Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Geologi merupakan studi ilmu yang mempelajari tentang bumi termasuk
semua unsur pembentuk, proses keterbentukannya, produk yang dihasilkan serta
sejarah atau kejadian sebelumnya. Geomorfologi merupakan salah satu cabang
dari geologi yang mempelajari tentang bentuk alam serta keterbentukannya. Oleh
karena itu, geomorfologi dapat menggambarkan keadaan bentang alam dari suatu
daerah. Untuk mengetahui keadaan bentang alam atau morfologi dari suatu
daerah dapat dilihat melalui peta.
Peta menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi pada
bidang datar dengan skala tertentu yang dilengkapi dengan informasi daerah yang
dipetakan. Untuk mengetahui keadaan morfologi suatu daerah bisa menggunakan
peta topografi. Dari peta topografi dapat dihasilkan peta morfologi suatu daerah,
peta aliran sungai, kerapatan sungai, water devide serta catchmen area pada
daerah tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari praktikum analisa bentang alam adalah agar praktikan dapat
menganalisa bentang alam serta mengaplikasikannya dalam dunia
pertambangan.
1.2.2 Tujuan
Tujuan praktikum analisa bentang alam antara lain :
 Dapat membuat peta morfologi, peta pola aliran sungai, peta kerapatan
sungai, water devide serta catchmen area dari peta topografi yang ada.
 Dapat menganalisa hubungan antara peta pola aliran sungai, peta
kerapatan sungai, water devide dan catchmen area yang telah dibuat.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Geomorfologi


Dari segi bahasa Geomorfologi berasal dari bahasa yunani kuno yang
terdiri dari tiga kata, yaitu Geo yang berarti bumi, morphe yang berarti bentuk dan
logos yang berarti ilmu, sehingga kata geomorfologi dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari bentuk permukaan bumi. Berasal dari bahasa yang sama, kata
geologi memiliki arti ilmu yang mempelajari tentang proses terbentuknya bumi
secara keseluruhan. Sedangkan dari definisi geomorfologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang bentang alam, bentuk alam dan proses yang membentuknya.
Bentuk alam atau land form merupakan suatu individual corak permukaan bumi
seperti lereng, bukit dan lembah. Bentang alam atau Landscape juga merupakan
gabungan dari beberapa bentuk alam, contohnya seperti gunung atau padang
pasir.
Worcester (1939) menjelaskan bentuk permukaan bumi yang juga
menjelaskan pembentukan cekungan lautan, paparan benua serta struktur yang
lebih kecil seperti dataran rendah. dataran tinggi, gunung dan sebagainya. Lobeck
(1939) dalam bukunya “Geomorphology: An Introduction to the study of
landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan adalah bentang alam alamiah. Untuk
mendeskripsikan bentuk permukaan bumi, ada tiga faktor utama yang harus
diperhatikan yaitu struktur, proses dan stadia. Ketiga faktor menjadi satu dalam
ilmu geomorfologi.
William Morris Davis (1884–1899) pertama kalinya Mengembangkan
model tentang siklus geomorfik yang terinspirasi dari teori “uniformitarianisme”
yang pertama kalinya dikenalkan oleh James Hutton (1726-1797). Siklus
geomorfik mampu menjelaskan bagaimana urutan sungai yang mengikis lembah
dan membuatnya menjadi semakin dalam, erosi pada dinding lembah yang
membuat menjadi landai dan luas. Siklus ini akan terus berlangsung, dan akhirnya
terjadi pengangkatan daratan.
Para ahli geolomorfologi juga mempelajari bentuk bentuk bentang alam
yang dimana untuk mencari tahu mengapa suatu bentangalam itu terjadi,

