TESIS
Disusun oleh:
Aunurrahman
K4A 008 005
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Aunurrahman
K4A 008 005
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
ii
PENGARUH PERTAMBANGAN BAUKSIT
TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PANTAI
DAN DAYA DUKUNGNYA TERHADAP KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN
(STUDI KASUS DI PULAU SELAYAR, KABUPATEN LINGGA)
Dr. Ir. Sri Rejeki M.Sc Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, MSc
NIP. 19560307 198303 2 001 NIP. 19570816 198403 1 002
Pembimbing II Penguji II
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini Saya, Aunurrahman menyatakan bahwa karya ilmiah/ tesis ini adalah
asli karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan
persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1) ataupun strata
Semua informasi yang dimuat dalam karya ilmiah/ tesis ini yang berasal dari
karya orang lain, baik yang dipublikasikan atau tidak, telah diberikan
penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua
isi dari karya ilmiah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Aunurrahman
NIM K4A 008 005
iv
KATA PENGANTAR
1. Ibu Dr. Ir. Sri Rejeki, M.Sc, selaku Pembimbing I yang banyak memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini.
2. Bapak Dr. Ir. Agung Suryanto, MS selaku Pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc selaku Ketua Program Magister
Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro Semarang.
4. Segenap Dosen Pengampu Program Magister Manajemen Sumberdaya
Pantai, Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
5. Rekan-rekan mahasiswa program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai
UNDIP terutama angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dan
bantuan.
6. Semua pihak terkait yang telah membantu penyusunan Tesis ini.
Proposal Tesis ini masih membutuhkan banyak masukan dan
penyempurnaan, sehingga penulis berharap masukan dan saran dari berabagai
pihak. Semoga proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
v
ABSTRAK
Hasil analisis yang dilakukan didapat 3 kelas kesesuaian lahan untuk budidaya
laut. Pada kelas sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 11.365,95 m2 (1,14
ha) atau sebesar 2,2 % dari total kawasan yang menjadi area studi. Kelas sesuai
(S2) mencakup area seluas ± 354.158,08 m2 (35,41 ha), atau sebesar 69,40 %
dari total kawasan yang menjadi area studi. Dan kelas tidak sesuai (N1)
mencakup area seluas ± 144.964,16 m2 (14,50 ha) atau sebesar 28,4 % dari total
kawasan yang menjadi area studi. Parameter yang kurang mendukung untuk
kegiatan budidaya diwilayah studi adalah TSS, TDS dan DO.
Hasil ekstraksi daerah kesesuaian untuk budidaya laut dengan sebaran bahan
pencemar (polutan) didapat wilayah yang sesuai untuk budidaya dan tidak
tercemar mencakup area seluas ± 11.282 m2 (1,13 ha) atau sebesar 2,21% dari
total kawasan yang menjadi area penelitian, sesuai dan tidak tercemar mencakup
area seluas ± 353.000 m2 (35,30 ha) atau sebesar 69,16% dari total kawasan
yang menjadi area penelitian. Parameter yang menjadi pencemar diwilayah studi
adalah Timbal (Pb).
vi
ABSTRACT
The results of the analysis conducted 3 classes obtained land suitability for
marine culture. At the highly suitable (S1) covers an area of ± 11365.95 m2 (1.14
ha) or 2.2% of the total area study. Suitable (S2) covers an area of 354,158.08
m2 ± (35.41 ha), or a total of 69.40% of the total area study. And temporary not
suitable (N1) covers an area of 144,964.16 m2 ± (14.50 ha) or 28.4% of the total
area study. The parameters unfavorable for marine culture activities in the region
is the study of TSS, TDS and DO.
The results of the extraction area suitability for marine culture with the distribution
of contaminants (pollutants) obtained the appropriate areas for cultivation and not
polluted covers an area of ± 11 282 m2 (1.13 ha) or by 2.21% of the total area as
an area of research, according and uncontaminated covers an area of 353,000
m2 ± (35.30 ha) or by 69.16% of the total area as an area of research.
Parameters that become pollutants in the region is the study of Lead (Pb).
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 39
4.2. Hasil .................................................................................. 41
4.2.1. Kualitas Air dan dan Kesesuaian Lokasi Untuk
Budidaya Laut ........................................................ 41
4.2.2. Distribusi Spasial Polutan....................................... 58
4.2.3. Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Laut
Berdasarkan Sebaran Polutan ............................... 65
4.3. Pembahasan .................................................................... 67
4.3.1. Kualitas Air dan Kesesuaian Lokasi Untuk
Budidaya Laut ........................................................ 67
4.3.2. Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Laut
Berdasarkan Sebaran Polutan ............................... 74
4.3.3. Strategi Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal
dan Berkelanjutan .................................................. 76
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Baku Mutu Kualitas Air Untuk Kegiatan Budidaya Laut .............. 11
Tabel 3.1. Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 26
Tabel 3.2. Klasifikasi Hubungan Indeks Keanekaragaman Shannon -
Wiener dan Pencemaran Perairan.............................................. 30
Tabel 3.3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya
Laut ............................................................................................ 35
Tabel 3.4. Sistem Penilaian Sebaran Polutan.............................................. 37
Tabel 4.1. Data Parameter Fisika Perairan Lokasi Penelitian ...................... 42
Tabel 4.2. Data Pengamatan Parameter Kimia Lokasi Penelitian................ 47
Tabel 4.3. Jenis, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman dan Indeks
Keseragaman Plankton di Lokasi Penelitian ............................... 52
Tabel 4.4. Jenis, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman dan Indeks
Keseragaman Bentos di Lokasi Penelitian.................................. 53
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Rata-Rata SI dan TSI di Perairan Pulau
Selayar ....................................................................................... 54
Tabel 4.6. Hasil analisis logam berat lokasi penelitian................................. 58
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB I
PENDAHULUAN
potensi sumber mineral bumi dan bahan galian yang tinggi salah satunya bauksit.
