Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BENTUK LAHAN GUNUNG API

GEOMORFOLOGI UMUM

DOSEN PENGAMPU
Dra. Hj.Sitti Kasmiati,M.Si

DI SUSUN OLEH;
KELOMPOK 1 KELAS B

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

NATAYA DWI CAHYANI(A1P122010)


ILMAYANI ZULMANSYAH(A1P122004)
WANDA LESTARI(A1P122092)
JUNI (A1P122008)
DICCA CAHYANI(A1P122002)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUSN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta

Karunia-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan Makalah Geomorfologi


umum dengan judul “GENETIK BENTUK LAHAN”Tidak lupa Terima Kasih penulis dalam pengerjaan
tugas Makalah ini,penulis juga mengucapkan Terimakasih kepada teman-teman yang setia
membantu dalam penyusunan makalah.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata Sempurna,oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat mebangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.

Akhir kata Penulis sampaikan Terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalampenyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa Meridhai
sebagai usahakita.Aamiin.

Kendari,20 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………….
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………………………………
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………
C. TUJUAN………………………………………………………………………………………………........
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………….
A. Bentuk lahan gunung api……………………………………………………………………………
B. Jenis-jenis Gunung Api dan Tipe-Tipe Gunung Api...............................
C. Gejala Vulkanik……………………………………………………………………………….........
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………….
KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Pengertian Genetik Bentuk Lahan

Bentuk lahan ini dalam Soetoto (2013:142) mencerminkan adanya kontrol struktur geologi
seperti lipatan, sesar, kekar, pola schistosity, dan intrusi batuan beku. Walaupun ada proses
denudasi tetapi pengaruhnya relatif kecil dibandingkan dengan struktur geologi. Relief yang
terjadi mempunyai lereng yang curam hingga landai bahkan datar. Beberapa contoh bentuklahan
jenis ini yaitu perbukitan pegunungan lipatan, perbukitan-pegunungan patahan, mesa, plato,
cuestas, flat-irons, dan dykes, gawir, sesar, graben, dan horst.

Diastrofisme menurut Hugett (2003) dalam Heru Pramono dan Arif Ashari (2013:88)
merupakan proses yang berkaitan dengan tektonisme (atau geotektnik). Proses diastrofisme
antara lain meliputi pelipatan, patahan, pengangkatan, amblesan dari litosfer. Hasil dari
diastrofisme adalah berbagai kenampakan besar di permukaan bumi. Secara umum diastrofisme
dapat dibedakan menjadi dua yaitu epirogenesa dan orogenesa, walaupun kedua terminologi ini
masih cenderung membingungkan.

Dalam Soetoto (2013:103) epirogenesis adalah proses pengangkatan jalur-jalur kerak bumi
oleh tenaga endogenik, sehingga dapat terbentuk pembubungan muka bumi yang terbentuk
kubah. Proses ini terjadi pada daerah yang luas, misalnya benua dan pergerakannya lambat.
Orogenesis adalah proses terangkat dan terlipatnya jalur kerak bumi oleh tenaga endogenik
sehingga terjadi pada daerah yang relatif sempit. Disamping terlipat dan terangkat, batuan juga
dapat tersesarkan atau terpatah-patah serta retak-retak atau terkekarkan, menghasilkan
bermacam-macam struktur geologi:

a. Lipatan (fold)

Lipatan terjadi karena batuan mengalami gaya kompresi.

b. Kekar (joint)

Kekar menurut Billings (1954:108) dalam Soetoto (2013:104) adalah bagian permukaan
atau bidang yang memisahkan batuan, dan sepanjang bidang tersebut belum terjadi
pergeseran. Di samping merupakan bidang datar, kekar dapat pula merupakan bidang
lengkung.

c. Sesar (fault)
Sesar menurut Billings, 1954:124) dalam Soetoto (2013:113) adalah kekar yang
dinding sebelah menyebelahnya sudah saling bergeser satu sama lain disebabkan oleh
gaya kompresi. Berdasarkan atas arah gerakan relatif bagian-bagian yang bergerak, sesar
dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Sesar normal (normal fault)

Sesar normal atau sesar turun (normal fault) yaitu hasil pergeseran kerak bumi sisi satu
dengan sisi lainya, dimana pada posisi hangingwall turun ke bawah dari sisi footwallnya,
sesar ini hasil dari gaya ekstensi kerak bumi.