2
3

Disamping itu juga untuk mengetahui sejarah dan perkembangan suatu


bentangalam, memprediksi perubahan perubahan yang mungkin terjadi dimasa
mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi lapangan, percobaan secara
fisik dan pemodelan numerik.
Berdasarkan pengertian dan definisi geomorfologi di atas, maka bidang
ilmu geomorfologi merupakan bagian dari geologi yang mempelajari bumi dengan
pendekatan bentuk rupa bumi dan arsitektur rupa bumi. Tujuan mempelajari
geomorfologi di lingkungan geologi selaras dengan motto Hutton , yaitu The
present is the key to the past yang artinya adalah sekarang adalah kunci masa
lalu. Pemahaman kata sekarang adalah pemahaman terhadap bentuk rupa bumi
yang dapat dijadikan cerminan proses yang berlangsung di masa lalu. Faedah
yang diharapkan dengan mempelajari geomorfologi yaitu membantu menelusuri
proses - proses yang berlangsung pada bumi sejak terbentuknya bumi sampai
sekarang dengan pendekatan bentuk rupa bumi yang tampak sekarang, sehingga
pada penelitian geologi dapat dilakukan dengan cepat dan murah.
2.2 Analisis Bentang Alam
Analisis bentang alam merupakan suatu unit geomorfologis yang
dikategorikan berdasarkan karateristik seperti elevasi, orientasi, stratifikasi,
paparan batuan, kelandaian dan jenis tanah. Jenis-jenis bentang alam antara lain
adalah bukit, tanjung, lembah, dll, sedangkan samudra dan benua adalah contoh
jenis bentang alam tingkat tertinggi.
2.3 Proses Geomorfologi
Geomorfologi memilki beranekaragam proses perubahan yang terjadi
dipermukaan bumi yang dikarenakan adanya gaya-gaya geologi maupun
pergerakan secara alamiah yang terjadi dimuka bumi ini, berikut adalah bermacam
– macam perubahan yang terjadi diantaranya yaitu :
 Geomorphic Processes
Geomorphic Processes merupakan suatu perubahan yang terjadi pada
permukaan bumi dengan media kimia dan fisika yang mempengaruhi dan juga
menyebabkan terdapat perubahan – perubahan pada muka bumi.
 Geomorphic Agent
Geomorphic Agent merupakan perubahan yang terjadi pada muka bumi
dengan media atau proses alami yang mempunyai kemampuan untuk mengeruk,
4

mengikis ataupun mengangkut. Ini dicirikan oleh karena adanya media yang
mergerak, pergerakan ini mengikis disuatu tempat, mengangkutnya dan kemudian
mengendapkannya ditempat lain dimuka bumi.
Proses geomorfologi dibedakan menjadi dua, yaitu proses eksogen dan
juga proses endogen. Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh
tenaga asal luar. sedangkan proses endogen merupakan proses yang dipengaruhi
oleh tenaga asal dalam bumi. Proses geomorfologi, baik eksogen maupun
endogen akan berpengaruh terhadap bentuk muka bumi.
Setiap proses geomorfologi di atas, terbagi lagi dalam beberapa kelompok.
Hasil proses eksogen dapat di bedakan menjadi 3 yaitu bentuk lahan erosional,
betuk lahan deposisional, dan bentuk lahan residual. Sedangkan hasil dari proses
endogen dapat menghasilkan bentuk patahan, lipatan,dome, dan volkan. Hasil
proses eksogen dan endogen inilah yang selanjutnya akan membentuk
premukaan lahan yang dapat kita lihat sekarang ini. Berikut ini penjelasan tentang
proses geomorfologi yang mempengaruhi premukaan bumi.
a. Gaya Eksogen
Proses eksogen adalah proses dari tenaga eksogen yang merupakan
tenaga yang berasal dari luar bumi yang dapat mengubah bentuk muka bumi.
Tenaga ini dipengaruhi oleh energy matahari dan gaya tarik bumi (gravitasi bumi).
Sifat dari tenaga eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentuk
an dari tenaga endogen.
Proses dalam eksogen dapat dikenal dengan proses gradasi yang artinya
proses menuju permukaan litosfer dalam level yang sama atau pemerataan.
Proses gradasi dapat melalui proses Degradasi yaitu permukaan bumi yang lebih
tinggi dikikis kearah yang lebih rendah, ataupun Agradasi yaitu sebaliknya dari
level yang rendah ke level yang lebih tinggi dengan jalan penumpukan material
(pengendapan)
1) Degradasi
Tiga proses utama yang terjadi pada peristiwa degradasi yaitu:
 Pelapukan dapat berupa disentrigasi atau dekomposisi batuan dalam suatu
tempat, terjadi di permukaan dan dapat merombak batuan menjadi klastis.
 Perpindahan massa (mass wasting), dapat berupa perpindahan (bulk
transfer) suatu masa batuan sebagai akibat dari gaya gravitasi. Kadang –
kadang ( biasanya ) efek dari air mempunyai peranan yang cukup besar,
5