terhadap kualitas lingkungan pantai dan daya dukung lingkungan perairan untuk
1
2
keramba jaring apung (KJA), keramba jaring tancap (KJT), rumput laut, dan
4.204,76 ha (maksimal).
adalah tersedianya kualitas air perairan pesisir dengan parameter kualitas air
yang tidak melewati nilai ambang batas baku mutu yang ditetapkan, ataupun
lokasi akan berakibat resiko yang permanen dalam kegiatan produksi. Untuk
memperoleh hasil yang memuaskan, harus dipilih lokasi yang sesuai dengan
Salah satu syarat pemilihan lokasi budidaya adalah perairan harus benar-benar
perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi lahan tanpa vegetasi. Kondisi
sehingga air hujan yang sampai di permukaan tanah akan mengalir menjadi
aliran air permukaan (run off). Terkait dengan sifat material lepas dari biji bauksit
maka run off yang keluar dari area tambang mempunyai kekeruhan yang tinggi.
Curah hujan yang tinggi turut berkontribusi meningkatkan besaran run off yang
dihasilkan. Run off yang memiliki kekeruhan tinggi secara akumulatif memberikan
pada kolom air dan mengalami proses dinamika perairan. Air menjadi tercemar
sumber air pasokan dan menjadi kebutuhan pokok bagi kegiatan budidaya.
biologi yang mendukung kehidupan telah melewati nilai ambang batas baku mutu
yang ditetapkan.
1. Bagaimana kondisi kualitas perairan pantai pulau Selayar dan daya dukung
sekitarnya?
1. Mengkaji kualitas perairan pantai dan daya dukung kegiatan budidaya laut di
1. Melalui kajian yang telah dilakukan diperoleh informasi mengenai kualitas air
Pulau selayar merupakan salah satu pulau kecil yang memiliki potensi
kondisi daratan dan pada akhirnya akan berdampak pada kondisi lingkungan
perairan di daerah aliran sungai dan pada akhirnya akan terbawa ke laut dimana
pengelolaan agar kegiatan budidaya yang ada di perairan tersebut dapat tetap
dan kawasan laut. Dengan adanya pengelolaan yang sesuai diharapkan dapat
TINJAUAN PUSTAKA
alam yang melimpah, baik itu sumber daya alam hayati maupun sumber daya
alam non-hayati. Sumber daya mineral merupakan salah satu jenis sumber daya
non-hayati yang jenisnya antara lain : minyak bumi, emas, batu bara, perak,
timah, dan lain-lain. Sumber daya itu diambil dan dimanfaatkan untuk
(Al2O3.H2O) dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O) (BLH Kepri, 2012). Bijih bauksit
terjadinya proses pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan
sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar
kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali
mining) dengan metoda penambangan (open cash dan/atau atau open pit) yang
elevasi yang paling tinggi ke elevasi yang rendah sampai kedalaman batas
7
8
selanjutnya akan mengikuti arah penyebaran lapisan bauksit pada setiap open
sejak dari pembersihan lahan (land clearing) dan pengupasan tanah penutup
Indikasi awal kerusakan yang dimaksud adalah banyaknya lahan yang dibiarkan
tanah. Jika kondisi ini didukung oleh curah hujan yang tinggi, dapat
tanah tererosi dan sebagian besar hujan menjadi aliran permukaan. Intensitas
tanah longsor atau erosi karena hilangnya vegetasi penutup lahan serta
terbuka yaitu overburden dan limbah dari proses pengolahan bahan tambang
adalah batuan dari tambang terbuka yang harus disisihkan terlebih dahulu untuk
batuan ini tidak mengandung logam. Sedangkan tailing adalah sisa batuan bijih /
manusia pada suatu perairan sebelum di panen (Widowati, 2004). Budidaya laut
baru dimulai awal tahun 1980-an sehingga tingkat pemanfaatannya masih sangat
potensi yang ada di perairan laut dan pantai. Kegiatan budidaya laut (marine
potensi kekayaan laut secara produkif. Beberapa jenis organisme yang dapat
dibudidayakan diantara dari jenis ikan, kerang-kerangan dan rumput laut (Dahuri,
2004). Jenis ikan laut yang dibudidayakan dilokasi penelitian antara lain ikan
oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam
dimana populasi organisme akuatik akan ditunjang oleh kawasan atau volume
mutu dan sumber air (asin dan tawar), arus dan pasang surut (hidro-
membagi daya dukung lingkungan menjadi dua yaitu daya dukung ekologis
suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor
Secara singkat kriteria kualitas air untuk lokasi budidaya laut dapat dilihat
Tabel 2.1. Baku Mutu Kualitas Air Untuk Kegiatan Budidaya Laut
Parameter Kisaran Nilai Sumber
Fisika
Arus 30 – 50 cm/det
Suhu 27 – 32 oC Widowati, 2004
TSS < 25 mg/l DKP, 2002
TDS 1000 DKP, 2002
Kedalaman 5 – 25 m DKP, 2002
Kimia
DO 5 mg/l Effendi, 2003
BOD 20 mg/l Gufron dan Kordi (2005
COD 50 mg/l Gufron dan Kordi (2005
pH 6,5 – 8,5 DKP, 2002
Salinitas 30 – 35 ppt DKP, 2002
Nitrat 0,9 – 3,2 mg/l DKP, 2002
Logam Berat
Timbal 0,2 mg/ l DKP, 2002
Cromium 0,005 mg/ l DKP, 2002
Cadmium 0,001 mg/ l DKP, 2002
Tembaga 0.23-0.8 mg/ l DKP, 2002
2.3.1.1. Arus
Penyebaran kualitas air di badan air penerima, baik sungai, waduk dan
laut, sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan debit air. Semakin cepat arus
dan semakin besar debit air maka penyebaran kualitas air semakin cepat dan
semakin luas (Ghufron dan Kordi, 2005). Arus laut jauh lebih rumit karena
adanya gaya Coriolis, yakni gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi dan
adanya pasang surut yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan (Hardjojo dan
Djokosetiyanto, 2005).