2. Sesar naik (reverse fault dan thrust fault)

Sesar naik (reverse fault dan thrust fault) yaitu hasil pergerakan kerak bumi sisi satu
dengan sisi lainya, dimana pada posisi hangingwall terdorong ke atas dari sisi
footwallnya, sesar ini hasil dari gaya kompresi kerak bumi.

3. Sesar geser (strike-slip or transform, or wrench fault)

Sesar geser (strike-slip or transform, or wrench fault) dan sesar permukaan dimana
footwall bergerak ke kiri atau ke kanan atau pegerakan lateral dengan sedikit pergerakan
vertikal.

Bentuk lahan lipatan sangat dominan ditemukan di berbagai tempat di suluruh belahan
dunia. Hal tersebut disebabkan oleh tenaga pembentuknya yang kurang dipengaruhi oleh
faktor iklim. Faktor iklim lebih berpengaruh pada pembentukan lahan fluvial, glasial, dan
aeolian.

Distribusi yang merata di seluruh dunia inilah yang menjadikan bentuk lahan lipatan
sangat penting untuk dikaji. Pada dasarnya, bentuk lahan lipatan dan patahan termasuk
pada bentuk lahan struktural. Patahan atau sesar merupakan bentuk lahan berupa gawir
yang memiliki keterkaitan dengan gawir lainnya dalam hal pergerakan. Setiap patahan
memiliki perbedaan intensitas pergerakan, ada patahan yang terakhir bergerak pada lebih
lama dari periode tersier, tetapi adapula patahan yang bergerak pada periode kuarter
hingga saat ini.

Patahan yang masih bergerak hingga saat ini merupakan indikasi bahwa patahan
tersebut termasuk patahan aktif. Patahan aktif dapat menimbulkan pengaruh terhadap
beberapa deformasi bentuk lahan.

Pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya patahan aktif antara lain gempa bumi,
pergerakan tanah, dan kerusakan infrastruktur. Gempa bumi yang terjadi beberapa tahun
terakhir di Indonesia merupakan hasil pergerakan patahan aktif baik di darat maupun laut.
Fenomena pergerakan tanah yang sering terjadi di Indonesia juga diakibatkan oleh
adanya patahan aktif.

Selain itu, pembangunan infrastruktur juga sangat direkomendasikan untuk


mempertimbangkan patahan aktif. Lipatan akan menimbulkan kenampakan yang khas,
yang membedakannya dengan bentuk lahan lain. Selain itu, lipatan memiliki tipologi
perlapisan batuan yang unik dengan ukuran yang tidak terlalu tebal jika dibandingkan
dengan pembentukan lahan vulkanik. Perbedan tersebut pula yang menyebabkan dampak
yang berbeda kepada masyarakat di sekitar lipatan. Proses endogen berupa deformasi
bentuk lahan dapat terjadi pada lahan dengan resistensi yang tinggi jika dipengaruhi oleh
sesar aktif (Haryanto, 2013).

Hal tersebut memberikan makna bahwa sekuat apapun sebuah lahan, maka akan dapat
terdeformasi jika berdekatan dengan sesar aktif. Deformasi yang terjadi dapat berupa
pengangkatan, pembelokan gawir, maupun depresi. Hasil penelitian Toke et al (2014)
menunjukkan bahwa wilayah yang terletak di sekitar patahan harus memiliki regulasi
khusus terkait kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh patahan tersebut. Hal itu
merupakan salah satu indikator bahwa patahan memiliki potensi pergerakan yang dapat
membahayakan manusia.

Definisi Bentuk Lahan menurut Para Ahli

Beberapa pengertian mengenai bentuk lahan menurut ahli adalah:

- Bentuk lahan adalah setiap unsur bentanglahan yang dicirikan oleh ekspresi permukaan
yang jelas, struktur internal atau kedua-duanya dan menjadi pembeda yang mencolok
fisiografi suatu daerah (Howard dan Spok, 1940). - Bentuk lahan adalah kenampakan
medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu, memiliki julat
karakteristik fisikal dan visula tertentu dimanapun medan tersebut terjadi (Way, 1973).

