MAKALAH GEOMORFOLOGI
BENTUKLAHAN DENUDASIONAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geomorfologi yang
dibina oleh Dosen Listiyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc
Disusun oleh:
Mia Audina 190721637677
Muhammad Fajrul ‘Alim 190721637763
Muhammad Thoriq 190721637695
Paulinus Hermanto Limbong 190721637678
Ranida Seviana 190721637681
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Bentuklahan Denudasioanl ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada matakuliah geomorfologi umum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Bentuklahan Denudasioanl berupa erosi,
pelapukan, mass wasting dan sedimentasi baik bagi para pembaca dan juga penulis.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, khususnya kepada
Bapak Listiyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc. selaku dosen pengasuh mata
kuliah geomorfologi umum yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini dapat berkembang dengan baik. Semoga dengan
terselesaikannya penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.Tujuan
Sesuai dengan uraian diatas tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah geomorfologi umum tentang proses denudasional
dan mengetahui bentuklahan yang dipengaruhi oleh proses denudasional.
1.4. Manfaat
1. Bagi mahasisawa
Sebagai bahan belajar dan referensi untuk pembelajaran di kelas. Sehingga
mampu menambah wawasan dan pengetahuan yang optimal.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat terkait bentuklahan yang
terjadi di sekitar lingkungan hidupnya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Denudasional berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga
denudasional berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuklahan asal
denudasional dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat
proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wasting) dan proses
pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi (Herlambang, Sudarno.
2004). Bentuklahan denudasional adalah bentuklahan yang terbentuk akibat proses
pengelupasan batuan induk yang telah mengalami proses pelapukan yang
diakibatkan oleh pengaruh air sungai, panas matahari, angin, hujan, embun beku,
mass wating, dan es yang bergerak ke laut (Mustofa, 2011). Bentuklahan
denudasional adalah bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelapukan
(weathering), erosi, gerak masa batuan (mass movement) dan proses pengendapan
pada batuan induk (Suharini, 2014). Bentuklahan denudasional adalah bentuk lahan
yang berada pada daerah yang sangat luas tersusun atas batuan yang lunak dan
berada pada daerah iklim basah. (Pramono dan Ashari, 2014).
Bentuklahan denudasional juga merupakan material permukaan bumi yang
terlepas dan terangkut oleh berbagai tenaga geomorfologi persatuan luas dalam
waktu tertentu. Proses tersebut dapat berupa erosi dan gerak masa batuan. Dengan
demikian daerah yang ditinggalkan oleh material tersebut maupun daerah hasil
deposisi material akibat gravitasi dikenal sebagai fenomena permukaan bumi yang
terdenudasi, dan bentuklahannya dikelompokkan ke dalam bentuk asal proses
denudasional. Dari beberapa pengertian para ahli tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa bentuklahan denudasional adalah bentuklahan yang tercipta
akibat adanya proses pelapukan pada batuan induk yang berupa wilayah
pegunungan dan perbukitan sehingga menciptakan relief yang kasar pada
pegunungan dan perbukitan.
Bentuklahan denudasional timbul akibat adanya pelapukan batuan
kemudian batuan yang telah lapuk tersebut dipindahkan oleh gaya gravitasi (mass
wasting) atau pencapakan batuan yang material pelapukannya bergerak menuruni
7
lereng akibat pengaruh gravitasi, tanpa adanya medium transportasi dari agen-agen
geomorfik seperti angin atau air. Pada bentuklahan denudasional parameter
utamanya adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya,
vegetasi, dan relief. (Suhendra, 2009).
2.3.1. Pelapukan
Pelapukan (weathering) bersal dari kata weather yang dalam bahasa Inggris
berarti cuaca, sehingga pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan
perubahan sifat (fisis dan kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca.
Secara umum, pelapukan diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh
tenaga eksogen, menurut Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia,
mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Akibat
dari proses ini pada batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada
bagian luar dari suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung
lambat, karena telah berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama maka di
beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga daerah-daerah yang
hasil pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi
sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan ke
8
tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil pelapukan batuan.
Pelapukan juga dapat didefinisikan sebagai pecahnya batuan menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil akibat adanya proses yang bekerja pada batuan tersebut
baik proses mekanis, biologi maupun proses kimiawi. Pelapukan batuan merupakan
proses proses awal terjadinya denudasional, material hasil proses pelapukan
merupakan sumber bagi proses erosi maupun gerak massa batuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:
A. Jenis batuan
Komponen batuan seperti kandungan mineral, retakan, bidang perlapisan,
patahan, dan retakan sangat berpengaruh. Batuan yang resisten lebih lambat terkena
proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk, sedangkan batuan yang tidak resisten
sebaliknya. Contoh:
1. Limestone yang resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah
2. Granit yang resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.
B. Iklim
Temperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan. Jika
temperaturnya rendah maka pelapukan cepat terjadi dan jika curah hujan tinggi
pelapukan cepat terjadi. Contoh:
1. Iklim kering, jenis pelapukannya fisis
2. Iklim basah, jenis pelapukannya kimia
3. Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik
C. Vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap
proses pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah
panjang dan membesar menyebabkan batuan pecah.
2. Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia
yang dapat mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang
membusuk dapat pula membantu proses pelapukan, karena pada bagian
tumbuhan yang membusuk akan mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat
membantu menguraikan susunan kimia pada batuan. Oleh karena itu, jenis dan
jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap
9
2.3.2. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan
terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin,
gletser atau gravitasi. Erosi dapat disebabkan oleh air contohnya adalah:
1. Erosi Lempeng
Yaitu erosi dimana butir-butir tanah diangkut lewat permukaan atas tanah oleh
limpasan permukaan, yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang mengalir pada
permukaan tanah.
10
2. Pembetukan Polongan
Gully erosion erosi lempeng yang terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan
air nya jauh lebih besar dari kecepatan limpasan pada erosi lempeng. Polongan
tersebut akan cenderung ke dalam yang akan terjadi longsoranlongsoran dan
longsoran tersebut akan mengarah ke hulu. Ini dinamakan erosi kearah belakang.
3. Longsoran Massa Tanah
Longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan panjang, yang lapisan tanahnya
menjadi jenuh oleh air tanah.
4. Erosi Tebing Sungai
Tebing mengalami penggerusan air yang dapat menimbulkan longsornya tebing-
tebing pada belokan sungai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi antara lain:
1. Iklim, yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur, kelembapan,
penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan
menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
permukaan, serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport
dalam erosi beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur,
kelembaban dan penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi, sehingga
mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar investasi
tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah.
2. Tanah, kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur
tanah.
3. Topografi, kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan
arah lereng mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad
atau persen. Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan
memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian
memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin
curamnya lereng.
4. Tanaman / Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi
5. Macam penggunaan lahan
11
2.3.3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan
bahan-bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi
Purwantara, 2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material
hasil erosi saja, tetapi juga dari proses mass wasting. Namun kebanyakan terjadi
dari proses erosi. Sedimentasi terjadi karena kecepatan tenaga media
pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan tenaga alam yang
mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai (floodplain dan
delta), air laut, angin, dan geltsyer.
Proses-proses sedimentasi terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Proses sedimentasi secara geologis, yaitu proses erosi tanah yang berjalan
normal, artinya proses yang masih dalam batas yang diperkenankan dalam
keseimbangan alam.
2. Proses sedimentasi yang dipercepat, yaitu proses terjadinya sedimentasi
menyimpang dari proses pengendapan yang berlangsung dalam waktu cepat atau
singkat, sifatnya merusak dan mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian
lingkungan hidup.
- Pengangkutan Sedimen
- Perhitungan debit melayang
- Perhitungan sedimen dasar
- Pengukuran secara langsung
- Pengukuran dengan cara pengambilan sampel secara langsung menggunakan
alat ukur muatan sedimen dasar.
- Pengukuran sedimen dasar dengancara tidak langsung
13
3. Proses sedimentasi
- Pemetaan dasar sungai, pemetaan muatan sedimen dasar dengan rumus
empiris
- Volume sedimen total, Penjumlahan dari volume angkutan sedimen
melayang dengan volume angkutan dasar (Bendungan Tipe Urugan, DR.
Suyono Sosrodarsono)
2. Rapid Flowage
Rapid flowage merupakan gerakan massa batuan atau masswassting yang cepat
dan dapat dilihat langsung proses terjadinya. Rapid flowage berdasarkan material
yang dibawa dikelompokan menjadi 3, yaitu:
a. Earthflow, gerakan yang tanahnya jenuh dengan air pada lereng yang landai,
sehingga gerakannya tidak terlalu cepat namun bisa dilihat secara langsung.
b. Mudflow, gerakan yang berupa gerakan aliran lumpur dengan kandungan air
lebih banyak dan gerakanya lebih cepat daripada earthflow.
c. Debris avalanches, gerakan massa batuan yang cepat pada lereng yang sempit
dan curam, karena materialnya lebih encer dan kemiringan lereng lebih besar.
Tipe material, dalam hal ini mass wasting ini dibedakan atas dasar diamana
massa batuan tersebut dimulai dari batuan dasar, menjadi batuan longsoran, sampai
dengan hancurnya batuan mejadi lumpur.
Tipe gerakan, tipe gerakan mass wasting dapat diklasifikasi seperti flow (aliran),
slip (luncuran) ataupun fall (jatuhan) sebagai berikut :
15
1. Aliran (flow) yaitu gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relative sempit.
Aliran material yang terbawa aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel
tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayu ranting dan lain-lain. Ada beberapa
istilah dalam tipe aliran yaitu:
a. Aliran tanah (earthflow) sering terjadi pada tanah-tanah berlempung dan
terjadi sehabis hujan lebat. Tanah yang daya ikatnya lemah akan mudah ikut
terbawa oleh aliran air hujan. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat
sampai sangat tinggi, bergatung pada kemiringan lereng dan kadar air tanah.
Aliran tanah berlangsung terus sampai beberapa tahun sehingga kemiringan
lereng menjadi kecil.
2. Slip atau gelinciran, yaitu massa yang turun dan bergerak relatif koheren
disepanjang, satu ataupun lebih di permukaan bumi. Slip ini kemuadian dibagi
menjadi 2 yaitu: slide (luncuran) dan slump (nendatan).
a. Slide, rockslide (luncuran batuan), gerakan massa berupa batuan yang
meluncur sepanjang bidang perlapisan batuan yang geraknya relatif cepat,
seperti gambar dibawah ini.
b. Slump (nendatan), gerakan massa yang biasanya berupa tanah yang relatif
tebal bergerak melalui bidang lengkung, dan gerakannya relatif cepat, seperti
gambar yang tertera di bawah ini.
3. Rockfall (jatuhan batuan), yaitu gerakan massa berupa batuan yang jatuh dengan
bebas karena danya tebing terjal yang menggantung,dengan gerakan yang cepat
saat batu itu jatuh. Dan biasanya terjadi di tebing pantai akibat erosi ombak yang
menyebabkan batuan di atasnya menggantung dan terjadi pelepasan.
17
sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga terbentuk
lereng-lereng yang sangat curam.
Gambar. 2.8. Perbukitan denudasional dengan litogi penyusun batugamping terumbu dai
daerah Oe’sapa, Kupang, NTT
- Genangan air yang sering terus menerus, seperti daerah pantai yang tertutup
rawa- rawa.
- Erosi tanah dan masswating yang biasanya di daerah dataran tinggi.
- Pengolahan lahan yang kurang memerhatikan aspek- aspek kelestarian
lingkungan.
- Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat
diuraikan oleh bakteri)misalnya plastik.
- Pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan.
Dalam hal ini, kami memiliki beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah
mengenai lahan kritis yang terjadi akibat dari proses denudasional. Upaya – upaya
yang dapat di lakukan untuk menanggulangi lahan kritis adalah:
1. Lahan tanah dimanfaatkan seoptimalnya.
2. Erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan teras-teras lereng bukit.
3. Usaha perluasan penghijauan tanah dan reboisasi lahan hutan.
4. Perlu adanya usaha prokasih.
5. Pengolahan wilayah terpadu di wilayah lautan dan DAS.
6. Perkembangan keanekaragaman hayati.
7. Pemupukan dengan pupuk organik/alami.
kaki adanya fragmen batuan hasil pelapukan daerah atasnya yang diangkut oleh
tenaga air ke daerah yang lebih rendah.
Permukaan lereng kaki langsung berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan
lereng kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang
diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih rendah.
Gambar. 3.2. FOOT SLOPE Lac aux Américains, Gaspésie, Québec, Canada
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bentuklahan Denudasional adalah bentangalam yang dibentuk oleh proses
geomorfologi, jika proses tersebut bekerja terus dalam jangka waktu yang panjang,
mampu meratakan seluruh permukaan bumi yang kasar. Proses denudasional
(penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah, erosi,
dan kemudian diakhiri oleh proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik
secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan
dekomposisi. Faktor dominan yang mendorong terbentuknya bentuklahan
denudasional adalah iklim, jenis batuan, topografi, vegetasi, dan lain sebagainya.
Satuan bentulahan denudasional yang terjadi akibat proses denudasional
adalah suatu fenomena yang dapat dijumpai disudut permukaan bumi, sehingga
memberikan dampak besar terhadap kelangsungan ekosistem kehidupan
disekitarnya. Satuan bentuklahan denudasional diantaranya; pegunungan
denudasional, perbukitan denudasional, dataran nyaris, dan lain sebagainya.
Sehingga kajian geomorfologi komplek dalam menyajikan suatu fenomena
bentuklahan di permukaan bumi. Umumnya bentuklahan ini terdapat pada daerah
dengan topografi perbukitan atau gunung dengan bantuan yang lunak dan beriklim
basah, sehingga bentuknya tidak nampak karena adanya gerakan massa batuan.
23
DAFTAR RUJUKAN