12
perairan (Hartami, 2008). Arus dapat menyebabkan ausnya jaringan jazad hidup
akibat pengikisan atau teraduknya substrat dasar berlumpur yang berakibat pada
kekeruhan sehingga terhambatnya fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari
penghilangan CO2 maupun sisa-sisa produk biota laut (Ghufron dan Kordi, 2005).
kisaran maksimum dan minimum. Organisme akan hidup baik pada kisaran suhu
kisaran yang terbesar, dan perairan yang lebih dalam kisaran suhunya lebih
kecil. Pada estuaria dengan salinitas tertinggi, perbedaan suhu vertikal ini juga
sedangkan perairan yang lebih dalam didominasi atau seluruhnya terdiri dari air
yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0.45 μm.
tanah liat, koloid serta bahan-bahan organik seperti plankton dan organisme lain
(Kamlasi, 2008).
produktivitas dan mengetahui norma air yang dimaksud dengan jalan mengukur
ditafsir dari erosi tanah akibat hujan. Pergerakan air berupa arus pasang akan
mampu mengaduk sedimen yang ada (Erlangga, 2007). TSS berasal dari zat
bakteri dan organisme renik lainnya, sedangkan komponen anorganik terdiri dari
tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut
terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di
deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga
TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
2.3.1.5. Kedalaman
perairan yang tidak terlalu dalam dibandingkan dengan budidaya ikan kerapu
dan tiram mutiara. Ikan kerapu sangat tergantung dari pakan buatan (artificial
food), maka untuk menjaga terakumulasinya sisa pakan pada dasar perairan,
diharapkan ada perbedaan jarak antara dasar perairan dengan dasar jaring
(Kangkan, 2006).
Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami,
sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen (Kamlasi,
2008). Walaupun pada kondisi terbuka, kandungan oksigen perairan tidak sama
dan bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Kadar oksigen terlarut
masa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air
(Erilina, 2006). Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua kepentingan yaitu :
2.3.2.2. BOD5
(2007). Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya
perairan (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Perairan dengan nilai BOD5 tinggi
2008). Bahan organik akan distabilkan secara biologi dengan melibatkan mikroba
Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan
oksigen yang lebih tinggi dibandingkan uji BOD karena bahan-bahan yang stabil
terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dengan uji
COD.
16
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan
2005).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organic
2.3.2.4. pH
dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H.
dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S (Radisho,
2009). pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola
menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air
2.3.2.5. Salinitas
oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida dan semua bahan
organik telah dioksidasi (Radisho, 2009). Salinitas air laut bebas mempunyai
kisaran 30-36 ppt sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang
lebih besar. Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada perairan yang
berat garam dalam gram per kilogram air laut serta merupakan ukuran keasinan
air laut dengan satuan pro mil (0/00), salinitas merupakan parameter penunjuk
perairan, salinitas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat mengakibatkan
perairan laut maupun di perairan air tawar (Haumau, 2005). Nutrien ini digunakan
dalam beberapa proses seperti fotosintesis, sintesa protein dan penyusun gen
merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein
2.3.3.1. Plankton
mengikuti arus, terdiri atas dua tipe yakni fitoplankton dan zooplankton. Plankton
cukup, sehingga fitoplankton hanya dijumpai pada lapisan permukaan air atau
kualitas air dan dasar dalam rantai makanan di perairan atau yang disebut
2.3.3.2. Benthos
Benthos adalah biota yang hidup di atas atau di dalam sedimen dasar
kecepatan arus, warna, kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain,
kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi
adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan
2004).
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan
berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya
kulit Alamsyah (2009), Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah berikatan
Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi
(ginjal).
spesies ikan. Salah satu jenis unsur kimia yang bisa menyebabkan terjadi
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak
dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit
yaitu 0,0002 % dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan baik
secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk
samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang
dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke
dalam perairan (Palar, 2004). Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapat
(Alamsyah, 2009).
kromium, bilangan oksidasinya, dan pH. Penurunan pH dan kenaikan suhu dapat
didapatkan pada insang daripada organ lainnya. Kadar kromium pada perairan
tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/l dan pada perairan laut sekitar 0,00005
sekitar 0,05 mg/l (Alamsyah, 2009). Kadar kromium 0,1 mg/l dianggap berbahaya
bagi kehidupan organisme laut . Kadar maksimum kromium untuk keperluan air
21
baku air minum dan kegiatan perikanan menurut Peraturan Pemerintah No. 82
mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Radisho, 2009).
Dalam biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami
peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan
dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis organisme.
berbagai jenis alga, cyanobakteria, dan organisme perairan lainnya. Namun jika
perairan alami, kadar tembaga biasanya < 0,02 mg/L. Berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air
Laut, konsentrasi tembaga yang diperbolehkan untuk biota laut adalah 0,008
mg/L.