- Bentuk lahan adalah sebidang lahan yang dicirikan oleh kompleksitas atribut fisik dari
permukaan lahan atau dekat dengan permukaan (Zuidam, 1979).
B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas maka dapat di rumuskan masalah, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan bentuk lahan gunung Api ?

2. Apa saja jenis-jenis gunung api dan tipe-tipe gunung api

3. Apa dimaksud dengan gejalah vulkanik?

C. Tujuan

Dari penjelasan di atas adapun tujuan dari makalah ini, yaitu: 

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan bentuk lahan gunung Api ?

2. Mengetahui jenis-jenis gunung api dan tipe-tipe gunung api?

3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gejalah vulkanik?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk lahan Gunung Api

Banyak pengertian atau devinisi mengenai gunungapi, berikut adalah devinisi gunung
api dari para ahli:

1. Gunungapi (Vulkan) adalah suatu bentuk timbulan di muka bumi pada umumnya
berupa kerucut raksasa, kerucut terpancung, kubah ataupun bukit yang diakibatkan oleh
penerobosan magma ke permukaan bumi (Matahalemual, 1982).

2. Gunungapi adalah lubang atau saluran yang menghubungkan suatu wadah berisi bahan
yang disebut magma. Suatu ketika bahan tersebut ditempatkan melalui saluran bumi dan
sering terhimpun di sekelilingnya sehingga membangun suatu kerucut yang dinamakan
kerucut gunung api (Koesoemadinata, 1977).

Bentuk lahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas
gunung api. Vulkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan
magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi berbagai
bentuklahan yang secara umum disebut bentuklahan gunungapi atau vulkanik.
Satuan geomorfologi dari bentukan ini ada 10 macam, yaitu kerucut vulkanik, lereng
vulkanik, kaki vulkanik, dataran vulkanik, padang lava, padang lahar, dataran antar
vulkanik, bukit vulkanik terdenudasi, boka, dan kerucut parasiter. Semua fenomena yang
berkaitan dengan proses gerakan magma dari dalam bumi menuju ke permukaan bumi
yang menghasilkan bentukan yang cenderung positif di permukaan bumi yang disebut
sebagai bentukan volkanik. Contohnya puncak gunung lokon manado sulawesi utara, dan
Gunung kerinci di Sumatra.

Kata gunung api atau vulkano berasal dari bahasa Italia yaitu “vulcan”, sebutan dari
Dewa Api (Penjaga Tubuh Gunung api) yang tinggal di puncak gunung Vulcano, di laut
Mediterania, Sicilia-Italia (Tilling, 2000). Vulkanologi atau volkanologi adalah salah satu
cabang ilmu kebumian yang mempelajari seluk beluk kegunungapian. Ruang lingkup
vulkanologi mencakup proses-proses geologi yang membentuk gunung api, mekanisme
aktivitas gunung api, material yang dihasilkan oleh aktivitas gunung api, dan implikasi
(positif dan negatif ) akibat keberadaan gunung api (Mulyaningsih, 2015:4).

Gunung Api di definisikan sebagai proses magmatisme yang berlasngsung secara


alamiah, yang dicirikan oleh bergeraknya magma dari dalam bumi (reservoir magma) ke
permukaan bumi melalui suatu rekahan yang terbentuk secara tektonika (Mulyaningsih,
2015:10). Bentuk lahan gunung api memiliki morfologi yang khas, yaitu mempunyai
relief menjulang hingga ribuan kilometer di atas permukaan laut, berbentuk kerucut, dan
pola aliran yang berkembang diatasnya adalah pola radial (Asriningrum: 2010).
Berdasarkan bentuk lahan, gunung api secara umum dapat dikelompokkan jadi empat
yaitu kawah dan kerucut gunungapi memiliki lereng yang sangat curam, lembah dalam,
material endapan campuran dari hasil erupsi yang relatif kasar hingga amat kasar, serta
erosi dan longsor dominan. Kedua, lereng gunung api memiliki lereng curam hingga
curam, lembah-lembah dalam, bentuk lereng tak teratur, dan relief bergelombang.
Terakhir dataran aluvial gunung api memiliki topografi dasar hingga hampir datar
(landai), kemiringan lereng 0-3%. Bentuk lahan ini dominan mengalami proses erosi
lembar oleh aliran permukaan. Sementara itu, proses deposisional pada daerah-daerah
yang datar dan lebih rendah cukup intensif, dengan material penyusun bagian atas berupa
pasir halus hingga sedang dan dibawah berupa pasir lebih kasar.

Gunung api adalah semua gunung dengan fenomena vulkanisme, baik yang
berlangsung sekarang maupun pada masa lalu. Artinya tidak ada batasan waktu terhadap
aktivitas gunung api tersebut. Fenomena vulkanisme yang munkin dapat dijumpai pada
suatu gunung api adalah (1) lontaran balistik (ballistic projectiles) batu yang dilontarkan
dari dalam kawah pada saat gunung api mengalami erupsi eksplosif; (2) jatuhan material
piroklastik (fault of pyroclastic material) hujan abu, pasir-kerikil pumis, skoria, dan lain-
lain (3) aliran dan semburan piroklastik (pyroklastik flows and pyroclastic surges:
pyroclastic density currents); (4) petir dan kilat (air schocks and lighting); (5) aliran lava
(lava flows); (6) longsoran, rock slide avalanches, dan gangguan kestabilan lereng;
(7)aliran debris, lahar dan banjir, (8) gas gunung api; (9) deformasi muka tanah (ground
deformation);(10) gempa bumi (eartquakes); (11)tsunami; (12) anomali panas bumi
(geothermal anomaly): adanya gas fumarola, gas sulfatara, lumpur atau kubangan lumpur
panas, mata air panas dan semburan air panas (geyser);(13), anomaly air tanah
(groundwater anomaly);(14), bukaan kawah baru (opening of new vent).

Dasar aktivitas gunung api dipengaruhi oleh proses tektonisme. Proses tektonisme
berasal dari pergerakan lempeng di bumi yaitu lempeng samudera dan lempeng daratan.
Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak, ada yang saling menjauh, saling mendekat
dan secara bersinggungan (trasnfrom), oleh dorongan yang berasal dari olakan arus
konveksi magma dalam lapisan astenosfer, di bawah kerak bumi. Akibat pergerakan
lempeng samudera dan lempeng benua yang saling mendekat, timbul gesekan yang
sangat kuat sehingga menghasilkan panas dan melelehkan sebagian tersebut selanjutnya
bercampur dengan magma asal astenosfer, bergerak melalui rekahan yang dibentuk oleh
gaya-gaya tektonika menuju zona akumulasi magma. Jika ada rekahan yang
menghubungkan zona akumulasi magma dan permukaan bumi, maka terjadi aliran
magma hingga permukaan bumi, membentuk tubuh gunung api.
Berdasarkan pada bentang alam dan jenis batuan yang menyusun tubuh gunung api,
terdapat empat jenis tipe gunung api, yaitu komposit atau strato (composite volcanoes),
gunung api perisai (shield volcanoes), gunung api monogenetik dan kubah lava (lava
domes).

Tipe Gunung Api Komposit terbentuk oleh proses kemunculan magma Ca-Alkalin ke
permukaan bumi melalui rekahan yang dibentuk secara tektonika, yang magmanya
dibentuk oleh proses pelelehan batuan sebagian ketika terjadi penunjaman lempeng
samudera yang lain. Gunung api ini dicirikan oleh bentukan lereng berundak, dengan
morfologi kerucut simetri dan tubuh yang besar. Beberapa gunung komposit di Indonesia,
seperti Gunung Api Merapi, Merbabu, Dieng, Sindoro, Sumbing, Muria, Kelud,
Tangkuban Perahu, Karang, Lumutbalai, Rajabasa, Kerinci, Talang, Sinabung dan
Gamalama.

Tipe Gunung Api tipe perisai dapat terbentuk pada pemekaran lantai samudera,
membentuk oceanic ridge basalt (MORB), hotspot, pulau gunung api dan ocean rifting.
Tubuh gunung api perisai tersusun atas aliran-aliran lava (cair), yang mengalir dari pipa
kepundannya ke segala arah atau kelompok kepundan dan bergerak kesamping. Tipe
gunung api ini berbentuk kerucut dengan kemiringan kecil atau bahkan datar, atau
berbentuk kubah datar seperti perisai perang. Tubuh gunung apinya dibentuk secara
perlahan oleh pertumbuhan ribuan aliran lava sangat encer (basalan), yang menyebar
dalam radius yang cukup jauh. Aliran lava tersebut kemudian mendingin dan membeku
sebagai lapisan lava tipis dengan kemiringan yang sangat kecil. Lava-lava umumnya juga
keluar dari dalam bumi melalui rekahan-rekahan (fisures) yang selanjutnya berkembang
pada tepian (lereng) kerucut.

Kubah lava gunung api terbentuk dari kumpulan aliran lava yang muncul di puncak
seputar kawah gunung api, membentuk morfologi kubah, yang dibentuk dalam satu
periode erupsi atau lebih. Kubah lava dapat terbentuk apabila kawah gunung api berada
pada puncaknya membentuk mangkuk (cekungan), dan magma yang keluar bersifat
kental, sehingga hanya menumpuk di atas lubang kepundan membentuk bukit. Kubah
lava tersebut mendingin dengan cepat dan tidak jatuh ke lereng, maka kubah batuan beku
yang dihasilkannya tersebut mengeras dan karena berhubungan langsung dengan cuaca
terframentasi.

Tipe gunung api lain yang sering dijumpai adalah kerucut skoria, maar cincin tuf dan
kerucut tuf. Kerucut skoria dapat dijumpai pada gunung api tipe perisai, yang dibangun
oleh lontaran abu dari lava fountain atau hasil pengendapan abu erupsi freatiknya,
membentuk morfologi kerucut, begitu juga dengan kerucut tuf. Maar banyak dijumpai di
permukaan bulan dalam bentuk lubang-lubang bekas erupsi monogenetiknya. Maar juga
banyak dijumpai sebagai akibat dari jatuhnya meteorit di permukaan bumi, hingga
membentuk lubang besar yang selanjutnya memicu terjadinya rekahan dan rekahan
tersebut menjangkau hingga tubuh reservoir magma yang di sekitarnya dijumpai tubuh
gunung api.

Tipe gunung api maar dan cincin tuf dihasilkan oleh erupsi eksplosif hidrovulkanik
bertekanan tinggi. Letusan tersebut selanjutnya manghasilkan debresi membentuk
melingkar dengan kaldera rendah, akibat lontaran debris. Morfologi maar hampir
menyerupai kerucut tuf, yang membedakanya adalah maar memiliki kawah yang lebih
dangkal dan morfologi yang lebih datar. Diameter bervariasidari 200 hingga 6.500 ft
dengan kedalaman kawah 30-650 ft.

B. Jenis-jenis Gunung Api dan Tipe-Tipe Gunung Api

1. Jenis-jenis Gunung Api

a. Jenis Gunung Api Berdasarkan Bentuk dan Terjadinya:


1. Gunung api maar
Gunung api ini berbentuk seperti danau kawah. Proses terjadinya berasal dari
letusan besar yang kemudian membentuk lubang besar di puncaknya. Material yang
dikeluarkan oleh gunung api maar adalah benda padat dan efflata, misalnya adalah
Gunung Lamongan.
2. Gunung api kerucut/strato
Gunung api kerucut adalah jenis gunung api yang paling sering dijumpai. Bentuk
gunung api ini memang seperti kerucut dan punya lapisan lava serta abu yang
berlapis-lapis.
Gunung api strato terbentuk karena letusan serta lelehan batuan panas serta cair.
Lelehan yang kerap terjadi inilah yang menyebabkan lereng berlapis dan disebut
strato. Sebagian besar gunung api di Indonesia juga termasuk dalam gunung api
kerucut, misalnya Gunung Merapi.
Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dalam Bronto (2006:60)
dapat dibagi menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya.
Pemahaman ini kemudian dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) dalam
Bronto (2006:60) untuk membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3
zone, yakni Central Zone, Proximal Zone,dan Distal Zone. Central Zone disetarakan
dengan daerah puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah
lereng gunung api, dan Distal Zone sama dengan daerah kaki serta dataran di
sekeliling gunung api.
Namun dalam uraiannya, kedua penulis tersebut sering menyebut zone dengan
facies, sehingga menjadi Central Facies, Proximal Facies,dan Distal Facies.
Pembagian fasies gunung api tersebut dikembangkan oleh Vessel dan Davies (1981)
serta Bogie dan Mackenzie (1998) dalam Bronto (2006:61) menjadi empat kelompok,
61 Fasies gunung api dan aplikasinya (S. Bronto) yaitu Central/Vent Facies, Proximal
Facies, Medial  Facies,dan Distal Facies. Sesuai dengan batasan fasies gunung api,
yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia) batuan gunung api pada suatu lokasi
tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifikasi
berdasarkan data :
1. Inderaja dan geomorfologi.
2. Stratigrafibatuan gunung api.
3. Vulkanologi fisik.
4. Struktur geologi.
5. Petrologi-geokimia.

Fasies sentral terletak di bagian puncak atau pusat erupsi, fasies proksimal pada
lereng atas dan fasies medial di lereng bawah. Fasies distal terletak di kaki dan
dataran di sekeliling gunung api, di antaranya dataran di latar depan gunung api.
Fasies sentral dalam Bronto (2006:63) merupakan bukaan keluarnya magma dari
dalam bumi ke permukaan.
Fasies proksimal merupakan kawasan gunung api yang paling dekat dengan
lokasi sumber atau fasies pusat. Pada fasies medial, karena sudah lebih menjauhi
lokasi sumber, aliran lava dan aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika
dan tuf sangat dominan, dan breksi lah
3. Gunung api perisai/tameng
Gunung api perisai terbentuk karena lelehan yang keluar dari tekanan rendah.
Sehingga, nyaris tidak ada letusan serta terbentuk lereng sangat landai yang
kemiringannya 1 sampai 10 derajat. Akan tetapi, di Indonesia tidak ada gunung api
jenis perisai. Contoh gunung api perisai/tameng adalah Gunung Maona Loa Hawaii
yang ada di Amerika Serikat.

2. Berdasarkan tipe letusan

a. Jenis Gunung Api Berdasarkan Tipe Letusan/Intensitas

1. Hawaiian
Gunung api tipe hawaiian mempunyai tipe letusan dengan beberapa karakteristik,
yaitu pancuran lava ke udara yang ketinggiannya mencapai 200 meter, mengalir
secara bebas, dan mudah bergerak.
2. Strombolian
Gunung api strombolian mempunyai ciri letusan yang ketinggiannya mencapai
500 meter dan pijarnya seperti kembang api.
3. Volcanian
Letusan gunung api jenis ini akan membentuk volcano yang disertai awan panas
padat.
4. Pelean
Jenis gunung api tipe pelean memiliki ciri letusan paling merusak karena magma
yang yang keluar berasal dari lereng gunung yang lemah.
5. Merapi
Ciri letusan gunung api jenis merapi adalah adanya guguran lava pijar saat kubah
lavanya runtuh.
6. St. Vincent
Gunung api jenis st. vincent mempunyai letusan yang dibarengi longsoran besar
serta awan panas yang dapat menutupi area luar.
7. Sursteyan
Tipe letusan gunung api jenis sursteyan sama dengan volcanian, tetapi kekuatan
letusannya lebih besar.
8. Plinian
Gunung api jenis plinian punya letusan eksplosif yang sangat kuat dan tinggi
letusannya bisa lebih dari 55 kilometer.