namun belum air mempunyai peranan yang cukup besar, namun belum
merupakan suatu media transportasi pengangkutan ini merupakan suatu
media transfortasi pengangkutan ini merupakan perpindahan hasil dari
proses pelapukan.
 Erosi merupakan tahap dari proses perpindahan dan pergerakan masa
batuan oleh suatu agen (media) pemindahan secara geologi memasukan
erosi sebagai sebagian dari proses transportasi erosi seperti pelapukan
adalah tenaga perombak pengikisan tapi yang membedakan erosi dengan
pelapukan adalah tenaga perombak pengikisan.
2) Agradasi
Proses agradasi ini merupakan kebalikan proses degradasi yang meliputi
Sedimentasi atau oengendapan suatu proses pengendapan material yang
ditranport oleh media air angin, es di suatu cekungan

Sumber : Noor Djauhari, 2009


Gambar 2.1
Gaya Eksogen
b. Gaya Endogen
Gaya endogen merupakan tenaga yang berasal dari dalam bumi yang
menyebabkan perubahan pada kulit bumi, tenaga endogen ini sifatnya membentuk
permukaan bumi menjadi tidak rata. Secara umum tenaga endogen dibagi dalam
3 jenis yaitu tektonisme, vulkanisme dan seisme atau gempa.
 Tektonisme
Tektonisme adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang
menyebabkan terjadinya diskolasi (perubahan letak) patahan, retakan pada kulit
6

bumi dan batuan. Berdasarkan jennies gerakan dan luas wilayah yang
mempengaruhinya, tenaga tektonik dapat dibedakan atas gerak orogenesa dan
epirogenesa.
Orogonesa adalah pembentukan kulit bumi yang terjadi dalam waktu yang
cepat dan cangkupan wilayah yang sempit, sedangkan epirogenesa adalah
pembentukan kulit bumi yang terjadi dalam waktu yang lambat dan cangkupan
wilayah yang luas.
 Vukanisme
Vulkanisme yaitu tempat keluarnya magma, bahan rombakan batuan padat
dan gas dari dalam bumi ke permukaan bumi . Vulkanisme adalah gejala alam
yang terjadi karena adanya aktivitas magma. Vulkanisme sebenarnya sebagai
akibat dari kegiatan tektonisme. Kegiatan tektonisme ini akan mengakibatkan
retakan – retakan pada permukaan bumi yang menyebabkan aliran lava dari
bagian dalam litosfer kelapisan atasnya bahkan sampai ke permukaan bumi.
Kegiatan magma itulah yang dinamakan vulkanisme.
 Gempa
Gempa ini terjadi akibat getaran kulit bumi yang disebabkan oleh kekuatan
dalam bumi. Di daerah yang labil litosfer mengalami perubahan letak, misalnya di
suatu bagian terangkat ke atas sedangkan bagian yang lainnya turun ataupun
bertahan pada kedudukannya. Pelengkungan pada perbatasan antara dua bagian
yang bergeser ini menimbulkan ketegangan yang lama kelamaan akan patah
secara tiba – tiba. Patahan yang tiba – tiba tersebut yang akan menimbulkan
gempa.

Sumber : Noor Djauhari, 2009


Gambar 2.2
Akibat Dari Gaya Endogen
7

2.4 Pola Aliran Sungai


Dengan berjalannya waktu, sistem jaringan sungai akan membentuk pola
pengaliran tertentu di antara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan
pembentukan pola pengaliran ini yang ditentukan oleh faktor geologi yang terdapat
pada area aliran sungai itu sendiri . Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan
atas dasar bentuk dan teksturnya.
Bentuk aliran atau pola berkembang memengaruhi terhadap topografi dan
struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika
air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten
terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari
jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama
dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan
wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur
dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai
berikut:
a. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik merupakan pola aliran yang cabang-cabang
sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik
dikontrol oleh litologi batuan yang homogen.
Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang
resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat)
sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur
kasar (renggang).

