PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2
3
mengikis ataupun mengangkut. Ini dicirikan oleh karena adanya media yang
mergerak, pergerakan ini mengikis disuatu tempat, mengangkutnya dan kemudian
mengendapkannya ditempat lain dimuka bumi.
Proses geomorfologi dibedakan menjadi dua, yaitu proses eksogen dan
juga proses endogen. Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh
tenaga asal luar. sedangkan proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi
oleh tenaga asal dalam bumi. Proses geomorfologi, baik eksogen maupun
endogen akan berpengaruh terhadap bentuk muka bumi.
Setiap proses geomorfologi di atas, terbagi lagi dalam beberapa kelompok.
Hasil proses eksogen dapat di bedakan menjadi 3 yaitu bentuk lahan erosional,
betuk lahan deposisional, dan bentuk lahan residual. Sedangkan hasil dari proses
endogen dapat menghasilkan bentuk patahan, lipatan,dome, dan volkan. Hasil
proses eksogen dan endogen inilah yang selanjutnya akan membentuk
premukaan lahan yang dapat kita lihat sekarang ini. Berikut ini penjelasan tentang
proses geomorfologi yang mempengaruhi premukaan bumi.
a. Gaya Eksogen
Proses eksogen adalah proses dari tenaga eksogen yang merupakan
tenaga yang berasal dari luar bumi yang dapat mengubah bentuk muka bumi.
Tenaga ini dipengaruhi oleh energy matahari dan gaya tarik bumi (gravitasi bumi).
Sifat dari tenaga eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentuk
an dari tenaga endogen.
Proses dalam eksogen dapat dikenal dengan proses gradasi yang artinya
proses menuju permukaan litosfer dalam level yang sama atau pemerataan.
Proses gradasi dapat melalui proses Degradasi yaitu permukaan bumi yang lebih
tinggi dikikis kearah yang lebih rendah, ataupun Agradasi yaitu sebaliknya dari
level yang rendah ke level yang lebih tinggi dengan jalan penumpukan material
(pengendapan)
1) Degradasi
Tiga proses utama yang terjadi pada peristiwa degradasi yaitu:
Pelapukan dapat berupa disentrigasi atau dekomposisi batuan dalam suatu
tempat, terjadi di permukaan dan dapat merombak batuan menjadi klastis.
Perpindahan massa (mass wasting), dapat berupa perpindahan (bulk
transfer) suatu masa batuan sebagai akibat dari gaya gravitasi. Kadang –
kadang ( biasanya ) efek dari air mempunyai peranan yang cukup besar,
5
namun belum air mempunyai peranan yang cukup besar, namun belum
merupakan suatu media transportasi pengangkutan ini merupakan suatu
media transfortasi pengangkutan ini merupakan perpindahan hasil dari
proses pelapukan.
Erosi merupakan tahap dari proses perpindahan dan pergerakan masa
batuan oleh suatu agen (media) pemindahan secara geologi memasukan
erosi sebagai sebagian dari proses transportasi erosi seperti pelapukan
adalah tenaga perombak pengikisan tapi yang membedakan erosi dengan
pelapukan adalah tenaga perombak pengikisan.
2) Agradasi
Proses agradasi ini merupakan kebalikan proses degradasi yang meliputi
Sedimentasi atau oengendapan suatu proses pengendapan material yang
ditranport oleh media air angin, es di suatu cekungan
bumi dan batuan. Berdasarkan jennies gerakan dan luas wilayah yang
mempengaruhinya, tenaga tektonik dapat dibedakan atas gerak orogenesa dan
epirogenesa.
Orogonesa adalah pembentukan kulit bumi yang terjadi dalam waktu yang
cepat dan cangkupan wilayah yang sempit, sedangkan epirogenesa adalah
pembentukan kulit bumi yang terjadi dalam waktu yang lambat dan cangkupan
wilayah yang luas.
Vukanisme
Vulkanisme yaitu tempat keluarnya magma, bahan rombakan batuan padat
dan gas dari dalam bumi ke permukaan bumi . Vulkanisme adalah gejala alam
yang terjadi karena adanya aktivitas magma. Vulkanisme sebenarnya sebagai
akibat dari kegiatan tektonisme. Kegiatan tektonisme ini akan mengakibatkan
retakan – retakan pada permukaan bumi yang menyebabkan aliran lava dari
bagian dalam litosfer kelapisan atasnya bahkan sampai ke permukaan bumi.