2.4. Saprobitas
adalah jumlah dan susunan spesies dari organisme di dalam perairan tersebut.
dekomposisi dari “dead organic matter” bersama bio akumulasi jasad renik
sedikit atau tidak adanya oksigen terlarut (DO) di dalam perairan, populasi
terlarut (DO) di dalam perairan meningkat, tidak ada H2S, dan bakteri
cukup tinggi.
(SI), Tropik Saprobik Indeks (TSI) (Lee et al (1987) dan Knobs (1978) dalam
algae yang memiliki sifat yang khas sehingga memungkinkan hidup pada
lingkungan tercemar akan berbeda satu dengan yang lainnya. Keadaan ini
METODE PENELITIAN
dekat area pertambangan. Lokasi penelitian dan titik pengambilan sampel dapat
Data primer yang diamati dalam penelitian ini meliputi: parameter fisik,
kimia, biologi dan logam berat. Sementara data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi: peta rupabumi dan batimetri. Data-data tersebut dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti yang tercantum pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
Parameter Sumber Data Keterangan Alat Ketelitian
Data Primer
Fisika
1. Suhu Pengambilan sampel In Situ Termometer °C
2. Kecerahan Pengambilan sampel In Situ Secchi disk m
3. Kedalaman Pengambilan sampel In Situ Secchi disk m
4. TSS Pengambilan sampel Laboratorium Gravimetrik mg/l
5. TDS Pengambilan sampel Laboratorium Gravimetrik mg/l
Kimia
1. Salinitas Pengambilan sampel In Situ Refraktometer PSU
2. pH Pengambilan sampel In Situ pH-meter -
3. DO Pengambilan sampel In Situ DO-meter mg/l
4. BOD5 Pengambilan sampel Laboratorium inkubasi mg/l
5. Nitrat (NO3-N) Pengambilan sampel Laboratorium Spektofotometer mg/l
6. COD Pengambilan sampel Laboratorium inkubasi mg/l
26
27
organisme yang ada dalam sistem perairan tersebut. Dalam penelitian ini
variabel biologi yang diamati berupa struktur komunitas fitoplankton dan struktur
komunitas makrobenthos.
3.2.2.1. Plankton
a. Kelimpahan plankton
1
=
28
Keterangan :
= ln
Keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman
Kriteria:
H’<1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat,
sedang,
3.2.2.2. Benthos
mengetahui jumlah individu suatu jenis per stasiun (ind/m2). Rumus yang
10.000
=
Keterangan:
Indeks ini juga dapat digunakan untuk mengetahui dan menilai tingkat
= − ln
Keterangan:
s = jumlah jenis
nilainya ditentukan dari Saprobik Indeks (SI) dan Tropik Saprobik Indeks (TSI).
Formula yang digunakan adalah hasil formulasi Persone dan De Pauw (1983)
1 +3 +1 −3
=
1 +1 +1 +1
Keterangan :
SI = Saprobik Indeks
1( ) + 3( ) + − 3( ) + + + +
=
1( ) + 1( ) + 1( ) + 1( ) + + +
Keterangan :
bidang untuk penggunaan tertentu. Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas
yaitu :
diketahui variabel syarat yang dijadikan acuan dalam pemberian bobot. Karena
35
itu, variabel yang dianggap penting dan dominan menjadi dasar pertimbangan
pemberian bobot yang lebih besar dan variabel yang kurang dominan.
Tabel 3.3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Laut
No Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor N1 Skor
1 Arus (cm/det) 0,18 30-50 3 20-<30 / >50-60 2 <20 / >60 1
2 Kedalaman (m) 0,18 < 25 3 25 -30 2 >30 1
3 Oksigen (mg/l) 0,16 >6 3 4-6 2 <4 1
4 Salinitas (psu) 0,12 29 - 32 3 25-<29 / >32-36 2 <25 / >36 1
5 Suhu (0C) 0,12 29 – 30 3 28-<29 / >30-31 2 <28 / >31 1
6 pH 0,12 6.5 – 8 3 5-<6,5 / >8-9,5 2 <5 / >9,5 1
7 TSS (mg/l) 0,12 < 25 3 25-<50 2 >50 1
dilakukan dengan metode pembobotan. Data kondisi fisika dan kimia perairan
dimodifikasi oleh peneliti didalam melakukan metode scoring, tahapan yang perlu
dilakukan yaitu:
sebagai berikut: 1) Sangat Sesuai diberi skor 5; 2) Cukup Sesuai diberi skor
besar akan mendapatkan nilai lebih besar dari parameter yang tidak memiliki
( + … . . +( )
=
+
4. Kesesuaian scoring (score Kes). Kriteria kesuain sebagai beriku terdiri dari:
kesesuaian 3 – 3,7
berikut :
= + + + + + +
Dimana :
dilakukan operasi tumpang susun (overlaying) dari setiap tema yang dipakai
sebagai kriteria. Hasil perkalian antara bobot dan skor yang diterima oleh
ArcGIS 9.3 (ArcMap). Hasil yang diperoleh adalah pola sebaran parameter
polutan pada lokasi penelitian dan interpretasi dari nilai yang diperoleh di peta.