Gambar 3
Pola Dendritik
8

b. Pola Aliran Radial


Pola aliran radial merupakan pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunung
api atau bukit intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentang
alam domes dan laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran sungainya
kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.

Gambar 4
Pola Radial
c. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi
terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang
mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya
kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan
saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular
dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan yang melalui batuan lunak,
Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya.
Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari
struktur kekar dan patahan.

Gambar 5
Pola Rektangular
9

d. Pola Aliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk
pagar. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus di sepanjang
lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua
sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus
sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai
yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan
sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola
sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran
utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu lipatan.

Gambar 6
Pola Trellis
e. Pola Aliran Sentripetal
Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang berlawanan dengan
pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa
cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum
dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang
ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi
danau dan mengering ketika musin kering.

Gambar 7
Pola Centripetal
10

f. Pola Aliran Annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya
menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran
kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau
intrusi loccolith.

Gambar 8
Pola Annular
g. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong
daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk
dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

Gambar 9
Pola Parralel
11

2.5 Kemiringan lereng


Kemiringan lereng merupakan suatu bentuk kenampakan permukan bumi
atau alam yang disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat
tesebut signifikan jauh perbedaanya di bandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan.Bentuk lereng tergantung pada
proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan tolak ukur
atau parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng
dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap
penilaian suatu bahan kritis. Dengan pendekatan rumus “Went-Worth” yaitu pada
peta topografi yang menjadi dasar pembuatan peta kemiringan lereng dengan
dibuat grid atau jaring-jaring berukuran 1 cm kemudian masing-masing bujur
sangkar dibuat garis horizontal. Yang membuat persentase menjadi bagian bagian
atau kelasnya dengan cara memotong garis horizontal tersebut, berikut kelasnya
adalah:
Kemiringan atau sudut lereng dengan menggunakan rumus :

S(%)= [((n-1)xCi)/(DxPs)

Mencari Kontur Interval dengan menggunakan rumus :

Ci = 1/2000 x Ps

Mencari Panjang Diagonal dengan menggunakan rumus :


D2= √(a2+b2)
Cara tersebut menggunakan suatu Metode dari Blong (1972)
Berikut Tabel kelas kemiringan lereng
Tabel 1
Kelas Kemiringan Lereng

Sumber : Noor Djauhari, 2009


12

2.6 Kerapatan Sungai


Kerapatan sungai merupakan suatu kenampakan yang memberikan
informasi tentang banyaknya anak sungai yang berada di suatu daerah dalam
sungai utama , parameter dari kepatan sungai ini adalah sebuah angka yang
dimana angka tersebut mengandung arti dan makna dalam perhitungan seperti
indeks kerapatan sungai 0,25 % yang dimana kriteria tersebut termasuk rendah,
kerapatan sungai ini diakibatkan oleh gaya-gaya geoogi juga oleh karena itu
termasuk kaitan dengan mengenai geomorflogi tersebut, kebanyakan kerapatan
sungai tersebut termasuk dibagian batuan sedimen karena batuan sedimen
dominan dalam erosi, transportasi dan berhubungan dengan daerah aliran sungai
( DAS).
BAB III
TUGAS DAN PEMBAHASAN

3.1 Tugas
1. Membuat Peta Daerah Aliran Sungai
2. Membuat Peta Water Devide
3. Membuat Peta Cactment Area
4 Membuat Peta Morfologi
5 Membuat Peta Situasi hasil Google Earth
6 Membuat Peta Kerapatan Sungai
7 Perhitungan Kerapatan Sungai
3.2 Pembahasan
1. Peta Daerah Aliran Sungai
Pada pembuatan peta daera aliran sungai dibuat berdasarkan peta
topografi. Dimana untuk mengetahui bentuk sungai pada peta topografi yaitu
dengan melihat kontur yang berbentuk “v” terbalik. Dari hasil pembuatan peta DAS
ini maka dapat diketahui bahwa terdapat 7 daerah aliran sungai pada daerah aliran
sungai ini mempunyai pola aliran radial. Yang dimana pola aliran menyebar dari
bagian puncak yang lebih tinggi. Berikut merupakan hasil pembuatan peta daerah
aliran sungai Kota Painan.