Kegiatan magma itulah yang dinamakan vulkanisme.
Gempa
Gempa ini terjadi akibat getaran kulit bumi yang disebabkan oleh kekuatan
dalam bumi. Di daerah yang labil litosfer mengalami perubahan letak, misalnya di
suatu bagian terangkat ke atas sedangkan bagian yang lainnya turun ataupun
bertahan pada kedudukannya. Pelengkungan pada perbatasan antara dua bagian
yang bergeser ini menimbulkan ketegangan yang lama kelamaan akan patah
secara tiba – tiba. Patahan yang tiba – tiba tersebut yang akan menimbulkan
gempa.
Gambar 3
Pola Dendritik
8
Gambar 4
Pola Radial
c. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi
terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang
mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya
kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan
saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular
dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan yang melalui batuan lunak,
Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya.
Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari
struktur kekar dan patahan.
Gambar 5
Pola Rektangular
9
Gambar 6
Pola Trellis
e. Pola Aliran Sentripetal
Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang berlawanan dengan
pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa
cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum
dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang
ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi
danau dan mengering ketika musin kering.
Gambar 7
Pola Centripetal
10
Gambar 8
Pola Annular
g. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong
daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk
dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.
Gambar 9
Pola Parralel
11
S(%)= [((n-1)xCi)/(DxPs)
Ci = 1/2000 x Ps
3.1 Tugas
1. Membuat Peta Daerah Aliran Sungai
2. Membuat Peta Water Devide
3. Membuat Peta Cactment Area
4 Membuat Peta Morfologi
5 Membuat Peta Situasi hasil Google Earth
6 Membuat Peta Kerapatan Sungai
7 Perhitungan Kerapatan Sungai
3.2 Pembahasan
1. Peta Daerah Aliran Sungai
Pada pembuatan peta daera aliran sungai dibuat berdasarkan peta
topografi. Dimana untuk mengetahui bentuk sungai pada peta topografi yaitu
dengan melihat kontur yang berbentuk “v” terbalik. Dari hasil pembuatan peta DAS
ini maka dapat diketahui bahwa terdapat 7 daerah aliran sungai pada daerah aliran
sungai ini mempunyai pola aliran radial. Yang dimana pola aliran menyebar dari
bagian puncak yang lebih tinggi. Berikut merupakan hasil pembuatan peta daerah
aliran sungai Kota Painan.
Gambar 3.1
Peta Daerah Aliran Sungai
13
14
Gambar 3.2
Peta Water Devide
3. Peta Cactment Area
Pembuatan Cetchment Area ini dibuat berdasarkan peta topografi dan
water devide. Dengan memperhatikan batas wiayah tangkapan hujan yang airnya
akan mengalir ke IUP. Dari hasil peta tersebut dapat diketahui bahwa debit air
yang akan memasuki wlayah IUP terdapat 2 daerah dengan debut aliran sungai
sekitar 355086,623 m3/hari. Berikut hasil pembuatan peta Cactment Area.
Gambar 3.3
Peta Cactment Area
15
4 Peta Morfologi
Peta morfologi ini dibuat berdasarkan peta topografi. Dengan menghitung
presentase dari kemiringan lereng pada daerah yang dipetakan. Kemudian di
warnai sesuai hasil presenasi lereng tersebut. Dari hasil peta tersebut dapat
diketahui bahwa rata-rata atau sebagian besar dari daerah yang dipetajan ini
merupakan daerah dengan lereng yang curam atau merupakan daerah
pegunungan. Berikut hasil pembuatan peta morfologi di Kota Painan
Gambar 3.4
Peta Morfologi
5 Peta Situasi hasil Google Earth
Untuk membuat peta situasi ini maka menggunakan software Google earth
kemudian menentukan koordinat daerah yang akan dipetakan. Berikut hasil
pembuatan petas situasi hasil Google Earth. Hasil dari peta ini dapat dikeahui
bahwa pada bagian a terdapat perumahan yang dimana pada daerah tersebut
terletak daerah IUP.