untuk parameter pencemar. Penyusunan matrik ini merupakan dasar dari analisis
Daerah ini kandungan polutan masih berada dibawah baku mutu yang telah
ditetapkan
Daerah ini mempunyai kandungan polutan yang telah melebihi baku mutu
yang digunakan
Polutan
sebaran polutan dipetakan secara spasial dengan ArcGIS 9.3 (ArcMap). Hasil
yang diperoleh adalah ekstraksi daerah yang sesuai untuk budidaya dan tidak
peta sebaran pencemaran. Hasil overlay disajikan dalam peta distribusi spasial
sebaran daerah yang sesuai untuk budidaya dan tidak tercemar sebagai
kawasan paling sesuai untuk budidaya laut. Dengan informasi yang diperoleh
dapat dijadikan referensi wilayah mana saja dilokasi penelitian yang benar-benar
Pulau Selayar adalah pulau kecil yang berada di antara gugusan Pulau
Lingga dan Pulau Singkep dengan luas daratan 40 km2. Secara administratif
terletak antara 104o 23’ 15,23” BT - 104° 29’ 31,41” BT dan 0° 16’ 40,78” LS - 0°
ekosistem kawasan pesisir mencakup pantai, muara sungai dan perairan dekat
39
40
• Kegiatan pertambangan
1.866 ha. Usaha penambangan yang saat ini telah dilakukan oleh beberapa
perusahaan lokal. Jenis bahan tambang yang ditambang dari pulau Selayar yaitu
bijih besi dan bijih bauksit. Kegiatan pertambangan bijih bauksit merupakan
menggantungkan hidupnya dari usaha budidaya laut. Jenis budidaya laut yang
ada di Kabupaten Lingga adalah keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring
tancap (KJT). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain ikan kerapu tikus,
kerapu macan, kerapu sunu dan ikan singarat. Produktivitas budidaya laut yang
terutama terjadi sebagai akibat arus pasang surut (pasut), yaitu saat air datang
pada waktu pasang dan saat air meninggalkan pantai pada saat surut. Saat
41
menuju ke laut.
Secara umum arah gelombang dominan pada bulan April sampai Mei
terjadi dari timur laut dengan presentase frekuensi 16,5%, dengan variasi
gelombang dari barat daya 11,9% dan barat laut 10,1%. Tinggi gelombang rata-
rata 0,1 m sampai 1,0 m, terjadi dari arah utara dengan presentase frekuensi
surut air laut. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed tide prevailing
semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Tinggi
pasang surut di wilayah kajian sekitar 0,7 sampai 3 m. Kedalaman laut dilokasi
lemah-terjal dengan puncak tertinggi memiliki elevasi 100 m dpl dan terendah
sungai, dengan satu daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS selayar.
4.2. Hasil
lingkungan perairan berdasarkan standar baku mutu yang berlaku untuk kegiatan
penelitian meliputi: suhu, pH, salinitas, DO, kedalaman, arus dan TSS.
meliputi: suhu, total disolved solid (TDS), total suspended solid (TSS), kekeruhan
42
dan kecerahan. Hasil analisis terhadap sampel air yang diambil di lokasi wilayah
yang besar terhadap ikan. Suhu yang melebihi atau kurang dari batas optimum
tinggi, atau dapat dikatakan suhu perairan relatif seragam. Peta sebaran suhu
Pengukuran nilai TSS air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran
antara 19,2 – 124,5 mg/l dengan rerata (60,07 ± SD 31,05). Nilai TSS tertinggi
ditemukan pada titik 1 dan terendah pada titik 12. Nilai TSS perairan memiliki
kecenderung lebih tinggi pada lokasi yang berdekatan dengan muara sungai dan
muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin banyak
masukan bahan anorganik akibat aktivitas di darat. Peta sebaran TSS dapat
yang umum dijumpai di perairan. Pengukuran Nilai TDS air laut pada lokasi
penelitian menunjukkan kisaran antara 22,2 – 44,1 mg/l dengan rerata (30,81 ±
SD 8,6). Sama halnya dengan nilai TSS, nilai TDS perairan cenderung
sampel dari muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin
banyak masukan bahan anorganik akibat aktivitas di darat. Peta sebaran TDS
DO, BOD, COD dan Nitrat perairan. Hasil pengukuran parameter kimia perairan
yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,5 – 8,5 (Hartami, 2008).
Akan tetapi, ada jenis ikan yang karena lingkungan hidupnya di perairan rawa,
pH air laut menunjukkan kisaran antara 6,0 – 6,22 dengan rerata (6,15 ± SD
0,075). Nilai pH pada lokasi penelitian cenderung basa dan cukup bervariasi,
dan organisme akuatik lainnya. Nilai ini diduga dikarenakan perairan yang
48
menerima limbah organik dalam jumlah yang besar. Peta sebaran pH dapat
Pengukuran nilai DO air laut menunjukkan kisaran antara 4,52 – 6,12 mg/l
peningkatan pada lokasi yang lebih jauh dari muara sungai. Perbedaan kadar
oksigen ini lebih dipengaruhi oleh angin dan pergerakan arus sehingga
parameter lainnya untuk menduga kawasan yang sesuai untuk pertumbuhan ikan
besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan pada batas toleransi kisaran
salinitas berkisar antara 30 – 40. Peta sebaran salinitas dapat dilihat pada
Gambar 4.6
49
plankton, bentos dan nekton (ikan). Hasil analisis dan identifikasi plankton dan
Stasiun Pengamatan
Organisme
1 2 3 4 5 6 7 8
∑ Spesies 1 1 5 7 4 13 9 3
Keragaman (H’) 0 0 1.57 1.9 1.1 2.44 1.1 1.1
Keseragaman (E) 0 0 0.98 1 0.79 0.94 0.5 1
Dominasi ( C ) 1.000 1.000 0.222 0.143 0.33 0.093 0.161 0.006
Sumber : Data Penelitian
Hasil perhitungan SI dan TSI di Stasiun VII sebesar 1,35 dan 1,55 yang
menunjukkan nilainya paling tinggi dibanding stasiun lainnya. Stasiun ini terletak
jauh dari bibir pantai. Nilai terkecil didapat pada stasiun IV sebesar 1 dan 0,5.
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Rata-Rata SI dan TSI di Perairan Pulau Selayar
Stasiun
No Nilai Kelompok
I II III IV V VI VII VIII
1 SI 1,25 1,22 1.4 1 1.30 1,24 1,20 1.35 β - Mesosaprobik
2 TSI 0.70 0.75 1,5 0,5 0.8 1.5 1.4 1.55 β - Mesosaprobik
diduga karena lokasi dekat dengan muara sungai yang menjadi sumber nutrient
dikategorikan dalam kriteria sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 510.460
m2 (51,05 ha) atau sebesar 100% dari total kawasan yang menjadi area
penelitian.
dikategorikan dalam kriteria sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 74.587
m2 (7,46 ha) atau sebesar 14,6% dari total kawasan yang menjadi area
penelitian, cukup sesuai (S2) mencakup area seluas ± 285.311 m2 (28,53 ha)
atau sebesar 55,9% dari total kawasan yang menjadi area penelitian dan tidak
sesuai (N1) mencakup area seluas ± 150.563 m2 (15,06 ha) atau sebesar 29,5%
dalam kriteria cukup sesuai (S2) mencakup area seluas ± 173.021 m2 (17,30 ha)
atau sebesar 33,89% dari total kawasan yang menjadi area penelitian dan
kriteria tidak sesuai (N1) mencakup area seluas ± 337.440 m2 (33,74 ha) atau
dikategorikan sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 6.071 m2 (0,6 ha) atau
sebesar 1,17% dari total kawasan yang menjadi area penelitian, cukup sesuai
(S2) mencakup area seluas ± 378.295 m2 (37,82 ha) atau sebesar 74,1% dari
total kawasan yang menjadi area penelitian, dan tidak sesuai (N1) mencakup
56
area seluas ± 126.095 m2 (12,62 ha) atau sebesar 27,43% dari total kawasan
sangat sesuai (S1), yaitu mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau
sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 10.539 m2 (1,05 ha) atau sebesar
2,1% dari total kawasan yang menjadi area penelitian, cukup sesuai (S2)
mencakup area seluas ± 384.359 m2 (38,43ha) atau sebesar 75,29% dari total
kawasan yang menjadi area penelitian dan tidak sesuai (N1) mencakup area
seluas ± 115.569 m2 (11,6 ha) atau sebesar 22,61% dari total kawasan yang
dikategorikan sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha)
atau sebesar 100% dari total kawasan yang menjadi area penelitian.
penelitian berkisar antara > 2,3 – 3 indeks tersebut menunjukkan bahwa lokasi
laut yaitu kelas sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ± 11.365,95 m2 (1,14
ha) atau sebesar 2,23% dari total kawasan yang menjadi area penelitian; sesuai
(S2) mencakup area seluas ± 354.158,08 m2 (35,41 ha) atau sebesar 69,37%
dari total kawasan yang menjadi area penelitian, dan kelas tidak sesuai (N1)
mencakup area seluas ± 144.964,16 m2 (14,50 ha) atau sebesar 28,4% dari total
kawasan yang menjadi area penelitian. Peta kesesuaian lahan untuk kegiatan
ubah lingkungan besar. Daya ubah lingkungan tersebut berupa polutan yang
COD, timbal (Pb) serta seng (Zn) untuk menggambarkan polutan yang
dihasilkan. Hasil analisis logam berat di wilayah kajian disajikan pada Tabel 4.6.
Pengukuran nilai BOD air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran
antara 11,04 – 16,80 mg/l dengan rerata sebesar (14,57 ± SD 2,03). Interpolasi
tidak tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau sebesar
100% dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Peta sebaran BOD dapat
Hasil pengukuran nilai COD air laut pada lokasi penelitian berkisar antara
tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau sebesar 100%
dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Peta sebaran COD dapat dilihat
kriteria tidak tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau
sebesar 100% dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Peta sebaran
kriteria tidak tercemar mencakup area seluas ± 453.400 m2 (45,34 ha) atau
sebesar 88,8% dari total kawasan yang menjadi area penelitian dan kriteria
tercemar mencakup area seluas ± 57.000 m2 (5,7 ha) atau sebesar 11,2% dari
total kawasan yang menjadi area penelitian. Peta sebaran (Pb) dapat dilihat pada
Gambar 4.11.
terendah pada titik 10 sebesar 0,00014 mg/l. Interpolasi kandungan seng (Zn)
tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau sebesar 100%
dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Peta sebaran (Zn) dapat dilihat
polutan dipetakan secara spasial. Hasil yang diperoleh adalah ekstraksi daerah
yang sesuai untuk budidaya dan tidak tercemar sebagai kawasan paling sesuai
Parameter yang digunakan adalah Nitrat, BOD, COD serta logam berat
terdiri dari timbal (Pb) dan seng (Zn) untuk menggambarkan polutan yang
polutan, diperoleh informasi wilayah mana saja dilokasi penelitian yang benar-
sesuai dan tidak tercemar mencakup area seluas ± 11.282 m2 (1,13 ha) atau
sebesar 2,21% dari total kawasan yang menjadi area penelitian, sesuai dan tidak
tercemar mencakup area seluas ± 353.000 m2 (35,30 ha) atau sebesar 69,16%
dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Sedangkan sisa dari
4.3. Pembahasan
28,0 – 30°C. Nilai tersebut masih berada berada pada kisaran baku mutu kualitas
air untuk budidaya laut (DKP, 2002). Kisaran suhu tergolong layak digunakan
suhu perairan laut banyak ditentukan oleh penyinaran matahari dan pola suhu di
perairan laut pada umumnya makin ke bawah makin dingin. Ikan laut dan ikan
karang suhu perairan ideal berkisar antara 28 – 30oC (Ghufron dan Kordi, 2005).