Gambar 3.1
Peta Daerah Aliran Sungai

13
14

2. Peta Water Devide


Peta water devide ini dibuat berdasarkan peta topografi dengan melihat
elevasi kontur dari yang tinggi ke rendah yang merupakan arah jatuhan air ketika
adanya hujan.Dari hasil pembuatan peta water devide dapat dilihat arah jatuhan
air hujan Berikut hasil dari pembuatan peta water devide di Kota Painan.

Gambar 3.2
Peta Water Devide
3. Peta Cactment Area
Pembuatan Cetchment Area ini dibuat berdasarkan peta topografi dan
water devide. Dengan memperhatikan batas wiayah tangkapan hujan yang airnya
akan mengalir ke IUP. Dari hasil peta tersebut dapat diketahui bahwa debit air
yang akan memasuki wlayah IUP terdapat 2 daerah dengan debut aliran sungai
sekitar 355086,623 m3/hari. Berikut hasil pembuatan peta Cactment Area.

Gambar 3.3
Peta Cactment Area
15

4 Peta Morfologi
Peta morfologi ini dibuat berdasarkan peta topografi. Dengan menghitung
presentase dari kemiringan lereng pada daerah yang dipetakan. Kemudian di
warnai sesuai hasil presenasi lereng tersebut. Dari hasil peta tersebut dapat
diketahui bahwa rata-rata atau sebagian besar dari daerah yang dipetajan ini
merupakan daerah dengan lereng yang curam atau merupakan daerah
pegunungan. Berikut hasil pembuatan peta morfologi di Kota Painan

Gambar 3.4
Peta Morfologi
5 Peta Situasi hasil Google Earth
Untuk membuat peta situasi ini maka menggunakan software Google earth
kemudian menentukan koordinat daerah yang akan dipetakan. Berikut hasil
pembuatan petas situasi hasil Google Earth. Hasil dari peta ini dapat dikeahui
bahwa pada bagian a terdapat perumahan yang dimana pada daerah tersebut
terletak daerah IUP.

Gambar 3.5
Peta Situasi
16

6 Peta Kerapatan Sungai


Peta kerapatan sungai ini dibuat berdasarkan peta water devide dengan
memperhatikan arah turunnya aliran air hujan. Kerapatan yang didapat dari hasil
pembuatan peta topografi ini dapat diketahui bahwa dari semua daerah aliran
sungai tersebut mempunyai denritus halus atau lebih kecil dari 0.1 .

Gambar 3.6
Peta Kerapatan Sungai
7 Perhitungan Kerapatan Sungai & Debit Aliran Sungai
1) Perhitungan Kerapatan Sungai
Ks = L/A
L = Panjang Sungai
A = Luas Catcment Area
 Daerah 1
L = 23240,5
A = 23912100
23240,5
Ks =
23912100
= 0.000971
 Daerah 2
L = 186537,9
A = 238739490
186537,9
Ks =
238739490
= 0.000781
 Daerah 3
L = 18153,9
17

A = 17236200
18153,9
Ks =
17236200
= 0.000105
 Daerah 4
L = 2806,4
A = 2845650
2806,4
Ks =
2845650
 Daerah 5
L = 8945,4
A = 9060200
8945,4
Ks =
9060200
= 0.000987

 Daerah 6
L = 4034.2
A = 4107100
4034,2
Ks =
4107100
= 0.00097
 Daerah 7
L = 32361,3
A = 53592800
32361,3
Ks =
53592800
= 0.0006

2) Perhitungan Debit Aliran Sungai

Q = C.I.A

C = Koefisien air mengalir

I = Intensitas air Hujan


18

A = Luas ceachment area

 Daerah 1
C = 0,6
I = 0.02161 m/hari
A = 12921300

Q = 0,6 x 0.02161 m/hari x 12921300 m3


= 167537 m3/hari
 Daerah 2
C = 0.7
I = 0.02161m/hari
A = 3745600 m3

Q = 0,7 x 0,02161 m/hari x 3745600 m3


= m3/hari
 Daerah IUP
C = 0.9
I = 0.02161m/hari
A = 5729878,75 m3

Q = 0,9 x 0,02161 m/hari x 5729878 m3


= 545373 m3/hari
 Debit Air seluruhnya
= 167537,52 + 56659, 6912 + 130889,4118
= 355086,623 m3/hari
BAB IV
ANALISA

