya mendapat penutup batuan yang keras tersebut.

c. Boulders

Kadang-kadang batuan mempunyai pola beririsan sehingga berbentuk blok-blok yang


berbentuk romboedris. Retakan-retakan itu demikian sempit sehingga sukar dilihat sepintas
lalu, tetapi hal ini bukan suatu halangan untuk terjadi pelapukan. Sudut-sudut atau rusuk-
rusuk lebih cepat mengalami penumpukan sehingga terjadi tumpukan-tumpukan batuan yang
berbentuk oval, batuan yang berbentuk oval tersebut yang disebut Boulders.

Dampak Mass Wasting

Gerak massa batuan dapat mendorong dan menyebabkan bencana tanah longsor
apabila didukung oleh terganggunya kestabilan pada tanah.
Pengendapan atau sedimentasi di daerah bagian bawah.
Pembalikan lapisan tanah

Dampak Sedimentasi

Terjadi pendangkalan di DAS, danau, dan bendungan

19
Banjir akibat pendangkalan di daerah hilir sungai
Pengendapan secara terus menerus menyebabkan terbentuknya beberapa bentukan
alam antara lain : kipas alluvial, meander, dataran banjir, delta, gosong, nehrung, haff,
tombolo, gurun pasir, dan lain-lain.

F. Cara Mengatasi Dampak Proses Bentuk Lahan Asal Denudasional

a. Upaya Pengendalian Erosi

Erosi tidak dapat dicegah secara sempurna karena merupakan proses alam. Pencegahan erosi
merupakan usaha pengendalian terjadinya erosi yang berlebihan sehingga dapat
menimbulkan bencana. Ada banyak cara untuk mengendalikan erosi antara lain :

o Pengolahan Tanah.
Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman
yang teratur akan mengurangi tingkat erosi
o Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai
o Penghutanan Kembali
Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang
sudah rusak
o Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat
air laut.
o Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang
Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau
gelombang.
o Pembuatan Teras Tanah Lereng

Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi

b. Cara untuk mencegah gerakan massa batuan antara lain:

o Menanami lereng dengan tumbuhan terutama yang berakar tunjang/dihutankan.


o Membuat teras-teras pada lereng.

20
o Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.
o Apabila bagian bawah lereng dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan
saluran pembuangan air di bawah tanah.
o Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan(bidang batas
batuan/bidang retakan)

c. Cara mengatasi sedimentasi

Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena


sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan
demikian banjir dapat dikurangi.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1.Bentuk lahan asal denudasional merupakan suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-
proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses sedimentasi yang
terjadi karena agradasi atau degradasi.

2. Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:

-Relief sangat jelas,


-Tidak ada gejala struktural
-Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
-Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuk lahan
-Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan.

3. Bentuk lahan asal denudasional disebabkan oleh tenaga eksogen, yaitu : Erosi, Pelapukan,
dan gerak massa batuan atau mass wasting serta pengendapan.

4. Adapun satuan bentuk lahan asal denudasioanal adalah

Pegunungan denudasional
Perbukitan denudasional
Dataran nyaris (peneplain)
Perbukitan Sisa terpisah
Kerucut talus
Lereng kaki
Lahan rusak

5. Dampak dari proses eksogen adalah membentuk lahan asal denudasional Selain itu erosi
dapat mengakibatkan penurunan produktivitas tanah, pemandatan tanah, pendangkalan pada
sumber air, perluasan daratan, dan pembalikan lapisan tanah. Untuk pelapukan
mengakibatkan rusaknya struktur batuan dan tanah, pemicu mass wasting, menimbulkan
habitat baru, dan degradasi lahan. Sedangkan mass wasting berpengaruh terhadap terjadinya
bahaya longsor, pembalikan tanah, dan sedimentasi pada bagian bawah. Sedimentasi
berdampak pada pendangkalan dan pembentukan bentukan alam yang baru.

22
B. Saran

Tenaga eksogen meupakan peristiwa alam yang pasti terjadi, namun membawa dampak
negatif oleh sebab itu diperlukan upaya penanggulangan. Penanggulangan harus dilakukan
oleh semua pihak. Adapun upaya penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pengolahan Tanah

Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman yang
teratur akan mengurangi tingkat erosi

2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi

Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai

3. Penghutanan Kembali

Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah
rusak

4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat air
laut

5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang

Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau
gelombang

6. Pembuatan Teras Tanah Lereng

Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi

7. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena


sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan demikian
banjir dapat dikurangi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2014, BloggerNine Bentuk Lahan Asal Denudasional.htm,(online),


(qusuth.wordpress.com/2008/06/10/ diakses 10 OKTOBER 2014)

Anonym. 2014, yoeyhan febryani SATUAN BENTUKLAHAN BERDASARKAN PROSES


PEMBENTUKANNYA.htm (online), (balitbang.riau.go.id/index.php?
bahasa=&litban...diakses10 OKTOBER 2014 )

Herlambang, Sudarno.2014.GEOMORFOLOGI DASAR:UNIVERSITAS NEGERI


MALANG

24

Anda mungkin juga menyukai