Gambar 3.5
Peta Situasi
16
Gambar 3.6
Peta Kerapatan Sungai
7 Perhitungan Kerapatan Sungai & Debit Aliran Sungai
1) Perhitungan Kerapatan Sungai
Ks = L/A
L = Panjang Sungai
A = Luas Catcment Area
Daerah 1
L = 23240,5
A = 23912100
23240,5
Ks =
23912100
= 0.000971
Daerah 2
L = 186537,9
A = 238739490
186537,9
Ks =
238739490
= 0.000781
Daerah 3
L = 18153,9
17
A = 17236200
18153,9
Ks =
17236200
= 0.000105
Daerah 4
L = 2806,4
A = 2845650
2806,4
Ks =
2845650
Daerah 5
L = 8945,4
A = 9060200
8945,4
Ks =
9060200
= 0.000987
Daerah 6
L = 4034.2
A = 4107100
4034,2
Ks =
4107100
= 0.00097
Daerah 7
L = 32361,3
A = 53592800
32361,3
Ks =
53592800
= 0.0006
Q = C.I.A
Daerah 1
C = 0,6
I = 0.02161 m/hari
A = 12921300
Pada peta aliran sungai yang berada di Kota Painan Prov. Sumatera Barat
memiliki pola aliran sungai radial sentripetal yang dimana pola aliran sungai ini
akan memusat dari berbagai arah puncak yang lebih tinggi. Biasanya pola aliran
radial ini terdapat pada daerah pegunungan sebagaimana keadaan morfologi yang
terdapat di Kota Painan.
Pada kerapatan sungai di Kota Painan memiliki 7 daerah kerapatan sungai
dan semua daerah tersebut memilki nilai kerapatan sungai yang kecil yaitu
dibawah 0.1 atau dapat diartikan bahwa daerah tersebut memiliki denritus halus.
Hal ini dikarenakan keadaan morfologi pada daerah kota painan merupakan
daerah pegunungan, dan biasanya didaerah pegunungan cenderung memiliki
sungai yang lebih sedikit.
Pada lokasi IUP jika dilihat dari peta cectment area dan perhitungan debit
air didapatkan bahwa banyaknya debit air yang mengalir ke lokasi IUP sekitar
355086,623 m3/hari. Oleh karena itu dengan banyaknya jumlah air yang masuk
kedalam IUP merupakan dampak yang akan mengganggu proses penambangan
sehingga untuk mencegah air masuk ke lokasi pertambangan harus membuat parit
atau sungai kecil yang akan masuk ke daerah sungai
Koefisien limpasan air pada lokasi IUP sebesar 0.9. Hal ini menandakan
bahwa air hujan yang meresap berkisar sekitar 10% dibandingkan air yang
terlimpas di permukaan, hal ini dikarenakan pada daerah tersebut memiliki
kemiringan lereng yang curam atau merupakan daerah pegunungan.
19
BAB V
KESIMPULAN
Pembuatan peta pola aliran sungai, kerapatan sungai, water devide dan
catchmen area dibuat berdasarkan peta topografi. Pembuatan peta pola aliran
sungai pada peta topografi dengan cara menemukan terlebih dahulu kontur yang
menjelaskan atau adanya ciri-ciri sungai yang berbentuk V terbalik dengan elevasi
rendah ke tinggi. Setelah dibuat peta pola aliran sungai, dapat diketahui kerapatan
masing-masing sungai. Cara mendapatkan kerapatan sungai adalah dengan
perhitungan kerapatan sungai yaitu KS = L/A. Sedangkan cara membuat water
devide adalah dengan membuat garis jatuhan air dari elevasi tinggi ke rendah
dengan arah jatuhan menuju elevasi rendah. Setelah itu pembuatan catchmen
area dengan iup yang diberikan. Pembuatan catchmen area dengan
menggunakan water devide yang telah dibuat dengan cara menghubungkan garis-
garis water devide yang telah dibuat.
Peta pola aliran sungai memberi gambaran tentang keadaan sungai pada
daerah penelitian. Sedangkan peta kerapatan sungai memberikan gambaran
tentang resistensi batuan yang ada pada aliran sungai tersebut. Pada water devide
memberikan gambaran tentang arah jatuhan air. Arah jatuhan air yang dihasilkan
arahnya menuju sungai-sungai yang ada. Dari water devide dapat dibuat
catchmen area atau daerah tangkapan air pada suatu daerah untuk mengetahui
daerah kumpulan air yang ada pada suatu pit.
20
DAFTAR PUSTAKA