poikiloterm, yang mana suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu
lingkungan, sebab itu semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.
pada kisaran 31,2 – 124,5 mg/l. Nilai tersebut telah melebihi baku mutu kualitas
air laut sebesar 20 mg/l (DKP, 2002). Kangkan (2006), menganjurkan agar
kandungan tersebut kurang dari 25 mg/l. Tingginya nilai TSS ini diduga akibat
68
Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya laju infiltirasi tanah. Jika kondisi ini
kapasitas tanah untuk menyimpan air. Akibatnya tanah tererosi dan sebagian
besar hujan menjadi aliran permukaan. Intensitas aliran permukaan yang tinggi
pada kisaran 22,2 – 44,1 mg/l. Nilai tersebut masih di bawah baku mutu kualitas
air laut sebesar 1000 mg/l (DKP, 2002). Nilai ini menunjukkan kisaran TDS
tergolong optimal sebagai lokasi budidaya laut. Kisaran nilai TDS perairan
tergolong rendah dan optimal sebagai lokasi budidaya laut. TDS yang tinggi
dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang.
pada kisaran 7,00 – 7,2. Nilai tersebut berada pada kisaran baku mutu kualitas
air laut sebesar 7,0 – 8,5 (DKP, 2002). Kisaran nilai pH tergolong optimal untuk
dalam jumlah besar. Beberapa biota memiliki toleransi tertentu pada kondisi
perairan yang asam maupun basa. Pada ikan laut dan ikan karang pH optimal
berada pada kisaran 4,52 – 6,12 mg/l. Nilai tersebut menunjukkan kisaran sesuai
baku mutu pada titik 4 - 12, serta di bawah baku mutu pada titik 1 - 3
untuk kegiatan budidaya laut. Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut
berada pada kondisi alami, sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka
pencampuran masa air, pergerakan masa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan
limbah yang masuk ke badan air. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua
konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan (Ghufron dan Kordi, 2005).
70
berada pada kisaran 30,0 – 32,3 ‰. Kisaran tersebut masih sesuai baku mutu
kualitas air laut 34 ‰ mg/l (DKP, 2002). Nilai ini tergolong optimal untuk budidaya
laut. Menurut Radisho (2009), tinggi rendahnya kadar garam (salinitas) sangat
makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut
akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut
faktor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air
sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan
setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan
pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang
bawah.
pada kisaran 11,04 – 16,80 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan bahwa BOD
perairan masih di bawah baku mutu kualitas air laut sebesar 20 mg/l (DKP,
2002). Nilai ini tergolong optimal untuk budidaya laut. Menurut Marganof (2007)
(2007). Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya
Perairan pulau Selayar dengan nilai BOD yang rendah lebih dikarenakan
nilai TSS yang cukup tinggi. Nilai TSS yang tinggi ini akan menghambat mikroba
pada kisaran 18,12 – 29,71 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan kisaran COD
masih berada di bawah baku mutu kualitas air laut berdasarkan (DKP, 2002).
Nilai tergolong optimal untuk kegiatan budidaya. Pada perairan yang belum
tercemar berat nilai COD berkisar antara 20 mg/l, sedangkan pada perairan
tercemar nilai COD di atas 20 mg/l atau mencapai 200 mg/l. Beberapa biota atau
keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah
tangga dan industri. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang
dari 20 mg/l, sedangkan perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l/. Nilai
Perairan pulau Selayar dengan nilai COD yang rendah lebih dikarenakan nilai
TSS yang cukup tinggi. Nilai TSS yang tinggi ini akan menghambat mikroba
pada kisaran 0,0032 – 0,0058 mg/l. Nilai kandungan nitrat tersebut menunjukkan
72
kisaran dibawah baku mutu kualitas air laut berdasarkan (DKP, 2002). Nilai
sedang, dan jika ditinjau dari segi lingkungan mengindikasikan kondisi tercemar
ringan.
Hasil perhitungan SI dan TSI di Stasiun VII sebesar 1,35 dan 1,55 yang
didapat pada stasiun IV sebesar 1 dan 0,5. Dari nilai diatas kondisi perairan
Dari hasil analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan diketahui bahwa
510.468,9 m2 atau 51,04 Ha yang terdiri dari kelas sangat sesuai (S1), sesuai
(S2) dan cukup sesuai (S3). Perairan dengan kategori sangat sesuai memiliki
73
umum tidak memiliki faktor penghambat dan memenuhi kriteria kelas tertinggi.
4,4. Kelas perairan dengan kategori tersebut merupakan wilayah perairan yang
kedalaman, dan DO. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yang berada
>3,2 – 3,8 merupakan wilayah yang berdasarkan analisis peta terdapat beberapa
faktor penghambat antara lain adalah parameter oksigen dan TSS. Penghambat
ini cukup berat akan tetapi dapat dihilangkan melalui rekayasa teknologi maupun
dibawah baku mutu. Faktor-faktor yang diduga menjadi pemicu rendahnya nilai
bauksit yang dilakukan, selain itu kegiatan pencucian bauksit secara langsung
pengukuran kualitas TSS yang dikorelasikan dengan hasil analisis kualitas air
disuplai secara positif dari sedimen. Tingginya kadar TSS ini akan menyebabkan
kekeruhan, dimana akan secara tidak langsung akan menurunkan kadar oksigen
>2,6 – 3,2. Kelas perairan dengan kategori tersebut merupakan wilayah perairan
polutan berupa bahan organik diperairan adalah BOD. Semakin tinggi nilai BOD
maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik
atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan polutan berupa bahan
organik diperairan tersebut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik
yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah
organik yang tinggi ditunjukkan dengan semakin sedikitnya sisa oksigen terlarut.