Pada peta aliran sungai yang berada di Kota Painan Prov. Sumatera Barat
memiliki pola aliran sungai radial sentripetal yang dimana pola aliran sungai ini
akan memusat dari berbagai arah puncak yang lebih tinggi. Biasanya pola aliran
radial ini terdapat pada daerah pegunungan sebagaimana keadaan morfologi yang
terdapat di Kota Painan.
Pada kerapatan sungai di Kota Painan memiliki 7 daerah kerapatan sungai
dan semua daerah tersebut memilki nilai kerapatan sungai yang kecil yaitu
dibawah 0.1 atau dapat diartikan bahwa daerah tersebut memiliki denritus halus.
Hal ini dikarenakan keadaan morfologi pada daerah kota painan merupakan
daerah pegunungan, dan biasanya didaerah pegunungan cenderung memiliki
sungai yang lebih sedikit.
Pada lokasi IUP jika dilihat dari peta cectment area dan perhitungan debit
air didapatkan bahwa banyaknya debit air yang mengalir ke lokasi IUP sekitar
355086,623 m3/hari. Oleh karena itu dengan banyaknya jumlah air yang masuk
kedalam IUP merupakan dampak yang akan mengganggu proses penambangan
sehingga untuk mencegah air masuk ke lokasi pertambangan harus membuat parit
atau sungai kecil yang akan masuk ke daerah sungai
Koefisien limpasan air pada lokasi IUP sebesar 0.9. Hal ini menandakan
bahwa air hujan yang meresap berkisar sekitar 10% dibandingkan air yang
terlimpas di permukaan, hal ini dikarenakan pada daerah tersebut memiliki
kemiringan lereng yang curam atau merupakan daerah pegunungan.

19
BAB V
KESIMPULAN

Pembuatan peta pola aliran sungai, kerapatan sungai, water devide dan
catchmen area dibuat berdasarkan peta topografi. Pembuatan peta pola aliran
sungai pada peta topografi dengan cara menemukan terlebih dahulu kontur yang
menjelaskan atau adanya ciri-ciri sungai yang berbentuk V terbalik dengan elevasi
rendah ke tinggi. Setelah dibuat peta pola aliran sungai, dapat diketahui kerapatan
masing-masing sungai. Cara mendapatkan kerapatan sungai adalah dengan
perhitungan kerapatan sungai yaitu KS = L/A. Sedangkan cara membuat water
devide adalah dengan membuat garis jatuhan air dari elevasi tinggi ke rendah
dengan arah jatuhan menuju elevasi rendah. Setelah itu pembuatan catchmen
area dengan iup yang diberikan. Pembuatan catchmen area dengan
menggunakan water devide yang telah dibuat dengan cara menghubungkan garis-
garis water devide yang telah dibuat.
Peta pola aliran sungai memberi gambaran tentang keadaan sungai pada
daerah penelitian. Sedangkan peta kerapatan sungai memberikan gambaran
tentang resistensi batuan yang ada pada aliran sungai tersebut. Pada water devide
memberikan gambaran tentang arah jatuhan air. Arah jatuhan air yang dihasilkan
arahnya menuju sungai-sungai yang ada. Dari water devide dapat dibuat
catchmen area atau daerah tangkapan air pada suatu daerah untuk mengetahui
daerah kumpulan air yang ada pada suatu pit.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Dodi. 2012. “Pengertian Geomorfologi”. http://pinterdw.blogspot


.co.id/2012/03/pengertian-geomorfologi.html. Diakses pada tanggal 11
Mei 2017 (Referensi Internet)
2. Wingman, Arrow. 2013. “Geomorfologi”. www.wingman.wordpress.com
Diakses pada tanggal 11 Mei 2017 (Referensi Internet)
3. Hertanto, Hendrik. 2012, “Daerah Aliran Sungai” http://geoenviron.
blogspot.co.id/2012/09/das-daerah-aliran-sungai.html. Diakses pada
tanggal 10 Mei 2017 (Referensi Internernet)
4. Setiawan, Agnas. 2013. “Derajat Kemiringan Lereng” https://geograph88.
blogspot.co.id/2013/04/derajat-kemiringan-lereng.html. Diakses pada
tanggal 10 Mei 2017 (Referensi Internet)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai