Anda di halaman 1dari 24

0

MAKALAH GEOMORFOLOGI
BENTUKLAHAN DENUDASIONAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geomorfologi yang
dibina oleh Dosen Listiyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc

Disusun oleh:
Mia Audina 190721637677
Muhammad Fajrul ‘Alim 190721637763
Muhammad Thoriq 190721637695
Paulinus Hermanto Limbong 190721637678
Ranida Seviana 190721637681

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FEBRUARI 2020
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Bentuklahan Denudasioanl ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada matakuliah geomorfologi umum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Bentuklahan Denudasioanl berupa erosi,
pelapukan, mass wasting dan sedimentasi baik bagi para pembaca dan juga penulis.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, khususnya kepada
Bapak Listiyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc. selaku dosen pengasuh mata
kuliah geomorfologi umum yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini dapat berkembang dengan baik. Semoga dengan
terselesaikannya penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 05 Maret 2020

Penulis
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... 1


DAFTAR ISI ............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3. Tujuan Pembahasan ............................................................................. 5
1.4. Manfaat ................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 6
2.1. Dasar Teori .......................................................................................... 6
2.2. Ciri-ciri Bentuklahan Denudasional ...................................................... 7
2.3. Proses Terbentuknya Bentuklahan Denudasional .................................. 7
2.4. Satuan Bentuklahan Denudasional...................................................... 17
BAB III PENUTUP ................................................................................. 22
3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 22
DAFTAR RUJUKAN ............................................................................. 23
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang
menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut
dan menekan pada asal mula terjadinya serta perkembangan yang akan datang
dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 2983 dalam Suwarno
2009). Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun kimiawi yang mengakibatkan modifikasi permukaan bumi
(Thronbury, 1970). Prosees geomorfologi dibedakan menjadi dua yaitu
proses eksogen (tenaga yang berasal dari luar bumi) yang umumnya sebagai
perusak dan proses endogen (tenaga yang berasal dari dalam bumi) sebagai
pembentuk, keduannya bekerja bersama-sama dalam merubah permukaan
bumi. Kajian mengenai geomorfologi yang pertama kalinya dilakukan yaitu
kajian untuk pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu tanah. Bentangalam
merupakan respon terhadap kombinasi antara proses alam dan antropogenik.
Bentuklahan merupakan kenampakan medan yang dibentuk oleh
proses-proses alam dan mempunyai komposisi serangkaian, karakteristik
fisik dan visual tertentu dimanapun bentuklahan ditemui (Way, 1973 dalam
Van Zuidam, 1979). Bentuklahan mengalami proses perubahan secara
dinamis selama proses geomorfologi bekerja pada bentuklahan tersebut.
Tenaga yang bekerja disebut dengan tenaga geomorfologis, yaitu semua
tenaga yang ditimbulkan oleh medium alami yang berada dipermukaan bumi
termasuk di atmosfer (Suprapto Dibyosaputro, 1999 dalam Listiyanto, 2008).
Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan
genesisnya menjadi sepuluh macam bentuklahan asal proses, yaitu
bentuklahan asal proses vulkanik, bentuklahan proses struktural, bentuklahan
proses fluvial, bentuklahan proses solusional, bentuklahan proses
denudasional, bentuklahan proses eolin, bentuklahan proses marine,
bentuklahan proses glasial, bentuklahan proses organik, dan bentuklahan
proses antropogenik.
4

Bentuklahan denudasional merupakan bagian dari permukaan bumi


yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam
sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi,
gerak masa batuan (mass wasting) dan proses pengedapan yang terjadi karena
agradasi atau degradasi (Herlambang, Sudarno. 2004:42). Dua buah proses
yang berkaitan dengan proses geomorfologi adalah proses degradasi sebagai
contoh pelapukan, material pelapukan di permukaan bumi di pindahkan oleh
berbagai proses erosi dan gerakan massa/mass wasting. Sedangkan proses
agrdasi adalah suatu bentuk aneka ragam proses sedimentasi yang mampu
membentuk daratan berkaitan dengan proses degradasi. Pelapukan
merupakan kerjasama semua proses pada batuan baik secara mekanik
maupun kimia yang mengakibatkan sebagian dari batuan tersebut menjadi
fragmen-fragmen batuan yang lebih kecil (Strahler,1968).
Mass Wasting merupakan proses bergeraknya puing-puing batuan
(termasuk di dalamnya tanah) secara besar-besaran menuruni lereng secara
lambat hingga cepat, oleh adanya pengaruh langsung dari gravitasi
(Finlayson, 1980; Varnes, 1978 dalam Imam Hardjono, 1997). Dalam hal ini
gaya gravitasi merupakn kunci utama terjadinya mass wasting. Gerakan
massa batuan ini bisa berupa aliran, gelinciran, atau jatuhan berupa tanah
maupun batu. Peristiwa mass wasting dapat merubah bentang alam,
khususnya jika skalanya besar. Erosi dan sedimentasi merupakan serangkaian
proses yang berkaitan dengan proses pelapukan, pelepasan, pengangkutan,
dan pengendapan material kerak bumi. Sedimentasi tidak hanya terjadi dari
pengendapan material hasil erosi saja, tetapi juga dari proses mass wasting.
Namun, kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena
kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat).
Dalam proses denudasional akan memberikan hasil bentukanlahan
yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – sehari diantaranya adalah
pegunungan denudasional, perbukitan denudasional, daratan nyaris,
perbukitan sisa terpisah, kerucut talus, lereng kaki, lahan rusak, dan rombakan
kaki lereng. Dimana semua itu adalah hasil bentukanlahan dari pengikisan
permukaan bumi.
5

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan bentuklahan denudasional ?
2. Apa ciri-ciri bentuklahan denudasional ?
3. Bagaimana proses terbentuknya bentuklahan denudasional ?
4. Apa saja satuan bentuklahan denudasional ?

1.3.Tujuan
Sesuai dengan uraian diatas tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah geomorfologi umum tentang proses denudasional
dan mengetahui bentuklahan yang dipengaruhi oleh proses denudasional.

1.4. Manfaat
1. Bagi mahasisawa
Sebagai bahan belajar dan referensi untuk pembelajaran di kelas. Sehingga
mampu menambah wawasan dan pengetahuan yang optimal.

2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat terkait bentuklahan yang
terjadi di sekitar lingkungan hidupnya.
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bentuklahan Denudasional

Denudasional berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga
denudasional berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuklahan asal
denudasional dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat
proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wasting) dan proses
pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi (Herlambang, Sudarno.
2004). Bentuklahan denudasional adalah bentuklahan yang terbentuk akibat proses
pengelupasan batuan induk yang telah mengalami proses pelapukan yang
diakibatkan oleh pengaruh air sungai, panas matahari, angin, hujan, embun beku,
mass wating, dan es yang bergerak ke laut (Mustofa, 2011). Bentuklahan
denudasional adalah bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelapukan
(weathering), erosi, gerak masa batuan (mass movement) dan proses pengendapan
pada batuan induk (Suharini, 2014). Bentuklahan denudasional adalah bentuk lahan
yang berada pada daerah yang sangat luas tersusun atas batuan yang lunak dan
berada pada daerah iklim basah. (Pramono dan Ashari, 2014).
Bentuklahan denudasional juga merupakan material permukaan bumi yang
terlepas dan terangkut oleh berbagai tenaga geomorfologi persatuan luas dalam
waktu tertentu. Proses tersebut dapat berupa erosi dan gerak masa batuan. Dengan
demikian daerah yang ditinggalkan oleh material tersebut maupun daerah hasil
deposisi material akibat gravitasi dikenal sebagai fenomena permukaan bumi yang
terdenudasi, dan bentuklahannya dikelompokkan ke dalam bentuk asal proses
denudasional. Dari beberapa pengertian para ahli tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa bentuklahan denudasional adalah bentuklahan yang tercipta
akibat adanya proses pelapukan pada batuan induk yang berupa wilayah
pegunungan dan perbukitan sehingga menciptakan relief yang kasar pada
pegunungan dan perbukitan.
Bentuklahan denudasional timbul akibat adanya pelapukan batuan
kemudian batuan yang telah lapuk tersebut dipindahkan oleh gaya gravitasi (mass
wasting) atau pencapakan batuan yang material pelapukannya bergerak menuruni
7

lereng akibat pengaruh gravitasi, tanpa adanya medium transportasi dari agen-agen
geomorfik seperti angin atau air. Pada bentuklahan denudasional parameter
utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya,
vegetasi, dan relief. (Suhendra, 2009).

2.2. Ciri - ciri bentuklahan denudasional


Ciri-ciri bentuklahan denudasional, yaitu:
A. Relief sangat jelas; lembah, lereng, dan pola aliran sungai.
B. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dan dep/strike tertutup.
C. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain.
D. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuklahan.
E. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuklahan.
Litologi terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran, dan tipe proses.

2.3. Proses terbentuknya lahan denudasional


Denudasi sangat terkait oleh ketiga proses yaitu pelapukan (weathering),
erosi (erosion), dan gerak masa batuan (mass wasting).

2.3.1. Pelapukan
Pelapukan (weathering) bersal dari kata weather yang dalam bahasa Inggris
berarti cuaca, sehingga pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan
perubahan sifat (fisis dan kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca.
Secara umum, pelapukan diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh
tenaga eksogen, menurut Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia,
mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Akibat
dari proses ini pada batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada
bagian luar dari suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung
lambat, karena telah berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama maka di
beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga daerah-daerah yang
hasil pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi
sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan ke
8

tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil pelapukan batuan.
Pelapukan juga dapat didefinisikan sebagai pecahnya batuan menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil akibat adanya proses yang bekerja pada batuan tersebut
baik proses mekanis, biologi maupun proses kimiawi. Pelapukan batuan merupakan
proses proses awal terjadinya denudasional, material hasil proses pelapukan
merupakan sumber bagi proses erosi maupun gerak massa batuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:
A. Jenis batuan
Komponen batuan seperti kandungan mineral, retakan, bidang perlapisan,
patahan, dan retakan sangat berpengaruh. Batuan yang resisten lebih lambat terkena
proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk, sedangkan batuan yang tidak resisten
sebaliknya. Contoh:
1. Limestone yang resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah
2. Granit yang resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.
B. Iklim
Temperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan. Jika
temperaturnya rendah maka pelapukan cepat terjadi dan jika curah hujan tinggi
pelapukan cepat terjadi. Contoh:
1. Iklim kering, jenis pelapukannya fisis
2. Iklim basah, jenis pelapukannya kimia
3. Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik
C. Vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap
proses pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah
panjang dan membesar menyebabkan batuan pecah.
2. Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia
yang dapat mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang
membusuk dapat pula membantu proses pelapukan, karena pada bagian
tumbuhan yang membusuk akan mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat
membantu menguraikan susunan kimia pada batuan. Oleh karena itu, jenis dan
jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap
9

pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses pelapukan terdapat


hubungan yang timbal balik.
D. Topografi.
Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar
matahari atau arah hujan, maka akan mempercepat proses pelapukan. Jenis-jenis
pelapukan ada beberapa, yaitu :
1. Pelapukan fisik (mekanis), yaitu pelapukan yang disebabkan oleh perubahan
volume batuan, dapat ditimbulkan oleh perubahan kondisi lingkungan
(berkurangnya tekanan, insolasi, hidrasi, akar tanaman, binatang, hujan dan
petir), atau karena interupsi kedalam pori-pori atau patahan batuan
2. Pelapukan kimiawi, yaitu pelapukan yang ditimbulkan oleh reaksi kimia
terhadap massa batuan. Air, oksigen dan gas asam arang mudah bereaksi dengan
mineral, sehingga membentuk mineral baru yang menyebabkan batuan cepat
pecah.
3. Pelapukan organik, yaitu pelapukan yang disebabkan oleh mahkluk hidup,
seperti lumut. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat
bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya
akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya.
Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar
serat makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan
sehingga garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan
dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun
penambangan.

2.3.2. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan
terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin,
gletser atau gravitasi. Erosi dapat disebabkan oleh air contohnya adalah:
1. Erosi Lempeng
Yaitu erosi dimana butir-butir tanah diangkut lewat permukaan atas tanah oleh
limpasan permukaan, yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang mengalir pada
permukaan tanah.
10

2. Pembetukan Polongan
Gully erosion erosi lempeng yang terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan
air nya jauh lebih besar dari kecepatan limpasan pada erosi lempeng. Polongan
tersebut akan cenderung ke dalam yang akan terjadi longsoranlongsoran dan
longsoran tersebut akan mengarah ke hulu. Ini dinamakan erosi kearah belakang.
3. Longsoran Massa Tanah
Longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan panjang, yang lapisan tanahnya
menjadi jenuh oleh air tanah.
4. Erosi Tebing Sungai
Tebing mengalami penggerusan air yang dapat menimbulkan longsornya tebing-
tebing pada belokan sungai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain:
1. Iklim, yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur, kelembapan,
penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan
menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
permukaan, serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport
dalam erosi beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur,
kelembaban dan penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi, sehingga
mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar investasi
tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah.
2. Tanah, kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur
tanah.
3. Topografi, kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan
arah lereng mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad
atau persen. Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan
memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian
memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin
curamnya lereng.
4. Tanaman / Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi
5. Macam penggunaan lahan
11

6. Kegiatan manusia, manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi


tergantung bagaimana manusia mengelolanya
7. Karakteristik hidrolika sungai
8. Karakteristik penampung sedimen, check dam,dan waduk
9. Kegiatan gunung berapi
Proses erosi oleh air dimulai pada saat kinetik air hujan mengenai air tanah.
Tenaga pukulan air ini menyebabkan terlepasnya partikel-partikel tanah dari
gumpalan tanah yang lebih besar. Semakin tinggi intensitas hujan maka akan
semakin tinggi pula tenaga yang dihasilkan dan juga semakin banyak partikel tanah
yang terlepas dari gumpalan tanah.
Klasifikasi bentuk erosi :
1. Erosi percik (splash erotion), proses percikan partikel-partikel tanah halus yang
disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah
(Yunianto, 1994).
2. Erosi lembar (sheet erosion), erosi yang terjadi karena pengangkutan atau
pemindahan lapisan tanah yang hampir merata ditanah permukaan oleh tenaga
aliran perluapan. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-
lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top
soil akan habis.
3. Erosi alur (rill erosion), terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah
saluran kecil (alir) yang dalamnya <30 cm, dan terbentuk terutama dilahan
pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini dimulai dengan genangan-genangan
kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu
mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
4. Erosi parit (channel erosion), terbentuk sama dengan erosi alur, tetapi tenaga
erosinya berupa aliran lipasan dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian
dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah secara biasa.
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti.
Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing
parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar
12

parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan


tebing di tempat-tempat tertentu.
Menurut Hudson (1976), memandang erosi dari dua segi yakni :
Faktor penyebab erosi, yang dinyatakan dalam erosivitas hujan.
Faktor ketahanan tanah terhadap erosivitas hujan, yang dinyatakan sebagai
erodibilitas tanah.

2.3.3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan
bahan-bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi
Purwantara, 2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material
hasil erosi saja, tetapi juga dari proses mass wasting. Namun kebanyakan terjadi
dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena kecepatan tenaga media
pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan tenaga alam yang
mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai (floodplain dan
delta), air laut, angin, dan geltsyer.
Proses-proses sedimentasi terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Proses sedimentasi secara geologis, yaitu proses erosi tanah yang berjalan
normal, artinya proses yang masih dalam batas yang diperkenankan dalam
keseimbangan alam.
2. Proses sedimentasi yang dipercepat, yaitu proses terjadinya sedimentasi
menyimpang dari proses pengendapan yang berlangsung dalam waktu cepat atau
singkat, sifatnya merusak dan mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian
lingkungan hidup.
- Pengangkutan Sedimen
- Perhitungan debit melayang
- Perhitungan sedimen dasar
- Pengukuran secara langsung
- Pengukuran dengan cara pengambilan sampel secara langsung menggunakan
alat ukur muatan sedimen dasar.
- Pengukuran sedimen dasar dengancara tidak langsung
13

3. Proses sedimentasi
- Pemetaan dasar sungai, pemetaan muatan sedimen dasar dengan rumus
empiris
- Volume sedimen total, Penjumlahan dari volume angkutan sedimen
melayang dengan volume angkutan dasar (Bendungan Tipe Urugan, DR.
Suyono Sosrodarsono)

2.3.4. Mass Wasting


Mass wasting atau yang biasa disebut dengan mass movement adalah
perpindahan massa batuan/tanah yang ada di lereng yang dipengaruhi oleh gaya
tarik bumi atau grafitasi atau kejenuhan massa air. Terjadi pada lereng labil, yaitu
lereng yang gaya menariknya (shear stress) lebih besar dari gaya menahan. Faktor-
faktor pengontrol mass wasting :
1. Kemiringan lereng, semakin besar kemiringan lereng dari suatu bentuklahan
maka semakin besar potensi lahan itu untuk terjadi mass wasting.
2. Relief lokal, yang mempunyai kemiringan yang cukup besar. Ketebalan
kehancuran batuan/debris diatas batuan dasar : semakin tebal batuan hancuran
yang berada diatas batuan dasar, maka semakin besar pula terjadinya mass
wasting.
3. Vegetasi saat terjadinya mass wasting biasanya tidak ada tanaman yang berakar
kekar yang mampu menahan material runtuhan.
4. Gempa bumi, merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya mass
wasting. Diarea yang rawan terjadinya gempa bumi, memungkinkan daerah itu
terjadi mass wasting.
5. Air dan es, berperan sebagai proses yang mempercepat terjadinya mass wasting
karena menambah bobot dari massa dan juga sebagai pelican. Daerah yang
beriklim basah dan mempunyai tingkat kejenuhan air yang tinggi,
mempengaruhi tingginya peluang untuk terjadinya mass wasting.

Klasifikasi-klasifikasi mass wasting, laju gerakan, berdasarkan kecepatan


geraknya, masswassting dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: pemindahan lambat
(slow flowage), dan pemindahan cepat (rapid flowage).
14

1. Slow flowage (creep)


Slow flowage atau creep termasuk pergerakan massa tanah yang tidak diketahui
karena hanya berubah beberapa milimeter pertahun. Meskipun demikian, creep
memberikan pengaruh yang dapat dideteksi pada bentang alam. Creep dapat
diamati melalui batang pohon yang terbengkokkan. Batang pohon tersebut
menunjukkan pergerakan lapisan tanah atas. Contoh dapat dilihat seperti gambar di
bawah ini.

Gambar. 2.1. Ilustrasi terjadinya creep


sumber http://sageography.myschoolstuff.co.za.

2. Rapid Flowage
Rapid flowage merupakan gerakan massa batuan atau masswassting yang cepat
dan dapat dilihat langsung proses terjadinya. Rapid flowage berdasarkan material
yang dibawa dikelompokan menjadi 3, yaitu:
a. Earthflow, gerakan yang tanahnya jenuh dengan air pada lereng yang landai,
sehingga gerakannya tidak terlalu cepat namun bisa dilihat secara langsung.
b. Mudflow, gerakan yang berupa gerakan aliran lumpur dengan kandungan air
lebih banyak dan gerakanya lebih cepat daripada earthflow.
c. Debris avalanches, gerakan massa batuan yang cepat pada lereng yang sempit
dan curam, karena materialnya lebih encer dan kemiringan lereng lebih besar.

Tipe material, dalam hal ini mass wasting ini dibedakan atas dasar diamana
massa batuan tersebut dimulai dari batuan dasar, menjadi batuan longsoran, sampai
dengan hancurnya batuan mejadi lumpur.
Tipe gerakan, tipe gerakan mass wasting dapat diklasifikasi seperti flow (aliran),
slip (luncuran) ataupun fall (jatuhan) sebagai berikut :
15

1. Aliran (flow) yaitu gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relative sempit.
Aliran material yang terbawa aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel
tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayu ranting dan lain-lain. Ada beberapa
istilah dalam tipe aliran yaitu:
a. Aliran tanah (earthflow) sering terjadi pada tanah-tanah berlempung dan
terjadi sehabis hujan lebat. Tanah yang daya ikatnya lemah akan mudah ikut
terbawa oleh aliran air hujan. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat
sampai sangat tinggi, bergatung pada kemiringan lereng dan kadar air tanah.
Aliran tanah berlangsung terus sampai beberapa tahun sehingga kemiringan
lereng menjadi kecil.

Gambar. 2.2. Ilustrasi terjadinya earthflow.


sumber: http://geology.com/
b. Aliran lumpur (mudflow) dapat terjadi di daerah dengan kemiringan antara
5°-15°. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung
padat yang berada di lapisan pasir halus. Terjadinya aliran lanau sering
disebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir. Aliran lanau juga dapat terjadi
pada lapisan lempung yang mengandung pasir atau lanau.

Gambar. 2.3. Ilustrasi terjadinya mudflow


Sumber: Mc Knight, Tom L & Hess, Darrel, 2008
16

2. Slip atau gelinciran, yaitu massa yang turun dan bergerak relatif koheren
disepanjang, satu ataupun lebih di permukaan bumi. Slip ini kemuadian dibagi
menjadi 2 yaitu: slide (luncuran) dan slump (nendatan).
a. Slide, rockslide (luncuran batuan), gerakan massa berupa batuan yang
meluncur sepanjang bidang perlapisan batuan yang geraknya relatif cepat,
seperti gambar dibawah ini.

Gambar. 2.4. Ilustrasi terjadinya rockslide

b. Slump (nendatan), gerakan massa yang biasanya berupa tanah yang relatif
tebal bergerak melalui bidang lengkung, dan gerakannya relatif cepat, seperti
gambar yang tertera di bawah ini.

Gambar. 2.5. Ilustrasi terjadinya slump

3. Rockfall (jatuhan batuan), yaitu gerakan massa berupa batuan yang jatuh dengan
bebas karena danya tebing terjal yang menggantung,dengan gerakan yang cepat
saat batu itu jatuh. Dan biasanya terjadi di tebing pantai akibat erosi ombak yang
menyebabkan batuan di atasnya menggantung dan terjadi pelepasan.
17

Gambar. 2.6. Ilustrasi terjadinya rockfall


Sumber : https://dedisasmito.wordpress.com/

2.4. Satuan Bentuklahan Denudasional

2.4.1. Pegunungan Denudasional


Karakteristik umum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng
sangat curam (55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi
(relief) >500 m. Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V
karena proses yang dominan adalah proses pendalaman lembah (valley deepening).