b. Jenis Gunung Api Berdasarkan Sejarah Letusannya

1. Gunung api tipe A


disebut pula gunung api aktif. Gunung barah ini masih membuat magma dan
masih mempunyai kemungkinan buat mengalami erupsi. Gunung barah tipe ini
pernah mengalami erupsi minimal satu kali di tahun 1600 atau setelahnya. model
gunung barah aktif yang ada pada Indonesia yaitu Gunung Merapi, Gunung
Sinabung, serta Gunung Kerinci.
2. Gunung barah tipe B
dianggap jua sebagai gunung api pasif. Gunung-gunung yang mengkategorikan
menjadi gunung barah pasif artinya gunung yg tidak pernah mengalami erupsi di
tahun 1600 atau setelahnya. akan tetapi, gunung ini masih memberikan gejala gunung
api aktif. contohnya, gunung barah tersebut masih membentuk solfatara atau sumber
gas belerang dan akan menjadi belerang padat Bila membeku. contoh gunung api
pasif yg ada di Indonesia pada antaranya Gunung Rajabasa yang terletak di Lampung
serta Gunung Patuha yang terletak di Jawa Barat.
3. Gunung barah tipe C
merupakan gunung api yang tidak diketahui sejarah erupsinya pada catatan
manusia. namun, gunung tadi memberikan bukti-bukti adanya kegiatan erupsi di masa
kemudian. misalnya, ada solfatara, atau fumarola, atau kawah lubang yg
mengeluarkan gas bercampur uap pada kurang lebih wilayah vulkanis. contoh gunung
api tipe C pada antaranya kaldera Manui, kawah Kamojang, dan Gunung Lahendong.
Gunung yang Akan Meletus mirip yg sudah dijelaskan sebelumnya, masih poly
gunung api tipe A atau gunung menggunakan aktivitas magma aktif yang terdapat
Indonesia oleh karena itu, kita wajib memahami yg ditunjukan oleh gunung barah
yang akan meletus, terutama bila tinggal atau berada dekat asal gunung barah
tersebut.
Salah satu karakteristik gunung yg akan meletus merupakan suhu di lebih kurang
gunung barah akan meningkat. ciri lainnya merupakan asal air dan pepohonan yang
tiba-datang mengering. ciri lainnya yang tampak kentara merupakan seringnya terjadi
gempa, serta binatang-hewan liar yg hidup pada gunung mengungsi ke daerah lain,
umumnya ke pemukiman yg berada di lebih kurang gunung barah tadi. jika tadi
sudah ada, kita wajib siap siaga buat menghindari bahaya yang mungkin akan timbul
dampak gunung api yg meletus. Segeralah mengevakuasi diri ke tempat yang lebih
aman.
tanda-tanda Pasca Vulkanik dan akibat Vulkanisme
setelah letusan terjadi, umumnya muncul gejala pasca vulkanik. misalnya, muncul
sumber air panas yg mengandung belerang, ada geiser atau semburan air panas asal
pada bumi, serta muncul ekshalasi, berupa gas-gas mirip gas co2 dan gas belerang.
Meletusnya gunung api atau proses vulkanisme lainnya mempunyai akibat bagi
kehidupan kita, baik akibat positif juga negatif. Proses vulkanisme di gunung api di
Indonesia bermanfaat bagi lahan pertanian, karena abu vulkanik yg dihasilkan gunung
barah ketika erupsi dapat membentuk tanah pada sekitar gunung barah menjadi lebih
fertile. Itulah sebabnya poly huma perkebunan yg dimanfaatkan rakyat yang
bermukim pada sekitar gunung api. Selain itu, daerah di lebih kurang gunung api
dapat dijadikan lahan pembuat bahan galian tambang seperti emas, intan, pasir, timah
dan bahan tambang lainnya. yang akan terjadi vulkanisme pula dapat dijadikan wisata
alam yg menarik seperti kawasan Tangkuban perahu di Jawa Barat.
Sayangnya, proses vulkanisme juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan
pada sekitarnya. Lereng-lereng yg terbentuk asal proses vulkanise ini umumnya terjal,
sebagai akibatnya huma yg bisa dimanfaatkan pula terbatas. huma ini jua tidak
mampu dijadikan area permukiman sebab rentan terjadi longsor. Selain itu, proses
alam berasal pada bumi atau endogen mampu menyebabkan letusan gunung barah
dan gempa bumi yang bisa menghambat lingkungan sekitar.

C. Gejala Vulkanisme

Peristiwa vulkanisme memiliki gejala yang dapat diamati, yakni gejala sebelum
terjadinya vulkanisme (pravulkanisme) dan gejala sesudah terjadinya vulkanisme
(pascavulkanisme).

1. Gejala pravulkanisme

Gejala pravulkanisme atau ciri-ciri dari gunung api yang akan meletus antara lain
adalah:
1) Sering terjadi gempa

2) Banyak sumber air mengering

3) Peningkatan temperatur di sekitar kawah

4) Terdengar gemuruh dari dalam gunung

5) Hewan-hewan dari puncak gunung turun ke lereng gunung

2. Gejala pascavulkanisme

Sedangkan untuk gejala pascavulkanisme yang muncul setelah gunung api selesai
meletus adalah:

1. Munculnya sumber air panas atau geiser

2. Munculnya sumber gas atau ekshalasi seperti belerang

3. Munculnya sumber airyang mengandung mineral seperti belerang atau sulfur.

tanda-tanda Pasca Vulkanik dan akibat Vulkanisme, setelah letusan terjadi,


umumnya muncul gejala pasca vulkanik. misalnya, muncul sumber air panas yg
mengandung belerang, ada geiser atau semburan air panas asal pada bumi, serta
muncul ekshalasi, berupa gas-gas mirip gas co2 dan gas belerang.
Meletusnya gunung api atau proses vulkanisme lainnya mempunyai akibat bagi
kehidupan kita, baik akibat positif juga negatif. Proses vulkanisme di gunung api di
Indonesia bermanfaat bagi lahan pertanian, karena abu vulkanik yg dihasilkan gunung
barah ketika erupsi dapat membentuk tanah pada sekitar gunung barah menjadi lebih
fertile. Itulah sebabnya poly huma perkebunan yg dimanfaatkan rakyat yang
bermukim pada sekitar gunung api. Selain itu, daerah di lebih kurang gunung api
dapat dijadikan lahan pembuat bahan galian tambang seperti emas, intan, pasir, timah
dan bahan tambang lainnya. yang akan terjadi vulkanisme pula dapat dijadikan wisata
alam yg menarik seperti kawasan Tangkuban perahu di Jawa Barat.
Sayangnya, proses vulkanisme juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan
pada sekitarnya. Lereng-lereng yg terbentuk asal proses vulkanise ini umumnya terjal,
sebagai akibatnya huma yg bisa dimanfaatkan pula terbatas. huma ini jua tidak
mampu dijadikan area permukiman sebab rentan terjadi longsor. Selain itu, proses
alam berasal pada bumi atau endogen mampu menyebabkan letusan gunung barah
dan gempa bumi yang bisa menghambat lingkungan sekitar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gunung api adalah semua gunung dengan fenomena vulkanisme, baik yang berlangsung
sekarang maupun pada masa lalu. Artinya tidak ada batasan waktu terhadap aktivitas gunung api
tersebut. Bentuk lahan gunung api memiliki morfologi yang khas, yaitu mempunyai relief
menjulang hingga ribuan kilometer di atas permukaan laut, berbentuk kerucut, dan pola aliran
yang berkembang diatasnya adalah pola radial.

Bentuk bentuk lahan vulkanik ada 25 yaitu Kepundan, Kerucut gunugapi, lereng gunung api
atas, tengah dan bawah, kaki gunungapi, dataran gunungapi, dataran fluvial gunungapi, padang
atau medan lava, padang/medan lahar, baranko, planezes, padang abu, tuff atau lapilli, solfatar,
fumoral, bukit gunungapi, leher gunugapi, sumbat gunugapi, kerucut parasiter, boka, dike,
baranko.

B. Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan maupun dari
bahasa yang kami sajikan. Oleh karena itu, saran dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan agar kedepannya kami dapat lebih baik lagi. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

DAFTAR PUSTAKA

https://kepegawaian.uma.ac.id/jenis-gunung-berapi-dan-tanda-aktivitasnya/
https://www.academia.edu/9125001/BENTUKLAHAN_ASAL_PROSES_VULKANIK
https://kepegawaian.uma.ac.id/jenis-gunung-berapi-dan-tanda-aktivitasnya/
Fanny Dwi Setiawan.2020.Bentuk Lahan Asal Proses Marine.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Fluvial
Nur Junita F.N.2009.Bentuk lahan Asal Struktural.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/geologi-teknik/bentuk-lahan-asal-proses-
solusional/8295771
http://www.geoinside.web.id/2015/04/bentangalam-denudasional.html?m=1
Suharini, Erni dan Abraham Palangan. 2009. Geomorfologi: Gaya, Proses dan Bentuk Lahan.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-semarang/geografi/bentuk-lahan-
organik/45162649
https://kikigeografi.wordpress.com/2015/12/25/bentuk-lahan-glasial/
https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-semarang/geomorfologi-dasar/bentuk-
lahan-antropogenik/45573863

Anda mungkin juga menyukai