Pengukuran nilai BOD air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara
11,04 – 16,80 mg/l dengan rerata sebesar (14,57 ± SD 2,03). BOD perairan
pengamatan terhadap muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka
semakin banyak masukan bahan organik akibat aktivitas di darat dan semakin
dalam kriteria tidak tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha)
atau sebesar 100% dari total kawasan yang menjadi area penelitian
pengukuran nilai COD air laut pada lokasi penelitian berkisar antara 18,12 –
terhadap garis pantai (muara sungai). Semakin dekat dengan muara sungai
maka semakin banyak masukan polutan bahan organik akibat aktivitas di darat
dan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi. Kisaran COD masih berada di bawah baku mutu kualitas air laut 50 mg/l
seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau sebesar 100% dari total kawasan yang
nitrat (NO3-N) air laut di lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 0,0032 –
dalam kriteria tidak tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha)
atau sebesar 100% dari total kawasan yang menjadi area penelitian.
Logam ini dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa PbO yang dapat
logam berat Timbal (Pb) tertinggi ditemukan pada titik 3 sebesar 0,071 mg/l,
telah melebihi baku mutu, sedangkan pada titik lainnya konsenterasi masih
seluas ± 453.400 m2 (45,34 ha) atau sebesar 88,8% dari total kawasan yang
menjadi area penelitian dan kriteria tercemar mencakup area seluas ± 57.000 m2
(5,7 ha) atau sebesar 11,2% dari total kawasan yang menjadi area penelitian.
Ion seng (Zn) dalam air berasal dari limbah industri maupun
pertambangan. Logam ini bersifat racun pada konsentrasi yang tinggi. Pada
Keberadaan konsentrasi seng tidak terdeteksi pada titik 4, 5 dan 11. Konsentrasi
konsenterasi seng (Zn) yang ditemukan belum melampaui baku mutu Kepmen
tercemar mencakup area seluas ± 510.460 m2 (51,04 ha) atau sebesar 100%
keberhasilan pengendalian erosi dan produksi sedimen. Atas dasar hal tersebut,
hilirnya.
penutup lahan yang berupa jenis-jenis flora akan hilanh dan lahan terbuka
tanpa vegetasi sehingga nilai infiltrasi tanah akan menurun. Kondisi ini akan
Oleh sebab itu, upaya revegetasi lahan pasca tambang menjadi kebutuhan
sementara overburden dan topsoil. Pembuatan saluran ini ditujukan agar air
tertampung di dalamnya.
tanah yang tererosi dan tersuspensi pada air dapat dialirkan pada saluran
drainase dan tidak terbawa badan air penerima yaitu sungai yang bermuara
kondisi lapangan.
Dimana pada perairan yang memiliki kadar TSS serta keberadaan plankton yang
cukup tinggi organisme yang cocok dipelihara diperairan ini adalah dari jenis
5.1. Kesimpulan
budidaya laut. Pada kelas sangat sesuai (S1) mencakup area seluas ±
11.365,95 m2 (1,14 ha) atau sebesar 2,2 % dari total kawasan yang menjadi
area studi. Kelas sesuai (S2) mencakup area seluas ± 354.158,08 m2 (35,41
ha), atau sebesar 69,40 % dari total kawasan yang menjadi area studi. Dan
kelas tidak sesuai (N1) mencakup area seluas ± 144.964,16 m2 (14,50 ha)
atau sebesar 28,4 % dari total kawasan yang menjadi area studi. Parameter
bahan pencemar (polutan) didapat wilayah yang sesuai untuk budidaya dan
tidak tercemar mencakup area seluas ± 11.282 m2 (1,13 ha) atau sebesar
2,21% dari total kawasan yang menjadi area penelitian, sesuai dan tidak
69,16% dari total kawasan yang menjadi area penelitian. Sedangkan sisa
budidaya laut).
79
80
5.2. Saran
tersebut.
Erlina, A. 2006. Kualitas Perairan Di Sekitar BBPBAP Jepara Ditinjau Dari Aspek
Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan
Budidaya Udang Dan lkan.
Ghufron. M, dan H. Kordi. 2005. Budidaya lkan Laut di Keramba Jaring Apung.
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Edisi
Kesatu, Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta.
Hartami. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan
Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung
81
82
Rejeki, 2011. Pemanfaatan perairan pantai terabrasi Untuk budidaya laut (studi
kasus desa morosari sayung demak jawa tengah). Disertasi.
Universitas Diponegoro, Semarang
Suryanto, D. 2007. Pendugaan Iaju akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni pada
kerang hijau (Perna viridis L) ukuran > 4,7 cm di perairan Kamal
Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Zahidin M, 2008. Kajian Kualitas Air Di Muara Sungai Pekalongan Ditinjau Dari
Indeks Keanekaragaman Makrobenthos Dan Indeks Saprobitas Plankton.
Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
84
5. Pembobotan dalam proses analisis kelayakan di perbaiki Nilai pembobotan didalam analisis kesesuaian lahan telah diperbaiki dan
disesuaikan dengan beberapa literature yang ada
6. Dalam penilitian dikaji mengenai Saprobik Indeks dan Analisis Saprobitas perairan untuk mengetahui keadaan kualitas air yang
Tingkat Saprobik Indeks diakibatkan adanya penambahan bahan organik dalam suatu perairan
telah diuraikan dimana didalam analisis ini penulis menggunakan
indikatornya jumlah dan susunan spesies dari plankton.
2004, dan Pendidikan Srata 1 (S1) di Universitas Diponegoro lulus tahun 2008.
Pada bulan Juli 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Sampai saat penyusunan tesis ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa
Diponegoro, Semarang.
89