Gambar. 2.7. Pegunungan Denudasional

2.4.2. Perbukitan Denudasional


Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng
berkisar antara 15 > 55%, perbedaan tinggi (relief lokal) antara 5->500 m.Terkikis
sedang hingga kecil tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik
alami maupun tata guna lahan. Salah satu contoh adalah pulau Berhala, hamper
72,54 persen pulau tersebut merupakan perbukitan dengan luas 38,19 ha.
Perbukitan yang berada di pulau tersebut adalah perbukitan denudasional terkikis
18

sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga terbentuk
lereng-lereng yang sangat curam.

Gambar. 2.8. Perbukitan denudasional dengan litogi penyusun batugamping terumbu dai
daerah Oe’sapa, Kupang, NTT

2.4.3. Lahan Kritis


Lahan kritis adalah lahan yang tidak layak di lagi dipergunakan atau
ditanami, karena kerusakan fisik, kimia, dan biologis. Menurut Blaikie dan
Brookfield (1987) lahan kritis adalah penurunan daya dukung lahan untuk
menghasilkan manfaat dari penggunaan lahan tertentu dengan bentuk pengelolaan
tertentu . Berbeda dengan Barrow (1991), menurutnya lahan kritis adalah hilangnya
kegunaan, potensi, dan penurunan perubahan organisme yang tidak dapat di
gantikan.
Lahan yang dapat dikatakan kritis memiliki ciri-ciri :
1. Tidak subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat
risiko ancaman besar (ancaman erosi dan banjir).
2. Miskin humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk di jadikan lahan
pertanian, karena tanahnya kurang subur. Lahan yang miskin humus bersifat
tandus, gundul, dan tidak dapat di pergunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat
kesuburannya sangat rendah. Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya lahan
kritis, antara lain sebagai berikut :
- Kekeringan, biasanya terjadi di daerah- daerah bayangan hujan.
19

- Genangan air yang sering terus menerus, seperti daerah pantai yang tertutup
rawa- rawa.
- Erosi tanah dan masswating yang biasanya di daerah dataran tinggi.
- Pengolahan lahan yang kurang memerhatikan aspek- aspek kelestarian
lingkungan.
- Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat
diuraikan oleh bakteri)misalnya plastik.
- Pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan.
Dalam hal ini, kami memiliki beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah
mengenai lahan kritis yang terjadi akibat dari proses denudasional. Upaya – upaya
yang dapat di lakukan untuk menanggulangi lahan kritis adalah:
1. Lahan tanah dimanfaatkan seoptimalnya.
2. Erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan teras-teras lereng bukit.
3. Usaha perluasan penghijauan tanah dan reboisasi lahan hutan.
4. Perlu adanya usaha prokasih.
5. Pengolahan wilayah terpadu di wilayah lautan dan DAS.
6. Perkembangan keanekaragaman hayati.
7. Pemupukan dengan pupuk organik/alami.

Gambar. 2.9. Lahan Kritis


Sumber : https://prelo.co.id/

2.4.4. Kerucut Talus (Talus Cones) atau kipas koluvial


Mempunyai daerah memanjang dan relatif sempit terletak disuatu
pegunungan/perbukitan dengan topografi landai sehingga sedikit terkikis. Lereng
kaki terjadi pada kaki pegunungan dan lembang atau dasar cekungan (basin).
Permukaan lereng kaki langsung ada dibatuan induk (bed rok) dipermukaan lereng
20

kaki adanya fragmen batuan hasil pelapukan daerah atasnya yang diangkut oleh
tenaga air ke daerah yang lebih rendah.

Gambar. 3.0. Rombakan Lereng Odle-Mountains, Dolomites, Italy

2.4.5. Perbukitan Sisa Terpisah


Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan mundur akibat
proses denudasi dan lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan
meninggalkan bentuk sisa dengan lereng dinding yang curam. Bukit sisa terpisah
atau inselberg tersebut berbatu tanpa penutup lahan (barerock) dan banyak
singkapanbatuan(outcrop). Kenampakan ini dapat terjadi padapegunungan/
perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan/ perbukitan, dan
mempunyai bentuk membulat. Apabila bentuknya relative memanjang dengan
dinding curam tersebut monadnock. Contoh bukit sisa yaitu berada pada daerah
Israel, daerah Nivali, Mozambique, daerah Ikere Ekiti (biasanya juga disebut Ikere
atau Ikerre town), Barat daya Nigeria.

Gambar. 3.1. inselberg di daerah Israel


Sumber:Tugas Geomorfologi/bentuklahandenudasional/teknikgeologi/UNG

2.4.6. Lereng Kaki (Foot slope)


Mempunyai daerah memanjang dan relatif sermpit terletak di suatu
pegunungan/perbukitan dengan topografi landai hingga sedikit terkikis. Lereng
kaki terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin).
21

Permukaan lereng kaki langsung berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan
lereng kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang
diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih rendah.

Gambar. 3.2. FOOT SLOPE Lac aux Américains, Gaspésie, Québec, Canada

2.4.7. Lahan Rusak (Bad land)

Merupakan daerah yang mempunyai topografi dengan lereng curam hingga


sangat curam dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah
yang dalam dan berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat.
Proses erosi parit (gully erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan batuan
muncul ke permukaan (rock outcrops).

Gambar. 3.3. Badland di Bahia Brazil


22

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bentuklahan Denudasional adalah bentangalam yang dibentuk oleh proses
geomorfologi, jika proses tersebut bekerja terus dalam jangka waktu yang panjang,
mampu meratakan seluruh permukaan bumi yang kasar. Proses denudasional
(penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah, erosi,
dan kemudian diakhiri oleh proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik
secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan
dekomposisi. Faktor dominan yang mendorong terbentuknya bentuklahan
denudasional adalah iklim, jenis batuan, topografi, vegetasi, dan lain sebagainya.
Satuan bentulahan denudasional yang terjadi akibat proses denudasional
adalah suatu fenomena yang dapat dijumpai disudut permukaan bumi, sehingga
memberikan dampak besar terhadap kelangsungan ekosistem kehidupan
disekitarnya. Satuan bentuklahan denudasional diantaranya; pegunungan
denudasional, perbukitan denudasional, dataran nyaris, dan lain sebagainya.
Sehingga kajian geomorfologi komplek dalam menyajikan suatu fenomena
bentuklahan di permukaan bumi. Umumnya bentuklahan ini terdapat pada daerah
dengan topografi perbukitan atau gunung dengan bantuan yang lunak dan beriklim
basah, sehingga bentuknya tidak nampak karena adanya gerakan massa batuan.
23

DAFTAR RUJUKAN

Herlambang, Sudarno. 2004. Bahan Ajar Dasar-Dasar Gemomorfologi. Malang:


Universitas Negeri Malang.
Indriani. 2014. Gemorofologi Indonesia Bentuk Lahan Denudasional. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Magfira, RA. 2012. Geomorfologi: Bentuk Lahan. Bandung: Bandung Press. Mc
Knight, Tom L & Hess, Darrel, 2008. Physical Geograghy: A Landscape
Appreciation 9th. Pearson Prentice Hall.
Mustofa. 2011. Geomorfologi Dasar. Pontianak: SKIP PGRI Pontianak.
Pramono, dkk. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY Press.
Soetoto. 2017. Geomorfologi. Yogyakarta: Ombak.
Thronbury. 1970. Principle Of Geomorphology. New York: John Willey and
Sons,INC.
Verstappen, H. Th. 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Sureys for
Environmental Management. Amsterdam: Elsivier.
Saputra, LA. 2013. Bentuk Lahan Asal Denudasional. (Online).
https://lutfiardiansyahsaputra.wordpress.com/2013/04/03/bentuk-lahan-
asal-denudasional/). Diakses pada 2 Maret 2020.
Supriatna, Upi. 2013. Bentuklahan Denudasional. (Online).
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/UPISUPRIYATNA/Benta
ng Lahan Denudasional.pdf). Diakses pada 2 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai